Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian merupakan bidang strategik, karena menyangkut kebutuhan
manusia. Bagi Indonesia yang merupakan negara agraris, pertanian mempunyai
makna penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai
penyedia bahan pangan, sandang dan papan bagi segenap penduduk, serta
penghasil komoditas ekspor nonmigas untuk menarik devisa. Pada tahun 1969,
pemerintah Indonesia meluncurkan rencana lima (5) tahun pertama dengan
pertanian sebagai titik fokus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanaman
pangan terutama padi sawah, jagung, kedelai, ubi jalar dan ubi kayu. Sejak 1969,
produksi padi telah menjadi fokus utama dalam peningkatan produksi pangan,
namun selama tahun 1970an produksinya semakin menurun. Saat itu, produksi
palawijaya seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu sebagian besar
diabaikan dalam kebijakan pemerintah sampai dengan tahun 1974. Menurunnya
produksi padi mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan
pangan palawijaya ini sebagai pengganti beras. Sebelum tahun 1974, total
produksi jagung juga menurun, tetapi keuntungan kecil telah dilakukan oleh
kedelai dan kacang tanah. (http://ideas.repec.org/, 2011)
Di kawasan Benua Asia, Indonesia menempati sebagai negara dengan luas
areal (1,4 juta ha) ketiga terbesar setelah Cina (8 juta ha) dan India (4,5 juta ha).
Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara penghasil kedelai keenam
terbesar di dunia, setelah USA, Brasil, Argentina, Cina dan India (1997)
(Adisarwanto dan Rini, 2002). Sebagai ilustrasi, pada Tabel 1 dapat dilihat luas

tanam kedelai di Indonesia tahun 2003 - 2007 mengalami peningkatan hingga


tahun 2005 dan selanjutnya mengalami penurunan. Pulau Jawa merupakan daerah
yang memiliki luas tanam paling banyak dibandingkan daerah lainnya, meskipun
mengalami penurunan dari tahun 2006 2007.
Tabel 1. Luas tanam Kedelai di Indonesia dari tahun 2003 - 2007
No

Provinsi

1 Sumatera
2 Jawa
Bali, Nusa

2003
43.926
361.041

Tahun (Ha)
2004
2005
58.199
54.397
408.783 416.144

2006
44.043
390.32

2007
38.502
336.792

3 Tenggara
4 Kalimantan
5 Sulawesi
Maluku &

74.078
9.565
24.551

96.426
9.624
29.866

104.136
6.88
29.838

93.437
6.925
27.361

78.726
7.309
28.264

6 Papua
Jumlah

40.196

4.795

9.715

6.536

6.584

Luar Jawa
192.316
Indonesia
553.357
Sumber : www.bps.go.id, 2011

198.88
607.663

204.966
621.11

178.302
568.622

159.385
496.177

Perkembangan produksi tanaman kedelai di Indonesia (Tabel 2) sama


seperti dengan perkembangan luas panen tanaman kedelai di Indonesia tahun
2005 - 2011 (Tabel 3), produksi dan luas panen kedelai mengalami penurunan
selama tahun 2005 - 2007, tetapi di tahun 2008 hingga 2009 mengalami
peningkatan cukup tinggi dan di tahun 2010 menurun sedikit dibanding tahun
sebelumnya dan diperkirakan pada tahun 2011 mengalami peningkatan. Produksi
tanaman kedelai di Indonesia paling tinggi terdapat di daerah pulau Jawa,
sebaliknya luas panen tanaman kedelai di Indonesia terdapat di luar pulau Jawa.

Tabel 2. Produksi tanaman Kedelai di Indonesia dari tahun 2005 2011


Produksi (ton)
Provinsi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jawa
563.225 518.425 424.986 518.997 573.231 633.212 636.675*
Luar Jawa 245.128 229.186 167.548 256.713 351.280 274.899 297.328*
Indonesia 808.353 747.611 592.534 775.710 924.511 908.111 934.003*
* Angka Ramalan I
Sumber : www.bps.go.id, 2011
Tabel 3. Luas panen tanaman Kedelai di Indonesia dari tahun 2005 - 2011
Produksi (ton)
Provinsi
2005
Jawa
423.874
Luar Jawa 197.667
Indonesia 621.541
* Angka Ramalan I

2006
2007
2008
2009
2010
2011
390.568 325.689 389.780 428.130 493.594 436.315*
189.966 133.427 201.176 273.262 168.117 230.387*
580.534 459.116 590.956 701.392 661.711 666.702*

Sumber : www.bps.go.id, 2011


Tabel 4 menunjukkan perkembangan produktivitas tanaman kedelai di
Indonesia dari tahun 2003 - 2009 yang berfluktuasi. Dapat dilihat pada tahun 2003
- 2005 Indonesia mengalami peningkatan produktivitas kedelai, lalu di tahun 2006
mengalami penurunan dan mengalami peningkatan lagi mulai tahun 2007 - 2009.
Tingkat produktivitas paling tinggi terjadi di daerah Jawa.

Tabel 4. Produktivitas tanaman Kedelai di Indonesia tahun 2003 - 2009

Produktivitas (kuintal/Ha)
Provinsi
2003 2004
Jawa
13,04 13,06
Luar Jawa
12,03 12,25
Indonesia
12,75 12,80
Sumber : www.bps.go.id, 2011

2005
13,29
12,40
13,01

2006
13,27
12,06
12,88

2007
13,05
12,56
12,91

2008
13,32
12,76
13,13

2009
13,39
12,86
13,18

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan penting setelah beras karena
hampir 90% digunakan sebagai pangan. Kedelai juga kaya akan protein yang
memiliki arti penting sebagai sumber protein nabati untuk peningkatan gizi dan
mengatasi penyakit kurang gizi seperti busung lapar. Kedelai juga bermanfaat
menurunkan kolesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Selain itu,
kedelai dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kanker.
Oleh karena itu, ke depan kebutuhan kedelai akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pangan sehat. Kedelai juga berpotensi
dan berperan penting dalam menumbuh kembangkan industri kecil menengah
(IKM), bahkan sebagai komoditas ekspor (Adisarwanto dan Rini, 2002).
Tahu merupakan salah satu makanan olahan dari kedelai yang memiliki
kandungan gizi cukup tinggi. Meningkatnya konsumsi tahu saat ini sejalan dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi. Tahu
adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan
diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari
Cina, seperti halnya kecap, tauco, bakpao dan bakso. Sebagaimana tempe, tahu
dikenal sebagai makanan rakyat. Beraneka ragam jenis tahu yang ada di Indonesia
umumnya dikenal dengan tempat pembutannya, misalnya tahu Sumedang dan
tahu Kediri. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tahu, 2011).

Beberapa waktu terakhir di tahun 2006 sempat marak berita tentang formalin
yang sering ditemukan pada produk tahu segar sebagai bahan pengawet. Adanya
berita tahu berformalin yang ditemukan di pasaran, telah membuat masyarakat
Indonesia menjadi sangat waswas untuk mengkonsumsi tahu. Padahal tahu adalah
bahan makanan murah, sehat dan disukai oleh semua usia mulai dari bayi hingga
lansia. Tahu juga mengandung protein nabati penting bagi pemenuhan gizi,
terutama dalam masa pertumbuhan. Selain itu tahu merupakan alternatif lauk pauk
yang lezat yang mudah diolah menjadi penganan apapun. Di Indonesia, saat ini
banyak sekali munculnya produsen tahu di pasaran, salah satunya yaitu PT.
Kitagama merupakan salah satu industri tahu yang sistem pengolahannya berbeda
dengan perusahaan tahu lainnya. Tahu hasil produksi PT. Kitagama merupakan
produk dari hasil penelitian dari dosen Fakultas Teknik Pertanian Universitas
Gajah Mada (FTP UGM) yang sebelumnya diproduksi dalam skala laboratorium.
Selanjutnya produksi tersebut kemudian di kembangkan menjadi skala industri.
PT. Kitagama merupakan industri yang didirikan dari hasil kerjasama dosen FTP
UGM.
PT. Kitagama muncul untuk mencoba memberikan solusi atas permasalahan
tahu berformalin di pasaran. Teknologi pengolahan tahu yang benar dan tepat
perlu diterapkan dalam proses pembuatan tahu. PT. Kitagama berfokus membuat
tahu sehat alami dan tanpa pengawet untuk menghapus kekhawatiran masyarakat
akan tahu yang dikonsumsi. Untuk itu dimunculkanlah tahu sehat hasil dari
produk PT. Kitagama yang dinamakan Tahu Kita. Tahu Kita di proses dengan
menggunakan mesin-mesin modern berbahan dasar stainless steel, sehingga
menjadikannya aman, bersih, putih dan higienis. Dengan proses pemasakan yang

lebih cepat dan bersih, maka menghasilkan tahu yang putih dan lembut, karena
proses pemasakannya tidak menghasilkan kerak pada dasar tangki masak yang
dapat membuat tahu berbau sangit dan berwarna putih kekuningan.
Meningkatnya jumlah produsen tahu saat ini telah menyebabkan PT.
Kitagama harus mampu mempertahankan pelanggannya, bahkan meningkatkan
jumlah konsumennya agar dapat bertahan sebagai produsen yang bergerak di
industri tahu. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh PT. Kitagama adalah
melakukan peramalan penjualan, untuk membuat perencanaan produksi dan
strategi pemasaran lebih tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan perusahaan
saat ini. Untuk itu dilakukan penelitian berjudul Analisis Peramalan Penjualan
Tahu Kita pada PT. Kitagama Jakarta.
1.2. Perumusan Masalah
Munculnya para pesaing produsen tahu saat ini yang membuat pilihan
jumlah produk ataupun merek tahu di Indonesia semakin bervariatif telah
membuat PT. Kitagama sebagai salah satu produsen yang menghasilkan produk
berbahan dasar kedelai ini harus memikirkan bagaimana cara mempertahankan
pelanggannya, bahkan meningkatkan konsumen. Oleh karena itu, PT. Kitagama
perlu melakukan peramalan penjualan untuk menetapkan target penjualan
perusahaan melalui penyusunan strategi.
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pola data penjualan Tahu Kita PT. Kitagama di lima (5) outlet
penjualan selama ini ?

2. Bentuk metode peramalan kuantitatif apakah yang paling sesuai untuk


meramalkan jumlah penjualan Tahu Kita PT. Kitagama di lima (5) outlet
penjualan ?
3. Bagaimana peramalan penjualan Tahu Kita PT. Kitagama di lima (5) outlet
penjualan untuk 15 bulan mendatang dengan menggunakan metode
kuantitatif terbaik ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pola data penjualan Tahu Kita PT. Kitagama di lima (5)
outlet penjualan.
2. Mengkaji metode peramalan kuantitatif yang paling sesuai untuk
melakukan peramalan penjualan Tahu Kita PT. Kitagama di Lima (5)
outlet penjualan.
3. Mengkaji hasil peramalan produk Tahu Kita PT. Kitagama di lima (5)
outlet penjualan untuk 15 bulan mendatang dengan menggunakan metode
kuantitatif terbaik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Kedelai dan Tahu


Menurut Winarto, Achmad dan Kuncoro (2005), tanaman kedelai
(Glycine max (L) Merrill) telah dibudidayakan sejak 1500 tahun sebelum
Masehi. Asal tanaman ini dipekirakan dari dataran Cina, karena di sanalah
mula mula kedelai ditanam, dan juga di Cina banyak dijumpai jenis kedelai
liar. Tanaman ini dari Cina kedelai menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara
dan ke Indonesia.
Di Indonesia, terutama di Jawa dan Bali, kedelai sudah ditanam sejak
tahun 1750. Amerika serikat, negara produsen kedelai terbesar di dunia, baru
mulai menanam kedelai tahun 1920 dan Brasil negara produsen kedelai nomor
dua, baru mulai menanam kedelai tahun 1950.
Tanaman kedelai merupakan tanaman cash crop yang dibudidayakan di
lahan sawah (60%) dan di lahan kering (40%). Luas areal tanam mencapai
punaknya pada tahun 1992, yaitu 1,67 juta hektar. Sejak tahun 2000-2003,
areal tanam terus menurun menjadi 0,53 juta hektar pada tahun 2003.
Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi
dalam negeri baru mencapai 0,71 juta ton, sehingga kekurangannya 1,31 juta
ton harus diimpor. Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan kedelai dapat
dipenuhi dari produksi dalam negeri. Penurunan areal tanaman berkaitan erat
dengan banjirnya kedelai impor, sehingga nilai kompetitif dan komparatifnya
merosot. Mengingat posisi lahan di Indonesia cukup luas dan jumlah penduduk
cukup besar, sementara industri pangan berbahan baku kedelai berkembang

pesat, maka kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan untuk


menekan laju impor.
Upaya untuk menekan laju impor dapat ditempuh melalui peningkatan
produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan
kelembagaan petani, peningkatan mutu produk, peningkatan nilai tambah,
perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan
infrastruktur,

serta

pengaturan

tataniaga

dan

insentif

usaha.

Guna

mendukung pengembangan kedelai di Indonesia, maka fokus penelitian adalah


melestarikan dan mendayagunakan plasma nutfah tanaman kedelai guna
menopang kegiatan pemuliaan berkelanjutan dan produktif menghasilkan
varietas unggul baru (VUB). Untuk meningkatkan potensi komoditas kedelai
lahan sawah irigasi dan lahan kering dapat ditempuh melalui sintesis teknik
produksi yang terdiri dari VUB kedelai adaptif, hasil tinggi (2,5-3,0 ton/ha),
berbiji besar, toleran kekeringan dan tahan hama dan penyakit disertai
komponen teknologi pengelolaan lahan, tanaman dan organisme pengganggu
yang efisien, baik untuk lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, maupun lahan
kering. Diseminasi hasil penelitian untuk meningkatkan akses bagi pengguna
teknologi dan mempercepat adopsi petani antara lain di lahan melalui Program
Rintisan dan Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI) (Winarto,
Achmad dan Kuncoro, 2005).
Tanaman kedelai (Glyicne max Merr.) bukan tanaman asli Indonesia,
namun pembudidayaan tanaman ini telah dilakukan di pulau jawa sejak abad
XVI. Rumphius (1750) mendokumentasikan bahwa pada masa itu kedelai telah
menyebar di Jawa dan Bali, yang berarti bahwa introduksi kedelai ke Indonesia
terjadi jauh sebelum tahun tersebut. Pemasukan kedelai ke Indonesia

kemungkinan dilakukan oleh imigran China, mengingat China telah menanam


dan menggunakan kedelai sebagai bahan makanan sejak awal abad Masehi.
Keberlanjutan usahatani kedelai di Indonesia ditunjang oleh adanya teknik
pengolahan kedelai menjadi bahan lauk, yang diperlukan masyarakat setiap
hari, dalam bentuk tempe, tahu, kecap dan tauco. Teknik pengolahan ini
ternyata tidak ditemukan di negara tetangga yang pada zaman dulu erat
berhubungan dengan Indonesia seperti India, Birma, Thailand, Srilanka atau
Vietnam.
Sebagai tanaman bahan lauk yang tidak dibutuhkan dalam jumlah
banyak, secara tradisional historis kedelai memang tidak pernah ditanam secara
luas sebagaimana tanaman pokok seperti padi, jagung atau ubi kayu. Hal ini
juga berkaitan dengan ciri pertanian Indonesia hingga awal Pelita I (19681973) masih bersifat subsisten yang lebih mengutamakan penyediaan
kebutuhan bagi keluarga tani sendiri. Sebagai akibatnya, kedelai tidak pernah
diusahakan sebagai tanaman utama, hanya sebagai tanaman sisipan (catch
crop) atau petani menyebut sebagai tanaman polowijo, yang berarti tanaman
sisipan di musim kemarau pada saat lahan tidak dimanfaatkan untuk usahatani
tanaman utama. Hal ini sangat berbeda dengan cara pengusahaan kedelai di
negara USA, Brasilia dan Argentina, yang walaupun baru mulai menanam
kedelai pada pertengahan abad XX, memperlakukan kedelai sebagai cash crop
yang diusahakan sebagai tanaman utama secara besar-besaran (BPP Teknologi,
1993).
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang
difermentasikan dan diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli dari
Indonesia, tahu berasal dari Cina, seperti halnya kecap, tauco, bakpao dan

bakso. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han, sekitar
2200 tahun lalu. Di Jepang dikenal dengan nama tofu. Makanan ini dibawa
para perantau China, makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara,
lalu juga akhirnya ke seluruh dunia. Sebagaimana tempe, tahu dikenal sebagai
makanan rakyat. Beraneka ragam jenis tahu yang ada di Indonesia umumnya
dikenal dengan tempat pembuatannya, misalnya tahu Sumedang dan tahu
Kediri. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tahu, 2011).
Berdasarkan Tabel 5, kandungan gizi kedelai paling tinggi terdapat pada
makanan olahan seperti tahu. Meningkatnya konsumsi tahu saat ini sejalan
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi.
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedele yang difermentasikan
dan diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu
berasal dari Cina, seperti halnya kecap, tauco, bakpao dan bakso. Tahu pertama
kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han, sekitar 2200 tahun lalu. Di
Jepang dikenal dengan nama tofu. Dibawa para perantau China, makanan ini
menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, lalu akhirnya ke seluruh dunia.
Sebagaimana tempe, tahu dikenal sebagai makanan rakyat. Beraneka ragam
jenis tahu yang ada di Indonesia umumnya dikenal dengan tempat
pembutannya,

misalnya

tahu

Sumedang

dan

tahu

Kediri.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Tahu, 2011).
Tabel 5. Kandungan Gizi Kedelai

Jenis Produk
Tanaman Kedelai
Kedelai, hijau
Tempe
Tahu
Tepung kedelai,

Kalori
149
127
165
183
82

Protein
14,3
11,1
15,8
17,0
11,8

CHO
8,5
10,0
14,1
14,1
9,6

Lemak
7,7
5,8
6,4
9,3
0,3

Dihilangkan lemaknya
Susu kedelai
100
7,0
8,0
4,0
Sumber : http://www.nsrl.uiuc.edu/aboutsoy/soynutrition.html, 2011
2.2 Definisi Peramalan
Menurut Heizer dan Render (2006), peramalan adalah seni, ilmu untuk
memperkirakan kejadian di masa depan. Hal ini dilakukan dengan melibatkan
pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa mendatang dengan
suatu bentuk model matematik atau prediksi intuisi bersifat subyektif, atau
menggunakan kombinasi model matematik yang disesuaikan dengan
pertimbangan yang baik dari seorang manajer. Forecasting berkaitan dengan
upaya memperkirakan apa yang terjadi di masa depan, berbasis pada metode
ilmiah (ilmu dan teknologi) serta dilakukan secara matematis. Walaupun
demikian, kegiatan forecasting tidaklah semata-mata berdasarkan prosedur
ilmiah atau terorganisir, karena ada kegiatan forecasting yang menggunakan
intuisi (perasaan) atau lewat diskusi informal dalam sebuah grup (Santoso,
2009).
Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), peramalan merupakan studi
terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecenderungan dan pola
sistematis. Dalam dunia bisnis, hasil peramalan mampu memberikan gambaran
tentang

masa

depan

perusahaan

yang

memungkinkan

manajemen

membuat perencanaan, menciptakan peluang bisnis maupun mengatur pola


investasi. Ketepatan hasil peramalan bisnis akan meningkatkan peluang
tercapainya investasi yang menguntungkan. Semakin tinggi akurasi yang
dicapai peramalan, maka semakin meningkat pula peran peramalan dalam
perusahaan, karena hasil dari suatu peramalan dapat memberikan arah bagi

perencanaan perusahaan, perencanaan produk dan pasar, perencanaan


penjualan, perencanaan produksi dan keuangan.
Dikaitkan dengan perencanaan perusahaan, hasil peramalan lingkungan
ekonomi dan pasar memungkinkan perencana perusahaan mengarahkan
kebijakan perusahaan ke sektor-sektor yang memberikan peluang keuntungan
tertinggi. pemanfaatan hasil peramalan dalam perencanaan produk dan pasar
pada umumnya digunakan dalam menyusun sasaran perusahaan maupun untuk
penyusunan anggaran promosi, serta anggaran penjualan yang diperlukan
untuk mencapai sasaran tersebut. Hasil peramalan produk dan pasar dapat
dimanfaatkan perusahaan untuk memasuki pasar baru ataupun menarik diri
dari pasar yang semakin tidak menguntungkan. Sebagai contoh, hasil
peramalan terhadap peluang suatu produk akan memungkinkan dibuatnya
perencanaan terperinci bagi setiap sektor yang mendukung produk tersebut.
Salah satu aspek yang paling sering disalahpahami dalam peramalan
adalah ketidakpastian. Umumnya manajer perusahaan percaya bahwa semakin
banyak sumber daya dan waktu yang diberikan kepada peramalan, semakin
rendah derajat ketidakpastian yang didapat. Tetapi dalam banyak situasi,
semata mata menggunakan lebih banyak waktu dan tenaga dalam peramalan
justru akan memberikan hasil berlawanan. Proses peramalan masa depan itu
sendiri justru membuka kemungkinan-kemungkinan baru dan hal ini sering
berarti semakin banyaknya ketidakpastian yang harus dipertimbangkan. Dalam
kasus seperti ini, tujuan utama peramalan adalah menjadikan para pengambil
keputusan dan pembuat kebijakan memahami ketidakpastian di masa
mendatang, sehingga ketidakpastian dan risiko yang mungkin muncul dapat
dipertimbangkan pada waktu membuat perencanaan atau keputusan-keputusan

yang berorientasi ke masa depan. Dengan melakukan peramalan, para


perencana dan pengambil keputusan akan dapat mempertimbangkan alternatifalternatif strategi yang lebih luas daripada tanpa peramalan. Dengan demikian,
berbagai rencana strategi dan aksi dapat dikembangkan untuk menghadapi
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi di masa mendatang (Sugiarto dan
Hariono, 2000).
Menurut Heizer dan Render (2006), peramalan biasanya berdasarkan
horizon waktu masa depan yang dicakupnya. Horizon waktu terbagi atas
beberapa kategori :
1. Peramalan jangka pendek. Peramalan ini mencakup jangka waktu
hingga satu (1) tahun tetapi umumnya kurang dari tiga (3) bulan.
Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan
kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan keja dan tingkat populasi.
2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah, atau
intermediate umumnya mencakup hitungan bulanan hingga tiga (3)
tahun. Peramalan ini berguna untuk merencanakan penjualan,
perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas dan menganalisis
bermacam-macam rencana operasi.
3. Peramalan jangka panjang. Umumnya untuk perencanaan masa tiga (3)
tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk
merencanakan produk baru, pembelanjaan modal, lokasi atau
pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan (litbang).
2.2.1

Jenis-jenis Peramalan

Peramalan adalah upaya memperkirakan nilai-nilai respon yang


menjadi perhatian di masa depan. Secara garis besarnya, peramalan dibedakan

menjadi peramalan kuantitatif dan kualitatif. Hasil peramalan kualitatif


didasarkan pada pengamatan kejadian-kejadian di masa sebelumnya yang
digabungkan dengan intuisi maupun ketajaman perasaan si peramal dalam
menghasilkan suatu informasi yang diperkirakan bakal terjadi di masa
mendatang. Pada umumnya hasil peramalan kualitatif berbentuk informasi
kualitatif, walaupun tidak selalu demikian. Sebaliknya, peramalan kuantitatif
mempergunakan data kuantitatif yang diperoleh dari pengamatan nilai-nilai
sebelumnya dengan ditunjang beberapa informasi kuantitatif maupun kualitatif.
Hasil peramalan kuantitatif secara relatif lebih disukai, karena memberikan
pandangan yang lebih nyata dan lebih obyektif dalam besaran nilai hasil
peramalannya.

2.2.2 Langkah-langkah Peramalan


Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), hampir semua metode
peramalan formal dilakukan dengan cara mengekstrapolasi kondisi masa lalu
untuk kondisi masa mendatang. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kondisi
masa lalu sama dengan kondisi masa mendatang. Atas dasar logik ini, maka
langkah-langkah dalam metode peramalan adalah :
Langkah 1 : Mengumpulkan data Langkah 2 : Menyeleksi dan memilih data
Langkah 3 : Memilih model peramalan
Langkah 4 : Menggunakan metode terpilih untuk peramalan
Menurut Heizer dan Render (2006), Peramalan (forecasting) adalah
istilah yang sangat populer di dunia bisnis, yang pada dasarnya adalah kegiatan
yang berhubungan dengan meramalkan atau memproyeksikan hal-hal yang
terjadi di masa lampau ke masa depan. Ramalan permintaan (demand
forecasting) menyangkut peramalan permintaan mendatang berdasarkan

permintaan yang lalu atau berdasarkan perhitungan tertentu. Ramalan


permintaan mencakup dua kegiatan (Indrajit dan Djokopranoto, 2003), yaitu :
1. Mengidentifikasikan peubah-peubah yang mempengaruhi permintaan
2. Mengembangkan persamaan-persamaan yang menyatakan hubungan
antara peubah-peubah tersebut dalam bentuk perhitungan matematik.
2.2.4 Penghalusan Eksponensial
Penghalusan Eksponensial (exponential smoothing) merupakan metode
peramalan rataan bergerak dengan pembobotan canggih, namun masih mudah
digunakan. Metode ini menggunakan sangat sedikit pencatatan data masa lalu.
Rumus penghalusan eksponensial dasar dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Peramalan baru = peramalan periode lalu + (permintaan actual periode
lalu peramalan periode lalu)
dimana adalah sebuah bobot, atau konstanta penghalusan (smoothing
constant), yang dipilih oleh peramal, yang mempunyai nilai antara 0 dan 1.
Persamaan secara matematik ditulis sebagai berikut :
Ft = Ft-1 + (At-1 Ft-1) ....... (3)

dimana
Ft

= peramalan baru

Ft-1 = peramalan sebelumnya

= konstanta penghalus

At-1 = permintaan aktual periode lalu

Anda mungkin juga menyukai