PENDAHULUAN
A. Kota Muna Dalam Genggaman Kekuasaan Bos Lokal
Studi ini bermaksud mengungkap hubungan hubungan kuasa dan
jaringan ekonomi - politik bos lokal dalam tata kelola hutan di Kabupaten
Muna. Tujuannya adalah untuk melihat sejauhmana bekerjanya bos lokal
menjalankan praktik pengelolaan sumber daya daerah berupa kekayaan
alam sebagai upaya dalam meningkatkan pendapatan daerah di
Kabupaten Muna. Sumber daya alam dimaksud adalah kekayaan alam
berupa hutan yang mana Kabupaten Muna dikenal sebagai penghasil
kayu jati terbesar di Sulawesi Tenggara.
Bermula dari melihat lanskap politik lokal sejak runtuhnya rezim
Soeharto, para elit oligarki lokal tumbuh subur dalam agenda reformasi
dan governance di seluruh daerah di Indonesia.1 Pada saat bersamaan
fenomena orang kuat lokal (local strongmen) dan bos lokal (bossisme)
telah bermunculan di seluruh wilayah di Indonesia.2 Melihat peristiwa ini
menunjukkan lanskap politik lokal telah digerogoti oleh kekuasaaan elit
elit lokal sebagai konfigurasi dari kepentingan dan ambisi pribadinya.
Keadaan ini menjadi agenda penting bagi elit elit lokal dalam upaya
mereka untuk meningkatkan status, kekayaan, demi kepentingan dan
pribadinya. Bagi elit elit lokal mereka bertarung di arena politik untuk
merebut dan menguasai seluruh sumber daya ekonomi dan politik di
tingkat lokal demi keuntungan akumulasi kapital.
Sementara situasi seperti ini menyebabkan terjadinya praktik rent
seeking yang dilakukan elit elit lokal untuk mengamankan akses menuju
posisi aparatur negara sebagai tahap akumulasi dan demi kepentingan
1
Lihat. Hadiz,V.R. Localising Power In Post Autoritarian Indonesia A South East Asian
Perspective. California: Stanford University Press, 2010 : Hadiz melihat runtuhnya Rezim
Otoritarian sebagai gejala bangkitnya para oligarki lama dan baru yang telah lama bersemayam
dalam politik pusat maupun daerah
2
Agustino, Leo.Sisi Gelap Otonomi Daerah; Sisi Gelap Desentralisasi di Indonesia Berbanding Era
Setralisasi. Bandung: Widya Padjadjaran, 2011. Hal. 67
BAB I Pendahuluan | 1
BAB I Pendahuluan | 2
penguasa
tunggal
bahkan
kekuasaan
monopolistik
dan
kepiawaiannya
telah
membentuk
ceruk
baru
atas
sektor
kehutanan
di
seluruh
Indonesia,
bos
lokal
Reformasi.Yogyakarta; IRE Press, 2006. Lihat. Umasugi, Fandi. Survivalitas Raja Dalam
Mempertahankan Kekuasaan; Studi Kasus Pada Tiga Raja Di Kabupaten Buru. Tesis. Program
Pascasarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Konsentrasi Politik Lokal Dan Otonomi Daerah
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2011. (tidak dipublikasikan) Lihat juga. Tomaito, Subhkan
Strategi Politik Aristokrat di Pemilu. Studi komparatif Tentang Kemenangan Sultan Ternate dan
kekalahan Sultan Tidore dan Sultan Jailolo di Pemilihan Umum DPD RI Tahun 2009 di Provinsi
Maluku Utara . Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. 2011. Tidak dipublikasikan
9
Van Klinken, Gerry .Kembalinya Para sultan: Pentas Gerakan Komunitarian Dalam Politik Lokal,
Davidson, Henley. At.el.Eds, Adat Dalam Politik Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2010. Hal. 166
10
Lembaga lembaga Negara dalam tulisan ini mengacu pada Lembaga pemerintah daerah.
Hutan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah hutan jati yang memiliki nilai ekonomis tinggi bila
diolah serta di produksi menjadi kayu olahan berkualitas.
BAB I Pendahuluan | 3
Hutan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah hutan Jati yang memiliki nilai ekonomis tinggi bila
diolah serta di produksi menjadi kayu olahan berkualitas.
12
Emila & suwito. Ibid. Hal 20 21.
13
Yang saya maksudkan para aktor aktor lokal adalah yaitu para pengusaha lokal, politisi dan
birokrat pemerintah daerah yang pengumpulkan sumberdaya dan bahan baku dengan tujuan
tertentu.
BAB I Pendahuluan | 4
B. Rumusan Masalah
Berangkat
di atas maka
BAB I Pendahuluan | 5
Review:
Politik
Lokal
Dan
Pengelolaan
studi
di
Kalimantan
Tengah
oleh
McCharty
yang
Lihat. McCarthy, J.F. Dijual ke Hilir: Merunding Kembali Kekuasaan Publik Atas Alam di
Kalimantan Tengah. Dalam Henk Schutle Nordholt & Gerry van klinken.Eds. Politik Lokal di
Indonesia. KITLV, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 2007. 189 224
BAB I Pendahuluan | 6
yang
terinstitusionalisasi
sehingga
terjadi
kekaburan
atas
Erman, Erviza. Deregulasi Tata Niaga Timah dan Pembuatan Negara bayangan Lokal; Studi
Kasus Bangka. Dalam H.S Nordholt & Gerry van klinken. Eds. Politik Lokal di Indonesia. KITLV,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 2007. 225 266
16
Hidayat,Syarif. Shadow State....? Bisnis dan Politik di Provinsi Banten. Dalam, Henk Schutle
Nordholt & Gerry van klinken. Eds. Politik Lokal di Indonesia. KITLV, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta. 2007 hal. 267 303
BAB I Pendahuluan | 7
negara
dan
relasi
kekuasaannya
pada
penyelenggaraan
John T, Sidel. Bossisme dan Demokrasi Di Filipina, Thailand dan Indonesia, dalam. Harriss,
John, Kristian, Stoke, Olle Tornquist. Eds.Politisasi Demokrasi. Politik Lokal Baru.. Jakarta;
Demos, 2005. Bandingkan dengan , Syarif HIdayat. Shadow State .? Bisnis dan Politik Di
Provinsi Banten,Politik Lokal di Indonesia. dalam, Henk Schutle Nordholt, Gerry Van Klinken,
Ireen Karaang-Hoogenboom. Eds. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, KITVL. 2007 Perbedaan
dengan orang kuat di Banten menaruh keluarga di arena ranah Negara.
18
Lihat. Hidayat, Syarif.Menebar Demokrasi Menuai oligarkhi: kepemimpinan Lokal dan Relasi
Kekuasaan Pasca Pilkada dalam, Hamdan Basyrah & Fredy BL. Tobing. Eds.. Kepemimpinan
Nasional, Demokratisasi dan Tantangan Globalisasi. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.2009 Hal. 201
259.
19
Aktor informal disini adalah pengusaha yang memiliki hubungan personal network terhadap aktor
formal.Lihat lebih lanjut.Syarif hidayat.Ibid. hal 228.
BAB I Pendahuluan | 8
F. Kerangka Teoritik
Fokus kajian ini adalah relasi antara bos lokal dan aktor aktor lokal
seperti para politisi dan pengusaha dalam pengelolaan sektor hutan di
Kabupaten Muna. Karena dalam studi ini menggunakan pendekatan actor
oriented, oleh untuk itu saya mencoba mengelaborasi konsep bossisme
dan kekuasaan untuk mengukur kapasitas, kepemilikan sumberdaya dan
pengaruh bos lokal dalam konteks sosial politik di tingkat lokal. Tentunya
untuk memahami watak, karakteristik dan logika kuasa bos lokal maka
konsep kekuasaan menjadi alat pengukur kemampuan dan pengaruh
terhadap orang lain. Sementara itu, untuk melihat bingkai relasi antara bos
lokal (patron) dan politisi pengusaha (klien), maka konsep klientelisme
digunakan sebagai dalam menjelaskan relasi dan jaringan yang dimiliki
bos lokal yang didalamnya terjalin sebuah kepentingan yang saling
menguntungkan antara bos lokal dan politisi pengusaha.
BAB I Pendahuluan | 9
1. Konsep Bos Lokal & Orang Kuat Lokal, diantara Strong State
Weak Society
Pada bahasan ini akan mencoba memaparkan konsep bos lokal
sebagai kerangka teoritik tentang elit lokal. Bermula dari pandangan Sidel
(2005) dalam studi komparatifnya di Asia Tenggara seperti
Filipina,
hambatan
hambatan
dari
kekuatan
sosial
dalam
Migdal,S Joel. State in Society; Studying How States and Society Transform And Constitute One
Another. Cambridge University Press. 2004. Hal 47 49
BAB I Pendahuluan | 10
kuat
lokal
(local
strongmen)
tumbuh
subur
dalam
negara
lemah
dalam
menjalankan
tujuan
21
Sidel, J.T. Bossisme dan Demokrasi di Filipina, Thailand dan Indonesia. Menuju Kerangka
Analisis Baru tentang orang kuat lokal. dalam Harris, John. Stokke Kristian, Tornquest. Olle.
Politisasi Demokrasi. Politik Lokal Indonesia. Jakarta; Demos. 2005. Hal 71 74
22
Sidel, J.T. ibid. Hal 78
BAB I Pendahuluan | 11
Sidel. J.T. Philipine, Politics In Town, District, and Province: Bossisme, In Civate and Cebu ,
Journal Of Asian Studies. Vol. 56 No. 4. Nov. 1997. Ibid.hal.949
24
Sidel, J.T. dalam Harris, Stoke & Tornquist. Eds. Ibid. Hal 81 83 : Cao po merupakan pialang
suara yang memfasilitasi pemilihan parlemen, mereka dikenal karena kontrol dan kekuasaan yang
menggurita di negara lokal, mampu mengontrol aparatur negara dan kemampuan mereka
memonopoli organisasi kekerasan berbasis negara, memanipulasi modal, manipulasi pemilih dan
penyelenggaraan usaha usaha ilegal.
25
Sidel, J.T. Ibid. Hal 94 95
26
Sidel, J.T. Ibid.
BAB I Pendahuluan | 12
BAB I Pendahuluan | 13
pemaksaan
terhadap
kelompok
masyarakat
sehingga
The Encyclopedia Of
32
BAB I Pendahuluan | 14
kekuasaan
mencerminkan
sifat
regionalisme
serta
Caciquismo dan Coronelismo. Dalam, George Thomas. Kurain eds. The Encyclopedia Of
Political Science 2011 .Washington DC: CQ Press, 2011. Hal. 174 175 ; Caciquismo atau bos
lokal muncul dan menguat di dalam negara yang sedang berkembang.
34
Review Benedict J. Tria Kerkvliet.Capital, Coercion, and Crime: Bossism in the Philippines by
John T. Sidel. The Journal of Asian Studies, Vol. 61, No. 4 (Nov, 2002). Hal. 1441
35
Ariyandi.Eka.2011.Op.cit,.Hal. 14
BAB I Pendahuluan | 15
menjalankan
aturan
main
serta
kekuasaan
koersif
untuk
BAB I Pendahuluan | 16
BAB I Pendahuluan | 17
kekuasaan
fisik,
kekuasaan
ekonomi,
kekuasaan
normatif,
lain.43
BAB I Pendahuluan | 18
46
BAB I Pendahuluan | 19
BAB I Pendahuluan | 20
lokal memiliki sumberdaya yang tidak dimiliki oleh para klien (aktor aktor
lokal) yang akan membentuk hubungan asimetris55 (3) terjalin hubungan
pertukaran timbal balik diantara bos lokal dan klien (aktor aktor lokal)
yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Manfaat dari konsep klientelisme pada studi ini untuk memahami
pola dan karakteristik relasi yang terjalin diantara bos lokal dan aktor
aktor lokal dalam tata kelola sektor hutan. Apabila digunakan pada studi
ini, maka bos lokal dikategorikan sebagai patron sedangkan aktor aktor
lokal dikategorikan sebagai klien.
Dalam praktik klientelisme dan politik patronase pada praktiknya
tidak dapat terpisahkan dimana dalam bekerjanya klientelisme terjadi
distribusi patronase yang akan dipertukarkan ke pihak klien untuk
mendapatkan dukungan maupun keuntungan politis. Bila merujuk The
Encyclopedia Of Political Science 2011 patronase difahami sebagai
praktek penggunaan sumber daya negara (publik) oleh penguasa atau
pemimpin politik (patron) untuk menyediakan pekerjaan, layanan dan jasa
kepada klien atau pendukung agar mendapat dukungan.56
Hal sama diungkapkan Muller yang memaknai patronase sebagai
penggunaan sumber daya publik yang dipertukarkan ke pihak klien atau
pengikut agar patron akan mendapatkan dukungan politik seperti
dukungan suara dalam pemilihan.57 Namun Eisenstadt memandang pada
praktik patronase dapat terlihat di dalam lingkungan masyarakat yang
memiliki ketimpangan status sosial, ekonomi dan politik.58
ikatan yang terjalin dalam hubungan kekerabatan,hubungan lembaga dan organisasi. Karena
ikatan ikatan seperti kekerabatan, lembaga dan organisasi memiliki derajat kemesraaan yang
memungkinkan terjalin hubungan personalistik diantara bos lokal dan aktor aktor lokal
55
Menurut pendapat saya, bahwa hubungan timpang diantara bos lokal dan aktor aktor lokal
menandakan terjalin ketidaksetaraan sumber daya diantara bos lokal dan aktor aktor lokal,
dimana bos lokal memiliki sumber daya yang besar sementara aktor aktor lokal berperan sebagai
klien.
56
Kurain, G .T.Ibid. Hal. 1330
57
Muller, W.C. Patronase Partai Dan Kolonisasi Partai Atas Negara, dalam Richard S. Katz &
William Crotty.Handbook Partai Politik. Bandung, Nusamedia: 2014. Hal 311.
58
Dalam Djalong.
Ibid. Hal 18; Eisenstadt memandang bahwa pada praktik patronase
memungkinkan terjadi sifat memaksa dan pemerasan dimana pada praktik patronase akan
memungkinkan terjadi dalam dimensi ilegal maupun legal
BAB I Pendahuluan | 21
perlu
Bos Lokal
bos lokal
broker/makelar
broker
broker
klien
Klien
Klien
Klien
BAB I Pendahuluan | 22
personalistik antara patron dan broker di satu sisi, dan broker - klien di sisi
lain.62
Gambar 2. Aliran Distribusi Patronase
Apa bila ditarik dalam konteks ini, maka yang perlu diperhatikan
adalah kemampuan bos lokal dalam mengelola kekuasaannya, serta
kemampuannya mendistribusikan sumber patronase. Selain itu juga
sebagai penguasa tentunya kekuasaan negara menjadi sandaran dan
saluran utama dalam mendistribusikan sumber sumber patronase yang
ditujukan kepada pihak klien. Dalam bekerjanya patronase, relasi dan
jaringan klientelisme hadir sebagai penopang saluran patronase dan pada
gilirannya akan terdistribusikan ke pihak klien yang lebih bawah. Bila
merujuk piramida diatas, maka bekerjanya jaringan klientelisme dimana
peran broker sebagai penyalur yang meneteskan sumber daya patronase
dari atas ke bawah ke pihak klien. Begitu juga sebaliknya dalam proses
pertukaran antara patron klien, peran broker begitu penting dalam
menjembatani kepentingan antara patron dan klien. Boleh jadi, proses
pertukaran pun akan terangkai dari bawah menuju ke atas.
62
BAB I Pendahuluan | 23
kelembagaaan.
Patronase merupakan penggunaan sumberdaya negara yang digunakan
bos lokal untuk menyediakan layanan, lisensi dan izin kepada pihak
klien/aktor aktor lokal demi mendapatkan dukungan ekonomi dan politik.
Dukungan ekonomi dapat dilihat dari pemberian materi berupa uang
BAB I Pendahuluan | 24
2. Definisi Operasional
Definisi operasionalisasi merupakan indikator indikator untuk
menjawab penelitian tentang bagaimana relasi bos lokal dan aktor aktor
lokal dalam pengelolaan hutan di kabupaten Muna. Adapun indikator
indikator yang menjadi rujukan dalam penelitian ini:
Bos lokal
Bos Lokal hadir berkat terjadinya perubahan stuktur politik di sebuah
negara.
Bos lokal memiliki jejaring sosial politik.
Aktor politik yang mampu melakukan penetrasi kekuasaan ke dalam
ranah masyarakat maupun ranah negara.
Watak dan kekuasaan bersifat otonom yang didasari oleh kekuasaan
negara
Kemampuan bos lokal mengontrol sumber daya negara
Aktor politik yang memiliki kemampuan dalam mengendalikan seluruh
sumberdaya publik berupa perekonomian, perdagangan dan lembaga
BAB I Pendahuluan | 25
BAB I Pendahuluan | 26
H. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Dalam upaya memahami fenomena sosial maka penelitian ini
menggunakan metode pendekatan kualitatif. Menurut Taylor dan Bogdan
sebagaimana dikutip Endrarso yang mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai sebuah penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif
mengenai kata kata lisan, tertulis dan tingkah laku yang dapat diamati
dari orang orang yang diteliti.63 Dalam penelitian ini, penulis mencoba
menerapkan model studi kasus sebagai sebuah pilihan metode dan
strategi dalam memperoleh data data dari objek atau kasus yang akan
diteliti.
Penelitian studi kasus didefinisikan sebagai suatu penelitian kualitatif
yang berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, dan memperoleh
pengertian serta pemahaman secara mendalam dari individu, kelompok
atau situasi sosial.64 Studi kasus merupakan strategi riset yang lebih
cocok pada pertanyaan how atau why bila periset hanya memiliki sedikit
peluang untuk mengontrol peristiwa peristiwa yang akan diselidiki dalam
setting sosial yang terjadi di Kabupaten Muna.65 Studi kasus digunakan
untuk mengetahui dan memahami kasus bagaimana kemunculan Ridwan
BAE serta bagaimana relasi kuasa Ridwan BAE dan aktor aktor lokal
pada pengelolaan sektor kehutanan di Kabupaten Muna.
63
Hendrarso, E.S. Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar. Dalam Bagong Suyanto & Sutinah (ed).
Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta: Kencana Media Group. 2011).
Hal. 166
64
Emzir. Analisis Data: Metodologi Penelitian kualitatif. (Jakarta: Rajawali Pers. 2012). Hal. 20
65
Robert. K. Yin.2006.Studi Kasus.Desain & Metode. (Jakarta: Rajagrafindo Press, 2006). Hal 1
BAB I Pendahuluan | 27
66
BAB I Pendahuluan | 28
BAB I Pendahuluan | 29
Birokrasi
dan
Stakeholder
yang
pernah
terlibat
dalam
70
Dikutip oleh Satori, Djaman & Komariah, Aan. Metodologi Penelitian Kualitatif.(Bandung: Alfabeta
Bandung.2010). Hal 52
BAB I Pendahuluan | 30
reduksi
data
merupakan
proses
pemilihan,
kemungkinan
untuk
menarik
kesimpulan
dan
BAB I Pendahuluan | 31
73
BAB I Pendahuluan | 32
J.
Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini telah terbagi dalam lima Bab. Pada bagian Bab I
basis
kekuasaannya
khususnya
dalam
pemerintahan
BAB I Pendahuluan | 33
BAB I Pendahuluan | 34