Anda di halaman 1dari 22

MODEL PREDIKSI DEBIT ALIRAN DENGAN METODE GABUNGAN

SELF ORGANIZING MAPS - ANN


(STUDI KASUS: SUB DAS SIAK HULU)
A. Latar Belakang
Hingga saat ini, DAS (Daerah Aliran Sungai) Siak masih dikategorikan
sebagai DAS kritis yang merupakan kawasan rawan bencana banjir. Hal ini
merupakan akumulasi dampak dari perubahan ekosistem yang terjadi di wilayah
DAS Siak yang merupakan daerah potensial bagi perkembangan kegiatan sosial
ekonomi masyarakat, sehingga mendorong berkembangnya kawasan perindustrian
dan pemukiman. Laju perkembangan tersebut tidak diiringi konservasi sumber
daya air yang baik. Curah hujan yang tinggi dan daya infiltrasi tanah menjadi
kurang baik akibat perubahan tata guna lahan di wilayah DAS sehingga
menyebabkan air berkumpul di sungai hingga meluap dan mendorong terjadinya
bencana banjir di daerah sekitar wilayah sungai.
Salah satu mitigasi terhadap bencana banjir ialah dengan mengembangkan
sistem peringatan dini (early warning system) berdasarkan nilai debit untuk
memberikan peringatan terhadap potensi terjadinya banjir. Hal yang menjadi
kendala utama dalam pengembangan sistem ini ialah ketersediaan data debit yang
belum memadai. Mahyudin (2013) mengatakan bahwa pada Sub DAS Siak yakni
pada Stasiun Pantai Cermin, pengolahan data liku kalibrasi untuk mengkonversi
data tinggi muka air menjadi data debit pada Sungai Siak selama ini belum
berjalan dengan maksimal, karena sejak tahun 2009 hingga sekarang, persamaan
liku kalibrasi tidak tersedia dan hanya terdapat data hubungan antara tinggi muka
air sebagai fungsi waktu. Selain itu, metode konvensional untuk memperoleh data
debit untuk masa yang akan datang memerlukan waktu yang relatif lama dan
membutuhkan banyak data. Salah satu metode alternatif yang dapat mengatasi
masalah tersebut ialah Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan Saraf
Tiruan.
ANN merupakan salah satu sistem dalam bidang kecerdasan buatan yang
mampu menirukan prinsip kerja jaringan saraf pada manusia. Dengan kemampuan
belajarnya yang mirip dengan jaringan saraf manusia, ANN mampu memprediksi
1

suatu nilai berdasarkan pola dari nilai-nilai yang sudah ada. Salah satu penelitian
ANN dilakukan oleh Mahyudin (2013) dengan mengeksplorasi potensi ANN
dalam memprediksi liku kalibrasi dengan menggunakan data dari stasiun
pengukuran Pantai Cermin Sungai Siak menggunakan pendekatan ANN
Backpropagation. Penelitian tersebut menghasilkan tingkat korelasi sangat kuat
dengan nilai koefisien korelasi R=0,9975. Penelitian yang sama kemudian
diimplementasikan pada DAS Indragiri seperti yang telah dilakukan oleh
Habriandi (2014) dan diperoleh koefisien korelasi R=0,93356. Kedua penelitian
tersebut menghasilkan koefisien korelasi yang sangat baik berdasarkan data debit
yang digunakan tanpa harus dilakukan pengklasifikasian atau clustering terhadap
seluruh data tersebut sebelum dilakukannya forecasting. Merujuk pada penelitianpenelitian tersebut, maka dalam penelitian ini akan dikembangkan Metode ANN
Hybrid dengan Backpropagation yang dikombinasikan dengan Self Organizing
Maps guna mengklasifikasikan data debit runtun waktu dari Automatic Water
Level Recorder (AWLR) yang tersedia lalu di-forecasting dengan harapan prediksi
yang dihasilkan dapat lebih baik dengan proses yang lebih cepat.
SOM yang dikombinasikan dengan Backpropagation diharapkan dapat
digunakan untuk menyediakan data prediksi debit yang lebih terpercaya untuk
masa akan datang sehingga dapat menjadi acuan bagi early warning system untuk
memberikan informasi terhadap kemungkinan bencana banjir, sehingga kerugian
yang diakibatkan dapat diminimalisir atau bahkan dicegah guna menjaga
keberlangsungan kegiatan sosial, budaya dan perekonomian di daerah Riau.
B. Perumusan Masalah
Berdasar latar belakang penelitian tugas akhir di atas, maka rumusan masalah
dari penelitian ini ialah menguji tingkat kemampuan model hybrid SOM-ANN.
SOM bertugas untuk mengelompokkan data debit yang kemudian dijadikan input
pada Backpropragation dengan memanfaatkan ketersediaan data dari AWLR
Pantai Cermin sehingga dapat diketahui tingkat keandalan Metode Hybrid dalam
memprediksi debit untuk masa yang akan datang.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan dan membandingkan keandalan
Metode Hybrid ANN menggunakan Backpropagation yang dikombinasikan
dengan SOM dengan Metode ANN biasa untuk mendapatkan hasil prediksi yang
lebih baik. Sedangkan manfaat dari penelitian ini ialah untuk memperkirakan
debit pada masa yang akan datang sehingga dapat menjadi parameter acuan bagi
sistem peringatan dini banjir dan alternatif pertimbangan pemerintah dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan mitigasi bencana banjir.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jumlah data yang digunakan untuk proses pelatihan ialah 70% sedangkan
untuk proses pengujian ialah 30% dari total data yang digunakan.
2. Algoritma ANN yang digunakan ialah Self Organizing Maps dan
Backpropagation.
3. Penelitian tidak mencakup GUI (Graphical User Interface).
4. Program bantu yang digunakan ialah Matlab Versi

R2015a

(8.5.0.197613).
E. Tinjauan Pustaka
E.1 Debit
Menurut Asdak (1995) debit adalah laju aliran air yang melewati suatu
penampang melintang sungai/aliran air per satuan waktu. Satuan debit yang lazim
digunakan ialah m3/detik. Dalam hal ini, debit dapat juga dikatakan sebagai satuan
besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS).
Debit air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Q= A x V

(1)

Keterangan:
Q= Debit aliran (m3/s)
A= Luas penampang (m2)
V= Kecepatan aliran (m/s)
Fungsi dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa
banyak air yang mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut

mengalir dalam waktu satu detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan cara
manual ataupun otomatis. Salah satu cara pengukuran debit secara manual yakni
dengan menggunakan pelampung atau current meter dan cara pengukuran debit
secara otomatis dapat digunakan pos pengukuran tinggi muka air yakni AWLR
(Automatic Water Level Recorder).
Debit aliran pada sungai dengan besaran yang cukup dapat dimanfaatkan
untuk keperluan sektor irigasi atau pembangkit listrik, namun debit yang tinggi
juga memiliki dampak negatif antara lain penggerusan pada daerah bagian
pinggiran sungai dan tanpa pengendalian yang tepat, banjir pun dapat terjadi
apabila badan sungai telah melebihi kapasitasnya.
E.2 AWLR (Automatic Water Level Recorder)
Automatic Water Level Recorder (AWLR) adalah alat untuk mengukur tinggi
muka air pada sungai, danau, maupun aliran irigasi. AWLR merupakan alat
pengganti sistem pengukuran tinggi air konvensional dengan sistem perekaman
data masih dilakukan secara manual sehingga sistem pengukuran dan
penyimpanan data menjadi kurang tepat dan akurat.
Alat ini banyak digunakan pada pengukuran parameter dalam kegiatan
hidrologi pada daerah aliran sungai, sehingga alat tersebut dapat digunakan untuk
melakukan berbagai aplikasi di bidang hidrologi, salah satunya ialah untuk
mencatat tinggi muka air secara otomatis yang kemudian akan dikonversi dengan
liku kalibrasi untuk mengetahui debit yang mengalir pada sungai tersebut.
E.3 Kecerdasan Buatan (Artificial Intelegence)
Menurut Russel dan Norvig (2010), kecerdasan buatan atau Artificial
Intelegence (AI) merupakan bagian ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah manusia dengan cara memahami, memprediksi dan
memanipulasi. Kecerdasan tersebut dibuat oleh sistem menggunakan algoritma
tertentu sehingga seolah-olah dapat berpikir seperti manusia. AI biasanya
dihubungkan dengan Ilmu Komputer, akan tetapi AI juga dapat dihubungkan
dengan bidang-bidang lainnya seperti untuk keperluan pengenalan pola,
peramalan, pengelompokan dan lain-lain. Kemampuan untuk mengkombinasikan

pengetahuan dari semua bidang ini pada akhirnya akan bermanfaat bagi kemajuan
dalam upaya menciptakan suatu kecerdasan buatan.
Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, komputer tidak
lagi digunakan sebagai alat hitung semata, namun dapat dikembangkan lebih jauh
lagi

hingga

dapat

membantu

manusia

dalam

menyelesaikan

berbagai

permasalahan yang lebih kompleks.


E.4 Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network)
Jaringan Saraf Tiruan atau Aritificial Neural Network (ANN) merupakan
bagian dari sistem kecerdasan buatan yang digunakan untuk memproses informasi
yang didesain dengan menirukan cara kerja otak manusia dalam menyelesaikan
masalah dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya
(Hermawan, 2006).
Sedangkan menurut Fausett (1994) ANN adalah sistem pemroses informasi
yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. Lebih lanjut
Fausett menjelaskan bahwa ANN dibentuk sebagai generalisasi model matematika
dari jaringan saraf biologi dengan asumsi:
1. Pemrosesan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut neuron.
2. Isyarat mengalir di antara sel saraf/neuron melalui suatu sambungan
penghubung.
3. Setiap penghubung sel saraf memiliki bobot yang bersesuaian di mana bobot
tersebut digunakan untuk mengalikan/menggandakan isyarat yang lewat.
4. Setiap sel saraf akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap isyarat hasil
penjumlahan berbobot yang masuk kepadanya untuk menentukan isyarat
keluarannya.
Dengan demikian ANN ditentukan oleh tiga hal, yaitu: pola hubungan antar
neuron (disebut arsitektur jaringan), metode untuk menentukan bobot penghubung
(disebut metode training/learning/algoritma), dan fungsi aktivasi. Dengan
demikian, proses atau cara kerja antara jaringan saraf biologis dan jaringan saraf
tiruan memiliki konsep yang serupa.

Gambar 1. Saraf Biologis


(Sumber: Fausett, 1994)

Gambar 1 menunjukkan salah satu contoh saraf secara biologis dimana setiap
sel saraf (neuron) akan memiliki satu inti sel yang bertugas untuk melakukan
pemrosesan informasi. Informasi yang datang akan diterima oleh dendrit. Selain
menerima informasi, dendrit juga menyertai axon sebagai keluaran dari suatu
pemrosesan informasi. Informasi hasil olahan ini akan menjadi masukan bagi
neuron lainnya.
x1

x2

w1
w2
w3

x3

Gambar 2. Arsitektur Sederhana ANN


(Sumber: Kusumadewi, 2003)

Gambar 2 merupakan contoh arsitektur sederhana ANN yang menunjukkan


bahwa Y menerima input dari neuron x1, x2, dan x3 dengan bobot hubungan
masing- masing adalah w1, w2, dan w3. Ketiga impuls neuron yang ada
dijumlahkan sehingga
net = x1.w1 + x2.w2 + x3.w3

(2)

Besarnya impuls yang diterima oleh Y adalah input dari persamaan (2),
sehingga fungsi aktivasi y = f (net). Jika nilai fungsi aktivasi cukup kuat, maka
sinyal akan diteruskan dengan tujuan mencari rumusan untuk memetakan nilai
input menuju nilai output.

E.4.1 Faktor bobot


Bobot merupakan suatu nilai yang mendefinisikan tingkat atau kepentingan
hubungan antara suatu neuron dengan neuron yang lain. Semakin besar bobot
suatu hubungan menandakan semakin pentingnya hubungan kedua neuron
tersebut.
Bobot merupakan suatu hubungan berupa bilangan real maupun integer,
tergantung dari jenis permasalahan dan model yang digunakan. Bobot-bobot
tersebut bisa ditentukan untuk berada di dalam interval tertentu. Selama proses
pelatihan, bobot tersebut dapat menyesuaikan dengan pola-pola input.
Jaringan dengan sendirinya akan memperbaiki diri terus-menerus karena
adanya kemampuan untuk belajar. Setiap ada suatu masalah baru, jaringan dapat
belajar dari masalah baru tersebut, yaitu dengan mengatur kembali nilai bobot
untuk menyesuaikan karakter nilai (Puspaningrum, 2006).
E.4.2 Fungsi aktivasi
Fungsi aktivasi merupakan fungsi pengolah jumlahan data input menjadi
data output. Beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam ANN adalah
sebagai berikut (Kusumadewi, 2004):
1. Fungsi Sigmoid Biner
Fungsi ini digunakan untuk jaringan saraf yang dilatih menggunakan
Metode Backpropagation. Fungsi Sigmoid Biner memiliki nilai antara 0
sampai 1, oleh karena itu fungsi ini sering digunakan untuk jaringan saraf
yang membutuhkan nilai keluaran yang terletak pada interval 0 sampai 1.
Fungsi Sigmoid Biner dirumuskan sebagai berikut:
1
y=f ( x ) =
x
1+e

(3)

2. Fungsi Sigmoid Bipolar


Fungsi ini hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja keluaran
dari fungsi ini antara 1 sampai -1, sedangkan fungsi sigmoid bipolar
dirumuskan seperti berikut ini:
x

1e
y=f ( x ) =
x
1+e

(4)

3. Fungsi Linear (Identitas)


Fungsi Linear memiliki nilai keluaran yang sama dengan nilai
masukannya, dirumuskan sebagai berikut:
y=x

(5)
Pemilihan fungsi aktivasi didasarkan pada karakteristik dan nilai data yang
akan dijadikan sebagai input jaringan sehingga output yang dihasilkan sesuai
dengan yang diinginkan.
E.4.3 Jenis pelatihan
Abdullah (2010) mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis pelatihan dalam ANN
yaitu:
1. Pelatihan terbimbing (supervised training) adalah proses belajar ANN dengan
memberikan latihan dengan pola-pola tertentu untuk mencapai suatu target
yang ditentukan. Secara matematis ataupun secara fisis tidak ada persamaan
yang menghubungkan nilai dari pola dengan target tersebut, namun dengan
memberikan target, perubahan input akan diadaptasi oleh output dengan
mengubah bobotnya berdasarkan algoritma belajar yang digunakan. ANN
akan mencari error terkecil pada setiap bobot antar neuron sehingga fungsi
output dapat mendekati target yang telah itentukan. Salah satu proses belajar
terbimbing ialah proses belajar menggunakan algoritma backpropagation.
2. Pelatihan tak terbimbing (unsupervised training) adalah proses belajar ANN
tanpa target yang ditentukan., sehingga ANN akan mengatur bobotnya
sendiri. Pelatihan tak terbimbing disebut juga dengan self organizing
learning, yakni pengklasifikasian tanpa dilatih. Pada pelatihan ini, ANN akan
mengklasifikasikan contoh masukan yang diberikan ke dalam kelompok yang
berbeda-beda.
Jaringan saraf tiruan akan bekerja dengan baik apabila nilai input dan output
memiliki pola yang baik. Semakin banyak data yang didefinisikan sebagai input,
maka semakin besar kemungkinan ANN untuk dapat mempelajari pola dari data
yang diberikan.
E.4.4 Kelebihan dan kekurangan ANN
Kemampuan ANN sering digunakan dalam memecahkan persoalan yang
tidak dapat diselesaikan dengan perhitungan-perhitungan sederhana. Menurut

Kusumadewi (2003) kemampuan dan proses komputasi pada ANN memberikan


keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. ANN bersifat adaptif terhadap perubahan parameter yang mempengaruhi
karakteristik sistem, sehingga pada proses belajar, ANN mampu belajar
secara adaptif dan melaksanakan tugas berbasis pada data yang diberikan saat
pelatihan.
2. ANN memiliki kekebalan atau toleran terhadap kesalahan. Artinya, ANN
tetap berfungsi walaupun ada ketidak-lengkapan data yang dimasukkan. ANN
mempunyai kemampuan mengisi bagian masukan yang kurang lengkap
sedemikian rupa sehingga tetap diperoleh keluaran yang lengkap.
3. ANN dapat dilatih memberikan keputusan dengan memberikan set pelatihan
sebelumnya untuk mencapai target tertentu, sehingga ANN mampu
membangun dan memberikan jawaban sesuai dengan informasi yang diterima
pada proses pelatihan.
4. ANN mempunyai struktur paralel dan terdistribusi. Artinya, komputasi dapat
dilakukan oleh lebih dari satu elemen pemroses yang bekerja secara simultan.
5. ANN mampu mengklasiflkasi pola masukan dan pola keluaran. Melalui
proses penyesuaian, pola keluaran dihubungkan dengan masukan yang
diberikan oleh ANN.
6. ANN mengurangi noise, sehingga dihasilkan keluaran yang lebih bersih.
7. ANN dapat dimanfaatkan pada proses optimisasi penyelesaian suatu masalah.
8. ANN dapat digunakan pada proses pengendalian sistem agar masukan
memperoleh tanggapan yang diinginkan.
Di balik sejumlah kelebihannya, menurut Sutojo dkk (2011) ANN juga memiliki
kekurangan, antara lain sebagai berikut:
1. Tidak efektif jika digunakan untuk melakukan operasi-operasi numerik
dengan presisi tinggi.
2. Tidak efisien jika dilakukan untuk operasi algoritma aritmatik, operasi logika
dan simbolis.
3. Untuk beroperasi, ANN membutuhkan pelatihan sehingga bila jumlah
datanya besar, waktu yang digunakan untuk proses pelatihan sangat lama.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangannya, ANN merupakan salah metode
yang sangat dipertimbangkan penggunaannya dalam penyelesaian masalah yang
rumit dan kompleks terutama perhitungan yang menuntut efisiensi waktu, tenaga
dan biaya.

E.5 Self Organizing Maps


Self Organizing Maps (SOM) merupakan salah satu jaringan dengan
pelatihan tak terbimbing (unsupervised training) yang banyak dipakai, antara lain
untuk mengeksplorasi data mining dan melakukan clustering, yaitu membagi
input ke dalam beberapa kelompok. SOM pertama kali diperkenalkan oleh Tuevo
Kohonen dari University of Helsinki pada tahun 1981 (Kristanto, 2004).
Dalam SOM, masukan berupa vektor yang terdiri dari n komponen yang
akan dikelompokan dalam maksimum m buah kelompok. Keluaran jaringan
adalah kelompok yang paling dekat atau mirip dengan masukan yang diberikan.
Ukuran yang dipakai adalah jarak Euclidean yang paling minimum (Siang, 2009).
Vektor bobot untuk sebuah unit cluster menyediakan sebuah contoh dari
pola input yang dikumpulkan dalam cluster. Selama proses self organizing, unit
cluster yang mempunyai bobot dicocokkan dengan pola input yang terdekat dan
dipilih sebagai pemenang. Unit pemenang dan unit tetangganya memperbaiki
bobot mereka masing-masing (Kristanto, 2004). SOM disusun oleh sebuah lapisan
unit input yang dihubungkan seluruhnya ke lapisan unit output, yang kemudian
unit-unit diatur dalam sebuah struktur jaringan. Secara umum arsitektur jaringan
SOM dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Arsitektur SOM


(Sumber: Kristanto, 2004)

Gambar 2 memperlihatkan arsitektur SOM yang terdiri dari dua lapisan


(layer), yaitu lapisan input dan lapisan output. Setiap neuron dalam lapisan input
terhubung dengan setiap neuron pada lapisan output. Setiap neuron dalam lapisan
output merepresentasikan kelas dari input yang diberikan.

10

E.6 Backpropagation
Backpropogation

merupakan

algoritma

pembelajaran

atau

pelatihan

terbimbing dan biasanya digunakan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot


yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada bagian tersembunyi
(Kusumadewi, 2003). Keberhasilan Bacpropagation dalam mengolah informasi
untuk memprediksi suatu nilai sangat diapresiasi sehingga menjadikannya
algoritma yang paling sering dipakai untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
prediksi dengan data runtun waktu (time series). Pada backpropagtion, setiap unit
yang berada di input layer terhubung dengan setiap unit yang ada di hideen layer.
Hal serupa berlaku pula pada hidden layer, setiap unit pada hidden layer
terhubung dengan setiap unit yang ada pada output layer.
Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah
nilai-nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan
error ini, tahap perambatan (forward propagation) harus dikerjakan terlebih
dahulu.

Gambar 3. Arsitektur Jaringan Backpropagation


(Sumber: Goel, 2011)

Gambar 3. memperlihatkan arsitektur Backpropagation yang terdiri dari:


a. Input layer (1 buah). Input layer terdiri dari neuron-neuron atau unitunit input.
b. Hidden Layer (minimal 1 buah). Hidden layer terdiri dari unit-unit
tersembunyi
c. Output layer (1 buah). Output layer terdiri dari unit-unit keluaran.

11

Pemilihan fungsi aktivasi dilihat berdasarkan trend dan nilai data.


Berdasarkan data yang akan diolah, pola debit tidak bersifat linear dan nilai
minimum dari data debit ialah 0, dengan kata lain tidak ada yang bernilai negatif.
Maka dari itu, fungsi yang memenuhi kriteria tersebut adalah fungsi sigmoid
biner yang memiliki range 0 hingga 1, dirumuskan dengan:
y=f ( x ) =

1
x
1+e

(6)

Fungsi sigmoid memiliki nilai maksimum = 1. Maka untuk pola yang


targetnya > 1, pola input dan output harus terlebih dahulu dinormalisasi sehingga
semua polanya memiliki range yang sama dengan fungsi sigmoid. Rumus
normalisasi ialah:
x'=

0,8 (xa)
+ 0,1
ba

(7)

Keterangan:
a = nilai minimum data runtun waktu
b = nilai maksimum data runtun waktu
x = nilai data runtun waktu
Pelatihan dengan Algoritma Backpropagation meliputi 3 fase. Ketiga fase
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Siang, 2009):
1. Fase pertama: Propagasi Maju
Selama propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke layar
tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari
setiap unit lapisan tersembunyi (zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju
lagi ke layar tersembunyi diatasnya menggunakan fungsi aktivasi yang
ditentukan. Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (y k).
Berikutnya, keluaran jaringan/output (yk) dibandingkan dengan target yang
harus dicapai (tk). Selisih tk - yk (target output) adalah kesalahan yang terjadi.
Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi
dihentikan. Akan tetapi apabila kesalahan masih lebih besar dari batas

12

toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan akan dimodifikasi untuk
mengurangi kesalahan yang terjadi.
2. Fase Kedua: Propagasi Mundur
Berdasarkan kesalahan tk - yk, dihitung faktor k(k=1,2,,m) yang dipakai
untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang
terhubung langsung dengan yk. k juga dipakai untuk mengubah bobot garis
yang berhubungan langsung dengan output. Dengan cara yang sama, dihitung
faktor k disetiap unit di lapisan tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot
semua garis yang berasal dari unit tersembunyi pada lapisan dibawahnya.
Demikian seterusnya hingga semua faktor di unit tersembunyi yang
berhubungan langsung dengan unit input dihitung.
3. Fase Ketiga: Perubahan Bobot
Setelah semua faktor dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamanaan.
Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor neuron di lapisan
atasnya. Sebagai contoh, perubahan garis yang menuju ke layar keluaran
didasarkan atas k yang ada di unit output.
Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi.
Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau
kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah
melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan atau jika kesalahan yang
terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.
Untuk mencapai korelasi maksimal dan kesalahan yang minimal dalam
pelatihan, diperlukan modifikasi pada parameter-parameter pelatihan yang
dilakukan dengan cara trial and error hingga diperoleh keseimbangan antara
korelasi maksimal, kesalahan yang minimal dan waktu pelatihan yang sesingkat
mungkin. Modifikasi parameter hanya berlaku pada algoritma yang membutuhkan
supervisi dalam proses pembelajarannya. Parameter yang berpengaruh terhadap
kualitas suatu pembelajaran ialah jumlah Epoch, momentum, dan learning rate
(laju pembelajaran).

13

E.7 MATLAB
MATLAB (Matrix Laboratory) adalah sebuah bahasa dengan kinerja tinggi
untuk komputasi masalah teknik yang mampu mengintegrasikan komputasi,
visualisasi dan pemrograman dalam suatu model yang sangat mudah untuk
digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah keteknikan yang kemudian
penyelesaiannya diekspresikan dalam notasi matematika yang familiar.
Penggunaan MATLAB meliputi bidangbidang.
1.
2.
3.
4.
5.

Matematika dan komputasi.


Pembentukan algoritma.
Akusisi data.
Pemodelan, simulasi, dan pembuatan prototype.
Analisa data, explorasi, dan visualisasi.
Fitur-fitur MATLAB sudah banyak dikembangkan dan lebih dikenal dengan

nama toolbox. Toolbox-toolbox ini merupakan kumpulan dari fungsi-fungsi


MATLAB (M-files) yang telah dikembangkan ke suatu lingkungan kerja
MATLAB. Toolbox yang telah tersedia pada MATLAB salah satunya adalah
Neural Network. Hal ini menjadikan MATLAB sebagai alat bantu pemrograman
yang lebih unggul dibandingkan dengan bahasa-bahasa pemrograman lainnya
dalam kemudahan penggunaan algoritma karena pada pada pemrograman lainnya,
fungsi-fungsi Neural Network harus didefinisikan secara manual sementara dalam
MATLAB, fungsi-fungsi tersebut sudah terangkum di dalam toolbox dan dapat
juga dioperasikan dengan menulis syntax tertentu pada command window.
E.8 Pengukuran Kinerja ANN
Perhitungan tingkat kesalahan merupakan pengukuran bagaimana jaringan
dapat belajar dengan baik sehingga jika dibandingkan dengan pola yang baru akan
dengan mudah dikenali (Hermawan, 2006). Kualitas kinerja ANN dapat dilihat
berdasarkan hubungan atau selisih antara data input dan output yang dihasilkan
dengan beberapa kriteria yaitu:
1. Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi (R) adalah nilai yang menunjukan kuat atau tidaknya
hubungan linier antar dua variabel yang memperlihatkan perbandingan nilai
antara hasil prediksi dengan nilai yang sebenarnya (target). Koefisien korelasi
14

dapat bervariasi dari -1 sampai +1. Nilai R yang mendekati -1 atau +1


menunjukan hubungan yang kuat antara dua variabel tersebut dan nilai R yang
mendekati 0 mengindikasikan lemahnya hubungan antara dua variabel tersebut.
Sedangkan tanda + (positif) dan (negatif) memberikan informasi mengenai arah
hubungan antara dua variabel tersebut. Jika bernilai + (positif) maka kedua
variabel tersebut memiliki hubungan yang searah. Dalam arti lain peningkatan X
akan bersamaan dengan peningkatan Y dan begitu juga sebaliknya. Jika bernilai
(negatif) artinya korelasi antara kedua variabel tersebut bersifat berlawanan.
Peningkatan nilai X akan dibarengi dengan penurunan Y. Hal tersebut
diinterpretasikan degan kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2008):
a.
b.
c.
d.
e.
f.

R=0
0 < R 0,25
0,25 < R 0,50
0,50 < R 0,75
0,75 < R 0,99
R = 1,00

: Tidak ada korelasi antara dua variabel,


: Korelasi sangat lemah,
: Korelasi cukup,
: Korelasi kuat,
: Korelasi sangat kuat, dan
: Korelasi sempurna.

2. MSE (Mean Square Error)


MSE (Mean Square Error) adalah metode lain untuk mengevaluasi metode
peramalan. MSE adalah nilai dari kuadrat error. Error yang ada menunjukkan
seberapa besar perbedaan hasil prediksi dengan nilai observasi. Perbedaan itu
terjadi karena adanya keacakan pada data atau karena prediksi belum dapat
memberikan hasil yang akurat. MSE dirumuskan dengan:
( X Y )2

MSE=
N

Keterangan:
MSE = Mean Squared Error
N

= Jumlah Data

= Nilai Observasi

= Nilai Prediksi

15

(8)

F. Metodologi Penelitian
F.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Sungai Siak Sub DAS Siak Hulu, Stasiun Pantai
Cermin, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang dapat dilihat
pada Gambar 4.

Stasiun AWLR
Pantai Cermin

Gambar 4. Lokasi Penelitian


(Sumber: PSDA Wilayah Sungai Siak, 2013)

F.2 Pengembangan Model


Skema penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Qn

Hasil Clustering
Algoritma Backpropagation
Algoritma SOM
Qn+1

Gambar 5. Skema Sistem Prediksi Debit Menggunakan Algoritma SOM-ANN


Berdasarkan Gambar 5, Qn yang merupakan debit yang mengalir pada Sungai
Siak pada hari ke-n berperan sebagai data input, kemudian data tersebut akan
melalui proses clustering atau diklasifikasikan dengan menggunakan algoritma
SOM. Selanjutnya hasil clustering tersebut menjadi input pada algoritma
Backpropagation dan disandingkan dengan data target. Jaringan Backpropagation
yang

telah

dibentuk

dijadikan

model

16

pembentukan

prediksi.

Tahapan

pembangunan model pada backpropagation yaitu pelatihan (training), pengujian


(testing), dan validasi (validasi).
F.3 Pengumpulan dan Pengelompokan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data dari AWLR yang telah
dikonversi menjadi data debit dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 dengan
persamaan liku kalibrasi Q = 14,78 x (H + 0,384) 1,580. Sumber data diambil dari
Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera III Provinsi Riau, Jalan Cut Nyak Dien
01, Pekanbaru. Data tersebut didistribusikan sebagai berikut:
1. Data debit tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 digunakan sebagai data yang
akan dikelompokkan (clustering) dengan menggunakan algoritma SOM.
2. Data debit tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 sebanyak 70% digunakan
sebagai data pelatihan (training) pada algoritma Backpropagation.
3. Data debit tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 sebanyak 30% digunakan
sebagai data pengujian (testing) pada algoritma Backpropagation.
4. Seluruh data debit tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 digunakan sebagai
data validasi (validation) pada algoritma Backpropagation.

Yang dimaksud dengan data pelatihan dan data pengujian ialah:


a. Data pelatihan adalah data yang digunakan untuk mendapatkan bobot yang
optimal. Jika kesalahan data uji masih turun, pelatihan dilanjutkan,
sedangkan jika kesalahannya mulai naik, maka proses pelatihan
dihentikan.
b. Data pengujian adalah data di luar data latih yang digunakan untuk
menguji jaringan yang telah terbentuk dari proses pelatihan.
F.4 Algoritma Pelatihan
Algoritma pelatihan Jaringan SOM adalah sebagai berikut (Salim & Jauhari,
2016):
1. Sebanyak 70% data diolah menggunakan SOM. Neuron pada lapisan input
(neuron input) sebanyak n dinotasikan sebagai x1, x2,xn dan neuron pada
lapisan output (neuron output) sebanyak m dinotasikan sebagai y1, y2,ym.

17

Bobot koneksi antara neuron input dan output dinotasikan sebagai wij dan
ditentukan secara acak antara 0 dan 1.
2. Selama kondisi penghentian bernilai salah, lakukan langkah 3 8.
3. Untuk setiap masukan (x1, x2,xn) lakukan langkah 4 6.
4. Hitung jarak vector input terhadap bobot koneksi dj untuk masing-masing
neuron output dengan menggunakan rumus:
n

d j = ( wij x i)2

(9)

j=1

5.
6.
7.
8.

Cari indeks j di mana dj minimum.


Perbaharui bobot koneksi untuk setiap wij.
Modifikasi learning rate.
Uji kondisi penghentian.
Output dari pelatihan ini berupa hasil cluster, yaitu cluster nilai debit. Hasil

dari cluster pada pembelajaran SOM dijadikan input pada pembelajaran dengan
supervisi Backpropagation.
Algoritma pelatihan Jaringan Backpropagation adalah sebagai berikut (Prahesti,
2013):
1. Data pelatihan disusun sehingga membentuk suatu pola seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Pola Input dan Output untuk Pelatihan Backpropagation
Pola
1
2
.
n

Input
Data debit hari ke 1 - 365
Data debit hari ke 2 - 366
.
dan seterusnya

Output
Data debit hari ke 366
Data debit hari ke 367
.
dan seterusnya

2. Inisialisasi bobot dan bias secara acak dengan bilangan acak kecil.
3. Tetapkan jumlah epoch maksimum, batas error, laju pembelajaran dan
momentum.
4. Selama kondisi penghentian belum terpenuhi (epoch < epoch maksimum dan
MSE > batas error), maka lakukan langkah-langkah berikut :
a. Epoch = Epoch + 1
b. Untuk setiap pasang data pelatihan, kerjakan Fase Propagasi Maju, Fase
Propagasi Mundur dan Fase Perubahan Bobot
Setelah diperoleh korelasi dengan error yang minimal, dilakukan pengujian
jaringan dengan data di luar data latih, yakni data uji yang berjumlah 30%. Dari
hasil pengujian akan diketahui korelasi antara data input dan data target uji

18

dengan menggunakan model yang telah dibentuk pada proses pelatihan.


Selanjutnya dilakukan prediksi dengan memasukkan data Qn untuk memperoleh
data Qn+1 dengan syntax:
Prediksi = sim(a,b).
Keterangan:
a = Model jaringan yang telah dibentuk
b = Data debit hasil observasi
F.5 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada bagan alir
penelitian seperti pada Gambar 5.

Mulai
Data Debit Tahun 2002 - 2007

Membangun Jaringan SOM


dan menentukan jumlah
cluster
Melakukan clustering
dengan SOM
Hasil clustering sebagai
input backpropagation
Melatih jaringan

Parameter yang diinginkan tercapai?


Koefisien Korelasi (R) > 0,75
MSE = 0,001
19

Memodifikasi
parameterparameter pelatihan

Menguji Jaringan Hasil


Memvalidasi Hasil Pengujian Jaringan
dengan Memprediksi Debit Tahun 2008
Membandingkan Hasil Prediksi
dan Observasi Debit Tahun 2008
A

Gambar 5. Bagan Alir (flowchart) Metode Penelitian


A
Memprediksi Debit Tahun 2009
Debit Tahun 2009 Hasil Prediksi

Selesai
Gambar 6. Bagan Alir (flowchart) Metode Penelitian (lanjutan)
G. Jadwal Kegiatan
Jadwal rencana kegiatan pelaksanaan penelitian Tugas Akhir dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Jadwal Rencana Pelaksanaan Tugas Akhir

20

H. Daftar Pustaka
Ade Gafar Abdullah (2010). Buku Ajar Pengantar Kecerdasan Buatan.
Universitas
Pendidikan
Indonesia.
Bandung.
Tersedia
di
http://file.upi.edu/Direktori/
fptk/jur._pend._teknik_elektro/197211131999031_ade_gafar_abdullah/fil
e_mk_pengantar_kecerdasan_buatan_(9files)/bab_iv_kcb.pdf,
diakses
pada 2 November 2016, Pukul 9:49 WIB.
Asdak, C. (1995). Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Dewan SDA Nasional (2013). Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah
Sungai Siak Stranas 2013. Jakarta.
Fausett, L. (1994). Fundamentals of Neural Network; Architecture, Algorithms
and Applications. Prentice Hall.
Goel, A. (2011). ANN-Based Approach for Predicting Rating Curve of an Indian
River. International Scholarly Research Network ISRN Civil Engineering,
Volume 2011, Article ID 291370, 4 pages doi:10.5402/2011/291370.
Habriandi, G. (2014). Analisa Prediksi Data Debit Runtun Waktu Menggunakan
Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma Backpropagation. Tugas Akhir
Jurusan Teknik Sipil. Universitas Riau. Pekanbaru.
Hermawan, A. (2006). Jaringan Syaraf Tiruan Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Andi Offset.
Jonathan
Sarwono
(2008).
Teori
Analisis
Korelasi.
http://www.jonathansarwono.info/korelasi//korelasi.htm, diakses pada 28
Juli 2016, Pukul 05:30 WIB.
Kristanto, A. (2004). Jaringan Syaraf Tiruan (Konsep Dasar, Algoritma dan
Aplikasi). Yogyakarta: Gava Media.
Kusumadewi, S. (2003). Artificial Intellegence (Teknik dan Aplikasinya).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumadewi, S. (2004). Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunkan
MATLAB dan EXCEL LINK. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mahyudin (2013). Model Prediki Liku Kalibrasi Menggunakan Pendekatan
Jaringan Saraf Tiruan (JST). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil.
Universitas Riau. Pekanbaru.

21

Prahesti,

I. (2013). Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma


Backpropagation untuk Memprediksi Hujan di Yogyakarta. Naskah
Publikasi. STMIK AMIKOM. Yogyakarta.
Puspaningrum, D. (2006). Pengantar Jaringan Syaraf Tiruan. Yogyakarta : Andi
Offset.
Russell, S. & Norvig, P. (2003). Artificial Intelegence a Modern Approach. New
Jersey: Person Education, Inc.
Salim R. R. M. & Jauhari A. S. (2016). Perancangan Pengenalan Karakter
Alfabet Menggunakan Metode Hybrid Jaringan Syaraf Tiruan. Skripsi
Sarjana, Fakultas Teknik, Jurusan Sistem Informasi, STMIK Mikroskil,
Medan.
Siang, J. J. (2009). Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan
MATLAB (Ed. II). Yogyakarta: Andi Offset.
Sutojo, dkk. (2011). Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Andi Offset.

22

Anda mungkin juga menyukai