Anda di halaman 1dari 27

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera

LI 1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Telinga


LO 1.1 Anatomi secara Makroskopik
Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

1. Telinga luar

Telinga luar terdiri atas:


Auricular (daun telinga)
Auricular mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpilkan getaran
udara.Auricular terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang ditutupi
kulit.Auricular mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n. facialis.
Meatus acusticus externus
Adalah tabung berkelok yang menghubungkan auricular dengan membrane
timpani.Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricular ke
membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm). Rangka
1/3 bagian luar meatus adalah cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam adalah tulang yang
dibentuk oleh lempeng timpani.Meatus dilapisi oleh kulit dan 1/3 bagian luarnya
mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular temporalis
dan ramus auricularis nervus vagus.Aliran limfe menuju nodi parotidei superfisialis,
mastoidei dan cervicales superfisialis.
Membrana timpani

1 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera

2. Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh
membrane mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan
getaran membrane timpani ke perilympha telinga dalam. Telinga tengah mempunyai atap,
lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral dan dinding medial.
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang merupakan
bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari
meniges dan lobus temporalis otak di dalam fossa crania media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang.Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari
bulbus superior vena jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan
cavum timpani dari arteri carotis interna.Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari
dua buah saluran.
Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum.Dibawah ini terdapat
penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis.Dari puncak pyramis ini
dibetuk tendo muskulus stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani.Dinding medial dibentuk
oleh dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding terdapat penonjolan bulat
(promontorium) yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya.
Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan terdiri dari caput, collum dan processus longum/
manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus yaitu crus longum, yang berjalan ke bawah di
belakang dan sejajar dengan manubrium mallei; dan crus breve, menonjol ke belakang
dan dilekatkan pada dinding posterior cavum timpani oleh sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.

Otot-otot Ossicula
a. Muskulus Tensor Tympani
- Origo = cartilago tuba auditiva dan dinding tulang salurannya sendiri.
- Insertio = pada manubrium mallei.
2 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
-

Persarafan = sebuah cabang dari nervus yang menuju M. pterygoideus medialis (cabang
dari divisi mandibularis nervus trigeminus).
- Fungsi = secara refeleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan membrane
tympani.
b. Muskulus Stapedius
- Origo = dnding dalam pyramis yang berongga.
- Insertio = pada bagian belakang collum stapedis.
- Persarafan = nervus fasialis yang terletak dibelakang pyramis.
- Fungsi = secara reflex meredam getaran stapes dengan menaikkan collumnya.
Tuba Auditiva
Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai
nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah cartilage.Tuba
berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas M. constrictor
pharinges superior.Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani
dngan nasopharing.
Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan berhubungan
dengan telinga tengah melalui aditus.
- Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
- Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
- Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus.
- Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior.
- Dinding superior berhubungan dengan meninges pada f ossa crania media dan lobus
temporalis cerebri.
- Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastodeae.
Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus, yang
diatas berhubungan dengan antrum dan cavum tympani.Rongga ini dilapisi oleh membrane
mucosa.
Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum. Cabangcabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major, saraf ke M.
stapedius dan chorda tympani.
Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan pada
permukaan promontorium.Lalu bercabang-cabang membentuk plexus tympanicus
(mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan nervus petrosus minor).

3. Telinga dalam
- Labyrinthus Osseus
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Vestibulum

3 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
Merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan
anterior terhadap canalis semisirkularis.Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan
utriculus labyrintus membranaceus.
2. Canalis semisirkularis
Ketiga canalis semisirkularis superior, posterior dan lateral bermuara ke bagian posterior
vestibulum. Didalam canalis terdapat ductus semisirkularis.
3. Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput dan bermuara ke dalam bagian anterior
vestibulum.Umumnya terdiri dari 1 pilar sentral, modiolus cochlea dan modiolus ini
dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak 2 putaran.Modiolus mempunyai basis
yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus.

- Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha.
Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam vestibulum osseus; 3
ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis semisirkularis osseus; dan ductus
cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
1. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan tidak
langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis.
2. Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus setelah
bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam kantung buntu kecil
yaitu saccus endolymphaticus.
3. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya.Ketiganya tersusun tegak lurus satu dengan
lainnya.
4. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus melalui
ductus reunions.

Perdarahan

4 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal
dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end
arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus
akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan
sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral
yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria
vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi
putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler
koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus
vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus
endolimfatikus dan masuk ke sinus
Persarafan
N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan
bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus
internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion spirale.
LO 1.2 Anatomi secara Mikroskopis
Telinga Luar
Terdiri dari :
1

Aurikula
Terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit tipis berambut
Mempunyai kelenjar lemak dan keringat
Liang Telinga / Meatus Akustikus Eksternus
Membentang dari aurikula sampai timpani
Panjangnya 2,5-3,5 cm
Pada potongan melintang, saluran ini bentuknya oval dan liang telinganya tetap
terbuka karena dindingnya kaku.
Mempunyai kelenjar seruminosa, kelenjar sebasea dan 1/3 luar adalah tulang rawan
hialin.
Kelenjar seruminosa merupakan kelenjar tubular bergelung yang yang menghasilkan
serumen yaitu suatu materi coklat seperti lilin dengan rasa pahit dan berfungsi
pelindung.
Membran Timpani
Berbentuk ovale dan letaknya oblique/miring menutupi bagian terdalam liang telinga
luar
Permukaan luarnya dilapisi epidermis tipis
Permukaan dalamnya dilapisi epitel selapis kuboid
Pada membrane timpani melekat maleus yang menyebabkan membrane menonjol ke
dalam rongga telinga tengah.
5 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera

Membrane timpani juga merupakan bangunan yang meneruskan gelombang suara ke


tulang-tulang pendengaran di telinga tengah dan berhubungan dengan 3 tulang kecil
yang merupakan tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes yang
berfungsi untuk meneruskan getaran mekanis yang dihasilkan di membrane timpani
ke telinga dalam.

Telinga Tengah
Terdiri dari rongga seperti celah didalam tulang temporal yaitu rongga timpani dan tuba auditorus
(eustachii) yaitu suatu kanal/duktus yang menghubungkannya dengan nasofaring.
1

Rongga Timpani
Dilapisi oleh epitel selapis gepeng tetapi dibagian anterior pada celah auditiva epitel
selapis silindris bersilia
Tuba Auditorus (eustachii)
Menghubungkan telinga tengah dgn nasofaring
Panjang 37 mm
1/3 bagian ke telinga tengah terdiri dari tulang
2/3 bagian ke faring terdiri dari tulang rawan
Arah saluran ke bawah, kedalam, kedepan
Bag. tulang selalu terbuka
Bag. tulang rawan selalu tertutup, terbuka bila menelan, mengunyah, dan menguap .
Epitel bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet

dekat faring
Fungsi mengatur tekanan udara dalam telinga tengah sesuai dgn tek. atmosfir

Telinga Dalam
Terdiri dari Labirin Tulang (Oseosa) dan Labirin Membranosa.
1

Labirin Tulang
Terdiri atas rongga di tulang temporalis
Didalamnya terdapat labirin membranosa
Terdapat rongga sentral yang tak teratur yaitu vestibulum, yang berisi sakulus dan

utrikulus
Dibelakang struktur ini terdapat saluran semisikularis, berdasarkan letaknya disebut

saluran anterior, posterior dan lateral.


Kearah anterior, rongga vestibulum berhubungan dengan koklea
Dilapisi oleh epitel selapis gepeng
Labirin Membranosa
Terletak didalm labirin tulang
Berisi endolimph
Terdpat macula yang disarafi oleh cabang-cabang nervus vestibularis dan macula
memiliki 2 sel reseptor, sel penyongkong dan ujung-ujungb saraf aferen dan eferen.

Koklea

6 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera

Mengandung alat pendengaran


Bentuk seperti siput dgn 2,5 lingkaran
Sumbu tengah disebut modiolus
Pada apek tdp lobang kecil disebut Helikotrema
Tdd 2 ruangan :
Skala Vestibuli (bagian atas)
Skala Tympani (bagian bawah)
Didalam skala vestibuli akan mengapung ruangan Skala Media (labirin membranaseus) yang
berisi cairan endolimph.

Skala Media = Duktus Koklearis


Batas2 :

Atas , membrana Vestibularis (Reissner)


Lateral , ligamentum spirale, strie vaskularis yg mhasilkan endolimph
Bawah , membrana basilaris, dari jaringan ikat mengalami modifikasi
menjadi limbus spirale, pada limbus melekat membran tektoria

Organ Corti

Suatu struktur epitel mengisi duktus koklearis


Terletak diatas membran basilaris
oleh sel pilar (tongkat) Dibentuk
Fungsi : reseptor getaran yg diinduksi oleh gelombang suara
Bagian luar dan dalam ada sel rambut yaitu : sel rambut luar tdd 1 baris, sel rambut dalam

tdd 3-4 baris


Serabut saraf (n.auditorius) berhubungan dgn sel rambut ini
Ada struktur terapung pada endolimph disebut membrana tektoria, yaitu mulai dari
lamina spiralis dekat membrana Reissner
Telinga dalam : koklea (potongan vertical)
Labirin tulang koklea berpilin mengelilingi sumbu sentral tulang spons, yaitu modiolus.
Ganglion spiralis terbenam di dalam modilus yang terdiri atas neuron bipolar aferen. Akson panjang
dari sel bipolar ini menyatu membentuk nervus koklearis; dendrit lebih pendek menginervasi sel-sel
rambut di dalam apparatus pendengaran, yaitu organ corti.
Labirin bertulang dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis oseosa dan membran
basilaris. Lamina spiralis oseosa terjulur dari modiolus sampai setengah lumen kanalis koklearis.
Kanalis koklearis dibagi menjadi dua kompartemen besar, skala timpani di bawah dan skala vestibuli
di atas. Dan kedua kompartemen tersebut berhubungan dengan lubang kecil disebut helikotrema.

7 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera

Telinga dalam : duktus koklearis (skala media)

Dinding luar duktus koklearis dibentuk oleh area vascular yang disebut stria vaskularis. Epitel
berlapis yang menutupi stria ini unik karena mangandung jalinan kapiler intraepithelial yang dibentuk
oleh pembuluh yang memasok jaringan ikat ligamen spiralis. Lamina propia daerah ini adalah
ligamen spiralis yang terdiri atas serat kolagen, fibroblas berpigmen dan banyak pembuluh darah.
Membran basilar terdiri atas jaringan ikat bervaskular di bawah lempeng yang lebih tipis serat
basilar. Organ corti yang berada di atas serat basilar ini, meluas dari limbus spiralis ke ligmen spiralis.
Sel-sel rambut sensoris yang sangat khusus, beberapa jenis sel penyokong dan celah dan terowongan
8 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
pembentuk organ corti. Cabang perifer dari sel-sel bipolar ganglion spriralis berjalan melalui saluransaluran di dalam lamina spiralis oseosa dan bersinaps dengan sel-sel rambut di dalam organ corti.

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran


Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan)
molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah akibat
penjarangan molekul tersebut. Pendengaran seperti halnya indra somatik lain merupakan indra
mekanoreseptor. Hal ini karena telinga memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang
suara yang terdapat di udara. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003)
Suara ditandai oleh nada, intensitas, kepekaan .

Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran,
semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dari 20 sampai 20.000
siklus per detik, tetapi paling peka terhdap frekuensi 1000 dan 4000 siklus per detik.
Intensitas atau Kepekaan. Suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau
perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi dan daerah berpenjarangan yang bertekanan
rendah. Semakin besar amplitudo semakin keras suara. Kepekaan dinyatakan dalam desible (dB).
Peningkatan 10 kali lipat energi suara disebut 1 bel, dan 0,1 bel disebut desibel. Satu desibel
mewakili peningkatan energi suara yang sebenarnya yakni 1,26 kali. Suara yang lebih kuat dari
100 dB dalam merusak perangkat sensorik di koklea.
Kualitas suara atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar. Nada-nada tambahan juga yang menyebabkan perbedaan
khas suara manusia

Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20 dna 20.000 silklus per
detik. Namun, rentang suara bergantung pada perluasan kekerasan suara yang sangat besar. Jika
kekerasannya 60 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara, rentang suara adalah samapai
500 hingga 5000 siklus per detik. Hanya dengan suara keras rentang 20 sampai 20.000 siklus dapat
dicapai secara lengkap. Pada usia tua, rentang frekuensi biasanya menurun menjadi 50 sampai 8.000
siklus per detik atau kurang. Suara 3000 siklus per detik dapat didengar bahkan bila intensitasnya
9 | Page

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
serendah 70 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara. Sebaliknya, suara 100 siklus per detik
dapat dideteksi hanya jika intensitasnya 10.000 kali lebih besar dari ini. (Sherwood, L. 2007)

a. Mekanisme Pendengaran

Gambar Transduksi Suara


Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai
membran tympani. Gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang seling
menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan
frekuensi gelombang suara. Ketika membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang
suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi
gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tulang stapes yang bergetar masuk-keluar
dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilymph di scala vestibuli. Oleh karena luas permukaan
membran tympani 22 kali lebih besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan
gelombang suara15-22 kali pada tingkap oval. Selain karena luas permukaan membran timpani yang
jauh lebih besar, efek dari pengungkit tulang-tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam
peningkatan tekanan gelombang suara.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan
melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam yaitu, perubahan
posisi jendela bundar dan defleksi membrana basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,
kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika
10 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar, perilimfe mengalir ke arah yang berlawanan
mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam.
Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana
vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis dan kemudian melalui mebrana basilaris ke
kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luarmasuk bergantian.
Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar
bila ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang pendek dan
tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang bernada tinggi pada perilymp scala
vestibuli akan melintasi membrana vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada
rendah akan menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan
turun ke perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga tengah untuk
diredam.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sewaktu membrana basilaris
bergetar, sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-rambut tersebut akan membengkok ke
depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang
mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan
potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian. Sel-sel rambut berkomunikasi melalui
sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut menyebabkan peningkatan kecepatan pengeluaran zat perantara
mereka yang menaikan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami
hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah). Perubahan potensial berjenjang di
reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak.
Impuls kemudian dijalarkan melalui saraf otak statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla
oblongata kemudian ke colliculus. Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi auditif.
(Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003. Prihardini D, dkk. 2010)
b. Jaras Persarafan Pendengaran
Diperlihatkan bahwa serabut dari ganglion spiralis organ corti masuk ke nukleus koklearis
yang terletak pada bagian atas medulla oblongata. Pada tempat ini semua serabut bersinaps dan
neuron tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di
nukleus olivarius superior. Beberapa serabut tingkat kedua lainnya juga berjalan ke nukleus
olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nukleus tersebut, berjalan ke atas melalui lemniskus
lateralis. Beberapa serabut berakhir di nukleus lemniskus lateralis, tetapi sebagian besar melewati
nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua serabut
pendengaran bersinaps. Dari sini jaras berjalan ke nukleus genikulatum medial, tempat semua
serabut bersinaps. Akhirnya, jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik, yang
terutama terletak pada girus superior lobus temporalis.
Beberapa tempat penting harus dicatat dalam hubunganya dengan lintasan pendengaran
pertama implus dari masing-masing telinga dihantarkan melalui lintasan pendengaran kedua
batang sisi otak hanya dengan sedikit lebih banyak penghantaran pada lintasan
kontralateral.Kedua banyak serabut kolateral dari traktus audiorius berjalan langsung ke dalam
system retikularis batang otak sehingga bunyi dapat mengaktifkan keseluruhan otak. (Guyton
A.C. 2003)
11 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera

c. Fungsi korteks serebri pada pendengaran


Setiap daerah di membrana basilaris berhubungan dengan daerah tertentu di korteks
pendengaran dalam lobus temporalis. Dengan demikian, setiap neuron korteks hanya diaktifkan
oleh nada-nada tertentu. Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel
rambut keluar dari koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks
pendengaran melibatkan beberapa sinap dalam perjalanannya, terutama adalah sinaps di batang
otak dan nukleus genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan pendengaran
untuk kewaspadaan. Sinyal pendengaran dari kedua telinga disalurkan ke kedua lobus temporalis
karena serat-seratnya bersilangan secara parsial di otak. Karena itu, gangguan di jalur
pendengaran pada salah satu sisi melewati batang otak tidak akan mengganggu pendengaran
kedua telinga. Korteks pendengaran tersusun atas kolom-kolom. Korteks pendengaran primer
mepersepsikan suara diskret sementara korteks pendengaran yang lebih tinggi di sekitarnya
mengintegrasi suara-suara yang berbeda menjadi pola yang koheren dan berarti. Proyeksi lintasan
pendengaran korteks serebri menunjukan bahwa korteks pendengaran terletak terutama tidak
hanya pada daerah supratemporal girus tempralis superior tetapi juga meluas melewati batas
lateral lobus temporalis jauh melewati korteks insula dan sampai ke bagian paling lateral lobus
parietalis. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003)
d. Penentuan Frekuensi Suara
Suara dengan tinggi nada yang rendah menyebabkan pengaktifan maksimum membrane
basilis di dekat apeks koklea dan suara dengan frekuensi yang tinggi mengaktifkan membrane
basilaris dekat basis koklea, sedangkan suara dengan frekuensi menengah mengaktifkan
membrana di antara kedua nilai yang ekstrim tersebut. Selanjutnya, ada pengaturan spasial pada
serabut saraf di jaras koklearis, yang berasal dari koklea sampai korteks serebri. Perekaman sinyal
di traktus auditorius pada batang otak dan di area penerima pendengaran pada korteks serebri
memperlihatkan neuron-neuron otak yang spesifik diaktivasi oleh frekuensi suara tertentu. Oleh
karena itu cara yang digunakan oleh sistem saraf untuk mendeteksi perbedaan frekuensi suara
adalah dengan menentukan posisi di sepanjang membrane basilaris yang paling terangsang. Ini
dinamakan prinsip letak untuk menentukan frekuensi suara. (Guyton A.C. 2003)

e. Penentuan keras suara


Kekerasan suara ditentukan oleh sistem pendengaran sekurang-kurangnya melalui tiga cara.
Pertama, ketika suara menjadi lebih keras terjadi peningkatan amplitudo getaran yang merangsang
12 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
ujung-ujung saraf bereksitasi lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo meningkat akan menyebabkan
semakin banyak sel-sel rambut di pinggir bagian membran basilar yang beresonasi, sehingga
terjadi penjumlahan spasial impuls, dimana transmisi melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel
rambut luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran membran basilar mencapai
intensitas yang tinggi.
Suara yang sangat keras yang tidak dapat diperlembut secara adekuat oleh refleks-refkes protektif
telinga dapat menyebabkan getaran membrana basilaris yang hebat sehingga sel-sel rambut yang
tidak dapat digantikan itu terlepas atau rusak secara permanen dan menimbulkan gangguan
pendengaran parsial. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003)
f.

Diskriminasi arah asal suara


Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak baik pada manusia atau pada mamalia yang
lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian besar kemampuannya mendeteksi arah asal suara.
Namun, mekanisme untuk deteksi ini dimulai pada nuklei olivarius superior di dalam batang otak.
Nukleus olivarius superior dibagi menjadi dua yakni nukleus olivarius superior medial dan lateral.
Nukleus lateral bertanggung jawab unuk mendeteksi arah sumber suara, agaknya melalui
perbandingan sederhana diantara perbedaan intensitas suara yang mencapai kedua telinga, dan
mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorik untuk memperkirakan arahnya. Nukleus
olivarius superior medial mempunyai mekanisme spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu
antara sinyal akustik yang memasuki kedua telinga. Nukleus ini terdiri atas sejumlah besar neuron
yang mempunyai dua dendrit utama yang menonjol ke arah kanan dan kiri. Intensitas eksitasi di
setiap neuron sangat sensitif terhadap perbedaan waktu yang spesifik antara dua sinyal akustik
yang berasal dari kedua telinga. Pada nukleus tersebut terjadi pola spasial perangsangan neuron.
Suara yang datang langsung dari depan kepala merangsang satu perangkat neuron olivarius secara
maksimal dan suara dari sudut sisi yang berbeda menstimulasi pernagkat neuron lainnya dari sisi
yang berlawanan. (Guyton A.C. 2003)

g. Hambatan Persepsi Auditif


Sensori auditif diaktifkan oleh adanya rangsang bunyi atau suara. Persepsi auditif berkaitan
dengan kemampuan otak untuk memproses dan menginterpretasikan berbagai bunyi atau suara
yang didengar oleh telinga. Kemampuan persepsi auditif yang baik memungkinkan seorang anak
dapat membedakan berbagai bunyi dengan sumber, ritme, volume, dan pitch yang berbeda.
Kemampuan ini sangat berguna dalam proses belajar membaca. Persepsi auditif mencakup
kemampuan-kemampuan berikut :
1) Kesadaran fonologis yaitu kesadaran bahwa bahasa dapat dipecah ke dalam kata, suku kata,
dan fonem (bunyi huruf)
2) Diskriminasi auditif yaitu kemampuan mengingat perbedaan antara bunyi-bunyi fonem dan
mengidentifikasi kata-kata yang sama dengan kata-kata yang berbeda.
3) Ingatan (memori) auditif yaitu kemampuan untuk menyimpan dan mengingat sesuatu yang
didengar
4) Urutan auditif yaitu kemampuan mengingat urutan hal-hal yang disampaikan secara lisan
5) Perpaduan auditif yaitu kemampuan memadukan elemen-elemen fonem tunggal atau berbagai
fonem menjadi suatu kata yang utuh
Hambatan persepsi auditif dapat terjadi sebagai bagian dari auditory processing
disorder(gangguan proses auditori) yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Gangguan ini
mungkin disebabkan oleh adanya gangguan proses di otak atau berhubungan dengan kondisi
kondisi lain seperti disleksia, Attention Defisit Disorder, Autism Spectrum Disorder, gangguan
bahasa spesifik, atau hambatan perkembangan. Anak yang mengalami gangguan proses auditori
13 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
biasanya dapat mendengar suara (informasi bunyi) tetapi memiliki kesulitan untuk memahami,
menyimpan, menempatkan, mengemukakan kembali atau menjelaskan informasi tersebut untuk
kepentingan akademik maupun sosial.
Hambatan persepsi auditif dapat mencakup beberapa hal seperti:
kesulitan menentukan figur dan latar bunyi
kesulitan mengingat (memori) bunyi
kesulitan diskriminasi bunyi
kesulitan untuk memperhatikan bunyi
kesulitan untuk proses kohesi (memadukan) bunyi
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media
LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis
media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut
dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis
media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesive.
LO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi
A. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75%
kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan
atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan
mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella
catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus
pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif.
Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang
menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis
mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.
B. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan
bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory
syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15%
dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk
terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya
(Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah
pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).
Menurut Bluestone (2001) dalam Klein (2009), distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari
cairan telinga tengah, dari 2807 orang pasien OMA di Pittsburgh Otitis Media Research Center, pada
tahun 1980 sampai dengan 1989 adalah seperti berikut:
14 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
Gambar 2.3. Distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah pasien OMA.

C. Faktor Resiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status
sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok,
kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau
virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain.
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan
anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba
Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah.
Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan.
Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang
lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga
berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi
rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak.
ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan
ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang
lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan
anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan
adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius
15 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi
yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.
LO.3.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
60-80% bayi memiliki paling sedikit satu episode OMA, dan 90% terjadi pada usia 2-3 tahun. Di
Amerika Serikat angka kejadian tertinggi dari OMA terjadi pada usia 6-24 bulan, frekwensi OMA
terjadi pada masa anak-anak, remaja dan dewasa, biasanya anak laki-laki lebih sedikit dibandingkan
dengan anak perempuan. Secara langsung atau tidak langsung kerugian akibat OMA untuk biaya
pengobatan dan waktu yang hilang untuk sekolah dan bekerja mendekati angka tiga milyar pada tahun
1995.
LO.3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
Skema pembagian otitis media :

Otitis media (otitis media supuratif) terjadi kurang dari 3 minggu.


Otitis media sub akut terjadi lebih dari 3 minggu.
Otitis media kronik terjadi lebih 1,5-2 bulan.

Skema pembagian otitis media berdasarkan gejala :

16 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera

Otitis media non


nama lainnya : otitis media serosa, musinosa, efusi, sekretoria, dan mucoid.

supuratif

Otitis media serosa adalah dimana terdapat secret non purulent di telinga tengah dengan membrane
timpani utuh.
Otitis media efusi adalah adanya cairan di telinga tengah dengan membrane timpani utuh tanpa tandatanda infeksi. Apabila efusi encer disebut otitis media serosa, dan apabila otitis efusi kental disebut
otitis media mukoid (glue ear).
Otitis media serosa terbagi dua :
a. Otitis media serosa akut : terbentuk secret di telinga tengah secara tiba-tiba karena gangguan
fungsi tuba. Gejalanya pendengaran berkurang, suara sendiri terasa lebih nyaring, ada cairan
yang bergerak di telinga apabila terjadi gerakan pada kepala. Sering terjadi pada orang
dewasa.
b. Otitis media serosa kronik : secret terbentuk secara bertahap tanpa terasa nyeri, dan gejalanya
timbul lama. Sering terjadi pada anak-anak.
Otitis media Adhesiva adalah terjadi jaringan fibrosis di telinga tengah akibat proses peradangan yang
berlangsung lama sebelumnya, dengan gejala pendengaran berkurang, ada riwayat infeksi
sebelumnya, terutama saat masih kecil.
LO.3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,
termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan
tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan
refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi
yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi
proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor
pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase
telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah,
kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan
atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga
17 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak
dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang
pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak
akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada
mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis
media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme
pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.
Ada 5 stadium :
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada
mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium presupurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.

(Membran timpani normal)


a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius :
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya
absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks
cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat.
Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit
dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi
demam pada stadium ini.
b. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi :

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh
membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit
terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh
mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan
otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan
ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang
meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.
18 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera

c. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga
tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat
dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini,
pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia
membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi
penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena
kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita
lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga
tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran
timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
d. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang
jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi
lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung
melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan
tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu
disebut otitis media supuratif kronik.
e. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.
19 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran
timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar
secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis
media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran
timpani
LO.3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang
sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang
tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang
dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa
kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat
mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu
tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit.
Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang
gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak
atau bulging.

LO.3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:
a. Penyakitnya timbul mendadak (akut)
b. Ditemukanya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi
dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
1. Menggembungnya gendang telinga.
2. Terbatas/tidak gerakan gendang telinga.
3. Adanya bayangan cairan dibelakang gendang telinga.
20 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
4. Cairan yang keluar dari telinga.
o Adanya tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang di buktikan adanya salah satu tanda
berikut:
1. Kemerahan pada gendang telinga
2. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga
pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan
muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini ( kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak sepesifik
untuk OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop, dengan otoskop dapat dilihat gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning atau suram,
serta cairan di liang telinga.
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan tympanosentesis (penusukan terhadap gendang
telinga). Namun tympanosintesis tidak dilakukan pada sembarng anak. Indikasi dilakukannya
tympanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usa 6 minggu dengan riwayat perawatan
Skor

Suhu ( )

Gelisah

Tarik Telinga

Bengkak pada membrane


timpani (Bulging)

Tidak ada

Kemerahan
pada
membrane
timpani
Tidak ada

< 38,0

Tidak ada

38,0 38,5

Ringan

Ringan

Ringan

Ringan

38,6 39,0

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

>39,0

Berat

Berat

Berat

Berat, termasuk otore

Tidak ada

intensif di rumah sakit., anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberikan respon
pada pemberian antibiotic atau dengan gejala yang sangat berat dan komplikasi. OMA harus
dibedakan dengan otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai.

Pemeriksaan Penunjang
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA
ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.

21 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau
sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam
kurang dari 39C oral atau 39,5C rektal (Titisari, 2005).

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui
tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Kelainan hantaran melalui
udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah,
seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta
radang telinga tengah.
TES PENALA
Pemeriksaan ini merupaka tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala seperti tes
Rinne, tes Weber, ters Schwabach, tes Bing dan tes Stenger.

Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui
tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara pemeriksaaan : penala digerakkan, tangkainya diletakkan di prosessua mastoid, setelah
tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2 cm. bila msih terdengar disebut
Rinne positif (+), bila tidsak terdengar disebut Rinne negatif (-).

Tes Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Cara pemeriksaan : penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi penala
terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut.
Bila tidak dapat dibedakan kea rah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber
tidak ada lateralisasi.

Tes Schwabach adalah membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan : penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosessus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosessus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat
mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksa
diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan di prosessus mastoideus pemeriksa
lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira ssama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama
dengan pemeriksa.

Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (stimulasi atau pura-pura tuli)
Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masing. Misalnya pada seseorang yang berpurapura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing
diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa.
Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga
jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan
telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya

22 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila
telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.
TES BERBISIK
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang
perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal
tes berbisik : 5/6 6/6.

AUDIOMETRI NADA MURNI

Pada pemeriksaan audiometric nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini, nada
murni, bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang
dengar, nila nol audiometric, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat
ketulian serta gap dan masking.
Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer. Bagian dari audiometer
tombol pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memerksa AC
(hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran tulang).
Derajat ketulian ISO :
0-25 dB
: normal
>25-40 dB
: tuli ringan
>40-55 dB
: tuli sedang
>55-70 dB
: tuli sedang berat
>70-90 dB
: tuli berat
>90 dB
: tuli sangat berat
Diagnosis Banding OMA
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi (OME) yang dapat menyerupai OMA. Efusi
telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan media dengan efusi.
Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan
pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.
Perbedaan Gejala dan Tanda antara OMA dan OME
Gejala dan Tanda
Nyeri telinga (otalgia), menarik telinga (tugging)
Inflamasi akut, demam
Efusi telinga tengah
Membran timpani membengkak (bulging), rasa
penuh di telinga
Gerakan membrane timpani berkurang atau
tidak ada
Warna membrane timpani abnormal seperti
menjadi putih, kuning dan biru
Gangguan pendengaran
Otore purulent akut
Kemerahan membrane timpani, erythema

Otitis Media Akut (OMA)


+
+
+
+/-

Otitis Media Efusi (OME)


+
-

+
+
+

+
-

LO.3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana


Stadium oklusi Eustachius

23 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
Pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan
negative di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur
> 12 tahun dan pada orang dewasa.
Selain itu sumber infeksi harus segera di obati. Antibiotika diberikan apabila penyebab
penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
Stadium hiperemis (pre-supurasi)
Terapi pada stadium ini ialah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Antibiotika
yang dianjurkan adalah dari golongan ampisilin atau penisilin. Terapi awal diberikan penisilin
intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi
mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian
antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberika
eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 4 dosis,
atau amoksisilin 40mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kg BB/hari.
Staidum supurasi
Selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai miringotomi, bila membrane timpani
masih utuh. Dengan miringotomi, gejala-gejala klinis lebih cepat hilang cepat hilang, dan rupture
dapat dihindari.
Stadium perforasi
Pada stadium ini sering terlihat secret banyak keluar dan kadang terlihat secret keluar secara
berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotika yang adekuat. Biasanya secret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi
Pada stadium ini membrane timpani akan normal kembali, secret tidak ada lagi dan perforasi
membrane timpani menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak secret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membrane timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa
telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu
setelah pengobatan secret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya secret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. (Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FK UI, 2006)
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi
dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret
dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat
langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat,
24 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi
miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis
nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi
third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode
OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang
respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme
melalui kultur (Kerschner, 2007).
Komplikasi miringotomi: perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang
pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada n. fasialis, dan trauma pada bulbus
jugulare (bila ada anomaly letak). (Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FK UI, 2006)
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi
timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi
baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi
dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara
signifikan disbanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah
dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren,
pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih
tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika
terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).
LO.3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
Otitis media kronik ditandai dengan riwayat keluarnya cairan secara kronik dari satu atau dua
telinganya. Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, resiko infeksi menjadi sangat umum.
Umumnya penanganan yang dilakukan adalah mencuci telinga dan mengeringkannya selama
beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.
Otitis media yang tidak diobati dapat mnyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk otak.
Namun umumnya komplikasi ini jarang terjadi, salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000
anak dengan OMA yang tidak diobati.
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran permanent, cairan di
telinga tengah dan otitis media kronik dapat mngurangi pendengaran anak serta dapat menyebabkan
masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.
LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anakanak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam
bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan
25 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
merokok, dan lain-lain.
LO.3.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis
Prognosis pada OMA baik bila diberikan terapi yang adekuat (antibiotic yang tepat dan dosis cukup).
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Cara Menjaga Telinga Menurut Pandangan Islam
Dalam hal ini Allah berfirman; Maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka
memasuki pembicaraan yang lain.Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah
kamu serupa dengan mereka. [QS. An-Nisaa: 140]
Di bulan Ramadhan, kelompok ini juga menutup telinganya rapat-rapat dari segala suara yang dapat
mengganggu konsentrasinya dalam mengingat Allah.Sebaliknya, mereka membuka telinganya lebarlebar untuk mendengar ayat-ayat suci al-Quran, mendengar majelis talim, mendengar kalimatkalimat thayibah, dan mendengar nasehat-nasehat agama. Ketekunan dan kesibukan menyimak
kebaikan dengan sendirinya akan mengurangi kecendrungan mendengar sesuatu yang sia-sia, apalagi
yang merusak nilai ibadahnya.
Allah taalaa ketika menyebutkan kata pendengaran dalam Al-Quran selalu
didahulukandaripadapenglihatan. Sungguh, ini merupakan satu mujizat Al-Quran yang mulia. Allah
telah mengutamakan dan mendahulukan pendengaran daripada penglihatan. Sebab, pendengaran
adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di dunia, juga merupakan organ yang pertama
kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi. Maka pendengaran tidak pernah tidur sama sekali.
Sesunguhnya pendengaran adalah organ tubuh manusia yang pertama kali bekerja ketika seorang
manusia lahir di dunia. Maka, seorang bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda
dengan kedua mata. Maka, seolah Allah taalaa ingin mengatakan kepada kita, Sesungguhnya
pendengaran adalah organ yang pertama kali mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau
datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu terdengar bunyi kemudian, maka ia kaget dan
menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke depan mata bayi yang baru lahir,
maka bayi itu tidak bergerak sama sekali (tidak merespon), tidak merasa ada bahaya yang
mengancam. Ini yang pertama.
Kemudian, apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengarannya. Jika
engkau ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan tanganmu di dekat matamu, maka mata
tersebut tidak akan merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda
akan terbangun seketika. Ini yang kedua.
Adapun yang ketiga, telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah taalaa
ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun, Allah berfirman:
Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun (selama 309 tahun).(Q.S. AlKahfi: 11)
Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama
beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia pada siang hari
menghalangi manusia dari tidur pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari
menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun.Dan di sini ada
satu hal yang perlu kami garis bawahi, yaitu sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Fushshilat:

26 | P a g e

RaysilvaChunevaAlros/1102012230/Skenario2PancaIndera
Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang dilakukan oleh
pendengaranmu, mata-mata kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu
mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. (Q.S. Fushshilat:
22)
Jadi, setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu
memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak
suka, sehingga pantas Allah taalaa menyebutkan kalimat pandangan dalam bentuk jamak, dan
kalimat pendengaran dalam bentuk tunggal, meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada
kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang
tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau
istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa berfungsi sejak
detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah
beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10
tahun lebih.
DafPus :

Sherwood, lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta: EGC
Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002
Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Penerbit: EGC.
Jakarta 2006.
Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi keenam. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders
2010.

27 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai