Anda di halaman 1dari 15

KORUPSI MASALAH NEGARA

PANCASILA

Oleh :
AMIRUL LATIEF AZZMI

(1507123504)

RABIL KURNIAWAN

(1507117851)

ULIL ALBAB

(1507117492)

PRODI TEKNIK ELEKTRO S1


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

ABSTRAK
Korupsi adalah penyelewengan tugas dan penggelapan uang negara atau perusahaan
untuk keuntungan pribadi maupun orang lain. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu
orang. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan dan biasa terjadi pada badan publik
atau masyarakat umum. Penyebab adanya tindakan korupsi berasal dari aspek individu,
organisasi, dan peraturan yang ada. Dampak dari tindakan korupsi dapat merusak
perekonomian negara, demokrasi dan kesejahteraan umum.
Pemerintah telah berupaya untuk menuntaskan kasus korupsi melalui kebijakankebijakan berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pemberantasan kasus korupsi. Walau
demikian, masih banyak kasus korupsi yang belakangan terjadi dan penyelesaian cenderung
terlihat tidak ditangani dengan serius dan berbelit-belit seperti halnya kasus Bank Century,
Gayus sampai pada kasus Nazaruddin yang paling terbaru. Untuk penyelesaiannya, Indonesia
bisa meniru negara lain yang telah berhasil mengurangi adanya kasus korupsi seperti halnya
Singapura, Hong Kong, China dan Thailand.

Kata Pengantar
Alhamdulillah dengan mengucapkan puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah
SWT dengan limpahan rahmat dan karunia-NYA kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini.
Tugas membuat makalah ini beertujuan untuk memenuhi penilaian dalam mata kuliah
Pancasila. Dengan menyelesaikan makalah ini diharapkan penulis serta pembaca dapat
memahami bagaimana pandangan kita terhadap perilaku korupsi yang sudah merajalela saaat
ini.
Didalam makalah ini penulis menyajikan hal-hal yang penting untuk menjadi panduan
hidup serta menghindar dari perilaku korupsi.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya makalah ini belum sempurna dan mungkin
masih banyak kekurangannya dan untuk bisa menjadi sempurna maka penulis membutuhkan
saran dan masukan dari pihak lain. Untuk itu penulis mengharapkan kritikan serta saran demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
Kemudian kepada semua rekan-rekan dan pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas ini saya mengucapkan terima kasih. Semoga isi dari makalah ini dapat
berguna bagi kita semua.

Pekanbaru, 25 Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
ABSTRAK ...ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................iii
DAFAR ISI ............................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KORUPSI............................................................................................ 2
2.2 CIRI-CIRI
KORUPSI.....................................................................................................3
2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADANYA TINDAKAN
KORUPSI...................................................................................................................... 3
2.4 DAMPAK YANG MUNCUL AKIBAT ADANYA TINDAKAN KORUPSI DI
INDONESIA................................................................................................................ 5
2.5 UPAYA-UPAYA PEMERINTAH DALAM MENANGANI KASUS
KORUPSI..................................................................................................................... 6
2.6 TINGKAT KEBERHASILAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
MENUNTASKAN KASUS KORUPSI.........................................................................7
2.7 PERATURAN YANG MENGATUR TENTANG HUKUM PIDANA KORUPSI DI
INDONESIA..9
2.8 PENANGANAN KASUS KORUPSI DI NEGARA LAIN..9
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................10
3.2 SARAN..................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................11

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi adalah sebuah cerita yang tidak pernah habis dibicarakan orang, khususnya
bagi bangsa Indonesia. Korupsi di negeri ini bagaikan sesuatu yang sudah terlanjur melekat
dan tumbuh subur, mulai dari pungutan liar yang terjadi di jalan-jalan sampai di kantor-kantor
instansi pemerintah, maupun adanya "main mata" antara oknum-oknum serta penyalah
gunaan kekuasaan oleh aparat pemerintah. Korupsi bukan hanya perkara menilap uang dari
brankas, namun juga berupa menggelapkan uang kantor, menyalah gunakan jabatan untuk
menerima uang suap, me-mark-up nilai suatu proyek, praktik melegalisasi biaya-biaya proyek
yang tidak ada, menawarkan biaya-biaya tidak resmi, sampai menerima uang suap untuk
mengesahkan undang-undang yang merugikan rakyat.
Data yang dihimpun dari berbagai sumber badan memperlihatkan bahwa setelah era
reformasi sampai pemerintahan SBY sekarang, posisi Indonesia di deretan atas negara-negara
paling korup di dunia, hampir tidak bergeser. Hal ini menandakan bahwa belum banyak
perubahan dalam pemberantasan korupsi selama kurun waktu 19 tahun terakhir ini.
Praktik korupsi tidak saja berlangsung di kalangan lembaga pemerintahan, tetapi juga
di DPR/DPRD dan bahkan lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, kehakiman, dan
kejaksaan, serta korupsi semenjak era otonomi daerah bahkan menjamur bukan hanya di
pusat namun semakin terdesentralisasi ke daerah. Selain itu, banyak kasus korupsi yang
belakangan terjadi dan penyelesaian cenderung terlihat tidak ditangani dengan serius dan
berbelit-belit seperti halnya kasus Bank Century, Gayus, Antasari sampai pada kasus
Nazaruddin yang paling terbaru. Pemimpin negeri ini sedang menghadapi tantangan yang
tidak mudah setelah menyusul mencuatnya beberapa kasus korupsi yang menyita perhatian
publik belakangan ini. Kasus tersebut melibatkan sejumlah oknum dan petinggi di instansiinstansi yang seharusnya berdiri di garda terdepan penegakan hukum. Beberapa hal tersebut
menimbulkan pertanyaan publik mengenai seberapa serius upaya pemerintah dalam
pemberantasan korupsi. Sehingga, kepuasan publik terhadap pemerintah akhir-akhir ini
cenderung menurun. Jika, berlanjut maka pemerintah terancam gagal dan tidak dipercaya lagi
oleh publik dalam hal menangani kasus korupsi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ingin dibahas antara lain:
1. Apa pengertian korupsi berdasarkan istilah dan bahasa serta pendapat para ahli?
2. Bagaimana ciri-ciri korupsi?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya tindakan korupsi?
4. Apa saja dampak yang diakibatkan oleh adanya tindakan korupsi di Indonesia?
5. Apa saja peraturan yang mengatur tentang hukum pidana korupsi di Indonesia?
6. Bagaimana penanganan kasus korupsi di negara lain sebagai pembanding?
1.3 Tujuan
Mempelajari apa korupsi itu sebenarnya.
Menjelaskan ciri-ciri dan factor penyebab korupsi itu sendiri.
Mempelajari bagaimana upaya dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
1

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik dan menyogok. Secara harfiah,
korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalah gunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan tugas penggelapan
uang negara atau perusahaan untuk keuntungan pribadi maupun orang lain. Dalam ilmu
akuntansi, korupsi adalah bagian dari kecurangan (fraud) namun secara operasional istilah
korupsi lebih terkenal dibandingkan kecurangan. Kecurangan adalah segala cara yang dapat
dilakukan orang untuk berbohong, menjiplak, mencuri, memeras, memanipulasi, kolusi dan
menipu orang lain dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, kelompok
lain dengan cara melawan hukum. Sedangkan, menurut pasal 435 KUHP, korupsi berarti
busuk, buruk, bejat dan dapat disogok, suka disuap, pokoknya merupakan perbuatan yang
buruk. Perbuatan korupsi dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White
Collar Crime. Dalam praktek Undang-undang yang bersangkutan, korupsi adalah tindak
pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sesuatu badan yang secara
langsung
merugikan
keungan
Negara.
Selain itu, adapun pendapat para ahli mengenai korupsi, seperti halnya
a. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi serta merugikan kepentingan
umum
b. Menurut Suradi,S.E., korupsi adalah tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri
sendiri atau orang lain yang mencakup terjadinya penyuapan, konflik kepentingan,
pemaksaan yang bersifat ekonomi serta adanya pemberian yang tidak sah
c. Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa, Korupsi merupakan
tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar hutang suatu negara,
dan menurunkan standar kualitas suatu barang
d. Menurut Huntington, korupsi adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan
dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi
e. Menurut Jeremy Pope, korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi
keprihatinan semua orang
f. Heddy Shri Ahimsha-Putra menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik
pemaknaan
Apapun pengertiannya, inti atau pokok dari pernyataan yang diungkapkan oleh para
ahli tersebut mempunyai kesamaan maksud yaitu tindakan korupsi merupakan perbuatan
yang buruk dan merugikan orang lain, negara bahkan dirinya sendiri.
Praktik korupsi adalah tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang biasanya
disejajarkan dengan konsep pemerintahan totaliter atau diktator yang meletakkan kekuasaan
di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis,
tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah. Apabila kehidupan sosial-politik dalam suatu
negara memberikan tolerasi dan ruang terhadap praktek korupsi, maka tindakan korupsi akan
merajalela.

2.2 Ciri-ciri Korupsi


2

Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan beberapa ciriciri korupsi antara lain sebagai berikut:
a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Pelaku korupsi biasa tidak
bekerja sendiri tetapi mereka akna saling bekerja sama dan saling menutupi tindak
korupsinya sehingga dalam mengendusan terhadap tindakan mereka dapat ditangani.
b. Korupsi pada umumnya melibatkan keserba rahasiaan. Hal ini karena sifat korupsi
sendiri yang merupakan tindakan buruk dan dapat mencoreng nama baiknya sebagai
pemimpin maupun keluarga atau partai yang ia geluti sehingga tindakan korupsi harus
ia tutupi untuk menjaga nama baik dan mengindari hukuman.
c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Seperti
menyelewengkan tugas dan mengkhianati kesepakatan.
d. Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan
hukum
e. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan
yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu
f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau
masyarakat umum
g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan
h. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif
i. Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggung jawaban dalam
masyarakat.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adanya Tindakan Korupsi
Terjadinya korupsi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
a. sistem pemerintahan dan birokrasi yang memang kondusif untuk melakukan
penyimpangan
b. belum adanya sistem kontrol dari masyarakat yang kuat, dan belum adanya perangkat
peraturan dan perundang-perundangan yang tegas.
Sedikit berbeda dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE
Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
1) Greeds (keserakahan) yang berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang
2) Opportunities (kesempatan) yang berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi
atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang
untuk melakukan kecurangan
3) Needs (kebutuhan) yang berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar
4) Exposures (pengungkapan) yang berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu
individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan
3

korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan, faktor-faktor Opportunities dan


Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi dan
masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan
korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan
sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman,
kesempatan, dan kurang kontrol).
Lain lagi yang dikemukakan oleh OPSTIB Pusat, Laksamana Soedomo yang
menyebutkan ada lima sumber potensial korupsi dan penyelewengan yakni proyek
pembangunan fisik, pengadaan barang, bea dan cukai, perpajakan, pemberian izin usaha, dan
fasilitas kredit perbankan. Dan menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang
menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu
a) Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi
b) Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri
c) Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
Menurut Arifin (2000) faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi antara lain
1. Aspek Perilaku Individu
Apabila dilihat dari segi pelaku korupsi, sebab-sebab seseorang melakukan korupsi
dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan,
niat, atau kesadaran untuk melakukan. Sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan
korupsi antara lain sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan,
penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang
mendesak, gaya hidup konsumtif, tidak mau bekerja keras dan ajaran-ajaraan agama
kurang diterapkan secara benar.
Dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang
untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan
oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan dalam bertahan hidup, namum saat ini korupsi
dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi.
Pola-pola penyimpangan yang terjadi biasanya tidak bekerja pada saat jam kantor,
pemakaian fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi dan keluarganya serta biaya
pengurusan sesuatu yang berkaitan dengan adminstarsi.
2. Aspek Organisasi Kepemerintahan
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau
dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka
peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Bilamana organisasi tersebut tidak
membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi
tidak akan terjadi.
Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi
kurang adanya teladan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem
akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai dan manajemen cenderung menutupi
korupsi di dalam organisasinya.
3. Aspek Peraturan Perundang-undangan
Tindakan korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan
perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan perundang-undangan yang
monolistik, kecenderungan menguntungkan orang-orang kaya dan para pejabat, kualitas
peraturan perundang-undangan kurang memadai, peraturan-peraturan kurang
4

disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan
pandang bulu serta lemahnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundang-undangan
selama ini. Beberapa ide strategis telah dibentuk oleh pemerintah untuk menanggulangi
kelemahan ini diantaranya adalah dengan mendorong para pembuat undang-undang untuk
melakukan evaluasi atas efektivitas suatu undang-undang secara terencana sejak undangundang tersebut dibuat.
4. Kurangnya Pengawasan
Pengawasan yang dilakukan instansi terkait kurang efektif karena beberapa faktor,
diantaranya adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya
profesionalisme pengawas, kurang adanya koordinasi antar pengawas dan kurangnya
kepatuhan terhadap etika hukum maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri. Tidak
jarang para pengawas juga terlibat dalam praktik korupsi. Belum lagi berkaitan dengan
pengawasan ekternal yang dilakukan masyarakat dan media juga lemah. Dengan
demikian, dapat menambah deretan citra buruk pengawasan APBD yang sarat dengan
korupsi. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Baswir (1996) yang mengemukakan bahwa
negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan negara hegemonik tersebut
menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu.
Secara umum, pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal
(pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pimpinan) serta pengawasan
bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat).

2.4. Dampak yang Muncul Akibat Adanya Tindakan Korupsi di Indonesia


Tindakan korupsi tidak akan menghasilkan pengaruh positif apapun, bahkan
menimbulkan banyak masalah. Telah kita ketahui bahwa tindakan korupsi merupakan
perbuatan yang merugikan negara, orang lain, keluarga bahkan si pelaku sendiri.
Tindakan korupsi lebih kriminal dari pada tindakan pencurian. Hal ini karena pencurian
biasanya yang terkena dampak adalah orang-orang yang dicuri barangnya, sedangkan
tindak korupsi yang mengalami kerugian adalah seluruh waga negara. Dan korupsi juga
hampir sama sadisnya dengan pembunuhan, tetapi tindakan korupsi membunuh dengan
merampas hak rakyat, sehingga muncullah kemiskinan, kurangnya sarana dan prasarana
yang baik, masalah pendidikan, turunnya harga dan martabat negara dan sebagainya.
Berikut sebagian dampak negatif yang muncul akibat adanya tindakan korupsi di
Indonesia
a) Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan pada pembentukan kebijaksanaan. Kemudian
korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di
pemerintahan publik menghasilkan ketidak seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena
pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan
jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

b) Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor prifat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun
ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru. Dan muncul pula kesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan
hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan
upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih
banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan
bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan dan infrastruktur dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.
c) Kesejahteraan Umum
Negara Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar
bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun
merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini
hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan
sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
2.5 Upaya-Upaya Pemerintah Dalam Menangani Kasus Korupsi
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-praktek
korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan
perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu,
pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau
penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit
(unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi
inspektorat adalah mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di
instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan
pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping
pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang
dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan
Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP).
Dilihat dari upaya-upaya pemerintah dalam memberantas praktek korupsi di atas
sepertinya sudah cukup memadai baik dilihat dari segi hukum dan peraturan perundang6

undangan, komisi-komisi, lembaga pemeriksa baik internal maupun eksternal, bahkan


keterlibatan LSM. Namun, kenyataannya praktek korupsi bukannya berkurang malah
meningkat dari tahun ke tahun.
Selain lembaga internal dan eksternal,Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga ikut
berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus
korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Beberapa LSM yang aktif dan gencar
mengawasi dan melaporkan praktek korupsi yang dilakukan penyelenggara negara antara
lain adalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Government Watch (GOWA), dan
Masyarakat Tranparansi Indonesia (MTI).
2.6 Tingkat Keberhasilan Kebijakan Pemerintah Dalam Menuntaskan Kasus Korupsi
Kasus korupsi di Indonesia adalah salah satu kasus tentang masalah kenegaraan yang
banyak mendapatkan perhatian dari publik. Beberapa dari kasus korupsi yang pernah dimuat
oleh media sering kali menjadi acuan masyarakat untuk menilai sejauh mana tingkat
keberhasilan pemerintah dalam menuntaskan kasus korupsi.
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, pemerintah Indonesia mulai
menunjukkan langkah maju dalam pemberantasan korupsi. Sejumlah kasus korupsi telah
diadili dan publik juga melihat beberapa koruptor telah mendekam di penjara. Penegakan
hukum dalam kasus korupsi mulai berjalan.
Publik juga melihat bagaimana Komisi Pemberantasan Korupsi telah menunjukkan
taringnya dan menjelma menjadi lembaga yang ditakuti. Diawali dengan kasus korupsi
Abdullah Puteh, KPK terus menuai prestasi. Seluruh kasus yang dituntut oleh KPK berakhir
dengan vonis penjara. Bahkan dalam kasus korupsi Komisi Pemilihan Umum, KPK juga
menangkap basah Mulyana Kusumah saat hendak menyuap auditor BPK. Model
penggerebekan dalam kasus korupsi ini merupakan sesuatu yang baru dilakukan oleh
penegak hukum di Indonesia.
Pada saat yang sama, Kejaksaan Agung juga mulai menunjukkan keberhasilan.
Dengan membentuk Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor),
sejumlah kasus mulai diusut oleh Kejaksaan Agung. Sejumlah kasus korupsi di BUMN telah
dilimpahkan ke pengadilan. Meskipun dalam kasus Bank Mandiri terdakwa bebas, dalam
kasus lain, seperti kasus dana haji yang melibatkan mantan Menteri Agama, Kejaksaan
Agung berhasil memenangkan perkaranya.
Kerja keras dan inisiatif pemberantasan korupsi juga dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). DPR telah meratifikasi United Convension Against Corruption
(UNCAC) yang menjadi standar dalam pemberantasan korupsi. DPR juga telah mulai
membahas RUU Perlindungan Saksi dan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi yang
"ditelantarkan" oleh DPR periode sebelumnya.
Adanya kemajuan dalam penegakan hukum juga dilihat dan diapresiasi oleh dunia
internasional. Salah satu bukti adalah peningkatan indeks persepsi korupsi berdasarkan survei
Transparency International. Indeks Indonesia meningkat menjadi 2.2 dan berada di peringkat
140 dari total 159 negara yang disurvey. Meskipun kenaikannya sangat kecil, paling tidak
Indonesia bukan juara korupsi di Asia. Indonesia kini lebih baik dibandingkan negara lain di
Asia seperti Bangladesh, Myanmar dan Pakistan.
Namun, semangat pemerintah dalam pemberantasan korupsi itu kini mulai kendor.
Bahkan, pemerintah telah dituding melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi.
Tudingan itu terutama dimunculkan oleh aktivis partai politik, yang dipicu oleh banyaknya
anggota DPRD yang terjerat kasus korupsi.
Tudingan tebang pilih juga diperkuat dengan kegagalan pemerintah menuntaskan
kasus korupsi yang besar, seperti halnya kasus Soeharto. Jaksa Agung menerbitkan Surat
Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) dalam kasus korupsi dengan terdakwa
7

mantan Presiden Soeharto. Meskipun berbagai kasus korupsi telah diusut, kasus Soeharto
tetap menjadi ukuran keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi. Adanya sanksi
hukum bagi Soeharto merupakan ukuran apakah pemerintah benar-benar serius memberantas
korupsi atau sekedar lip service belaka. Ditambah lagi dengan kenyataan sejumlah kroni dan
keluarga Soeharto yang diduga terlibat dalam kasus korupsi belum tuntas kasusnya.
Kasus-kasus lain yang menjadi catatan adalah korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI). Alih-alih menegakkan hukum, pemerintah justru memberikan
kelonggaran bagi penunggak kasus BLBI yang hingga kini belum meluasi kewajibannya.
Sampai sekarang juga belum ada kebijakan untuk menyelesaikan BLBI. Padahal kebijakan
pemerintah untuk membebaskan tuntutan pidana bagi mereka yang dianggap "melunasi"
BLBI juga menimbulkan ketidakadilan dan bertentangan dengan hukum positif kita.
Kendornya semangat pemerintah dalam pemberantasan korupsi juga tampak dari
diskriminasi penegakan hukum oleh Kejaksaan. Pada kasus korupsi yang sudah memiliki
kekuatan hukum tetap, seperti kasus DPRD di daerah-daerah, hingga kini belum semua
dieksekusi. Bahkan banyak tersangka yang menjadi "ATM" penegak hukum.
Hingga yang terbaru adalah skandal century, yang berlarut-larut dan belum
menemukan titik pasti dalam penyelesaiannya. Di susul kasus Gayus Tambunan yang tidak
semua pelakunya mendapat perilaku hukum yang tegas. Gayus tidak mendapatkan perlakuan
hukum yang tegas sesuai dengan perilaku yang telah dibuatnya. Ia malah terlihat bebas untuk
keluar masuk jeruji sel bahkan, pernah diberitakan berlibur ke Bali untuk menonton
pertandingan tenis. Selain itu, masih banyak kasus lainnya seperti masalah Antasari dan
Nazaruddin yang juga kurang memuaskan publik dalam penyelesiannya.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PuKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengemukakan bahwa Indonesia menghadapi bahaya
penumpukan kasus korupsi. Hal ini karena berbagai kasus penyelewengan keuangan negara
itu, terus menumpuk tanpa penyelesaian berarti. Sejak 2008 pemberantasan korupsi dinilai
gagal.
Dalam penilaian PuKAT, selama 2010, Indonesia gagal dalam melakukan
pemberantasan korupsi. Kegagalan itu tidak jauh berbeda dengan kondisi pada tahun
sebelumnya. Sejak 2008 hingga sekarang pemberantasan korupsi tidak berubah dan dapat
dikatakan gagal.
Bila tidak ada perubahan dalam pemberantasan korupsi, dikhawatirkan ke depan,
bangsa Indonesia menghadapi bahaya yang sama. Berbagai kasus korupsi akan terus
menumpuk tanpa ada penyelesaian.
Perubahan dalam pemberantasan korupsi tidak akan terjadi menjadi lebih baik jika
lembaga Polri, Kejaksaan Agung dan lembaga penegak hukum lainnya tidak membuat
perubahan. Sampai saat ini, persoalan utama dalam mengusut kasus korupsi, yakni
kemampuan dan kemauan yang tidak pernah ada dan jelas pada lembaga-lembaga terkait.
Selama ini, belum ada aksi nyata dan terobosan dari aparat penegak hukum dalam
pemberantasan korupsi. Kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga penegak hokum
semakin rendah.
Bukan hal yang mudah untuk memberantas korupsi di Indonesia yang sudah
mengakar dan sistemik.salah satu yang diperlukan dalam pemberantasan korupsi adalah
konsistensi Presiden. Untuk menguji konsistensi Presiden, ada beberapa hal yang dilakukan.
Pertama, Presiden harus mampu menyelesaikan kasus-kasus korupsi besar. Sudah
seharusnya hukum ditegakkan karena mereka yang melakukan tindak korupsi tidak hanya
merugikan negara, tetapi juga menjadi batu sandungan pemerintah yang dituding
diskriminatif dan tebang pilih.
Kedua, Presiden harus mampu memimpin pemberantasan korupsi dan memonitor
secara terus-menerus kinerja birokrasi dalam memberantas korupsi.
8

Ketiga, sudah saatnya Presiden menentukan prioritas dalam pemberantasan korupsi.


Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum bukan tujuan. Tujuan akhir dari perang
melawan korupsi adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat dan menguatnya kepercayaan
masyarakat terhadap hukum dan pemerintah.
2.7 Peraturan yang Mengatur Tentang Hukum Pidana Korupsi di Indonesia
Indonesia mempunyai instrumen hukum yang secara eksplisit menggunakan istilah
korupsi dalam pasal-pasalnya. Dalam hal ini beberapa peraturan perundangan yang telah
berlaku antara lain
1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, khususnya pasal 21 dan
pasal 5 (ayat 1)
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
3.
Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998
4.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Pemerintahan yang
bersih dan bebas dari praktek KKN
5.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
6.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
7.
Dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) tahun
2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
8.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPTPK)
9.
Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2003 berdasarkan UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 junto
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
2.8 Penanganan Kasus Korupsi di Negara Lain
Dalam pemberantasan tindak korupsi membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Bandingkan dengan Singapura dan Hong Kong yang kini dikenal dengan negara yang
memiliki tingkat adanya kasus korupsi terendah di dunia. Singapura mulai memberantas
korupsi pada tahun 60-an, sementara Hong Kong sudah melancarkan pemberantasan korupsi
sejak awal tahun 70-an. Bila kedua negara itu dianggap bersih dari korupsi, itu karena kerja
keras dan konsistensi hingga kini.
Adapun China dan Thailand merupakan contoh negara yang mengesankan dalam
mengubah reputasi negara yang bergelimang korupsi menjadi negara yang rendah
korupsinya. India dan Vietnam juga mulai melakukan perbaikan melalui kemauan politik
yang tinggi dalam mempersempit ruang korupsi. Selama satu dasawarsa terakhir China
melancarkan perang besar dengan korupsi. Para pejabat yang terbukti melakukan tindak
pidana korupsi tidak segan-segan dibawa ke tiang gantungan. Tindakan ini cukup efektif
mengurangi praktek korupsi di kalangan pejabat. Sementara, Thailand juga melakukan
kampanye pemberantasan korupsi secara serius. Sektor perpajakan dan pengadilan yang
dianggap rawan korupsi dan kolusi dijadikan prioritas dalam target kampanye melawan
korupsi dan hasilnya mengesankan. Kemajuan dalam kampanye korupsi membawa dampak
positif dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kesanggupan membayar hutang luar
negeri. Selama lima tahun Thailand mampu mencicil 50 milyar dollar AS hutangnya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas antara lain
1. Tindakan korupsi merupakan perbuatan yang buruk dan merugikan orang lain, negara
bahkan si pelaku sendiri.
2. Tindakan korupsi memiliki karakteristik atau ciri-ciri tertentu
3. Tindakan korupsi timbul karena adanya kelemahan dalam peraturan, kesekahan dan
adanya kesempatan.
4. Dampak dari adanya tindak korupsi antara lain dapat merusak perekonomian negara,
demokrasi dan kesejahteraan umum.
5. Kebijakan yang dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah masih kurang memuaskan
6. Penanganan kasus korupsi di negara lain yang cukup berhasil yaitu Singapura, Hong
Kong, China dan Thailand.
3.2 Saran
Adapun saran dari kami untuk kita semua dan pemerintah di Indonesia ini sebaiknya
akan setiap tindakan penyelewengan kepercayaan rakyat dan negara sebaiknya diberi tindak
tegas dan sanksi yang lebih setimpal, agara korupsi tidak meraja lela kembali.

10

DAFTAR PUSTAKA
Suradi. 2006. Korupsi dalam Sektor Pemerintahan dan Swasta. Yogyakarta: Penerbit Gava Media
Pope,J. 2003. Strategi Memberantas Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Kurniawan, L. 2002, Menyingkap Korupsi di Daerah. Intrans: Malang
Barief, Arief. 2006. Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Kapita Selekta
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi

11

Anda mungkin juga menyukai