Anda di halaman 1dari 4

UNIVERSITAS GADJAH MADA

ETIKA PROFESI DAN BISNIS


Kelompok I : - Rochmad Gama Saputra
- Denanda Hendra .P
- Vicky Burvi
- Hendry Surya
- Dzikrina Puspita

( 15 / 379592 / PA / 16650 )
( 15 / 377977 / PA / 16452 )
( 15 / 379594 / PA / 16652 )
( 15 / 381058 / PA /16738 )
( 15 / 377979 / PA / 16454 )

HAK CIPTA
Ketika perkembangan zaman berubah dengan cepat seperti era informasi saat ini, dengan
telah banyak ditemukannya berbagai teknologi yang inovatif yang memudahkan perkerjaan
manusia. Persaingan untuk bisa bertahan semakin memacu manusia untuk terus berinovasi dan
berkarya memberikan kontribusi nyata. Inovasi dan penemuan itu sendiri membutuhkan waktu
yang tidaklah sebentar, setiap karya, inovasi dan penemuan pastilah membutuhkan waktu dan
biaya riset, pengembangan dan pembuatan yang tidak sedikit dikeluarkan oleh pengembang
untuk karya tersebut. Sayangnya dikala mahalnya biaya research, production, lisence and
development masih ada saja pihak pihak tak bertanggung jawab yang melakukan plagiat
(peniruan) dan berbagai pelanggaran hak cipta yang selain meugikan masyarakat juga merugikan
pendapatan negara serta hak pencipta itu sendiri.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Political and Economic Risk Consultansy
(PERC) suatu badan nirlaba skala internasioanl yang bergerak di bidang konsultasi resiko
ekonomi dan politik mengenai pelanggaran Hak Cipta/ Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
di Asia sungguh didapat hasil mengejutkan Pasalnya, hasil menunjukkan bahwa di Asia,
Indonesia menempati peringkat teratas pelanggar HKI di kawasan Asia-Pasifik. Di antara 11
negara lain di kawasan itu, hasil survei menempatkan Indonesia pada angka 8,5. Sedangkan
angka maksimum adalah 10. Ini berarti Indonesia menempati posisi teratas. Di bawah Indonesia,
terdapat Vietnam (8,4), Cina (7,9), Filipina (6,8), India (6,5), Thailand (6,1), dan Malaysia (5,8).
Sementara itu di Asia, Singapura merupakan negara terbaik dalam hal memberikan
penghormatan dan perlindungan yang tinggi terhadap HKI atas penciptanya.

Pengertian Hak Cipta adalah suatu hak khusus bagi pencipta atau penerima hak cipta
untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberi izin kepada piha lain untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan undang-undang yang berlaku.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa hak cipta adalah hak eksekutif bagi pencipta maupun
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud pencipta adalah orang atau beberapa orang secara bersamasama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, keterampilan/ keahlian, kecekatan yang dituangkan ke dalam bentuk khas dan bersifat
pribadi. Ciptaan ialah hasil dari setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam
lapangan aspek ilmu pengetahuan, teknologi, desain, sastra, dan/seni.
Pada dasarnya hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata maupun
konsep (ide) tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pemegang hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik sah hak cipta dan/atau pihak yg
menerima hak cipta tersebut dari pencipta/ pihak lain yang menerima lebih lanjut hak cipta
tersebut secara legal. Pengumuman hak cipta ialah pembacaan, pameran, penyiaran, penjualan,
pengedaran/ penyebaran suatu ciptaan (hak cipta) dengan menggunakan alat apapun, termasuk
media internet/ melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, dilihat atau
didengar orang lain, yang mana perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan
itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata.
Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu keajaiban untuk mendapatkan hak cipta.
Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan
mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti huku yang kuat di
peradilan apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut
Orang yang dianggap sebagai Pencipta, secara sah yaitu orang yang namanya :
a.

disebut dalam Ciptaan

b.

dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan

c.

disebutkan dalam surat pencatatan Ciptan dan/atau

d.

tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta.

Melihat pada ketentuan ini, jelas bahwa perlindungan terhadap hak cipta timbul secara
otomatis, tidak bergantung pada apakah ciptaan tersebut telah didaftarkan atau tidak

Dalam Pengertian hak cipta, pemahaman yang benar tentang ruang lingkup hak cipta
diperlukan untuk menghindari adanya kerancuan pengertian hak cipta yang sering terjadi di
masyarakat Indonesia. hak cipta yang berkaitan dengan banyaknya produk budaya bangsa yang
diklaim pihak asing, beberapa kalangan minta agar Pemerintah segera "mematenkan" hak cipta
produk seni budaya tersebut. Dalam kasus hak cipta ini, istilah "mematenkan" tidak tepat, sebab
"paten" hanya layak diterapkan bagi hak kekayaan industri, yaitu hak paten, bukan untuk hak
cipta.
Secara hakiki Hak cipta termasuk hak milik immaterial karena menyangkut gagasan
pemikiran, ide, maupun imajinasi dari seseorang yang dituangkan dalam bentuk karya cipta/ hak
cipta, seperti hak cipta buku ilmiah, hak cipta karangan sastra, maupun hak cipta karya seni. Di
samping itu, dalam hak cipta juga dikenal adanya beberapa prinsip dasar hak cipta, sebagai
berikut:
1. Yang dilindungi oleh hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli (orisinal);
2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis);
3. Hak cipta merupakan hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dibedakan dari
penguasaan fisik suatu ciptaan;
4. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut).
Begitu banyaknya kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia, tentunya
merupakan suatu hal yang meresahkan para pencipta suatu karya. Suatu bentuk kreativitas
seseorang yang harusnya dihargai, justru dijadikan sebagai kesempatan untuk mencari
keuntungan bagi berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab.
Awalnya dasar perlindungan hak cipta di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta
(UUHC) pertama kali diatur dalam undang-undang No. 6 tahun 1982 tentang hak cipta.
Kemudian diubah dengan undang-undang no. 7 tahun 1987. Kemudian pada tahun 1997 diubah
lagi dengan undang-undang no. 12 tahun 1997. Dan kemudian di tahun 2002, UUHC kembali
mengalami perubahan dan diatur dalam undang-undang no. 19 tahun 2002.
Sehingga saat ini di negara kita setiap Hasil Ciptaan adalah dilindungi oleh Undang-Undang
Hak Cipta ( UU Hak Cipta No. 19/2002) temasuk didalanya merupakan karya cipta dalam tiga
bidang, yaitu :
1. hak cipta ilmu pengetahuan/teknologi
2. hak cipta seni, dan
3. hak cipta sastra, yang mencakup buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out)
karya tulis, hasil penelitian, jurnal, dll.

Indonesia sebagai bangsa dan negara yang besar memiliki keanekaragaman etnik/ suku
bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan beragam pengembanganpengembangannya yang memerlukan perlindungan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang
lahir dari keanekaragaman tersebut. perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan
investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi pencipta
dan pemilik hak terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas.
Melihat pemberitaan yang sempat memanas terdengar kabar yang tak mengenakkan yang
menyatakan bahwa Amerika Serikat kembali menggolongkan Indonesia dalam daftar negara
yang sangat bermasalah dalam pelanggaran hak cipta atau kekayaan intelektual. Tentu saja
penyusunan daftar ini mengingat bahwa sebagian besar ekspor mereka terkait dengan hak cipta.
Amerika Serikat tahun ini, menggolongkan Indonesia dalam daftar "priority watch list" untuk
pelanggaran hak cipta. Daftar negara yang paling bermasalah dengan pelanggaran hak cipta ini
memang tidak memicu munculnya sanksi/embargo politis Karena walau bagaimanapun
Indonesia merupaakan pasar potensial bagi Amerika dalam menyuplai hasil industrinya. Namun
terlepas dari sanksi hal tersebut secara tek langsung telah membuat efek malu bagi pemerintah
negara yang bersangkutan untuk lebih giat lagi memberantas pembajakan dan pemalsuan merek
dagang serta memperbaiki penegakan hukum masing-masing di bidang perlindungan kekayaan
intelektual.
Indonesia yang sebenarnya memiliki banyak kreativitas daya cipta, memang tidak
terlepas dari adanya realita bahwa memang ada sebagian masyarakat yang memiliki mental
pembajakan dan plagiarisme. Semakin hari, kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia, semakin
meningkat. Kasus ini harusnya dijadikan kasus utama yang harus segera diatasi, bukan dianggap
sebagai sesuatu yang tidak penting. Karena sebagian besar masyarakat mungkin tidak
memandang hal ini sebagai suatu masalah besar, sehingga masalah ini tidak segera diatasi dan
memberikan sanksi untuk membuat jera bagi orang yang melanggar hak cipta membuat
kreativitas menjadi terhenti dan berjalan stagnan.
Hak hak yang dilanggar pada pelanggaran hak cipta bukan saja pelanggaran
pidana/hukum namun juga merupakan hak moral dan hak ekonomi tentu saja dalam kasus pidana
ketentuan hukum pidana dalam undang-undang hak cipta menyatakan dengan keras bahwa
Tindak pidana bidang hak cipta dikategorikan sebagai tindak kejahatan dapat diancam dengan
hukum pidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun penjara dan/atau denda paling banyak
hingga Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Untuk menangani hal tersebut tentu tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja, namun
semua pihak harus bekerja sama untuk menyelesaikan kasus tersebut, semisal pemerintah
sebaiknya harus lebih banyak melakukan sosialisasi dan punyuluhan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan dan masyarakat luas. Aparat hukum harus lebih tegas dan bersungguh-sungguh
dalam menindak para pelanggar hak cipta tanpa pandang bulu. Masyarakat harus ikut berperan
aktif dalam mendukung pelaksanaan UU Hak Cipta dan pemberantasan pelanggarannya salah
satunya dengan menggunakan barang yang asli/original dan tidak memebeli barang bajakan.

Anda mungkin juga menyukai