Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK LANJUT

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL PADA DAUN RANDU DAN RUMPUT LAUT


DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)

OLEH :
LIA LINDAWATI
NIM : 0402515017

PPS IPA KONSENTRASI KIMIA KELAS KHUSUS


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

I. Judul Percobaan :
ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL PADA DAUN RANDU DAN RUMPUT LAUT
DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)
II.

III.

TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan kadar timbale pada daun randu dan rumput laut.
2. Mengetahui cara kerja dari analisis logam menggunakan AAS (atomic absorption
Spectrometri.
DASAR TEORI
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang
sangat erat hubungannya dengan penggunaan logam atau persenyawaan logam tersebut
oleh manusia. Pencemaran ini disebabkan oleh gas buangan sisa pembakaran bahan
bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor (bensin) mengandung zat
aditif berupa tetraetil

timbal

dan

tetrametil timbal atau campuran keduanya. Zat

aditif tersebut adalah sebagai bahan anti ketuk pada mesin kendaraan bermotor. Selain
itu, ke dalam bensin biasanya juga ditambahkan senyawa etilen klorida dan etilen
dibromida. Zat aditif ini, selama proses pembakaran terjadi di dalam mesin, akan
mengeluarkan hasil sampingan berupa timbal diklorida dan timbal dibromida yang
akan dikeluarkan bersama dengan asap kendaraan bermotor. Senyawa lain yang
dihasilkan selama proses pembakaran di dalam mesin dan terbawa asap kendaraan
bermotor berupa senyawa hidrokarbon, karbon monoksida, timbal (Pb) dan lain-lain
(Palar, 1994).
Senyawa timbal sisa pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor ini sebagian
akan membentuk partikulat dan diserap oleh tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pinggir
jalan. Secara alamiah, tanaman tidak mengabsorbsi atau mengakumulasi timbal. Pada
tanah yang kadar timbalnya besar, timbal tersebut sangat memungkinkan terserap oleh
tanaman. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa timbal tidak diserap secara
cepat pada bagian buah dari tanaman. Konsentrasi timbal tertinggi ditemukan berada
pada bagian daun dan akar yang diserap melalui tanah, kemudian disebarkan ke bagian
lain dari tanaman (Darmono, 1995).
Timbal (Pb)
Studi toksisitas timbal menunjukkan bahwa kandungan timbal dalam darah g/dl
(1/10 bagian dari 1 liter darah) dianggap sebagai tingkat sebanyak 10 aktif (level
action. Timbal di udara
bertimbal

terutama

berasal

dari

penggunaan

bahan

bakar

yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk

debu/partikulat yang

dapat

terhirup oleh manusia. Debu timbal juga dapat

mengkontaminasi tanah pertanian. Mobil berbahan bakar mengandung

timbal

melepaskan 95% timbal yang mencemari udara di negara berkembang.


Timbal adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi
dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami. Timbal yang ada di
lingkungan juga berasal dari kegiatan manusia yang menghasilkan timbale 300 kali
lebih banyak dibandingkan timbal yang berasal dari proses alami.
Timbal terakumulasi di lingkungan, tidak dapat terurai secara biologis dan
toksisitasnya tidak berubah sepanjang waktu. Timbal bersifat toksik jika terhidup atau
tertelan oleh manusia dan di dalam tubuh akan beredar mengikuti aliran darah,
diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi.
Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan. Jutaan anak
dan orang dewasa terpapar timbal dalam jumlah besar di lingkungan, rumah, sekolah
dan tempat kerja. Penduduk kota mempunyai kandungan timbal dalam darah yang
lebih tinggi

dibandingkan penduduk desa. Penduduk di negara berkembang,

terutama anak-anak, terancam paparan timbal yang sangat besar disebabkan oleh:
1) Belum ada peraturan tentang emisi industri dan penggunaan bahan bakar yang
mengandung timbal.
2) Lemahnya pelaksanaan peraturan lingkungan dan keselamatan kerja.
3) Banyaknya industri rumah tangga pelapisan dan pengolahan logam.
4) Penerapan budaya tertentu seperti penggunaan alat masak dari keramik mengandung
timbal dan penggunaan timbal untuk bahan kosmetik.
Timbal adalah racun bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat global.
Penyebab terjadinya keracunan timbal bersifat lokal, bervariasi dalam komunitas dan
negara yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa timbal yang terserap oleh anak,
walaupun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan gangguan pada fase awal
pertumbuhan fisik dan mental yang kemudian berakibat pada fungsi kecerdasan
dan kemampuan akademik.
Anak perkotaan di negara berkembang memiliki risiko yang tinggi dalam
keracunan timbal. Diperkirakan pada tahun 1994 sebanyak 100% darah dari anak
berumur di bawah 2 g/dl

menurut US Centre tahun mengandung timbal yang

melampaui ambang batas 10 for Disease Control and Prevention dan 80% darah dari
anak 3-5 tahun melebihi ambang batas tersebut. Anak yang tinggal atau bermain di
jalan raya sering menghirup timbal dari asap kendaraan yang menggunakan bahan
bakar bertimbal.

Di negara yang maju sekalipun diperkirakan masih banyak anak yang darahnya
mengandung timbal melebihi ambang batas. Diperkirakan 78% anak berumur di
bawah 2 tahun dan 28% anak berumur 3-5 tahun memiliki kandungan timbal dalam
darah yang melebihi ambang batas. Timbal yang terserap oleh ibu hamil akan
berakibat pada kematian janin dan kelahiran prematur, berat lahir rendah bahkan
keguguran.
Sistem syaraf dan pencernaan anak masih dalam tahap perkembangan,
sehingga lebih rentan terhadap timbal yang terserap. Anak dapat menyerap hingga
50% timbal yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan dewasa hanya menyerap 10-15%.
Anak dapat menyerap 3 kali dosis lebih besar dibandingkan orang dewasa karena
memiliki perbandingan permukaan penyerapan dan volume yang lebih besar. Anak
senang memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya.
Anak yang bermain dan menjelajah lingkungan dapat menelan timbal pada
debu yang menempel di tangan, mainan atau benda lain di sekitarnya. Anak dapat
menelan 200 mg timbal perhari terutama yang tinggal di kota dan dekat jalan raya
yang padat. Janin dapat menyerap timbal yang terkandung dan terakumulasi di
dalam darah ibunya karena timbal dapat masuk ke dalam plasenta dengan mudah.
Studi toksisitas timbal g/dl (1/10 bagian menunjukkan bahwa kandungan
timbal dalam darah sebanyak 10 dari 1 liter darah) dianggap sebagai tingkat aktif
(level action).

Pada

g/dl,

gangguan

perkembangan dan penyimpangan

kandungan timbal sebesar 10 perilaku pada anak dapat teramati g/dl membutuhkan
. Kandungan timbal 45 perawatan segera dalam waktu 48 jam g/dl. Kandungan
timbal lebih dari 70 menyebabkan kondisi gawat secara medis (medical emergency).
Kandungan timbal g/dl bersifat sangat toksik dan dapat menimbulkan kematian pada
di atas 120 anak.
Timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar bertimbal yang
dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk debu/partikulat yang dapat
terhirup oleh manusia. Debu timbal juga dapat mengkontaminasi tanah pertanian.
Mobil berbahan bakar bertimbal melepaskan 95% timbal yang mencemari udara
di negara berkembang. Debu timbal menempel di pintu atau jendela yang dapat
terhirup ke dalam saluran pernafasan dan masuk ke dalam mulut.
Pada kadar rendah, keracunan timbal pada anak dapat

menyebabkan,

penurunan IQ dan pemusatan perhatian, kesulitan membaca dan menulis,


hiperaktif dan gangguan perilaku, gangguan pertumbuhan dan fungsi penglihatan dan

pergerakan, serta gangguan pendengaran. Pada kadar tinggi, keracunan timbal pada
anak dapat menyebabkan, anemia, kerusakan otak, liver, ginjal, syaraf dan pencernaan,
koma, kejang-kejang atau pilepsi bahkan kematian. Dampak keracunan yang
terjadi pada anak bersifat, jangka panjang dan tidak dapat pulih, diperparah oleh
paparan timbal berulang-ulang dan akumulasi di dalam tubuh.
Spektrofotometri Serapan Atom
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah
garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan, yang memanfaatkan prinsip serapan
atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955.
Sebelumnya banyak ahli tergantung pada cara-cara spektrofotometri atau metode
analisis spektrografi. Cara ini sulit dan memakan waktu, kemudian segera digantikan
dengan spektroskopi serapan atom (SSA) atau atomic absorption spectroscopy (AAS).
Dan metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode spektroskopi emisi konvensional.
Metode serapan sangatlah spesifik. Logam-logam yang membentuk campuran kompleks
dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar
(Khopkar, 2007).
Hukum Dasar SSA Teknik analisis SSA berdasarkan pada penguraian molekul
menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus listrik. Atom-atom mengalami
transisi bila menyerap energi. Sebagian besar atom akan berada pada ground state, dan
sebagian kecil (tergantung suhu) yang tereksitasi akan memancarkan cahaya dengan
panjang gelombang yang khas untuk atom tersebut ketika kembali ke ground state.
Detektor akan mendeteksi energi terpancar tersebut. (Harmita, 2006). Suhu yang dicapai
dengan api tergantung dari campuran gas yang dipakai, 2450 0 K jika menggunakan
campuran udara-asetilen (C2H2) dan 32000 K jika digunakan campuran N2O-C2H2.
Bahan yang dibakar dimasukkan ke dalam api dalam bentuk tetesan-tetesan kecil yang
uniform dengan suatu nebulizer. Cara ini kurang efisien sebab banyak bahan yang tidak
teratomisasi, tidak mencapai api karena tetesannya terlalu besar atau hanya sebentar di
jalan cahaya. Pembakaran dengan listrik (graphite furnace) menghasilkan suhu yang
lebih tinggi, hingga 60000 K dan lebih efisien dalam pemakaian bahan.
A. Instrumentasi
Terdiri dari :
Spektrofotometer Alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) atau Atomic

Absorption Spectrophotometry (AAS) dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

Keterangan:
1) Monokromator
Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang
digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat
suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang
disebut chopper.
2) Detector
Suatu alat yang mengubah energi radiasi menjadi isyarat listrik yang cocok untuk diamati
serta digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman.
Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiple tube). Ada dua cara yang
digunakan dalam system deteksi, yaitu cara yang memberikan respon terhadp radiasi
resonansi dan radiasi kontnue, serta cara yang hanya memberikan respon terhadap radiasi
resonansi.
3). Recorder
Sistem yang dapat menunjukkan besarnya syarat aliran listrik.

Pencatatan hasil

dilakukan dengan suatu alat yang telah dikalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau
absorbs. Hasil pembacaan dapat berupa angka atu berupa kurva dari suatu rekorder yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emis (Jeffrey, Basset, Mendham, Denney,
1989; BSN; 2009)
B. Sumber cahaya
Sumber cahaya yang paling populer adalah hollow cathode lamp (HC Lamp). HCL
ini terbuat dari kaca yang berbentuk silinder. Anoda terbuat dari tungsten. Bagian lampu
mengandung gas inert, argon atau neon dibawah kondisi vakum (100-200 Pa). Voltase
yang biasa diterapkan diantara elektrode berkisar 300 V, dengan 1-50mA. Inert gas akan
terionisasi dan aliran ion positif dari gas akan dipercepat menuju katoda. Energi-energi
yang berbenturan cukup untuk menyebabkan beberapa atom dalam katoda berubah

menjadi atom-atom gas yang dihasilkan oleh suatu proses yang disebut sputtering. Atom
ini selanjutnya akan tereksitasi karena adanya tabrakan dengan elektron dan ion yang
kemudian akan memancarkan panjang gelombang spesifiknya. Beberapa HC Lamp
terdiri dari multi elemen, katodenya mengandung beberapa logam.

Gambar Hollow Chatode lamp (HC-lamp)


C. Alat atomisasi (atomizer unit)
Atomizer adalah tempat dimana sampel teratomisasi, berupa nyala, tabung
graphite, atau tabung quartz. Unit atomizer sebagai tambahan atomizer, semua
pemasangan diperlukan untuk operasi, sebagai contoh pembakar dengan nebulizer dan
gas pensupplai, atau graphite furnace dengan power supply. Bagian atomizer yang
melewati pengukur sinar radiasi dihubungkan dengan volume absorpsi dan volume
observasi.
Fungsi atomizer unit adalah menghasilkan sebanyak mungkin atom bebas pada
ground state dan mempertahankan volume absorpsi selama mungkin. Distribusi atom
harus sebisa mungkin homogen dalam volume absorpsi agar sesuai dengan kebutuhan
hukum Lambert-Beer. Jalannya atomisasi, seperti transfer sampel, khususnya analit,
ke dalam bentuk atom bebas pada fase gas, adalah proses yang penting dalam analisis
dengan spektrofotometer serapan atom.

Keberhasilan atau kegagalan pemisahan

tergantung pada cara atomisasi. Sensitivitas pemisahan berkaitan langsung dengan


derajat atomisasi dan waktu tinggal analit atom pada volume absorpsi. Akhirnya,
gangguan yang tidak dikenal pada spektrofotometer serapan atom tidak hanya
mempengaruhi jumlah analit atom yang dihasilkan, juga secara absolut persatuan
waktu, atau disribusi ruangnya dalam atomizer.
Kriteria yang paling penting dalam pemilihan atomizer yang sesuai untuk
analisis ditentukan dengan konsentrasi analit dalam sampel analisis, jumlah analit
yang ada, dan bentuk sampel (padat, larutan). Teknik furnace memperlihatkan

sensitivitas yang lebih baik dari nyala. Kriteria penting lainnya adalah sifat analit itu
sendiri, pertimbangan atomizer bermacam-macam pada kesesuaiannya untuk
mengatomisasi analit secara individual sebagai hasil temperatur dan reaksi kimia pada
berbagai

tipe

atomizer

(Khopkar,

2007;

Harmita,

Jeffrey,Basset,Mendham,Denney, 1989).
IV.

ALAT DAN BAHAN


Alat :
Labu seukuran 10 ml 2 buah
Beker glass 50 ml 2 buah
Heater stirrer 1 buah
Filler 1 buah
Pipet volum 10 ml 1 buah
AAS
Bahan :
Kertas saring 2 buah
HNO3 pekat 6 ml
Daun randu dan rumput laut @ 0.1 gram atau 0.01 ml
Aqua demineralisasi (aqua demin)

V.

PROSEDUR KERJA
Daun (potong kecil-kecil)
(daun randu dan rumput laut)
ditimbang
1.1 sampel
daun randu & rumput laut
taruh dalam beker glass 50 ml

Tambahkan 3 ml HNO3 pekat


dalam lemari asam

2006;

panaskan dalam heater di lemari asam


Amati perubahan warna dari coklat tua
ke coklat muda atau bening
hentikan kemudian saring
Filtrat berwarna coklat muda sampai bening
encerkan sampai 10 ml dalam labu seukuran

Analisis dengan
AAS / SAA

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Berdasarkan percobaan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1 Hasil Percobaan Penentuan Kadar Pb pada Sampel


no
1

Langkah kerja (gambar)

Keterangan
Rangkaian alat AAS

Pemotongan daunrandu kecil-kecil dan daun


hasil pemotongan dituang ke dalam beker
glass

Sampel rumput laut hasil pemotongan kecilkecil siap untuk di destruksi

Penambahan asam kuat HNO3 untuk proses


destruksi basah

Sampel daun yang sudah didestruksi terjadi


perubahan warna dari coklat tua ke coklat
muda kekuningan.

Setelah ditaruh dalam

penangas selama 1 jam kemudian didiamkan


6

pada suhu ruang.


Penyaringan sampel hasil destruksi

Sampel siap uji filtrat hasil penyaringan.


Filtrat diencerkan sampai 10 mL

Pengukuran larutan standar Pb 5, 10, 15, 20,


dan 25 mg/L

Pengukuran larutan sampel daun randu dan


rumput laut

10

Data hasil pengukuran yang tersimpan


dalam file

11

Hollow Chatode Lamp atom timbal (Pb)

B. Pembahasan
B.1. Preparasi Sampel

Sampel daun randu dan rumput laut dicuci dengan air suling, kemudian
ditiriskan, untuk selanjutnya dipotong kecil - kecil sehingga didapatkan sampel
berupa daun randu dan rumput laut dalam bentuk potongan-potongan kecil untuk
diproses lebih lanjut.

Pemotongan daun bertujuan untuk mendapatkan luas

permukaan sentuh yang lebih besar sehingga bidang sentuh sampel dengan pelarut
akan lebih banyak, hal ini akan memperbanyak ekstrak daun randu dan rumput laut
yang diperoleh. Sesuai dengan teori dalam laju reaksi yang dikemukakan pada buku
Purba, M (1998) bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh luas permukaan zat, pada zat
dengan bentuk permukaan butiran akan lebih cepat reaksinya daripada zat dalam
bentuk bongkahan.
B.2. Destruksi Sampel
Pada percobaan kali ini menggunakan teknik destruksi basah pada sampel
daun randu dan rumput laut. Destruksi basah dilakukan dengan menambahkan larutan
asam pekat pada sampel. Larutan asam yang biasa digunakan adalah asam nitrat
pekat, asam sulfat pekat, dan asam perklorat pekat. Larutan asam dapat digunakan
secara tunggal maupun campuran larutan asam (Raimon, 1993). Larutan asam nitrat
pekat merupakan asam yang paling efektif dan paling sering digunakan dalam
destruksi basah karena dapat memecah sampel menjadi senyawa yang mudah terurai
dan larutan asam nitat pekat sukar menguap. Asam nitrat digunakan sebagai oksidan
primer untuk proses dekomposisi bahan organic dan dapat digunakan dengan berbagai
teknik pemanasan, seperti dengan menggunakan penangas listrik. Asam sulfat dan
asam perklorat merupakan asam asam lain yang digunakan untuk destruksi,
biasanya digunakan bersama dengan asam nitrat untuk menyempurnakan proses
destruksi yang telah terjadi oleh asam perklorat, lalu dipanaskan pada suhu 200 0C
3000C (Christian, 1994).
Sampel yang sudah dipanaskan selama satu jam atau sampai terjadi perubahan
warna larutan sampel semula berwarna coklat berubah menjadi coklat muda atau
kuning bening.perubahan warna ini menandakan destruksi telah berhasil. Sampel
diambil dari penangas kemudian didiamkan di suhu ruang sampai dingin. Setelah
dingin sapel di saring dengan menggunakan kertas saring whatman no 41 penyaringan
bertujuan untuk memisahkan filtrat dan residunya.

Filtrat berupa zat cair yang

mengandung logam berat sedangkan residu berupa sisa potongan daun dan pengotor
yang tidak mengandung logam berat. Filtrat yang sudah disaring diencerkan dengan
aqua deminiralisasi sampai volume 10 ml. pemakaian aqua demineralisasi bertujuan

untuk menghilangkan kontaminasi logam pada filtrat yang akan kita ukur kadar
cemaran logamnya. Setelah diperoleh 10 ml sampel maka sampel telah siap diukur
kadar logamnya dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom.
B.3. Larutan Standar
Larutan standar yang dipakai pada pengukuran cemaran logam pada daun
randu dan rumput laut adalah larutan yang telah dibakukan oleh laboran pada
laboratorium analitik.

Larutan standar yang dopakai pada percobaan ini adalah

larutan garam Pb dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm.
B.4. Pembuatan Kurva Kalibarasi
Pembuatan kurva kalibrasi diawali dengan pembuatan larutan standar timbal,
tembaga, dan kadmium. Untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan, dilakukan
pengenceran dari larutan standar masing-masing logam dengan teliti dan hati-hati
untuk menghindari kesalahan dalam pengenceran. Data serapan yang didapat untuk
masing-masing logam kemudian diplot ke dalam sebuah kurva kalibrasi. Persamaan
garis linier yang diperoleh untuk standar timbal adalah y = 0.00505x + 0.944791
dengan koefisien korelasi (r) adalah 0,978067. Data ini diperoleh dari pengukuran
larutan standar.
Kurva kalibrasi dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kelinieran antara
konsentrasi analit dengan serapan yang dihasilkan. Linearitas merupakan kemampuan
suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional
dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode
merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon
(y) dan konsentrasi (x) dengan persamaan y = a + bx. Hubungan linier yang ideal
dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau r = -1 bergantung pada arah garis. Sedangkan
nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan (Harmita,
2006). Rentang konsentrasi larutan standar yang dipakai dalam pembuatan kurva
kalibrasi sehingga konsentrasi timbal dan logam dalam sampel dapat terukur pada
rentang konsentrasi larutan standar yang dibuat.
B.5. Spektrofotometri Serapan Atom (SAA) atau Atomic Absorbtion Spectrometri (AAS).
Sampel yang sudah siap kemudian di analisis kadar logamnya dengan
menggunakan AAS/SAA. Analisis ini menggunakan prinsip dari penguraian molekul
menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus listrik. Atom-atom
mengalami transisi bila menyerap energi. Sebagian besar atom akan berada pada
ground state, dan sebagian kecil (tergantung suhu) yang tereksitasi akan memancarkan

cahaya dengan panjang gelombang yang khas untuk atom tersebut ketika kembali ke
ground state. Detektor akan mendeteksi energi terpancar tersebut. (Harmita, 2006).

Gambar 3. Skema Spektrofotometri Serapan Atom


Penentuan konsentrasi logam Pb dari Sampel atau larutan uji dilakukan dengan
cara mengambil sampel menggunakan selang kapiler kemudian larutan sampel yang
dibakar dimasukkan ke dalam api dalam bentuk tetesan-tetesan kecil yang uniform
dengan suatu nebulizer, larutan sampel dipanaskan sampai 60000K sehingga atom akan
tereksitasi. Cahaya hasil eksitasi dari atom dalam larutan uji dan dari Hollow Chatode
lamp (HC-lamp) akan masuk ke dalam monokromator. Monokromator dimaksudkan
untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis.
Panjang gelombang yang dipakai untuk atom Pb pada 283.3 nm. Panjang gelombang
dari cahaya hasil pembakaran eksitasi electron pada larutan sampel sama dengan
panjang gelombang pada HC-Lamp atom Pb.
Keluar dari monokromator sampel menuju detector.

Detector merupakan

suatu alat yang mengubah energi radiasi menjadi isyarat listrik yang cocok untuk
diamati serta digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube).
Dari detector maka larutan sampel menuju rekorder. Rekorder adalah sistem yang
dapat menunjukkan besarnya syarat aliran listrik. Pencatatan hasil dilakukan dengan
suatu alat yang telah dikalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil
pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang
menggambarkan

absorbansi

atau

intensitas

emis

(Jeffrey,Basset,Mendham,Denney,1989; BSN,2009).
Berdasarkan pengukuran kadar Pb pada larutan standar yang diperoleh data
sebagai berikut

Tabel 2. Data kalibrasi atom Pb


ID
Mean signal (Abs)
Cons (mg/L)
blanko
0.000
0
Standar 1
0.043
5
Standar 2
0.061
10
Standar 3
0.082
15
Standar 4
0.097
20
Standar 5
0.112
25
Diukur pada panjang gelombang 283.31 nm
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui besarnya absorbansi pada larutan sampel
5, 10, 15, 20, 25 mg/L pada standar 1, standar 2, standar 3, standar 4, dan standar 5
adalah 0.043, 0.061, 0.082, 0.097 dan 0.112.

dari data absorbansi maka dapat

diketahui koefisien korelasi 0.978067 dan slope 0.00505 intercept 0.944791


persamaan regresi linier yang mungkin adalah y = 0.00505x + 0.944791, dengan nilai
r = 0.978067.
Data hasil pengukuran larutan sampel daun randu dan rumput laut disajikan
pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Data Pengukuran Konsentrasi Pb Larutan Sampel
Sampel
Daun randu
Rumput laut

Panjang gelombang (nm)


283.31
283.31

Konsentrasi (mg/L)
0.996
0.496

Tabel 3 menunjukkan hasil serapan unsur Pb pada larutan sampel daun randu dan
rumput laut yang diukur pada panjang gelombang 283.31 nm menghasilkan konsentrasi
sampel daun randu sebesar 0.996 mg/L dan sampel rumput laut sebesar 0.496 mg/L.
Kadar rata-rata cemaran timbal untuk daun randu adalah 0.996 mg/L melewati batas
aman yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia 7387 - 2009 yaitu 0,5mg/L.
Besarnya kadar rata-rata cemaran ini disebabkan karena tanaman randu digunakan
sebagai tanaman penghijauan yang tumbuh di dekat jalan raya sehingga tanaman ini
sering kali menyerap timbal hasil pembakaran bahan bakar bensin.

Meningkatnya

konsentrasi timbal di udara yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar bensin
dalam berbagai senyawa Pb terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO (Fardiaz, 1992).
Senyawa Pb halogen terbentuk selama pembakaran, karena dalam bensin yang sering
ditambahkan cairan anti ketuk yang terdiri dari 62% TEL, 18% etilendiklorida dan
2% bahan- bahan lainnya. Senyawa yang berperan sebagai

zat

anti

ketuk

adalah

timbal oksida. Pada proses pembakaran mesin, senyawa PbO dilepaskan dalam bentuk
partikel melalui asap gas buang kendaraan bermotor. Sebagian diantaranya akan

membentuk partikulat di udara bebas dengan unsur-unsur lain, sedangkan sebagian


lainnya akan menempel dan diabsorbsi oleh tanaman randu yang berada di sepanjang
jalan raya.
Sementara itu kadar cemaran timbal pada rumput laut sebesar 0.496 mg/L
sedangkan persyaratan cemaran logam Pb pada perairan sebesar 0.5 mg/L.

hasil

pengukuran menunjukkan bahwa perairan habitat rumput laut masih dalam kategori di
bawah batas ambang cemaran, cemaran logam Pb pada periaran bersumber dari buangan
bahan bakar kapal dan buangan industry yang mengarah ke laut. Hasil limbah kapal dan
industry mengandung logam berat salah satunya timbal.
VII.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa cemaran logam Pb pada

daun randu sebesar 0.996 mg/L dan rumput laut sebesar 0.496 mg/L, cemaran logam Pb
pada daun randu berada diatas ambang batas konsentrasi Pb yang diijinkan sedangkan
cemaran logam Pb pada rumput laut berada pada batas ambang cemaran Pb yang
diperbolehkan.
VIII. Daftar Pustaka
Christian., G. D. (1994). Analytical Methods for Atomic Absorption Spectroscopy.
United State of America : The Perkin-Elmer Corporation.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Makhluk Hidup. UI-Press, Jakarta.
Denney, R.C., Basset, J., Jeffrey, G.H., & Mendham, J. (1989). Vogels Textbook

of

Quantitative Chemical Analysis Fifth Edition. England: Longman Scientific &


Technical
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.
Harmita., (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Depok:
Departemen Farmasi FMIPA UI.
Harmita., (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi
Khopkar, S.M. (2007). Konsep Dasar Kimia Analitik. Diterjemahkan oleh A. Saptorahardjo.
Jakarta: UI-Press.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai