Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Orchitis Sinistra

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSU PKU Muhammadiyah Delanggu

Pembimbing :
dr. Prawoto, Sp.PD
Disusun Oleh :
Billy Gustomo H2A011012

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
1

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN


KOMPREHENSIF

Laporan Kasus dengan Judul :

Orchitis Sinistra
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepanitraan Komprehensif
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu

Disusun Oleh

: Billy Gustomo (H2A011012)

Dipresentasikan

: 6 Januari 2017

Disetujui

Mengetahui,
Pembimbing

.........................
dr.

BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama

: Ny. M

Usia

: 47 tahun

Alamat

: Kaligawe, Pedan

Jenis Kelamin

: laki-laki

Agama

: Islam

Pendidikan terakhir

: SD

Pekerjaan

: Buruh Bangunan

Status pernikahan

: Menikah

No. Rekam Medis

: 200118

Mausk IGD

: 30 desember 2016

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri Pada buah zakar kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari Jumat 30 Desember 2016, pasien datang ke IGD RSU PKU
Delanggu dengan keluhan nyeri pada buah zakar kiri sejak 1 hari SMRS.
Nyeri baru pertama kali dan dirasakan hilang timbul dan nyeri bertambah
saat pasien beraktivitas. Nyeri dirasakan menjalar ke bagian abdomen.
Pasien juga mengeluh benjolan pada buah zakar kiri 1 hari SMRS.
Benjolan pada buah zakar kiri, benjolan dirasakan kecil pada saat pertama
kali ditemukan dan bertambah besar. Pasien sebelumnya mengeluh demam
1 hari. sebelumnya Benjolan pada buah zakar, tidak hilang timbul baik saat
tidur, berdiri ataupun mengedan. Tidak terdapat discharge yang keluar dari
benjolan. Tidak terdapat keluhan nyeri pada benjolan saat berhubungan
seksual. Tidak terdapat keluhan mual dan muntah. Riwayat trauma dan

penyakit menular seksual disangkal. BAK normal tidak ada lendir ataupun
darah, tidak ada nyeri saat BAK, BAB tidak ada keluhan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa

: (-)

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat ISK

: Disangkal

Riwayat trauma

: Disangkal

Riwayat Hernia

: Disangkal

Riwayat Alergi obat / makanan

: Disangkal

Riwayat Infeksi Menular Seksual

: Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat / Makanan

: Disangkal

5. Riwayat Pribadi dan kebiasaan


Pasien tinggal dirumah dengan istri dan 2 orang anaknya. Pasien
merokok, mandi sehari 2 kali, kebiasaan mengganti celana dalam setiap
mandi, pasien tidak meminum alkohol, dan pasien tidak pernah bergantiganti pasangan.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang Buruh bangunan. Penghasilan pasien cukup untuk
membiayai kehidupan sehari-hari. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
7. Anamnesis Sistemik
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sistem serebrospinal
: pasien sadar, tidak ada keluhan
Sistem kardiorespiratori :Tidak ada nyeri dada, sesak, dan batuk
Sistem gastrointestinal
: Terdapat nyeri perut, BAB tak ada keluhan
Sistem muskuloskeleta
: Tidak ada nyeri dan keterbatasan gerak
Sistem integumen
: suhu raba tidak demam, tidak gatal
Sistem urogenital
: BAK lancar dan tidak nyeri saat BAK

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis (GCS E4M6V5)

Vital sign

TD

: 120/60 mmHg

Nadi

: 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR

: 20 x/menit

Suhu

: 38,80C (aksiler)

Warna kulit

: sawo matang, hiperpigmentasi (-), tugor turun (-)

Kepala

: normosefal, rambut warna hitam mudah dicabut (-)


Mata

: Conjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/Pupil isokor 3mm/3mm, bulat central reguler
Reflek pupil direk +/+ indirek +/+ Mata cowong

Hidung

: Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-),


darah (-)

Telinga: Serumen +/+ sedikit, sekret -/Mulut

: Bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-)


Lidah kotor (-), tremor (-), uvula ditengah, tonsil
T1-T1 hiperemis (-), faring hipermis (-)

Leher

: Kelenjar getah bening (-), JVP: R+2, otot bantu


pernafasan (-), trakea ditengah simetris, pembesaran
kelenjar getah bening (-)

Thoraks

: bentuk normochest, simetris kanan dan kiri, warna


kulit = kulit sekitar, pola pernapasan
torakoabdominal, retraksi intercostal (-), sela
iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-).

Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V 1cm linea


midclavicula anterior sinistra dan kuat angkat,

pulsus sternal dan parasternal (-), thrill (-),


nyeri tekan (-),massa (-)
Perkusi :
Batas kanan atas jantung

: ICS II linea sternalis dextra

Batas kanan bawah jantung

: ICS V linea sternalis dextra

Batas kiri atas jantung

: ICS II linea parasternalis


sinistra

Batas pinggang jantung

: ICS III linea parasternalis


sinistra

Batas kiri bawah jantung

: ICS V 1-2cm medial linea


medioclavikularis sinistra

Batas jantung kesan : Normal


Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II ireguler menjauh, murmur


(-), gallop S3 (-), pericardial friction rub (-), bising
(-)

Pulmo
Pulmo
Depan
Inspeksi

Dextra

1. Statis

Warna kulit sama dengan Warna

kulit

sama

warna

sekitar, dengan

warna

kulit

bentuk datar (perut lebih sekitar,

bentuk

datar

rendah

2. Dinamis

Sinistra

kulit
dari

thoraks), (perut lebih rendah dari

diameter

AP

simetris,

ICS

<

L, thoraks), diameter AP <


tidak L, simetris, ICS tidak

melebar, massa (-)

melebar, massa (-)

Pergerakan hemithoraks

Pergerakan hemithoraks

dextra = sinistra, retraksi

dextra=sinistra, retraksi

intercostal (-)

intercostal (-)

Palpasi

Simetris, nyeri tekan (-), Simetris, nyeri tekan (-),

1. Statis

massa

(-),

ICS

tidak massa (-), ICS tidak

melebar, krepitasi (-)


2. Dinamis

melebar, krepitasi (-)

Stem fremitus dextra = Stem fremitus dextra =


sinistra,

pengembangan sinistra, pengembangan

hemithoraks sama kuat


Perkusi

hemithoraks sama kuat

Sonor diseluruh lapang Sonor di seluruh lapang


paru, batas paru-hati ICS paru
VI

linea

midclavicula

dextra
Auskultasi
Suara dasar

Vesikuler (+)

Vesikuler (+)

Suara

Ronkhi basah halus (-)

Ronkhi basah halus (-)

tambahan

Ronkhi basah kasar (-)

Ronkhi basah kasar (-)

Wheezing (-)

Wheezing (-)

Stridor (-)

Stridor (-)

Belakang
Inspeksi

Warna kulit sama dengan Warna

kulit

sama

1. Statis

warna

warna

kulit

kulit

diameter

AP

simetris,

ICS

melebar, massa (-)


2. Dinamis

sekitar, dengan
<

L, sekitar, diameter AP <


tidak L, simetris, ICS tidak
melebar, massa (-)

Pergerakan hemithoraks Pergerakan hemithoraks


dextra = sinistra

Palpasi

dextra = sinistra

1. Statis

Simetris, nyeri tekan

Simetris, nyeri tekan (-),

(-), massa (-), ICS tidak massa (-), ICS tidak


melebar
2. Dinamis

melebar

Stem fremitus dextra = Stem fremitus dextra =


sinistra,

pengembangan sinistra, pengembangan

hemithoraks sama kuat


Perkusi

hemithoraks sama kuat

Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang


paru, peranjakan paru 5 paru,
cm

Auskultasi
Suara dasar

Vesikuler (+)

Vesikuler (+)

Suara

Ronkhi basah halus (-)

Ronkhi basah halus (-)

tambahan

Ronkhi basah kasar (-)

Ronkhi basah kasar (-)

Wheezing (-)

Wheezing (-)

Ronkhi kering (-)

Ronkhi kering (-)

Tampak anterior paru

Tampak posterior paru

Suara dasar vesikuler

Abdomen
Inspeksi

:
: Warna kulit sama dengan warna kulit sekitar,
permukaan datar.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal (12x/menit), bruit aorta


abdominal (-), bruit hepar (-), bruit a.renalis (-),
suctionsplash (-)

Perkusi

: Timpani (+) di seluruh regio abdomen, pekak sisi


(+), pekak alih (-) Normal

Palpasi

: Distended (-), nyeri tekan (-) defance muscular (-),


tes undulasi (-),nyeri ketok ginjal (-), turgor kulit 2
detik. Hepar, ginjal, dan lien tidak teraba

Ekstermitas
Pemeriksaan
Akral dingin

Superior
-/-

Inferior
-/-

Kuku sendok

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

CPR

< 2

< 2

tremor
Motorik

-/-

-/-

Reflek fisiologis

+/+

+/+

Reflek patologis

-/-

-/-

Kekuatan

555/555

555/555

Tonus

555/555

555/555

Range of motion

555/555

555/555

3. Status Lokalis Genitalia


Penis
a. Inspeksi : kulit sama dengan warna sekitar, ulkus (-), nodul (-),
ekskoriasi (-), meatus uretra (+) tdk ada dischart
b. Palpasi :nyeri tekan (-), benjolan (-)
Scrotum
a. Inspeksi : Kulit tampak merah, bengkak pada scrotum kiri (+)
berukuran 4cm x 3cm dan kanan 3cm x 2cm

b. Palpasi

: bengkak pada scrotum kiri, nyeri tekan (+), permukaan

rata, konsistensi lunak


c. Transluminasi

: (-)

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (11 Januari 2016)
Pemeriksaan
- Hematologi
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
- Hitung Jenis
Granulosit
Limfosit
Monosit
- MCV, MCH, MCHC
MCV
MCH
MCHC
- Fungsi Ginjal
Ureum
Creatinin
- Fungsi Hati
SGOT
SGPT
- Glukosa Sewaktu
GDS

Hasil

Nilai Normal
15,1
11,0
238.0
4.38
41.6

14.0-18.0
4.0-12.0
150.0-400.0
4.50-5.50
40.0-48.0

80.6
12.6
7

50.0-80.0
20.5-51.1
2-9

94.9
34
36.3

80.3-103.4
26,0-34.4
31.8-36.3

19
0.86

10-50
0.60-1.10

20
26

0-40
0-40

81

<180

2. Pemeriksaan EKG
Gambaran :
a. HR : 1500/14: 107 takikardi
b. Irama : Atrial Fluter
c. Axis : lead I (-) dan AVF (+) : deviasi ke kanan
d. Gelombang P : Tinggi : 1x 0,04 : 0,04
Lebar : 2 x 0,04 : 0,008
e. Gelombang QRS : lebar : 2 x 0,04 : 0,08
f. Interval PR : 4 x 0,04 : 0,16 (N)
g. Interval QT : 5 x 0,04 : 0,20 (N)
h. Segmen ST : lebar : 2,5 x 0,04 : 0,1 (N)

10

Kesan EKG : Atrial Fluter dengan Takikardi

3. USG Scrotum

Kesan : Gambaran Struma nodusa Bilateral


E. Daftar Abnormalitas
Anamnesis
1. Palpitasi
2. Batuk malam hari

11

3. Sesak
4. Benjolan dileher (kiri-kanan)
5. Berat badan turun
6. Nafsu makan meningkat
7. Lelah saat aktivitas berat
8. Sering berkeringat
9. Telapak tangan panas
10. Tangan berkeringat
11. Suka udara dingin
12. Konstipasi
13. Riwayat penyakit serupa 10 tahun lalu
14. Riwayat operasi benjolan dileher 10 tahun lalu
15. Suka makan sayur kol/kubis
Pemeriksaan Fisik
16. Keadaan umum tampak hiperaktif
17. Nadi 105x/menit
18. RR 23x/menit
19. Suhu 37C
20. Exopthalmus (+/+)
21. Von graeff sign (+/+)
22. Jaffroy sign (+/+)
23. Stelwalg sign (+/+)
24. Rosenbach sign (+/+)
25. Batas jantung melebar
26. Ronkhi basah halus
27. Oedem inferior (+/+) minimal
28. Kedua tangan tremor
29. Benjolan dileher lobus dextra & sinistra
Pemeriksaan Penunjang
30. GDS 225
31. FT4 5,38
32. TSHS < 0,05
33. Rongten thorax kesan cardiomegali
34. EKG : HR 107 (takikardi), irama Atrial Fluter
35. USG : gambaran Struma nodusa Bilateral
F. Analisis dan Sintesis
1. Abnormalitas 1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,
24,28,29,31,32,34,35 = Krisis Hipertiroid
2. Abnormalitas 2,3,7,17,18,25,26,27,33,34 = CHF NYHA II
3. Abnormalitas 5,6,7,30 = Diabetes melitus tipe II
G. Problem
1. Krisis Hipertiroid
2. CHF NYHA II
3. Diabetes Melitus tipe II
12

H. Rencana Pemecahan masalah


1. Krisis Hipertiroid
Assesment Krisis Hipertiroid
a. Problem
Subjektif : dada berdebar-debar, batuk malam hari, benjolan dileher
kiri dan kanan, berat badan menurun, nafsu makan meningkat, lelah
saat aktifitas berat, sering berkeringat, telapak tangan panas, tangan
berkeringat, suka dingin, konstipasi, riwayat penyakit serupa 10 tahun
lalu, riwayat operasi benjolan dileher, suka makan sayur kol/kubis.
Objektif : keadaan umum tampak hiperaktif, nadi 105x/menit, RR
23x/menit, suhu 37C, exopthalmus (+/+),Von graeff sign (+/+), Jaffroy
sign (+/+), Stelwalg sign (+/+), Rosenbach sign (+/+), tremor halus
dikedua tangan, benjolan dileher lobus dextra dan sinistra, FT4 5,38,
TSHS < 0,05, EKG : HR 107x (takikardi) irama atrial fluter, USG :
Struma nodusa bilateral.
b. Initial Plan
1) IpDx
Laboratorium: Antibodi Tiroglobulin, pemeriksaan Fine Needle
Aspiration Biopsy (FNAB), Iodium Radioaktif
2) IpTx
a) Oksigen nasal canul 2-4L/menit
b) Infus RL 20 tpm
c) PTU tab 600mg 200mg / 4 jam
d) propanolol 60mg / 6 jam
e) Inj dexametason 2mg / 6 jam
f) Infus sanmol 1gr / 12 jam
g) Tetesi solusio lugol 10 tetes / 8 jam
h) Pasang DC
i) Jika pasien penurunan kesadran pasang NGT
3) IpMx
Monitoring keadaan umum, pantau tanda vital, monitoring urin, dan
efek terapi.
4) IpEx
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi
penyakit, pengobatan, komplikasi yang mungkin timbul, pencegahan
berulangnya komplikasi, serta edukasi pasien agar mengurangi
aktivitas fisik.

13

2. CHF NYHA II
Assesment CHF NYHA II
a. Problem
Subjektif : batuk malam hari,sesak, lelah saat aktivitas berat.
Objektif : nadi 105x/menit, RR 23x/menit, batas

jantung

melebar,ronkhi basah halus, oedem inferior (+/+) minimal, rongten


thorax kesan cardiomegali, EKG : HR 107x (takikardi), irama atrial
fluter.
b. Initial Plan
1) IpDx
Pemeriksaan EKG serial dan Ekokardiografi
2) IpTx
a) bedrest
b) Injeksi furosemid 2x1 amp
c) KSR tab 1x1
d) CPG tab 1x1
e) Aspilet tab 1x1
3) IpMx
Monitoring keadaan umum, monitoring keluhan, monitoring tanda
vital, monitoring urin, efek terapi, monitoring laboratorium darah
Ureum creatinin.
4) IpEx
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi
penyakit,

pengobatan,

komplikasi

yang

mungkin

timbul,

pencegahan berulangnya komplikasi, serta edukasi pasien agar


mengurangi aktivitas fisik.

3. Diabetes melitus tipe II


Assesment Diabetes melitus tipe II
a. Problem
Subjektif : berat badan turun, nafsu makan meningkat, lelah saat
aktifitas berat
Objektif : Gula darah sewaktu 225
14

b. Initial Plan
1) IpDx
Pemeriksaan laboratorium : GDP, HbA1C
2) IpTx
Insulin prandial (Novorapid) ( jam 06.00 12.00 18.00)
3) IpMx
Monitoring keadaan umum, monitoring keluhan, monitoring tanda
vital, efek terapi, evaluasi GDS
4) IpEx
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi
penyakit, pengobatan, komplikasi yang mungkin timbul baik
komplikasi

akut

maupun

kronik,

pencegahan

berulangnya

komplikasi, serta edukasi pemenuhan gizi, perlunya olahraga, dan


pengecekan gula darah mandiri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

15

A. Anatomi testis
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan
ukuran 4x2,5x2,5 cm dan berat kurang lebih 20 gr. Terletak di dalam scrotum
dengan axis panjang pada sumbu vertical dan biasanya testis kiri lebih rendah
diabnding kanan, Letak anatomis testis adalah caudolateral dan craniomedial.
Testis diliputi oleh tunica albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal
dimana terdapat epidiymis dan pedikel vaskuler. Sedangkan epididymis
merupakan organ yang berbentuk kurva yang terletak di sekeliling bagian
dorsal dari testis. Suplai darah arteri pada testis dan epididimis berasal dari
arteri renalis.

Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormone


androgen terutama testoteron. Sperma dibentuk di dalam tubulus seminiferus
yang memiliki 2 jenis sel yaitu sel sertoli dan sel spermatogenik. Diantar
tubulus seminiferus inilah terdapat jaringan stroma tempat dimana sel leydig
berada.

16

Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi asalnya


di dekat ginjal menuju scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang
menjelaskan mengenai proses ini antara lain adanya tarikan gubernakulum dan
tekanan intraabdominal. Factor endocrine dan axis hypothalamus-ptuitarytestis juga berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke 12 dan 17
kehamilan, testis mengalami migrasi transabdominal menuju lokasi di dekat
cincin inguinal interna.
Jaringan ikat testis dibagi menjadi 250 lobus pada bagian anterior dan
lateral testis dibungkus oleh suatu lapisan serosa yang disebut tunica vaginalis
yang meneruskan diri menjadi lapisan parietal. Lapisan ini langsung
berhubngan dengan kulit terutam skrotum. Di sebelah posterolateral testis
berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool atas dan bawahnya.
Peredaran darah testis memiliki keterkaitan dengan peredaran darah di
ginjal karena asal embriologi ke dua organ tersebut. Pembuluh darah arteri ke
testis berasal dari aorta yang beranastomosis di funikulus spermatikus dengan
arteri dan vasa deferensia yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna.
Aliran darah dari testis kembali ke pleksus pampiniformis di funikulus
spermatikus. Pleksus ini di annulus inguinalis interna akan membentuk vena
spermatika. Vena spermatika kanan akan masuk ke dalam vena cava inferior
sedangkan vena spermatika kiri akan masuk ke vena renalis sinistra.
B. Definisi Orchitis
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis sekunder terhadap
infeksi. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong,
namun virus lain dan bakteri dapat menyebabkan orchitis. Orchitis (inflamasi
pada testis) dapat disebabkan oleh bakteri atau akibat septicemia. Biasanya
kedua

testis

terkena,

dan

jika

terjadi

bilateral

kemandulan

sering

diakibatkannya, steril tidak terjadi bila bersifat unilateral. (Long, 1996: 468)

17

1. Etiologi
Orchitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang
paling sering menyebabkan Orchitis adalah virus gondongan (mumps).
Virus lainnya meliputi Coxsackie virus, varicella, dan echovirus. Bakteri
yang biasanya menyebabkan Orchitis antara lain Neisseria gonorhoeae,
Chlamydia trachomatis, E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa,

Staphylococcus

sp

dan

Streptococcus

sp.

Pasien

immunocompromised (memiliki respon imun yang diperlemah dengan


imunosupresif) dilaporkan terkena Orchitis dengan agen penyebab
Mycobacterium avium complex, Crytococcus neoformas, Toxoplasma
gondii, Haemophilus parainfluenzae, dan Candida albicans. (Mycyk, 2004)
2. Epidemiologi
a. Kejadian orchitis diperkirakan 1 diantara 1000 laki-laki.
b. 4 dari 5 laki-laki prepubertal (lebih muda dari 10 tahun).
c. Sebagian besar kasus berhubungan dengan epididimitis dan terjadi pada
laki-laki aktif secara seksual lebih tua dari 15 tahun atau pria lebih tua
dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH).
3. Faktor resiko
Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan factor resiko yang
umum untuk epididimis akut. Urethritis atau prostatitis juga bisa menjadi
factor resiko. Refluks urin terinfeksi dari urethra prostatic ke epidiymis
melalui saluran sperma dan vas deferens bisa dipicu melalui valsava atau
pendesakan kuat.
Uretritis gonore (gonnorheae) merupakan penyakit hubungan seksual
yang disebabkan oleh kuman neiserria gonorrheae yang menyerang uretra
pada laki-laki dan endocervix pada wanita.
4. Patofisiologi
Peradangan pada testis bisa disebabkan oleh berbagai virus ataupun
bakteri. Hal ini akan menimbulkan proses inflamasi pada testis yang
meliputi kalor, rubor, dolor, tumor, dan function laesa. Orchitis paling umum
18

disebabkan oleh infeksi bakteri. Virus maupun trauma. Infeksi virus


(mumps) bisa menginfeksi secara hematogen, sedangkan infeksi bakteri
biasanya melalui infeksi saluran kencing atau melalui penyakit menular
seksual.
5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala Orchitis dapat berupa demam, semen mengandung
darah, keluar nanah dari penis, pembengkakan skrotum, testis yang terkena
terasa berat, membengkak, dan teraba lunak, serta nyeri ketika berkemih,
buang air besar(mengedan), melakukan hubungan seksual. Selanglangan
klien juga dapat membengkak pada sisi testis yang terkena (Mycyk,2004).
Sedangkan menurut Lemone (2004 : 1533) manifestasi Orchitis termasuk
demam tinggi, peningkatan WBCs, kemerahan skrotum secara unilateral
atau bilateral, pembengkakan, dan nyeri.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan urin kultur
b. Urethral smear (tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe)
c. Pemeriksaan darah CBC (complete blood count)
d. Dopller ultrasound, untuk mengetahui kondisi testis, menentukan
diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum
e. Testicular scan
f. Analisa air kemih
g. Pemeriksaan kimia darah
7. Diagnosis
a. Anamnesis
Sebagian besar pasien dengan orchitis datang dengan keluhan nyeri dan
bengkak pada testis. Keluhan biasanya disertai dengan demam. Keluhan

19

tambahan berupa nyeri dan panas saat berkemih. Kadang disertai


pembesaran getah bening.
b. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi ditemukan tanda-tanda radang pada testis yaitu: testis
berwarna kemerahan, suhu raba terasa hangat, bengkak dan nyeri saat
dipalpasi.
c. Laboratorium
Pada orchitis yang disebebabkan oleh bakteri dan virus terjadi
peningkatan leukosit.
8. Differensial Diagnosis
a. Torsio Testis
Torsio testis adalah terpuntirnya funikulus spermatikus, sehingga
terjadi hambatan aliran darah ke testis, sehingga apabila 5-6 jam (golden
period) tidak mendapatkan terapi akan terjadi atrofi testis. Karena perfusi
oleh vasa spermatika interna menurun. Torsio paling sering terjadi pada
usia pubertas. Torsi dimulai dari kontraksi testis sebelah kiri, dimana
testis kiri berputar berlawanan dari arah jarum jam sehingga terjadi
oedem testis dan funikulus spermatikus akibatnya terjadi iskemia.
Gambaran klinis torsio testis, biasanya pasien mengeluh nyeri
hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembengkakan pada testis. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal.
Pada pemeriksaan fisik tampak testis membengkak, letaknya lebih
tinggi dan lebih horizontal daripada testis kontralateral. Kadang-kadang
pada torsio yang baru aja terjadi. Dapat diraba adanya lilitan atau
penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai
dengan demam. Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya
leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda
inflamasi. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis
sedangkan pada keradangan akut testis lainnya terjadi peningkatan aliran
darah ke testis.
Terapi torsi

testis:

(1)

detorsi

manual,

yaitu

dengan

mengembalikan posisi testis ke asalnya dengan memutar testis kea rah

20

berlawanan dengan arah torsio, dengan local anastesi (lidokain 1%) pada
funikulus spermatikus di annulus 10-20 ccbila gagal dilakukan operasi.
(2) operasi, tujuannya adalah untuk mengembalikan testis kea rah yang
benar. Bila testis viabeldilakukan orkidopeksi pada tunica dartos,
dilanjutkan orkidopeksi sisi kontralateral pada 3 tempat. Bila testis
nekrosisdilakukan orkidektomi disusul orkidopeksi sisi kontralateral.
b. Epididimitis
Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Reaksi inflamasi ini dapat terjadi secara akut atau kronis. Diduga reaksi
inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam buli-buli, prostat
atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididimis. Dapat pula
terjadi refluks urine melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri
secara hematogen atau langsung ke epididimis.

Mikroba penyebab

infeksi pada pria dewasa muda (<35 tahun) yang tersering adalah
chlamidia trachomatis atau neisseria gonorhoika, sedangkan pada anakanak dan orang tua yang tersering adalah E.coli atau ureoplasma
ureolitikum. Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri mendadak
pada daerah skrotum diikuti dengan bengkak pada kauda hingga caput
epididimis. Tidak jarang disertai demam, malese, dan nyeri dirasakan
hingga ke pinggang. Pada pemeriksaan menunjukkan pembengkakan
pada hemiskrotum dan kadang kala pada palpasi sulit memisahkan antara
epididimis dengan testis. Reaksi inflamasi dan pembengkakan dapat
menjalar ke funikulus spermatikus pada daerah inguinal. Gejala klinis
epididimitis akut sulit dibedakan dengan torsio testis. Pada epididimitis
akut jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, nyeri akan berkurang;
hal ini berbeda dengan torsio testis.
c. Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukkan cairan yang berlebihan di antara
lapisan parietalis dan visceralis tunica vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berbeda di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam
21

keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh system limfatik


disekitarnya. Hidrokel bisa disebabkan oleh (1) belum sempurnanya
penutupan processus vaginalis atau (2) belum sempurnanya system
limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Keluhan utama pada hidrokel adanya benjolan yang tidak nyeri. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum
dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan
menunjukkan adanya transiluminasi.
9. Penatalaksanaan
Pengobatan suportif:

Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang

paling penting adalah membedakan orchitis dengan torsio testis karena


gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat yang diindikasikan untuk
pengobatan orchitis karena virus.
Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif
secara seksual, dapat diberikan antibiotik untuk menular seksual (terutama
gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau azitromisin.
Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan
gonorrhea karena sudah resisten.
a. Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas
gram-negatif; efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-positif.
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih
penicillin-binding proteins. Dewasa IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50
mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
b. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan
cara mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri.
Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan

22

gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO


dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari
c. Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh
strain rentan mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi
gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi
klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10
mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
d. Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis
asam dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan
orchitis. Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari,
berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari
e. Ciprofloxacin
Fluorokuinolon

dengan

aktivitas

terhadap

pseudomonas,

streptococci, MRSA, S epidermidis, dan gram negatif sebagian besar


organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob Menghambat
sintesis

DNA

bakteri

dan

akibatnya

pertumbuhan

bakteri

terhambat. Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan


10. Komplikasi
a. Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa
derajat atrofi testis.
b. Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
c. Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
d. Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah
untuk mengurangi tekanan dari tunika.
e. Abscess scrotalis
f. Infark testis
g. Rekurensi
h. Epididymitis kronis

23

i.

Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian


sebenarnya yang didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam
kualitas sperma biasanya hanya sementara.

j. Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum,
yang disebabkan oleh gangguan saluran epididymal yang diamati pada
laki-laki penderita epididymitis yang tidak diobati dan yang diobati tidak
tepat. Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.
11. Prognosis
Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan
dalam 3-10 hari. Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar
kasus orchitis bakteri dapat sembuh tanpa komplikasi.

BAB IV
PEMBAHASAN

24

Sebelum dilakukan terapi, diagnosis pada kasus ini adalah orchitis et


causa mumps (parotitis). Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, dimana
pasien mengeluh nyeri dan bengkak pada buah zakar, pertama pada testis kiri
setelah itu diikuti testis kanan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda
yang mendukung diagnosis yaitu bengkak, hangat dan terdapat nyeri tekan dan
tidak terdapat adanya cairan putih yang keluar dari OUE. Kemungkinan
peradangan pada pasien ini bisa berasal dari virus yang menginfeksi kelenjar
parotis yaitu terdapat bengkak pada leher kiri.
Selain itu, diagnosis orchitis pada pasien ini juga ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan penunjang yaitu tidak adanya peningkatan nilai leukosit pada
pada pemeriksaan darah rutin. Maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis orchitis
pada kasus ini adalah disebabkan oleh infeksi virus mumps (parotitis) yang
menjalar secara descending ke testis.
Penanganan penderita yang sudah didiagnosis sebagai orchitis curiga et
causa mumps (parotitis) adalah penanganan secara konservatif untuk eliminasi
sumber infeksi.

BAB V
KESIMPULAN
25

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang secara


mendadak menjadi hebat dan disertai antara lain adanya panas badan, delirium,
takikardi, dehidrasi berat dan dapat dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan
tindakan pembedahan. Diagnosis krisis tiroid ditegakkan berdasarkan adanya triad
yaitu menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun, hipertermia.
Apabila terdapat triad, maka kita dapat meneruskan dengan menggunakan skor
indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky. Skor menekankan 3 gejala pokok,
yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan saraf.9
Prinsip pengelolaan krisis tiroid yakni mengendalikan tirotoksikosis dan
mengatasi komplikasi yang terjadi. Untuk demam dapat diberikan asetaminofen,
untuk tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi dengan dosis tinggi
misalnya propanolol 2-4mg/4jam secara IV atau 60-80mg/4jam secara oral/NGT,
diteruskan dengan pemberian PTU atau methimazole secara IV atau rectal,
pemberian laruton loguls 10 tetes/8jam secara langsung IV, oral atau rectal,
pemberian

glucocorticoid

100mg/8jam.

Sedangkan

untuk

mengatasi

komplikasinya tergantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan harus
secepatnya karena angka kematian pada penderita ini cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA

26

1. Margaret G, Rosman NP, Hadddow JE. Thyroid strom in an 11-years-old boy


managed by propanolol. Pediatrics. 1874.
2. Roizen M, Becker CE. Thyroid strom. The Western Journal of Medicine.
1971.
3. Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat. 2007.
4. Chew SC, Leslie D. Clinical endocrinology and diabetes. Churchill
Livingstone Elseiver. 2006.
5. Zainurrashid Z, Abd Al Rahman HS. Hyperthyroidism in pregnancy. The
family physician. 2005.
6. Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta : EGC. 2005.
7. Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan
penatalaksanaannya. Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002.
8. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta : EGC. 2000.
9. Djokomoeljanto. R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2006.
10. Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/324556-print.
11. Ferry. R. Thyroid Storm. Available at:
http://www.emedicinehealth.com/thyroid_storm/article_em.htm.
12. Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.
13. Subekti I, Suyono S. Krisis Tiroid. Panduan Tata Laksana Kegawatdaruratan
Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo bekerjasama dengan PAPDI.
Jakarta. 2009.

27

Anda mungkin juga menyukai