Anda di halaman 1dari 10

Miokard infark (Myocardial Infarction)

A. Definisi
Miokard infark (Myocardial Infarction), biasa dikenal dengan istilah serangan
jantung, menyebabkan kematian otot jantung. Dampaknya menyebabkan kerusakan yang
permanen pada otot jantung (miokardium). MI terjadi akibat sumbatan parsial atau total
pada pembuluh arteri koroner, yang menyebabkan penurunan suplai darah ke sel. Luas
kerusakan pada otot jantung berbeda-beda tergantung pada lokasi dan jumlah sumbatan
pada pembuluh arteri. Kemampuan jantung untuk berkontraksi, berelaksasi, dan
mendorong darah keseluruh tubuh membutuhkan otot jantung yang sehat. Ketika pasien
mengalami MI, bagian pada otot jantung tidak berfungsi seperti seharusnya. Konduksi
jantung, aliran darah, dan fungsinya dapat mengalami perubahan yang dramatis akibat
MI.
Kejadian MI Biasa terjadi pada pria usia 40 tahun dengan atherosklerosis. Meskipun
MI dapat terjadi pada usia berapa pun pada pria atau wanita. Wanita yang merokok dan
menggunakan kontrasepsi oral lebih bersiko mengalami MI.
B. Patofisiologi
Miokard infark tidak terjadi secara singkat. Injuri iskemik berkembang beberapa jam
sebelum menjadi nekrosis atau infark yang sempurna. Peroses iskemik mempengaruhi
lapisan subendocardial, yang paling sensitif terhadap hipoksia. Mekanisme ini
mengakibatkan penekanan pada kontraktilitas otot jantung (miokardium). Tubuh
mencoba untuk mengkompensasi penurunan fungsi jantung dengan merangsang sistem
saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan heart rate. Perubahan pada heart
rate menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen , yang selanjutnya menekan
miokardium.
Iskemia yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kerusakan seluler dan nekrosis
pada otot jantung. Setiap kali nekrosis terbentuk pada bagian area jantung, fungsi
kontraktilitas bagian sel jantung tersebut menghilang secara permanen. Jantung memiliki
zona iskemik dan area injuri disekitar area nekrotik. Zona injuri selanjutnya berpotensi
menjadi zona nekrotik dan rentan mengalami nekrosis. Jika treatmen dimulai dalam satu
jam pertama terjadinya gejala MI, kerusakan pada area jantung dapat diminimalisir.
Disekitar area injuri adalah area iskemik dan jaringan yang dapat hidup. Jika jantung
berespon terhadap treatmen, arae ini dapat dibangun ulang dan memelihara sirkulasi
kolateral. Jika iskemia berkepanjangan mengambil alih, ukuran infark menjadi amat luas.

Ukuran infak bergantung pada seberapa cepat suplai darah yang berasal dari arteri yang
tersumbat dapat dipulihkan.
Area yang dipengaruhi oleh MI bergantung pada pembuluh arteri koroner yang
terpengaruh dan besarnya sumbatan koroner. Dengan memahami anatomi jantung dan
area MI dapat menolong perawat mengantisipasi disritmia, gangguan konduksi, dan
gagal jantung yang merupakan komplikasi utama dari MI.
Cabang anterior intraventricular dari arteri koroner kiri merupakan area yang memberi
makan bagian otot jantung anterior, yang mempengaruhi sebgian besar ventrikel kiri.
Sebuah sumbatan pada area ini menyebabkan jantung anterior mengalami MI. Ketika
bagian ventrikel kiri terpengaruhi dapat menyebabkan kehilangan fungsi yang parah pada
bagian ventrikel kiri jantung, menyebabkan perubahan status hemodinamik yang parah
bagi pasien.
Bagian arteri koroner kanan (Right coronary Artery) memberi makan jantung
bagian inferior dan bagian nodus atrioventrikular dan nodus sinoatrial. Sebuah sumbatan
pada RCA dapat menyebabkan Inferior MI dan pembentukan implus dan konduksi yang
abnormal. Disritmia yang serius dapat terjadi pada awal inferior MI yang dapat
mengancam jiwa.
Arteri koroner sirkumflek memberi makan bagian jantung lateral dan bagian
jantung posterior. Lesi pada bagian sirkumflek menyebabkan infark pada
bagianlateral jantung pada bagian ventrikel sebelah kiri.
C. Tanda dan Gejala
Nyeri dada merupakan gejala klasik pada MI. Nyeri dimulai tiba-tiba dan berlanjut
tanpa berkurang dengan beristirahat atau menggunakan NTG. Nyeri berpusat di bagian
dada tengah dan biasa digambarkan sebagai nyeri tertimpa benda berat, terhimpit, atau
seperti gajah berdiri di dada, dan nyeri menyebar ke punggung, salah satu atau kedua
tangan, pundak, leher, dan rahang. Nyeri dapat meniru sakit maag atau serangan batu
empedu dengan nyeri perut dan muntah. Gejala klasik MI meliputi nafas pendek, pusing,
mual, dan berkeringat. Ketika mendengarkan suara paru, krakel dan wheezing mungkin
terdengar. Pulse nadi cepat atau ireguler, dan mungkin terdapat suara tambahan (S3 atau
S4). Adanya suara tambahan mengindikasikan adanya kegagalan ventrikel.
Seseorang sering menolak atau gagal mengenal bahwa mereka mengalami MI karena
mereka mengalami gejala MI yang tidak biasa (atypical) atau gejalanya mirip dengan
gejala ringan seperti sakit maag. Pasien melaporkan bahwa gejala MI yang mereka alami
tidak seperti apa yang mereka bayangkan atau mereka tonton ditelevisi (karena pada
kenyataannya sering tidak sama dengan yang terjadi di kehidupan nyata) sehingga
cenderung menunda treatmen. Sesorang sering menunda 2 hingga 24 jam sebelum

mencari pertolongan tenaga medis. Namun satu jam pertama setelah gejala serangan
sangat penting untuk mencari terapi reperfusi yang mengembalikan aliran darah,
meminimalisisr kerusakan jaringan, dan menyelamatkan hidup.
D. Wanita dan Kesehatan Jantung
Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian di Amerika Serikat. Wanita
Amerika Serikat enam kali lebih banyak meninggal akibat penyakit jantung dari pada
kangker payu dara. Penyakit jantung membunuh lebih banyak wanita daripada kombinasi
kangker pada kelompok usia 65 tahun. Etnik atau keturunan menjadi faktor penyebab
pada wanita. Wanita afrika-amerika beresiko lebih sering mengalami serangan jantung
daripada wanita lain. Dibandingkan, pada laki-laki Wanita cenderung mengalami MI
pada usia lanjut. Wanita juga lebih beresiko tinggi mengalami kematian dan komplikasi
seperti ventrikular fibrilasi dan gagal jantung daripada pria.
Wanita lebih sering mengalami nyeri dada tetapi juga lebih sering mengamai
gejala atypical daripada pria. Penelitian memfokuskan mengenai pemahaman terhadap
wanita dan penyakit jantung. Gejala atypical yang dilaporkan pada wanita meliputi
kelelahan hebat, nyeri epigastrik, nyeri rahang, nyeri lambung, mual, dan muntah, sesak,
nafas pendek, dan kram di bagian dada. Persentasi tertingi pada wanita (lebih dari 50 %)
mengalami gejala prodmoral (awitan/ awal) satu bulan sebelum mengalami akut MI.
Gejala ini meliputi fatigue, gangguan tidur, nafas pendek. Kurang dari 30 %
mengeluhkan ketidaknyaman pada dada. Kegagalan dalam menacri bantuan kesehatan
karena perempuan mengangap ini sebagai penyakit wanita sehingga meningkatkan angka
kematian (mortalitas) pada wanita.
E. Pertimbangan Gerontologi
Bersama pertambahan usia jantung mengalami penurunan ke-elastisan dan penurunan
kemampuan untuk merespon perubahan tekanan. Ini menyebabkan peningkatan hambatan
dalam kerja memompa darah dan menyebabkan beban kerja miokardium meningkat untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pasien usia lanjut harus diberitahu jangan
menyepelekan gejala seperti nafas pendek, kelamasan, atau kecepatan jantung yang lemah,
atau ketidaknyamanan pada dada. Beberapa MI terjadi tanpa adanya nyeri. Ini yang
disebut sebagai sillent MIyang sering terjadi pada usia dewasa lanjut. Juga terjadi pada
pasien diabetes. Ketika nyeri tidak muncul, hanya serangan gejala yang tiba-tiba seperti
nafas pendek, pingsan, gelisah, atau jatuh. Persentasi gejala atypical terjadi pada usia
lebih dari 85 tahun. Karena pada usia lanjut memiliki lebih banyak waktu untuk
membentuk sirkulasi kolateral dari pada pada orang yang lebih muda, sehingga tidak
banyak memiliki komplikasi dengan MI.

Pada usia lanjut, terapi revaskularisasi seperti angioplasti dan pembedahan bypaslebih
baik untuk memperbaiki kualitas hidup tanpa meningkatkan resiko kematian.
Terapi statin juga memperlihatkan pengurangan mortalitas pada usia lebih dari 80 tahun.
F. Tes diagnostik
Pasien yang mengalami sakit dada dan memilki riwayat keluarga dengan MI harus
mempertimbangkan resiko MI dan menjalani serangkaian pemeriksaan hingga hasil
pemeriksaan menyingkirkan kemungkinan diagnosa tersebut. Indikator yang paling
berguna adalah riwayat pasien sebelumnya jika pernah mengalami MI, EKG, serum
jantung troponin I atau T, mioglobon, dan kadar CK-MB. Kadar magnesium juga harus
dicek, khususnya yang menggunakan terapi diuretik. Sebelum terapi trombolitik atau
heparin, PT (Prothrombine Time ) dan PTT (Partial Trombopastin Time) ditentukan.
EKG dapat menunjukan area yang mengalami infark, yang berarti juga merupakan area
yang mengalami iskemik. Kerusakan miokardium terlihat dengan adanya elevasi ST
segment. Adanya gelombang Q patologis, atau keabnormalitasan gelombang T.
Pemeriksaan Serial EKG di laksanakan untuk memonitor perubahan yang
mengindikasikan kerusakan atau iskemia jantung.
G. Intervensi Terapeutik
Treatmen harus dicari dalam 5 menit untuk nyeri dada apa pun yang menetap dan
tidak hilang. AHA (American Heart Association) merekomendasikan mengunyah satu
obat aspirin pada saat serangan nyeri dada. Kegagalan dalam mencari pelayananan
kesehatan dapat membatasi pilihan treatmen dan menyebabkan kerusakan jantung yang
lebih parah. Pasien butuh diajarkan bahwa waktu adalah jantung, karena semakin lama
dengan MI semakin banyak otot jantung yang mati.
Adanya nyeri dada mengindikasikan kurangnya suplai oksigen ke miokardium.
Treatmen yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke otot jantung.
Oksigen di berikan segera, biasanya 2 L permenit dengan nasal canul. Terapi oksigen
dibatasi 6 jam pertama bagi pasien yang stabil. Banyak oksigen menyebabkan
vasokontriksi sistemik, yang meningkatkan beban kerja miokardium. Pemeriksaan gas
darah arteri dilakukan untuk melihat kadar kebutuhan oksigen pasien. Saturasi oksigen
harus dimonitor dan dijaga diatas 94%. Oksigen dapat diberikan melalui masker jika
kosentrasi oksigen yang lebih tinggi dibutuhkan. Obat-obat seperti antiplatelet, statin,
ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors), dan beta blocker harus
dipertimbangkan dalam penggunaannya.
Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Morphine sulfate merupakan
natkotika yang paling umum digunakan untuk beberapa alasan. Biasanya diberikan
berangsur-angsur dengan dosis 2-8 mg melalui intravena per 5 - 15 menit hingga nyeri

hilang. Lalu dilakukan pemantauan untuk gejala hipotensi, penekanana nafas, sedasi
berlebihan, dan sensitivitas terhadap morphine. Selain untuk mengurangi rasa nyeri
morphine berfungsi mengurangi kecemasan, membuka bornkus (bronkodilator), dan
mengurangi preload dan afterload yang dapat membantu meningkatkan suplai darah dan
oksigen ke miokardium.
Vasodilator. NTG (Nitrotrigliserin) sublingual, topikal, atau drip intravena dapat
diberikan untuk vasodilatasi agar mensuplai lebih banyak darah ke miokardium untuk
mengurangi nyeri dan beban kerja jantung. Pada fase akut, rute IV biasa digunakan.
Nitrat seharusnya tidak diberikan jika tekanan sistolik pasien kurang dari 90 mmHg
atau 30 mmHg lebih dibawah tekanan normal. Baradikardi yang parah dengan denyut
nadi kurang dari 50 x/menit. Atau jika pasien telah mendapat phosphodiesterase
inhibitor untuk disfungsi ereksi. Menyebabkan munculnya catastrophic hipotensi.
Trombolitik digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat pada arteri
koroner. Penelitian memperlihatkan penurunan insiden mortalitas dan morbiditas (angka
kesakitan ) dan pengurangan kerusakan jaringan yang luas ketika penggunaan treatmen
trombolitik. Terapi trombolitik harus dimulai dalam waktu yang sepesifik pada saat
gejala serangan dimulai, biasanya dalam 1- 6 jam , sebelum nekrosis terjadi.
Glikoprotein 11a /111 a inhibitor (abciximab, triofiban) digunakan sebagai trombolisis
atau PTCA pada pasien dengan miokard infark akut. Obat ini mencegah agregasi
(kumpulan/penggumpalan) platelet (trombosit).
Untuk aktivitas, pada awal pasien dipertahankan pada posisi tirah baring dengan
kamar kecil (toilet) di tempat tidur untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung.
Selanjutnya aktivitas dilatih secara bertahap hingga dapat ditoleransi.
Kontrol gula darah, penelitian terbaru menunjukan bahwa memelihara tingkat gula
darah dalam batas 70 100 mg/dl mengurangi angka kematian secara signifikan bagi
pasien kritis. Infus insulin dapat diberikan hingga kadar gula darah pasien dalam rentang
target.
Diet dan pengurangan berat badan. Selama fase akut MI, makanan kecil dan mudah
dicerna dihidangkan. Kafein dibatasi karena meningkatkan denyut jantung dan
vasokontriksi pembuluh darah. Cairan dibatasi jika pasien mengalami gagal jantung.
Diawali dengan diet rendah sodium dan cairan bening. Selanjutnya diet rendah lemak,
kolestrol, dan garam. Jumlah garam di resepkan oleh dokter. Jika pasien obesitas,
pengurangan berat badan dilaksanakan untuk mengurangi beban kerja jantung. Merokok
harus dihindari, dan pasien di beritahu bahaya melanjutkan rokok. Program berhenti
merokok dapat dibuat. Perawat butuh bekerjasama dengan pasien untuk menolong pasien
memahami dan menerima perubahan gaya hidup.

Perbaikan aneurisma ventrikular. Ventricular aneurysms mungkin terjadi setelah MI.


indikasi untuk Ventricular aneurysms menjalani pembedahan adalah angina yang
menetap, adanya gejala gagal jantung, anaeurisma besar yang perkirakan akan
menggangu fungsi jantung, kegagalan ventrikel kiri, dan takidisritmia.

H. Mekanisme Penyembuhan Luka dan Terjadinya Remodelling


1. Fase penyembuhan jejas (0-7 hari pasca infark miokard)
Ketika terjadi infark miokard akut, jaringan ventrikel kiri dalam keadaan hipoksia dan
nekrosis. Nekrosis adalah bentuk mendadak dari kematian sel yang timbul pada
kerusakan kardiomiosit yang parah. Selain karena penyakit jantung iskemik nekrosis
juga dapat timbul pada jejas miokardial, toksin, infeksi dan inflamasi. Sel yang
mengalami nekrosis mengeluarkan komponen-komponen intra seluler seperti Heat Shock

Protein (HSP), ROS dan fibronektin yang selanjutnya mengaktifkan respon imun dan
MMP.
Pada tahap ini MMP teraktivasi mendegradasi matriks ekstra seluler yang ada,
mengganggu susunan kolagen dan membiarkan sel inflamasi seperti neutrofil dan
makrofag bermigrasi ke jaringan infark untuk membersihkan kardiomiosit yang
mengalami nekrosis. Selanjutnya sel inflamasi menghasilkan MMP, sitokin (Tumor
Necrosis Factor-, InterLeukin -1, IL-6, IL-10), growth factors (Transforming Growth
Factor ) dan faktor angiogenik (Vascular Endothelial Growth Factor A, Fibroblast
Growth Factor ).
Aktivasi MMP ternyata dapat juga menimbulkan gangguan pada penyembuhan infark
seperti ruptur kardiak. Hal ini terjadi akibat degradasi komponen matrik ekstra seluler
yang berlebihan dan gangguan pada jaringan yang menghubungkan kardiomiosit dengan
matrik sehingga menimbulkan ketidaksejajaran dan tumpang tindihnya kardiomiosit.
Selanjutnya tidak saja dapat menimbulkan ruptur kardiak tetapi menyebabkan disfungsi
dan dilatasi ventrikel kiri.
2. Granulasi dan fase remodeling awal (7-21 hari pasca infark miokard)
Pembentukan jaringan granulasi merupakan tahap yang penting dalam perbaikan
infark. Makrofag memfagosit miokard nekrosis dan mensekresikan TGF-. Selanjutnya
TGF- mengubah fibroblast menjadi miofibroblas.
Miofibroblast adalah fibroblast dengan mikrofilamen -Smooth Muscle Actin(SMA)
sehingga mempunyai daya kontraktilitas. Miofibroblast berproliferasi secara cepat dan
terakumulasi di daerah infark miokardium dan memproduksi kolagen fibriler tipe I dan
III. Miofibroblas merupakan kontributor utama dalam pembentukan fibrosis.
Jaringan nekrosis diganti oleh jaringan granulasi, suatu jaringan sementara yang berisi
matrik kaya kolagen, proteoglikan dan matrik ektra seluler sepertiosteopontin dan
fibronektin. Matrik sementara direabsoprsi diganti oleh jaringan fibrosis. Proses fibrosis
yang berlebihan akan mengganggu metabolisme miokardial terutama persediaan oksigen
dan mengganggu pembuangan sampah metabolik sel sehingga menyebabkan gangguan
fungsi miokardium. Fibrosis berlebihan meningkatkan protein matriks ekstraseluler
seperti kolagen sehingga menurunkan elastisitas jantung dan kemudian berefek pada
kontraksi jantung.
Selanjutnya terjadi apoptosis pada sel jaringan granulasi. Apoptosis adalah kematian
sel terprogram untuk menghilangkan sel terpilih yang melibatkan kode genetik untuk
kematian sel tersebut. Pada keadaan patologi seperti iskemik akut atau kardiomiopati
dilatasi, program apoptosis menjadi abnormal dan menyebabkan kematian sel yang tidak

disengaja. Banyak faktor yang memicu apoptosis termasuk Reactive Oxygen


Species (ROS) dan sitokin inflamasi seperti TNF- dan FasL.
Ada dua jalur yang berperan pada apoptosis yaitu jalur intrinsik melalui mitokondria
dan jalur ekstrinsik melalui FasL dan TNF-. Pada jalur instrinsik,Bax dan Bak, suatu
agen pro apoptosis, meningkatkan permeabilitas membran luar mitokondria sehingga
menyebabkan dilepaskannya protein seperti sitokrom C dari ruang inter membran ke
sitoplasma. Jalur ekstrinsik diaktifkan oleh ligand kematian seperti TNF- dan FasL
ketika berikatan dengan reseptornya di membran plasma. Kedua jalur tersebut
mengaktifkancystein aspartic acid-specic proteases (caspase) yang kemudian
menginduksi apoptosis.
Sel yang mengalami apoptosis meningkatkan produksi sitokin anti inflamasi seperti
IL-10 dan TGF- yang memicu fase transisi dari fase inflamasi menjadi
fibrosis. Transforming Growth Factor menurunkan adesi leukosit dan merangsang
proliferasi fibroblast dan produksi matriks ekstra seluler.
Kardiomiosit non infark akan mengalami hipertropi. Hipertropi jantung timbul akibat
respon stres mekanik kelebihan beban dan tekanan.
3. Fase remodeling lanjut (> 21 hari pasca infark miokard)
Remodeling ventrikel kiri terus berlanjut berbulan-bulan hingga bertahun-tahun
setelah mengalami jejas akut. Gangguan pada miosit jantung seperti akibat kerusakan
iskemi menyebabkan beban kerja jantung meningkat. Beberapa jalur sinyal sitokin pro
inflamasi teraktivasi seperti TNF , IL-6 dan IL-1. Sitokin tersebut menimbulkan stres
oksidatif yang kemudian meningkatkan ROS. Reactive Oxygen Species merangsang
terjadinya hipertropi miosit, reekspresi fetal gene program dan apoptosis. fetal gene
program adalah gen yang pada saat manusia lahir tidak terekspresikan. Gen ini jika
teraktivasi akan menurunkan ekspresi sejumlah gen lain yang diekspresikan pada jantung
dewasa normal dan berefek terjadinya disfungsi kontraktilitas miosit. Sebaliknya ROS
yang berlebihan akan merangsang NF-B untuk mengekspresikan sitokin seperti TNF ,
IL-1, IL-6, MCP dan ICAM.Tumor Necrosis Factor- dan IL-1 merangsang makrofag
dan neutrofil untuk memproduksi MMP-2 dan MMP-8. Matrix
Metalloproteinase tersebut mendegradasi matriks ekstra seluler untuk mempercepat
pergantian matriks ekstra seluler. Degradasi matriks ekstra seluler tidak hanya terjadi
pada daerah infark saja tetapi juga menjalar melewati batas infark (infarct expansion)
sehingga dinding ventrikel kiri menjadi tipis dan dilatasi. Makrofag juga merangsang
fibroblast untuk menghasilkan jaringan fibrosis pada ventrikel kiri. Terjadi penurunan

kontraktilitas ventrikel kiri dan penurunan curah jantung yang pada akhirnya
menyebabkan timbulnya gagal jantung.
I. Terapi Stem cell untuk Infark Miokard Akut
Miokardium, yang terdiri atas banyak kardiomiosit, merupakan jenis sel yang sudah
tidak dapat berdiferensiasi lagi. Respons sel tersebut terhadap cedera berupa hipertrofi
namun tidak mengalami hiperplasia. Studi terbaru menyatakan bahwa terdapat sistem
perbaikan alamiah dari miosit yang mengalami kerusakan, akan tetapi mekanisme itu
tidak bekerja pada kerusakan sel yang lebih lanjut.6 Dengan demikian potensi terapi
stem cell dalam mengatasi kerusakan sangat menjanjikan walaupun, penggunaannya
sangatlah rumit. Dalam mengatasi defisit miosit terkait dengan kerusakan yang terjadi,
tidak hanya diperlukan regenerasi sel dalam skala besar, tetapi diperlukan kontraksi yang
sinkron secara elektromekanis dari sel-sel yang telah diregenerasi.
Infark miokard masih merupakan penyebab utama gagal jantung kongestif dan
kematian (5,1%). Penyakit tersebut mengakibatkan kerusakan miokard yang progresif
dan irreversible, sehingga pengobatan konvensional seperti terapi reperfusi tidak dapat
mengatasi secara sempurna. Oleh karena itu, diperlukan terapi yang dapat meregenerasi
jaringan yang dapat dicapai melalui aplikasi stem cell secara klinis. Stem cell memiliki
kemampuan meregenerasi sel lain melalui dua mekanisme yaitu, diferensiasi sel dan
sekresi sitokin serta faktor pertumbuhan. Stem cell yang paling banyak digunakan pada
terapi infark miokard adalah derivat sumsum tulang. Sel tersebut memiliki tingkat
aplikabilitas yang tinggi, tidak membutuhkan ekspansi secara in vitro, dan yang
terpenting mampu berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel. Stem cell sumsum tulang
merupakan stem cell dewasa yang mempunyai populasi sel dengan potensi
berdiferensiasi menjadi sel dengan berbagai fenotip. Termasuk ke dalam populasi sel
tersebut ialah stem cell hematopoietic, sel progenitor endotel, stem cell mesenkimal dan
sel progenitor multipoten dewasa. Sel itu juga merupakan derivat sel stroma sumsum
tulang. Kemampuannya ialah untuk berdiferensiasi menjadi tiga lapisan germinal secara
in vitro di dalam sel, kemudian berdiferensiasi menjadi sel dengan fenotip jantung,
endotel, dan otot polos.
Agar dapat disebut sebagai stem cell, terdapat karakteristik yang mesti dipenuhi yaitu
belum berdiferensiasi, mampu memperbanyak diri, dan dapat berdiferensiasi menjadi
lebih dari satu jenis sel (multipoten/pluripotent). Sel tersebut tidak hanya berasal dari
embrio maupun fetus, tetapi dapat berasal dari berbagai bagian tubuh.
Mekanisme perbaikan jaringan rusak melalui aplikasi stem cell terdiri atas dua jenis,
yaitu diferensiasi stem cell dan produksi faktor pertumbuhan stem cell.2 Telah banyak

studi yang membuktikan bahwa transplantasi stem cell seperti stem cell sumsum tulang
dalam penanganan infark miokard mampu meningkatkan fungsi ventrikel dan
mengurangi area infark sehingga dapat menghambat remodeling. Meskipun demikian,
masih menjadi kontroversi apakah hal itu terjadi sebagai efek langsung dari diferensiasi
atau karena penggabungan sel dengan kardiomiosit. Hal tersebut karena diperlukan
sekitar 1 milyar kardiomiosit dalam mengatasi defisit miosit akibat infark yang dapat
menginduksi gagal jantung. Di sisi lainnya, peningkatan fungsi ventrikel terjadi hanya
dalam waktu 72 jam setelah transplantasi, terjadi sangat dini dalam proses regenerasi.40
Oleh karena itu, masih perlu pengkajian lebih dalam mengenai hal ini.
Mekanisme perbaikan jaringan yang kedua yaitu melalui produksi faktor
pertumbuhan sel terkait dengan masih adanya stem cell yang berada di jantung setelah 2
minggu implantasi. Hal itu mengarahkan pada hipotesis adanya peran sekresi sitokin dan
faktor pertumbuhan dari stem cell dalam proses regenerasi jaringan. Melalui komunikasi
sel parakrin, sitokin, dan faktor pertumbuhan yang telah disekresikan stem cell, berperan
dalam melindungi kardiomiosit dari apoptosis sel, menginduksi proliferasi kardiomiosit,
dan merekrut stem cell kardiak yang telah ada sebelumnya. Sitokin dan faktor
pertumbuhan tersebut seperti IL-3, IL-8, stem cell factor (SCF), granulocytemacrophage-colony stimulating factor (GM-CSF), dan flt3 ligan (FL).42 Melalui kedua
mekanisme perbaikan jantung tersebut, stem cell terbukti berperan dalam meningkatkan
serta memperbaiki fungsi jantung.

Anda mungkin juga menyukai