Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, ruptor tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat
mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.1,2
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya
fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan kesimbangan,
masalah gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi (tukang besi, supir, pembalap
mobil, orang dengan penyakit degeneratif atau neoplasma).2
Jenis Fraktur3
Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal).
Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian garis tengah tulang.
Fraktur tertutup (fraktur simpel) adalah patah yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) adalah fraktur dengan luka pada kulit
atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi 3
yaitu :
Grade II dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif, dan merupakan yang paling berat.
Selain itu, fraktur juga digolongkan menjadi 11 macam sesuai dengan pergeseran
anatomis fragmen tulang (fraktur bergeser/tidak bergeser):1-3
Greenstick: fraktur di mana salah satu sisi tulang padah sedangkan sisi lainnya
membengkok.
Oblik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding
transversal).
Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
Kompresi: fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metastasis tulang, tumor).
Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
Epidemiologi
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Orang
Fraktur lebih sering terjadi pada lakilaki daripada perempuan dengan umur dibawah
45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh lakilaki menjadi
penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada perempuan yang berhubungan dengan meningkatnya insidens
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause.1,3
Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang
disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak 39% yang
sebagian besar penderitanya lakilaki dengan umur di bawah 15 tahun.3
Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali
lebih banyak terjadi pada lakilaki daripada perempuan.1
Berdasarkan Tempat dan Waktu
Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena dampak yang
ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam beraktivitas. Menurut
penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di Australia setiap tahun diperkirakan
20.000 wanita mengalami keretakan tulang panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan
meninggal karena komplikasi.1
Di negara-negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena
peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis. Di Kamerun pada tahun 2003,
perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 5064 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000
3
penduduk, wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko pada tahun
2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan wanita 5,2 per 100.000
penduduk.1
Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring
pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan penelitian
dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.3
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari dua yang bisa dilakukan secara auto anamnesia dan allo
anamnesia untuk mendapatkan data tentang pasien. 2
Auto Anamnesia
Dicatat pengambilan anamnesis tanggal dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan
seperti mengapa datang, untuk apa, dan kapan dikeluhkan, biarkan penderita bercerita tentang
keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan, bagian apa dari
anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda . sakit di kaki
., yang dimaksud kaki oleh orang awam adalah anggota gerak bawah dan karenanya
tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lututnya atau bagian yang lainnya.2
Kemudian tanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit yang serupa sebagai
pembanding. Untuk mendapatkan anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan seperti:
sakit/nyeri, kekakuan/kelemahan, kelainan bentuk/pembengkokan.2
Sakit/Nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:2
Lokasi setempat/meluas/menjalar.
Bagaimana sifatnya, misalnya pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terusmenerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan sebagainya.
Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul.
Kekakuan
4
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kkau, atau disertai nyeri, sehingga
pergerakan terganggu.2
Kelemahan
Kelainan Bentuk
pemeriksa yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan
kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis dapat
dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.2
Allo Anamnesia
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesia, bedanya yang menceritakan adalah
orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi atau orang tua yang
sudah mulai pikun atau penderita yang tidak sadar/sakit jiwa, oleh karena itu perlu dicatat
siapa yang memberikan allo anamnesia misalnya: allo anamesis mengenai bayi tentunya dari
ibu lebih cocok dari pada ayah, atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orang tua maka
pembantu rumah tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik, dan juga pada
kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan keterangan yang lebih baik
terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.2
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, satu pemeriksaan umum untuk mendapatkan gambaran umum
dan dua pemeriksaan setempat (status lokasi). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan Total
Care kare ada kecenderungan di mana spesialisasi hanya memperhatikan daerah yang lebih
sempit tetapi lebih mendalam.2
Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:2
Keadaan umum (KU): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital, dan kesadaran.
Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada, perut, kelenjar getah
bening, serta kelamin.
5
Keadaan Lokal
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama
mengenai status neurovascular. Pada pemeriksaan ini yang terpenting adalah seperti inspeksi
(look), palpasi (feel), dan pergerakan terutama mengenai lingkup gerak (move).2
Palpasi
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:2
Cicatrix (jaringan parut baik yang alamiah maupun yang buatan (bekas pembedahan).
Fistula.
Palpasi
Pada waktu mau meraba terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari
posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
infoemasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si sakit, karena itu perlu selalu diperhatikan
wajah si sakit atau menanyakan perasaan si sakit. Yang dicatat adalah:2
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedema, terutama
daerah persendian.
Pergerakan
Setelah pemeriksaan palpasi diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selain untuk mendapatkan koperasi
anak pada waktu pemeriksaan juga untuk mengetahui gerakan normal si penderita.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan
evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
6
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal di daerah
fraktur (kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan mulai
dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Kekakuan sendi
disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra articuler atau extra articuler.
Intra artikuler: kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan tulang
subchondral juga didapat oleh karena kelainan ligament, kapsul (simpai) sendi.
pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat
kemajuan/kemunduran pengobatan. Dalam hal ini terdapat dua istilah yaitu contraction
(apabila perubahan fisiologis), contracture (apabila sudah ada perubahan anatomis).
Selain diperiksan pada duduk, berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan.
Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena: insability, nyeri,
discrepancy, fixed deformity.2
Etiologi
Trauma Langsung Atau Tidak Langsung3,4
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu.
Trauma tidak langsung bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
Misalnya seorang anak yang jatuh dan berusaha menahan dengan telapak tangan
membentur lantai. Gaya benturan akan diteruskan ke proksimal dan dapat
mengakibatkan: fraktur distal radius, fraktur antebrachii, fraktur caput radius, fraktur
condylus lateralis, fraktur supracondylair humerus, fraktur clavicula.
Trauma rotasi pada kaki dapat mengakibatkan fraktur spiral pada tibia. Seseorang
yang melompat dari ketinggian dan mendarat pada kakinya dapat menderita fraktur
kompressi tulang belakang yang jaraknya amat berjauhan.
Fraktur yang diakibatkan trauma yang minimal atau tanpa trauma adalah fraktur
patologis yaitu fraktur dari tulang yang patologis akibat suatu proses misalnya pada
osteogenesis imperfect, osteoporosis, penyakit metabolik atau penyakit-penyakit lain
seperti lain seperti infeksi tulang dan tumor tulang.
7
Patogenesis1
Ketika terjadi trauma pada tulang dapat mengakibatkan patah tulang, di mana patah
tulang dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu patah tulang terbuka dan patah tulang
tertutup. Pada patah tulang terbuka dapat mengakibatkan kerusakan arteri, infeksi,
pendarahan (syok) dan nekrosis avaskuler. Sedangkan pada patah tulang tertutup dapat
mengakibatkan risiko infeksi, adanya emboli lemak dari fraktur tulang panjang dan sindrom
kompartemen sehingga terjadi penetrasi yang dapat menyebabkan cidera vaskuler yang
menimbulkan pendarahan dan trombosis lemak.
Menifestasi klinis fraktur adalah nyeri gerak dan nyeri tekan pada lokasi yang patah,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekkan tulang, krepitasi, pembengkakan lokal,
perubahan warna pada kulit disekitar daerah fraktur, spasme otot, kurangnya sensasi dan
ekimosis.
Komplikasi fraktur adalah syok hipovolemik, akibat perdarahan dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan
vertebra. Selain syok bisa juga terjadi emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak
dapat masuk ke dalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stress klien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah
yang akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil yang masuk ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
Sindrom kompartemen, merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dari
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini disebabkan karena penurunan
ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau balutan yang
terlalu ketat dan penigkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan.
Trombo emboli dapat terjadi akibat posisi tubuh yang horisontal dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan peningkatan proses pembekuan darah sehingga terbentuk trombus.
Kerusakan saraf dapat terjadi karena cedera saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan
oleh gips atau balutan.
Manifestasi Klinis5
Manifestasi klinis adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan locak, dan perubahan warna.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot ysng menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas
normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan baah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai2 inci).
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, terba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (uji krepitus dapat
mengakibatnya kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam
atau haris setelah cidera.
Diagnosis2
Harus disebut jenis tulang atau bagian tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri atau
kanan, bagian mana dari tulang 1/3 proksimal, tengah atau distal, komplit atau tidak, bentuk
garis patah, jumlah garis patah, bergeser tidak bergeser, terbuka atau tertutup, dan komplikasi
bila ada. Misalnya: fraktur femoris dextra 1/3 proksimal garis patah oblique dislocation ad
latus terbuka derajat satu neurovaskuler distal baik.
Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan: (1) anamnesis, (2) pemeriksaan umum, (3)
pemeriksaan status lokal, (4) pemeriksaan radiologis.
Working Diagnose (WD)
Fraktur tertutup femur dextra.
Diffrential Diagnose (DD)
Fraktur intertrochanter.
9
Komplikasi2,5
Komplikasi dini
Lokal
Komplikasi lanjut
Lokal:
kekakuan
sendi/kontraktur,
disuse
atrofi
otot-otot,
malunion,
Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel atau
cidera hati.
Penatalaksanaan1,2,3,5
Terapi Farmakologis
10
Terapi perlu diberikan apabila nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pasien
dapat diberikan parasetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg per hari. Bila respons
tidak adekuat dapat ditambahkan dengan kodein 10 mg. Langkah selanjutnya adalah dengan
menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen 400 mg 3 kali sehari. Pada
keadaan sangat nyeri (terutama bila terdapat osteoporosis), kalsitonin 50-10 IU dapat
diberikan subkutan malam hari. Golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat
menyebabkan delirium.
Risiko infeksi dapat diturunkan dengan pemberian antibiotik perioperatif. Untuk
mencegah tromboemboli, baik trombosis vena dalam maupun emboli paru, klien perlu
mendapatkan antikoagulan selama masa perioperatif. Warfarin diberikan dengan target
International Normalized Ratio (INR) 2-3. Heparin diberikan dengan target partial
thromboplastin time (aPTT) 1,5-2,5 kontrol. Low Molecular Weight Heparin (LMWH) dapat
diberikan tanpa pengontrolan APTT. Sebelum operasi antikoagulan perlu dihentikan dahulu
agar perdarahan luka operasi terkendali. Setelah operasi antikoagulan dapat diberikan 2-4
minggu atau bila klien sudah dapat mobilisasi.
Terapi Konservatif
Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips
setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi
Bryant).
Terapi Operatif
11
Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna. Misalnya reposisi
tertutup fraktur supra condylair humerus pada anak diikuti dengan pemasangan parallel
pins. Reposisi tertutup fraktur collum pada anak diikuti pinning dan immobilasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi close nailing pada fraktur femur dan tibia,
yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.
12
terpengaruh oleh fraktur. Sasaran secara fungsional menormalkan gaya berjalan pasien.
Mencapai fleksi panggul 90 derajat untuk posisi duduk yang baik.
Metode penanganan bisa dengan cara reduksi tertutup atau tebuka dan fiksasi
interna, dan penggantian dengan prosthesis capot femoris. Penanganan secara reduksi
tertutup diindikasikan pada fraktur impaksi, nondislokasi, atau fraktur yang tereduksi
adekuat pada pasien yang lebih muda dari 65 tahun, harus difiksasi interna (in situ)
dengan sekrup kanulasi sejajar multiple atau pin. Sekrup kompresi dan pelat samping,
serta tambahan sekrup antirotasi dapat digunakan untuk fraktur basis collum yang korteks
lateralnya komunitif atau osteoporosis berat. Dan penggantian dengan endoprotesis
unipolar (tipe Austin-Moore atau Thompson) atau bipolar yang diindikasikan pada fraktur
yang tidak stabil dengan dislokasi jika reduksi yang memuaskan tidak tercapai dan pasien
berusia lebih tua dari 65 tahun. Indikasi lain meliputi kasus reumathoid, degeneratif atau
keganasan yang menyebabkan kerusakan sendi sebelumnya.
Fraktur intertrochanter
Fraktur intertrochanter adalah fraktur yang terjadi di antara trochanter mayor dan
minor sepanjang linea intertrochanterica, di luar kapsul sendi.
Biasanya terjadi pada seorang pasien osteoporosis senilis atau pascamenopause
merupakan kejadian yang terbanyak pada fraktur ini. Trauma berenergi tinggi dapat
menyebabkan fraktur tipe ini pada pasien muda, pada keadaan ini fraktur intertrochanter
biasanya menyertai fraktur corpus (shaft) femoris. Perkiraan waktu penyembuhan tulang
pada fraktur ini 12-15 minggu, sedangkan perkiraan durasi rehabilitasi 15-20 minggu.
Tujuan dari orthopaedi adalah mengembalikan sudut corpus-collum (normal 127
derajat), dan memperbaiki dinding penopang medial, yang juga dikenal sebagai calcar
femoralis.
Tujuan rehabilitasi adalah mengembalikan dan memperbaiki kisaran gerak
panggul supaya pasien dapat duduk dengan baik (90 derajat fleksi) dan menaiki tangga.
Ekstensi penuh pada panggul diperlukan untuk menghindari deviasi gaya berjalan,
lordosis lumbal yang berlebihan, dan nyeri punggung saat berdiri. Mempertahankan
kisarah gerak penuh pada lutut dan pergelangan kaki. Mengembalikan dan
mempertahankan kekuatan otot yang menyilang sendi dan memengaruhi fungsi sendi
panggul.
Metode penanganan bisa dengan paku dan pelat (sliding hip screw) dan traksi
skeletal.
Penanganan
dengan
sliding
hip
screw
diindikasikan
fiksasi
fraktur
13
fraktur ini dengan penguncian. Alat ini harus selalu dikunci pada bagian proksimal untuk
mengontrol rotasi, angulasi, dan mempertahankan panjang. Alat ini memungkinkan
mobilisasi awal pada pasien dan meminimalkan komplikasi yang diakibatkan tirah baring
lama. Paku intramedular standar, hanya dapat digunakan bila trochanter minor tidak
terlibat dalam pola fraktur, karena sekup pengunci proksimal akan di pasang di daerah ini.
Fraktur yang melibatkan trochanter minor harus ditangani dengan paku tipe rekonstruksi.
Alat ini memiliki sekrup pengunci proksimal yang melintang kolum femur dan dipasang
pada kaput femur. Sedangkan penanganan sekrup kompresi dan pelat samping
diindikasikan dengan pelat kondiler dinamik 95 derajat dapat mempertahankan panjang
fraktur dengan fiksasi di atas dan di bawahnya. Alat ini mencegah kolaps interfragmental
dan sangat berguna untuk memepertahankan panjang tungkai pada pasien muda yang
mengalami fraktur komunitif. Juga berguna pada fraktur yang meluas hingga fossa
piriformis. Bila fraktur komunitif cukup berat sehingga memerlukan pemasangan alat ini,
makan perlu dipertimbangkan kondilar dinamis tidak umum digunakan.
tingginya risiko malunion termasuk deformitas varus, valgus dan rotasional. Selain itu,
penanganan dengan traksi memerlukan periode tirah baring yang berkepanjangan
sehingga meningkatkan risiko terjadinya thrombosis vena dalam, ulkus akibat tekananm
infeksi saluran kemih dan gangguan fungsi paru. Penanganan ini diindikasikan pada
fraktur yang sangat komunitif atau pasien yang berisiko tinggi ditangani dengan
pembedahan.
Kesimpulan
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya
fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan keseimbangan,
masalah gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi (tukang besi, supir, pembalap
mobil, orang dengan penyakit degeneratif atau neoplasma).
Daftar Pustaka
1. Staf pengajar bagian bedah FKUI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: FKUI; 1995.
hal. 502-537.
2. Setiati S & Laksmi PW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Gangguan Keseimbangan,
Jatuh, dan Fraktur. Jilid 1 Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal.275-286.
17
3. Sjamsuhidayat R & Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005.
hal.88-103.
4. Palmer PES, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E. Petunjuk membaca foto untuk dokter
umum. Hartono L, penerjemah. Jakarta: EGC; 1995. hal.85-119.
5. Pankovich AM & Elstrom JA. Handbook of Fractures. 3 rded. New York: McGraw-Hill;
2006. p.184-202.
6. Hoppenfeld S & Murthy VL. Terapi & rehabilitasi fraktur. Kuncara HY, penerjemah.
Jakarta: EGC; 2011. hal.244-308.
18