Model Prediksi Debit
Model Prediksi Debit
suatu nilai berdasarkan pola dari nilai-nilai yang sudah ada. Salah satu penelitian
ANN dilakukan oleh Mahyudin (2013) dengan mengeksplorasi potensi ANN
dalam memprediksi liku kalibrasi dengan menggunakan data dari stasiun
pengukuran Pantai Cermin Sungai Siak menggunakan pendekatan ANN
Backpropagation. Penelitian tersebut menghasilkan tingkat korelasi sangat kuat
dengan nilai koefisien korelasi R=0,9975. Penelitian yang sama kemudian
diimplementasikan pada DAS Indragiri seperti yang telah dilakukan oleh
Habriandi (2014) dan diperoleh koefisien korelasi R=0,93356. Kedua penelitian
tersebut menghasilkan koefisien korelasi yang sangat baik berdasarkan data debit
yang digunakan tanpa harus dilakukan pengklasifikasian atau clustering terhadap
seluruh data tersebut sebelum dilakukannya forecasting. Merujuk pada penelitianpenelitian tersebut, maka dalam penelitian ini akan dikembangkan Metode ANN
Hybrid dengan Backpropagation yang dikombinasikan dengan Self Organizing
Maps guna mengklasifikasikan data debit runtun waktu dari Automatic Water
Level Recorder (AWLR) yang tersedia lalu di-forecasting dengan harapan prediksi
yang dihasilkan dapat lebih baik dengan proses yang lebih cepat.
SOM yang dikombinasikan dengan Backpropagation diharapkan dapat
digunakan untuk menyediakan data prediksi debit yang lebih terpercaya untuk
masa akan datang sehingga dapat menjadi acuan bagi early warning system untuk
memberikan informasi terhadap kemungkinan bencana banjir, sehingga kerugian
yang diakibatkan dapat diminimalisir atau bahkan dicegah guna menjaga
keberlangsungan kegiatan sosial, budaya dan perekonomian di daerah Riau.
B. Perumusan Masalah
Berdasar latar belakang penelitian tugas akhir di atas, maka rumusan masalah
dari penelitian ini ialah menguji tingkat kemampuan model hybrid SOM-ANN.
SOM bertugas untuk mengelompokkan data debit yang kemudian dijadikan input
pada Backpropragation dengan memanfaatkan ketersediaan data dari AWLR
Pantai Cermin sehingga dapat diketahui tingkat keandalan Metode Hybrid dalam
memprediksi debit untuk masa yang akan datang.
R2015a
(8.5.0.197613).
E. Tinjauan Pustaka
E.1 Debit
Menurut Asdak (1995) debit adalah laju aliran air yang melewati suatu
penampang melintang sungai/aliran air per satuan waktu. Satuan debit yang lazim
digunakan ialah m3/detik. Dalam hal ini, debit dapat juga dikatakan sebagai satuan
besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS).
Debit air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Q= A x V
(1)
Keterangan:
Q= Debit aliran (m3/s)
A= Luas penampang (m2)
V= Kecepatan aliran (m/s)
Fungsi dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa
banyak air yang mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut
mengalir dalam waktu satu detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan cara
manual ataupun otomatis. Salah satu cara pengukuran debit secara manual yakni
dengan menggunakan pelampung atau current meter dan cara pengukuran debit
secara otomatis dapat digunakan pos pengukuran tinggi muka air yakni AWLR
(Automatic Water Level Recorder).
Debit aliran pada sungai dengan besaran yang cukup dapat dimanfaatkan
untuk keperluan sektor irigasi atau pembangkit listrik, namun debit yang tinggi
juga memiliki dampak negatif antara lain penggerusan pada daerah bagian
pinggiran sungai dan tanpa pengendalian yang tepat, banjir pun dapat terjadi
apabila badan sungai telah melebihi kapasitasnya.
E.2 AWLR (Automatic Water Level Recorder)
Automatic Water Level Recorder (AWLR) adalah alat untuk mengukur tinggi
muka air pada sungai, danau, maupun aliran irigasi. AWLR merupakan alat
pengganti sistem pengukuran tinggi air konvensional dengan sistem perekaman
data masih dilakukan secara manual sehingga sistem pengukuran dan
penyimpanan data menjadi kurang tepat dan akurat.
Alat ini banyak digunakan pada pengukuran parameter dalam kegiatan
hidrologi pada daerah aliran sungai, sehingga alat tersebut dapat digunakan untuk
melakukan berbagai aplikasi di bidang hidrologi, salah satunya ialah untuk
mencatat tinggi muka air secara otomatis yang kemudian akan dikonversi dengan
liku kalibrasi untuk mengetahui debit yang mengalir pada sungai tersebut.
E.3 Kecerdasan Buatan (Artificial Intelegence)
Menurut Russel dan Norvig (2010), kecerdasan buatan atau Artificial
Intelegence (AI) merupakan bagian ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah manusia dengan cara memahami, memprediksi dan
memanipulasi. Kecerdasan tersebut dibuat oleh sistem menggunakan algoritma
tertentu sehingga seolah-olah dapat berpikir seperti manusia. AI biasanya
dihubungkan dengan Ilmu Komputer, akan tetapi AI juga dapat dihubungkan
dengan bidang-bidang lainnya seperti untuk keperluan pengenalan pola,
peramalan, pengelompokan dan lain-lain. Kemampuan untuk mengkombinasikan
pengetahuan dari semua bidang ini pada akhirnya akan bermanfaat bagi kemajuan
dalam upaya menciptakan suatu kecerdasan buatan.
Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, komputer tidak
lagi digunakan sebagai alat hitung semata, namun dapat dikembangkan lebih jauh
lagi
hingga
dapat
membantu
manusia
dalam
menyelesaikan
berbagai
Gambar 1 menunjukkan salah satu contoh saraf secara biologis dimana setiap
sel saraf (neuron) akan memiliki satu inti sel yang bertugas untuk melakukan
pemrosesan informasi. Informasi yang datang akan diterima oleh dendrit. Selain
menerima informasi, dendrit juga menyertai axon sebagai keluaran dari suatu
pemrosesan informasi. Informasi hasil olahan ini akan menjadi masukan bagi
neuron lainnya.
x1
x2
w1
w2
w3
x3
(2)
Besarnya impuls yang diterima oleh Y adalah input dari persamaan (2),
sehingga fungsi aktivasi y = f (net). Jika nilai fungsi aktivasi cukup kuat, maka
sinyal akan diteruskan dengan tujuan mencari rumusan untuk memetakan nilai
input menuju nilai output.
(3)
1e
y=f ( x ) =
x
1+e
(4)
(5)
Pemilihan fungsi aktivasi didasarkan pada karakteristik dan nilai data yang
akan dijadikan sebagai input jaringan sehingga output yang dihasilkan sesuai
dengan yang diinginkan.
E.4.3 Jenis pelatihan
Abdullah (2010) mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis pelatihan dalam ANN
yaitu:
1. Pelatihan terbimbing (supervised training) adalah proses belajar ANN dengan
memberikan latihan dengan pola-pola tertentu untuk mencapai suatu target
yang ditentukan. Secara matematis ataupun secara fisis tidak ada persamaan
yang menghubungkan nilai dari pola dengan target tersebut, namun dengan
memberikan target, perubahan input akan diadaptasi oleh output dengan
mengubah bobotnya berdasarkan algoritma belajar yang digunakan. ANN
akan mencari error terkecil pada setiap bobot antar neuron sehingga fungsi
output dapat mendekati target yang telah itentukan. Salah satu proses belajar
terbimbing ialah proses belajar menggunakan algoritma backpropagation.
2. Pelatihan tak terbimbing (unsupervised training) adalah proses belajar ANN
tanpa target yang ditentukan., sehingga ANN akan mengatur bobotnya
sendiri. Pelatihan tak terbimbing disebut juga dengan self organizing
learning, yakni pengklasifikasian tanpa dilatih. Pada pelatihan ini, ANN akan
mengklasifikasikan contoh masukan yang diberikan ke dalam kelompok yang
berbeda-beda.
Jaringan saraf tiruan akan bekerja dengan baik apabila nilai input dan output
memiliki pola yang baik. Semakin banyak data yang didefinisikan sebagai input,
maka semakin besar kemungkinan ANN untuk dapat mempelajari pola dari data
yang diberikan.
E.4.4 Kelebihan dan kekurangan ANN
Kemampuan ANN sering digunakan dalam memecahkan persoalan yang
tidak dapat diselesaikan dengan perhitungan-perhitungan sederhana. Menurut
10
E.6 Backpropagation
Backpropogation
merupakan
algoritma
pembelajaran
atau
pelatihan
11
1
x
1+e
(6)
0,8 (xa)
+ 0,1
ba
(7)
Keterangan:
a = nilai minimum data runtun waktu
b = nilai maksimum data runtun waktu
x = nilai data runtun waktu
Pelatihan dengan Algoritma Backpropagation meliputi 3 fase. Ketiga fase
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Siang, 2009):
1. Fase pertama: Propagasi Maju
Selama propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke layar
tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari
setiap unit lapisan tersembunyi (zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju
lagi ke layar tersembunyi diatasnya menggunakan fungsi aktivasi yang
ditentukan. Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (y k).
Berikutnya, keluaran jaringan/output (yk) dibandingkan dengan target yang
harus dicapai (tk). Selisih tk - yk (target output) adalah kesalahan yang terjadi.
Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi
dihentikan. Akan tetapi apabila kesalahan masih lebih besar dari batas
12
toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan akan dimodifikasi untuk
mengurangi kesalahan yang terjadi.
2. Fase Kedua: Propagasi Mundur
Berdasarkan kesalahan tk - yk, dihitung faktor k(k=1,2,,m) yang dipakai
untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang
terhubung langsung dengan yk. k juga dipakai untuk mengubah bobot garis
yang berhubungan langsung dengan output. Dengan cara yang sama, dihitung
faktor k disetiap unit di lapisan tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot
semua garis yang berasal dari unit tersembunyi pada lapisan dibawahnya.
Demikian seterusnya hingga semua faktor di unit tersembunyi yang
berhubungan langsung dengan unit input dihitung.
3. Fase Ketiga: Perubahan Bobot
Setelah semua faktor dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamanaan.
Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor neuron di lapisan
atasnya. Sebagai contoh, perubahan garis yang menuju ke layar keluaran
didasarkan atas k yang ada di unit output.
Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi.
Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau
kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah
melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan atau jika kesalahan yang
terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.
Untuk mencapai korelasi maksimal dan kesalahan yang minimal dalam
pelatihan, diperlukan modifikasi pada parameter-parameter pelatihan yang
dilakukan dengan cara trial and error hingga diperoleh keseimbangan antara
korelasi maksimal, kesalahan yang minimal dan waktu pelatihan yang sesingkat
mungkin. Modifikasi parameter hanya berlaku pada algoritma yang membutuhkan
supervisi dalam proses pembelajarannya. Parameter yang berpengaruh terhadap
kualitas suatu pembelajaran ialah jumlah Epoch, momentum, dan learning rate
(laju pembelajaran).
13
E.7 MATLAB
MATLAB (Matrix Laboratory) adalah sebuah bahasa dengan kinerja tinggi
untuk komputasi masalah teknik yang mampu mengintegrasikan komputasi,
visualisasi dan pemrograman dalam suatu model yang sangat mudah untuk
digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah keteknikan yang kemudian
penyelesaiannya diekspresikan dalam notasi matematika yang familiar.
Penggunaan MATLAB meliputi bidangbidang.
1.
2.
3.
4.
5.
R=0
0 < R 0,25
0,25 < R 0,50
0,50 < R 0,75
0,75 < R 0,99
R = 1,00
MSE=
N
Keterangan:
MSE = Mean Squared Error
N
= Jumlah Data
= Nilai Observasi
= Nilai Prediksi
15
(8)
F. Metodologi Penelitian
F.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Sungai Siak Sub DAS Siak Hulu, Stasiun Pantai
Cermin, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang dapat dilihat
pada Gambar 4.
Stasiun AWLR
Pantai Cermin
Qn
Hasil Clustering
Algoritma Backpropagation
Algoritma SOM
Qn+1
telah
dibentuk
dijadikan
model
16
pembentukan
prediksi.
Tahapan
17
Bobot koneksi antara neuron input dan output dinotasikan sebagai wij dan
ditentukan secara acak antara 0 dan 1.
2. Selama kondisi penghentian bernilai salah, lakukan langkah 3 8.
3. Untuk setiap masukan (x1, x2,xn) lakukan langkah 4 6.
4. Hitung jarak vector input terhadap bobot koneksi dj untuk masing-masing
neuron output dengan menggunakan rumus:
n
d j = ( wij x i)2
(9)
j=1
5.
6.
7.
8.
dari cluster pada pembelajaran SOM dijadikan input pada pembelajaran dengan
supervisi Backpropagation.
Algoritma pelatihan Jaringan Backpropagation adalah sebagai berikut (Prahesti,
2013):
1. Data pelatihan disusun sehingga membentuk suatu pola seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Pola Input dan Output untuk Pelatihan Backpropagation
Pola
1
2
.
n
Input
Data debit hari ke 1 - 365
Data debit hari ke 2 - 366
.
dan seterusnya
Output
Data debit hari ke 366
Data debit hari ke 367
.
dan seterusnya
2. Inisialisasi bobot dan bias secara acak dengan bilangan acak kecil.
3. Tetapkan jumlah epoch maksimum, batas error, laju pembelajaran dan
momentum.
4. Selama kondisi penghentian belum terpenuhi (epoch < epoch maksimum dan
MSE > batas error), maka lakukan langkah-langkah berikut :
a. Epoch = Epoch + 1
b. Untuk setiap pasang data pelatihan, kerjakan Fase Propagasi Maju, Fase
Propagasi Mundur dan Fase Perubahan Bobot
Setelah diperoleh korelasi dengan error yang minimal, dilakukan pengujian
jaringan dengan data di luar data latih, yakni data uji yang berjumlah 30%. Dari
hasil pengujian akan diketahui korelasi antara data input dan data target uji
18
Mulai
Data Debit Tahun 2002 - 2007
Memodifikasi
parameterparameter pelatihan
Selesai
Gambar 6. Bagan Alir (flowchart) Metode Penelitian (lanjutan)
G. Jadwal Kegiatan
Jadwal rencana kegiatan pelaksanaan penelitian Tugas Akhir dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Jadwal Rencana Pelaksanaan Tugas Akhir
20
H. Daftar Pustaka
Ade Gafar Abdullah (2010). Buku Ajar Pengantar Kecerdasan Buatan.
Universitas
Pendidikan
Indonesia.
Bandung.
Tersedia
di
http://file.upi.edu/Direktori/
fptk/jur._pend._teknik_elektro/197211131999031_ade_gafar_abdullah/fil
e_mk_pengantar_kecerdasan_buatan_(9files)/bab_iv_kcb.pdf,
diakses
pada 2 November 2016, Pukul 9:49 WIB.
Asdak, C. (1995). Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Dewan SDA Nasional (2013). Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah
Sungai Siak Stranas 2013. Jakarta.
Fausett, L. (1994). Fundamentals of Neural Network; Architecture, Algorithms
and Applications. Prentice Hall.
Goel, A. (2011). ANN-Based Approach for Predicting Rating Curve of an Indian
River. International Scholarly Research Network ISRN Civil Engineering,
Volume 2011, Article ID 291370, 4 pages doi:10.5402/2011/291370.
Habriandi, G. (2014). Analisa Prediksi Data Debit Runtun Waktu Menggunakan
Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma Backpropagation. Tugas Akhir
Jurusan Teknik Sipil. Universitas Riau. Pekanbaru.
Hermawan, A. (2006). Jaringan Syaraf Tiruan Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Andi Offset.
Jonathan
Sarwono
(2008).
Teori
Analisis
Korelasi.
http://www.jonathansarwono.info/korelasi//korelasi.htm, diakses pada 28
Juli 2016, Pukul 05:30 WIB.
Kristanto, A. (2004). Jaringan Syaraf Tiruan (Konsep Dasar, Algoritma dan
Aplikasi). Yogyakarta: Gava Media.
Kusumadewi, S. (2003). Artificial Intellegence (Teknik dan Aplikasinya).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, S. (2004). Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunkan
MATLAB dan EXCEL LINK. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mahyudin (2013). Model Prediki Liku Kalibrasi Menggunakan Pendekatan
Jaringan Saraf Tiruan (JST). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil.
Universitas Riau. Pekanbaru.
21
Prahesti,
22