Anda di halaman 1dari 9

Permasalahan Pembelajaran Matematika dan Upaya Mengatasinya

Tatag Yuli Eko Siswono1


FMIPA UNESA
Abstrak
Permasalahan dalam pembelajaran matematika tidak lepas dari komponen yang
terlibat didalamnya. Komponen tersebut seperti kurikulum, pendidik, materi, dan
peserta didik. Bagi pendidik permasalahan lebih terkait dengan implementasi di
kelas ketika berinteraksi dengan peserta didik yang belajar matematika.
Bagaimana pendidik menerapkan strategi-strategi belajar yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik sekaligus tuntutan kurikulum? Bagaimanakah mengajar
sehingga peserta didik aktif, kreatif, bahkan berkarakter? Pertanyaan-pertanyan
itu merupakan masalah yang dihadapi pendidik dalam kaitannya dengan strategi
pembelajaran. Tulisan ini akan mencoba memberikan gambaran masalahmasalah yang dihadapi sekaligus berupaya menemukan solusinya.
Kata Kunci: strategi pembelajaran,

Pendahuluan
Sebagai pendidik mungkin sering kita membayangkan bahwa rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang kita buat dapat terimplementasi dengan
baik. Ketika datang di kelas, peserta didik sudah siap tersenyum, bersemangat
menunggu kehadiran kita. Peserta didik menunjukkan tangan-tangannya dan
berebut untuk menyampaikan idenya bahwa materi pelajaran hari ini sangat
berguna karena berkaitan dengan masalah sehari-hari, seperti masalah banjir,
masalah pencemaran, atau mungkin masalah korupsi. Mereka juga tidak ada yang
duduk gelisah atau pandangannya menerawang. Mereka memperhatikan setiap
kata dan memenuhi anjuran-anjuran yang diperintahkan. Mereka belajar
melakukan kegiatan-kegiatan menyelidiki, mencoba-coba membuat ilustrasi,
mengamati, dan menyelesaikan soal-soal matematika tanpa terbeban. Ketika
kesulitan dia berani bertanya pada temannya atau bergerak mendekati sang
pendidik berdiskusi dan memberikan ide-ide penyelesaiannya. Di akhir pelajaran
mereka juga senang, dan mengacungkan tangan mencoba membuat rangkuman
serta merefleksikan pembelajaran hari ini. Ketika tugas rumah diberikan mereka
tidak malas atau berteriak huh mencari alasan menunda tugas itu. Situasi itu
yang kita harapkan selama mengajar, tetapi apa kenyataannya?
Peserta didik sering menampakkan situasi yang berlawanan. Pendidik
matematika ibarat tamu yang tak diundang, datang kadang tidak sepenuhnya
diperhatikan. Peserta didik tidak aktif atau belajar melakukan aktivitas-aktivitas
dengan setengah hati. Peserta didik enggan bekerjasama, berkelompok,
melaksanakan, dan berupaya dengan keras menyelesaikan soal atau tugas-tugas.
1

Makalah disajikan pada Diskusi Panel dan Workshop Program Studi S2 Pendidikan Matematika
Pascasarjana Universitas Mahasaraswati Denpasar, 18 Januari 2014 di Ruang Widyasabha
Kampus II Unmas Denpasar

Stigma negatif acapkali melekat pada pendidik matematika, materi-materi


matematika, atau pengajaran matematika. Banyak upaya mengubah situasi itu,
seperti dengan menerapkan strategi, pendekatan, model pembelajaran, atau
orientasi pembelajaran yang mutakhir. Upaya itu masih terus berlangsung hingga
saat ini. Kondisi demikian merupakan masalah yang harus diatasi dan akan selalu
dihadapi pendidik terutama pendidik matematika. Masalah itu berkembang
mengikuti masa dan dinamika perubahan yang terjadi. Untuk mengatasinya,
langkah awal adalah mengidentifikasi berbagai masalah secara sistematis
kemudian merumuskan berbagai upaya mengatasi masalah-masalah tersebut
secara fleksibel.
Permasalahan Pembelajaran Matematika
Masalah pembelajaran matematika sebenarnya dapat bersumber dari
komponen-komponen yang membentuk suatu sistem pembelajaran tersebut.
Soedjadi (2000) menggambarkan komponen tersebut meliputi masukan
(input/peserta didik), masukan instrumental (pendidik, kurikulum, materi ajar,
sarana/prasarana,
metode/model/strategi
pembelajaran),
lingkungan
(dukungan/keikutsertaan orang tua atau masyarakat sekitar), dan keluaran
(output). Proses pembelajaran di sini diidentikkan dengan proses kerja suatu
industri dengan peserta didik sebagai masukan atau bahan mentah. Melalui proses
yang dilakukan oleh masukan instrumental dan dengan dukungan lingkungan
akhirnya menjadi output (lulusan) yang diharapkan. Dengan demikian masalah
pembelajaran dapat bersumber dari peserta didik, pendidik, kurikulum, materi
ajar/matematika, sarana dan prasarana, strategi/model pembelajaran, dan
dukungan orang tua/masyarakat.
Romberg dalam Anderson, et.al (2005) menunjukkan hubungan elemen
dalam pengajaran matematika sebagai berikut.
Isi matematik
(Mathematical
Content)

Perencanaan

Pelaksanaan di
kelas

Performa
Peserta didik

Keyakinan
Pendidik

Dengan demikian permasalahan dapat muncul bersumber dari isi


matematika/materi, keyakinan pendidik, perencanaan yang dibuat, kondisi
pelaksanaan di kelas, dan performa peserta didik.
Pandangan yang menggambarkan keyakinan pendidik dan proses
pembelajaran di kelas dikemukakan oleh Raymond (dalam Goos, et.al, 2007).
Berdasar diagram yang dibuat memungkinkan komponen-komponen yang terlibat
tersebut memunculkan berbagai masalah pembelajaran.

Berikut kaitan keyakinan dan praktek pembelajaran pendidik digambarkan


oleh Raymond (dalam Goos, et.al, 2007).
Pengalaman di
sekolah masa lalu

Program
Pendidikan
Pendidik

Norma sosial
penagajaran

Keyakinan terhadap
Matematika

Praktek Pengajaran
Matematika

Situasi Kelas yang


Terjadi

Pengalaman awal
dari Keluarga

Kehidupan
Pendidik di luar
kelas

Kehidupan peserta
didik di luar kelas

Ciri-ciri
Kepribadian
Pendidik
Menunjukkan pengaruh kuat
Menunjukkan pengaruh
moderat
Menunjukkan pengaruh
rendah

Keyakinan terhadap matematika: tentang ilmu matematika dan pedagogi


matematik
Praktek pengajaran matematika: tugas-tugas matematik, pengajaran,
lingkungan, dan evaluasi
Situasi kelas yang terjadi: peserta didik (kemampuan, sikap, dan tingkah
laku), kendala waktu, topik matematika yang dipelajari
Norma sosial pengajaran: filosofi sekolah, adminstrator, tes standar,
kurikulum, buku teks, pendidik lain, sumber daya
Kehidupan pendidik: kejadian harian, sumber lain dari stres pendidik
Kehidupan peserta didik: lingkungan rumah, keyakinan orang tua (tentang
anak-anak, sekolah, dan matematika)
Program pendidikan pendidik: isi mata kuliah matematika, pengalaman di
lapangan, pengajaran terhadap peserta didik
Pengalaman di sekolah masa lalu: kesuksesan dalam matematika sebagai
peserta didik, pendidik-pendidik yang pernah mengajar
Pengalaman awal keluarga: pandangan orang tua terhadap matematika,
latar belakang pendidikan orang tua, interaksi dengan orang tua (dalam hal
ini yang menyangkut matematika)
Ciri-ciri Kepribadian: percaya diri, kreativitas, humor, keterbukaan
terhadap perubahan.
Memperhatikan komponen-komponen pembelajaran yang terkait dengan
strategi pembelajaran secara langsung, maka permasalahan pembelajaran dapat
bersumber dari peserta didik, pendidik, kurikulum, materi ajar/matematika, dan
3

strategi/model pembelajaran itu sendiri. Pertama, masalah yang berkaitan dengan


peserta didik meliputi kemampuan awal yang belum dikuasai, motivasi dan minat
dalam belajar yang rendah, variasi kemampuan maupun perbedaan-perbedaan
karakteristik peserta didik seperti kemampuan, gaya kognitif, atau gender,
keyakinan terhadap belajar, matematika, atau pendidik, pengalaman dan
lingkungan yang berbeda. Kedua, masalah yang terkait dengan pendidik seperti
banyak pendidik yang bukan berlatarbelakang pendidikan. Banyak sarjana-sarjana
non pendidikan menjadi pendidik dan kebetulan pengalaman maupun bakat yang
dimiliki bukan sebagai pendidik, sehingga mereka mengajar seperti
pengalamannya ketika menjadi peserta didik melihat bagaimana pendidiknya
mengajar. Strategi pembelajaran yang digunakan banyak menekankan pada polapola lama, seperti ceramah, mancatat-menulis, mengerjakan soal-soal yang tanpa
makna, sehingga peserta didik bosan dan tidak berminat pada matematika. Karena
tidak memahami landasan dan teknik-teknik penilaian, maka penilaian masih
banyak menekankan pada produk menggunakan tes paper and pencil, bukan
penilaian alternatif atau penilaian berbasis kelas dengan berbagai variasi teknik
penilaian. Masalah lain seperti keyakinan pendidik terhadap matematika, peserta
didik, atau strategi pembelajaran yang efektif. Keyakinan pendidik yang masih
memandang matematika sebagai alat, akan menempatkan peserta didik sebagai
individu tanpa pengetahuan awal atau nir pengalaman, sehingga strategi
pembelajaran yang dilakukan cukup instruksi-instruksi informatif. Masalah klasik
lain adalah kompetensi pedagogik dan profesional yang masih rendah. Kondisi ini
mempengaruhi fleksibilitas dalam memilih suatu strategi pembelajaran yang
efektif. Masalah yang muncul dari aspek pedagogis adalah kemampuan
menyusun rencana pembelajaran dengan strategi pembelajaran yang variatif dan
efektif masih kurang. Masalah lain adalah kepribadian dan norma-norma yang
dianut yang tidak mendukung pembelajaran efektif. Ketiga, masalah terkait
dengan kurikulum. Kurikulum umumnya memuat harapan-harapan dan tujuantujuan pendidikan jangka panjang serta bersifat nasional/global. Misalkan pada
kurikulum disebutkan bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik dengan membekali peserta didik kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Apakah pendidik
memahami cara membekali peserta didik dengan kemampuan itu? Pendidik perlu
memahami pengertian praktis dari kemampuan-kemampuan itu dan mewujudkan
dalam praktek pembelajarannya. Hal lain adalah pemahaman tentang pendekatan
pemecahan masalah sebagai fokus pembelajaran, masalah kontekstual, penalaran,
pembuktian, komunikasi ide atau gagasan, sikap menghargai terhadap kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah. Rambu-rambu yang terdapat pada kurikulum ini masih
belum banyak dipahami pendidik, terbukti masih banyak pendidik dalam
mengajar masih menekankan pada pemahaman konsep semata, sehingga proses
pembelajarannya pasif, berorientasi pada ketuntasan materi, dan pembelajarannya
berpusat pada pendidik. Pada kurikulum 2013, misalkan digunakan pembelajaran
dengan pendekatan sainstifik. Hasil observasi masih banyak pendidik yang belum
mampu merancang strategi pembelajaran tersebut bahkan tidak tahu apa arti
pendekatan itu dan bagaimana menerapkannya. Sumber masalah keempat adalah
aspek matematika/materinya. Sistematika materi yang ditetapkan pada kurikulum,
4

buku sumber, atau pengetahuan/pemahaman pendidik belum mantap dan kadang


tidak sesuai dengan urutan logis keilmuan matematika. Apalagi jika dipaksakan
mengikuti urutan keilmuan lain seperti pendekatan sainstifik yang merupakan
epistemologis dari ilmu IPA. Kondisi ini akan menyebabkan kesulitan-kesulitan
dalam perencanaan maupun implementasi di kelas. Masalah lain terkait dengan
strategi pembelajaran itu sendiri. Pendidik kadangkala tidak memahami apa itu
strategi pembelajaran, strategi belajar, dan apa perbedaan masing-masing. Kapan
berbagai jenis strategi pembelajaran dapat diterapkan, bagaimana cara
penerapannya, apakah mungkin dapat dikombinasikan? Masalah lain adalah
alasan-alasan menerapkan strategi itu dan diterapkan pada siapa dan oleh siapa?
Di tingkat sekolah mana penerapan yang lebih efektif? Masalah-masalah yang
dikemukakan tersebut mungkin hanya sebagian saja, sebab banyak aspek lain
yang terjadi di kelas.
Berdasar pengalaman seperti terangkum pada Siswono (2004) tercatat ada
beberapa masalah yang terkait dengan proses pembelajaran, antara lain:
1. Bagaimana merancang proses pembelajaran yang membimbing peserta didik
untuk mengkonstruk atau menemukan kembali (reinvent) suatu konsep
matematika? Pandangan dalam pendidikan yang bergeser dari teori belajar
tingkah laku (behaviorisme) pada teori belajar kognitif yang menekankan pada
prinsip konstruktivis menuntut pendidik memiliki kompetensi dalam
merancang suatu strategi pembelajaran yang mengakibatkan peserta didik
dapat mengkonstruk atau menemukan kembali konsep-konsep matematika.
Pengetahuan dan pengalaman itu perlu dimiliki pendidik agar dalam
prakteknya dapat dimanfaatkan peserta didik dengan segera.
2. Bagaimana mengimplementasikan penilaian autentik atau penilaian alternatif
dalam proses belajar mengajar? Pemahaman tentang penilaian yang kurang
akan berdampak pada motivasi peserta didik maupun informasi tentang
peserta didik yang rendah, sehingga dalam pengambilan keputusan apakah
seorang peserta didik telah mencapai tujuan atau kompetensi tertentu dapat
terjadi bias.
3. Bagaimana mengelola kelas yang peserta didiknya terdiri dari berbagai tingkat
kemampuan? Pemahaman tentang karakteristik peserta didik mutlak perlu
dimiliki oleh seorang pendidik yang profesional, karena karakteristik peserta
didik yang berbeda termasuk gaya belajar, latar belakang pengetahuan, atau
lingkungan asalnya digunakan sebagai pertimbangan pemilihan suatu model
pembelajaran.
4. Bagaimana mengelola proses pembelajaran yang efektif, karena penggunaan
beberapa metode baru dianggap memakan waktu? Pemahaman suatu strategi
pembelajaran tentang tujuan spesifiknya, landasan teoritisnya, sarana dan
prasarana yang diperlukan termasuk kelebihan dan kekurangannya akan
mengantarkan pembelajaran yang efektif dan efisien, tidak membuang waktu
yang percuma.
5. Bagaimana mengelola pembelajaran yang peserta didiknya mayoritas belum
menguasai pengetahuan prasayarat? Pemahaman tentang pengelolaan yang
kurang dapat mengakibatkan penanganan yang salah seperti bila sebagian
besar peserta didik belum mengetahui materi prasyarat, maka apa yang perlu
dilakukan pendidik? Apakah melanjutkan materi karena materi yang sudah
padat dan harus selesai atau mengajarkan materi-materi prasyarat itu lebih
5

dahulu? Pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan dengan berbagai hal


sehingga diperoleh solusi yang tepat.
6. Bagaimana mengimplementasikan kurikulum yang menuntut penggunaan
media atau multimedia, seperti komputer atau media pembelajaran? Dengan
perkembangan teknologi dan informasi maka pendidik matematika perlu
menguasai berbagai media manual maupun yang komputer (multimedia).
Pendidik perlu terus menjadi pembelajar mengupayakan kemampuan
mengembangkan atau menggunakan berbagai media tersebut, termasuk
pemanfaatan internet. Selain itu, karena berbagai program pemerintah yang
dimasukkan dalam pendidikan seperti pendidikan karakter, anti korupsi,
wawasan lingkungan, atau pun kewirausahaan, maka pendidik perlu bijaksana
dan memahami bagaimana program-program tersebut dimasukkan dalam
proses pembelajaran tanpa menambah jam pelajaran maupun menguranginya.
Bila pendidik tidak memiliki kompetensi pedagogik akan memasukkan
semuanya dalam pembelajaran sebagai bidang studi baru atau bagian materi
mata pelajaran yang diajarkan terpisah-pisah. Hal tersebut akan menyebabkan
tidak terinternalisasinya materi-materi tersebut.
Berbagai permasalahan yang diutarakan sebenarnya terjadi setiap waktu dan
sampai kapan pun bukan karena pengaruh munculnya kurikulum baru. Penerapan
kurikulum baru merupakan salah satu pemicu saja. Hal ini wajar karena
pemangku kebijakan akan memiliki suatu pandangan ke depan sesuai
idealismenya sedang pendidik sebagai eksekutor di lapangan berhadapan dengan
realitas yang mungkin berbenturan dengan idealisme tersebut. Untuk itu
diperlukan suatu upaya mengatasi masalah terkait dengan proses pembelajaran
tersebut.
Upaya Mengatasi Masalah Pembelajaran Matematika
Cara umum mengatasi masalah pembelajaran adalah memberikan bekal
pengetahuan, pemahaman dan pengalaman terhadap aktor yang menjalankan
proses pembelajaran tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui
pelatihan, workshop, seminar, pembinaan pendidik melalui MGMP atau
peningkatan jenjang kualifikasi akademik dari S1 menjadi S2. Program-program
tersebut dapat mengubah keyakinan dan pandangan pendidik terhadap sifat alami
matematika maupun matematika sekolah (pendidikan), melalui bukti-bukti
operasional yang praktis dalam implementasinya, sekaligus mengatasi kelemahan
penguasaan dan pemahaman terhadap materi matematika.
Apabila diasumsikan bahwa komponen-komponen pembelajaran lain
merupakan suatu kondisi yang tetap atau ditetapkan apa adanya, maka komponen
yang dapat berubah dan bertanggungjawab terhadap proses itu adalah pendidik.
Pendidik lah yang perlu berbenah dan memperbaiki diri serta berusaha
mengubahnya. Pendidik merupakan agen perubahan di dalam kelas. Dengan

demikian upaya mengatasinya pertama kali adalah mengubah keyakinan pendidik


terhadap matematika dan pembelajaran yang seharusnya.
Keyakinan pendidik terhadap matematika maupun praktek pembelajaran
akan mempengaruhi pada performa peserta didik selanjutnya. Hubungan
keyakinan antara matematika dan pengajaran serta pembelajarannya dijelaskan
Goos,et.al (2007) berikut.
Keyakinan terhadap
Matematika

Keyakinan terhadap
pengajaran matematika

Keyakinan terhadap
pembelajaran
matematika
Instrumentalis:
Menfokuskan isi dengan Ketuntasan keterampilan,
Matematika sebagai suatu penekanan pada kinerja
penerimaan yang pasif
seperangkat alat dari
terhadap pengetahuan
fakta-fakta, aturan-aturan,
dan keterampilanketerampilan
Platonis: Matematika
Menfokuskan isi dengan Konstruksi aktif dari
sebagai suatu bodi statis
menekankan pada
pemahaman
yang absolut dan
pemahaman
pengetahuan yang pasti
dan abstrak.
Pemecahan
masalah: Menfokuskan pada
Eksplorasi otonom dari
Matematika
sebagai pebelajar
keinginan/minat sendiri.
sesuatu yang dinamis dan
hasil kreasi manusia
Bagaimana pendidik memandang matematika akan berdampak pada
praktek pembelajarannya. Dengan demikian upaya perbaikan dengan berbagai
cara perlu menyadarkan pendidik terhadap pandangan atau keyakinannya terhadap
matematika tersebut.
Hasil penelitian Anderson, et.al (2005) terhadap 20 pendidik yang
kategorinya pendidik kontemporer dan 23 pendidik tradisional mendapatkan fakta
bahwa 95% pendidik kontemporer menyakini bahwa peserta didik dapat belajar
banyak konsep matematika dengan belajar sendiri dan memecahkan masalah yang
tidak familiar dan masalah-masalah yang open-ended. Selain itu mereka meyakini
bahwa hal yang esensial adalah peserta didik harus mengeksplorasi caranya
sendiri sebelum menggunakan metode yang diajarkan pendidik. Pendidik yang
termasuk tradisional tidak meyakini itu atau 0% yang mengatakan itu. Sebaliknya
mereka 100% menyakini bahwa peserta didik belajar algoritma sebelum
mengerjakan soal aplikasi dan masalah yang tidak familiar. Dalam pengajaran
87% pendidik tradisional memberikan latihan-latihan untuk mempraktekkan
keterampilannya sedang pendidik kontemporer 45%. Kemudian 35% pendidik
tradisional yang mendorong peserta didik menggunakan prosedur dan metode
sendiri untuk memecahkan masalah sedangkan pendidik kontemporer 80%. Data
ini menunjukan adanya hubungan antara keyakinan dan praktek. Pendidik yang
cenderung meyakini matematika sebagai seperangkat alat yang berisi fakta-fakta,
aturan-aturan, maupun keterampilan-keterampilan, akan mengarahkan
pembelajaran yang cenderung berpusat pada pendidik bukan peserta didik.
7

Pendidik berdasarkan keyakinannya terhadap matematika menurut


Carpenter, et.al dalam Barkatsas & Malone (2005) dapat dikategorikan menjadi
level A (pendidik meyakini bahwa peserta didik akan belajar dengan sangat baik
bila dijelaskan bagaimana bekerja dalam matematika), level B (pendidik bertanyatanya gagasan bahwa peserta didik perlu ditunjukkan bagaimana bekerja dalam
matematika, tetapi mengalami konflik keyakinan), level C (pendidik mengajarkan
bahwa peserta didik akan belajar matematika selama memecahkan masalah dan
mendiskusikan solusinya), dan level D (pendidik meyakini dan menerima gagasan
bahwa peserta didik akan memecahkan masalah tanpa pengajaran langsung dan
kurikulum matematika harus berdasar pada kemampuan peserta didik).
Dimanakah posisi kita? Bila meyakini pembelajaran yang menekankan pada
pemecahan masalah, maka perlu mengubah atau memperbaiki keyakinannya kita
yang masih tradisional.
Kompetensi pendidik akan meningkat jika waktu yang digunakan untuk
mempersiapkan materi-materi pembelajaran lebih banyak daripada waktu yang
digunakan untuk mengajar di kelas. Hasil penelitian terhadap 200 pendidik di
US seperti dilaporkan Mc Night, et.al dalam Brooks & Suydam (1993)
menunjukkan bahwa 40% dari waktu di sekolah digunakan untuk
mengembangkan material baru, 20% untuk membahas materi awal yang sudah
diajarkan, 10% untuk tugas-tugas administratif atau managemen, dan 30% untuk
mensupervisi tugas-tugas peserta didik dan memberikan tes. Hasil penelitian ini
menunjukkan hal yang berbeda pada tahun sebelumnya yang disebutkan bahwa
waktu yang lebih sedikit untuk pengembangan material pembelajaran. Kondisi ini
mungkin berbeda dengan kondisi pendidik di Indonesia yang lebih banyak
menghabiskan waktu untuk tugas-tugas administratif, seperti pembuatan RPP
tidak ada waktu untuk membahas materi yang sudah diajarkan (refleksi).
Upaya mengatasi yang lain adalah memperbaiki pemahaman terhadap
strategi pembelajaran dan keterampilan menerapkannya. Harmin & Toth (2012)
menjelaskan strategi-strategi pembelajaran aktif yang menginspirasi. Strategi
tersebut meliputi bagaimana menciptakan pembelajaran aktf yang inspiratif,
bagaimana membangun iklim peserta didik berpartisipasi penuh, bagaimana
membangun iklim kerjasama tingkat tinggi, bagaimana menyusun waktu belajar
di kelas yang efisien, bagaimana memanfaatkan kelompok-kelompok kecil dengan
efisien, dan bagaimana mencegah timbulnya masalah kedisiplinan. Silver, Strong,
dan Perini (2012) menjelaskan bagaimana memilih strategi-strategi berbasis
penelitian yang tepat untuk setiap pelajaran. Dalam bukunya dijelaskan strategi
penguasaan (meliputi perkuliahan baru, pengajaran langsung, kesukaran
tergradasi, dan tim-pertandingan-turnamen), strategi pemahaman(meliputi
membandingkan dan mengontraskan, membaca bermakna, pemerolehan konsep,
misteri), strategi ekspresi diri (meliputi pembelajaran induktif, ekspresi metafora,
menyusun pola, mata pikiran), strategi antar pribadi (pembelajaran resiprokal,
pengambilan keputusan, pemisahan-penyatuan,lingkaran komunitas), dan strategi
empat gaya (catatan jendela, perkumpulan pengetahuan, apakah kamu mendengar
apa yang saya dengar, rotasi tugas). Pemahaman terhadap berbagai jenis strategi
dan manfaatnya akan memberikan pilihan-pilihan strategi yang efektif untuk suatu
materi pelajaran.

Penutup
Permasalahan yang terkait pembelajaran matematika sangat kompleks dan
dapat bersumber dari berbagai komponen. Komponen yang mempengaruhi
terutama dari peserta didik, pendidik, kurikulum, materi, dan strategi/model
pembelajaran. Komponen peserta didik, kurikulum, dan materi umumnya bersifat
tetap/ditetapkan yang tidak memungkinkan dimanipulasi. Komponen yang dapat
mengatasi berbagai masalah tersebut perpangkal dari pendidik yang memainkan
strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dipentingkan bukan sekedar
strategi yang terbaru, tetapi strategi yang paling efektif dan efisien untuk
membekali pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi peserta didik.
Cara utama mengatasi berbagai masalah tersebut adalah meningkatkan
keyakinan, pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan pendidik terhadap
matematika dan aspek-aspek pedagogis lainnya. Upaya tersebut dapat dilakukan
dengan melanjutkan studi S2 yang linear dengan jenjang S1-nya.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Judy., White, Paul., Sulivan, Peter. 2005. Using a Schematic Model to
Represent Influences on, and Relationships Between,Teachers' ProblemSolving Beliefs and Practices. Mathematics Education Research Journal.
Vol. 17, No. 2, 9-38

Barkatsas, Anastasia (Tasos), Malone, John. 2005. A Typology of Mathematics


Teachers' Beliefs about Teaching and Learning Mathematics and
Instructional Practices. Mathematics Education Research Journal. Vol. 17,
No. 2, 9-38

Brooks, Karen., Suydam, Marilyn. 1993. Planning and Organizing Curriculum. In


Research Ideas for the Classroom: High School Mathematics edited by
Patricia S. Wilson. New York: Macmillan, page 232-244
Goos, Merrilyn, Stilman, Gloria., Vale, Colleen, 2007. Teaching Secondary
School Mathematics: research and practice for 21st century. Crows Nest,
NSW: Allen & Unwin
Harmin, Merrill., Toth, Melanie. 2012. Pembelajaran Aktif yang Menginspirasi
(Terjemahan dari Inspiring Active Learning: A Complete Handbool for
Todays Teacher oleh Bethari Anissa Ismayasari). Jakarta: Indeks
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2004. The Challenge of Indonesian Mathematics
Teachers To Face the New Curriculum. Paper presented on discussion in
Department of Science and Mathematics Education, University of
Melbourne, 28th May 2004
Silver, Harvey F., Strong, Richard W., Perini, Matthew J. 2012. Strategi-Strategi
Pengajaran (Terjemahan dari the Strategic Teacher: Selecting the Right
Research-Based Strategy for Every Lesson oleh Ellys Tjo). Jakarta: Indeks
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional
9

Anda mungkin juga menyukai