Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

Penyakit Jantung Rematik

Disusun oleh:
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Periode 11 Mei 2015-20 Juli 2015
Sabrina M Sinurat
Nyimas Inas Mellanisa
Jim Christover Niq

04054821517062
04054821517063
04054821517072

Pembimbing: dr. Ria Nova, Sp. A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah suatu kondisi di mana terjadi
kerusakan permanen pada katup jantung yang disebabkan oleh demam rematik.
Rusaknya katup jantung diakibatkan oleh respon imun abnormal terhadap katup
yang biasanya didahului oleh infeksi Streptokokus, dan akhirnya menyebabkan
demam rematik (Marijon, E.et.al., 2012).
Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2004 melaporkan
bahwa baik di negara berkembang maupun negara maju, faringitis dan infeksi
kulit (impetigo) adalah infeksi yang paling umum disebabkan oleh Streptokokus
-hemolitikus grup A. 15-20% faringitis disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptokokus grup A, dengan insidensi puncak pada anak usia 5-15 tahun,
sedangkan 80% lainnya disebabkan oleh virus. Insiden ini dapat bervariasi
antarnegara, bergantung pada musim, kelompok usia, kondisi sosioekonomi,
faktor lingkungan, dan kualitas dari pelayanan kesehatan (WHO, 2004).
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 15,6 juta orang di dunia dengan
PJR dan 1,9 juta lainnya dengan riwayat demam rematik akut tanpa karditis.
Terdapat sekitar 470,000 kasus baru demam rematik akut setiap tahun dan lebih
dari 230.000 kematian pertahun akibat PJR. Hampir semua kasus dan kematian
terjadi di negara berkembang. Hal inilah yang menyebabkan PJR merupakan
penyakit jantung anak yang paling sering dijumpai di seluruh dunia. Di banyak
negara, PJR adalah penyakit yang paling sering menyebabkan kematian akibat
penyakit jantung pada anak dan dewasa usia kurang dari 40 tahun (Carapetis
J.et.al., 2012).
Di Asia Tenggara, sampai tahun 2000 didapati angka mortalitas PJR per
100.000 populasi adalah 7,6 dengan angka disabilitas pertahun (DisabilityAdjusted Life Years (DALYs)) 173,4 per 100 000 populasi. Tentu saja hal ini akan
menurunkan kualitas hidup anak dan pertumbuhan ekonomi negara (WHO, 2004).

BAB II
STATUS PEDIATRIK
2.1 Identifikasi Pasien
Nama
Umur/ Tgl Lahir
Jenis Kelamin
Berat Badan
Tinggi Badan
Bangsa / Suku
Agama
Alamat
Dikirim Oleh
MRS Tanggal

: Selamet Supriady
: 10 tahun / 28 Februari 2005
: Laki-laki
: 23 kg
: 130 cm
: Sumatera Selatan
: Islam
: Jl. Dusun 2 Raya Murni RT. 06 RW.02
: IGD
: 07 Mei 2015

2.2 Anamnesis
Tanggal
Diberikan oleh

: 19 Mei 2015
: Alloanamnesis terhadap ibu pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan Utama
: Sesak napas
2. Keluhan Tambahan
:3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
4 bulan SMRS penderita mengeluh nyeri sendi yang berpindahpindah, yang dimulai dari lutut, pergelangan kaki, kedua siku, pergelangan
tangan. Keluhan bengkak pada sendi (-), demam (-), mual (-), muntah (-).
Penderita berobat ke bidan. Riwayat batuk (+). Sekitar 1 minggu setelah
berobat, nyeri sendi menghilang, batuk (+). Seminggu kemudian muncul
sesak napas setelah bermain dan berolahraga.
3 hari SMRS penderita mengeluh sesak nafas bertambah parah,
sesak dipengaruhi oleh aktivitas dan posisi, tidak dipengaruhi oleh cuaca,
batuk (-), pilek (-), demam (+) tidak terlalu tinggi, timbul kemerahan di
kulit (-). Keluhan nyeri sendi masih dirasakan oleh penderita, timbul
gerakan yang tidak disadari (-). Penderita di bawa ke RSUD kundur dan
didiagnosis bronkitis akut + kardiomegali + hipoalbuminemia. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb: 10,9 Ht: 33 WBC: 26.400
Trombosit: 51.000.
Pada tanggal 07 Mei 2015, penderita bertambah sesak sehingga
dirujuk ke RSMH. Pada pemeriksaan didapatkan TD 110/80mmHg, Nadi
106x/menit, suhu 38.8oC, RR 36x/menit, SpO2 88%, BB 28 kg, TB 130cm,
akral pucat. Napas cuping hidung (+), konjungtiva anemis (+), JVP 5+2

cmH2O, pada thoraks retraksi (+) IC, SC, dan epigastrium, BJ I dan II (+)
normal, murmur (+) sistolik grade III/6 ICS IV-V LPS sinistra, gallop (+),
edema pretibial (+), pucat (+). Pada kriteria Jones manifestasi mayor
ditemukan karditis (+), poliarthritis migrans (+), korea (-), eritema
marginatum (-), nodul subkutan (-) dan manifestasi minor ditemukan
atralgia (+), demam (+), dan peningkatan LED dan CRP serta ASTO (+).
Pasien didiagnosis menderita decompensasi cordis NYHA IV e.c Penyakit
Jantung Rematik (PJR) dan diberi terapi IVFD D5 NS gtt 10 makro,
Injeksi furosemid 2x40mg, O2 nasal 2L/m, dan Benzatin Penisilin 600.000
unit.
Saat dirawat di RSMH sesak berkurang, sering berkeringat (+),
lesu lemah (+), demam (-), nyeri sendi (-). Dari hasil pemeriksaan
laboratorium pada 09 Mei 2015 didapatkan keadaan hipokalemia dan
hipokalsemia, sehingga diberikan tambahan terapi aldactone 2x0,2mg dan
ca glukonas, serta diberikan prednison 4-4-3 dan digoxin 2x25mg.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sering berhenti bila menyusu (-)
Riwayat biru saat bayi (-)
Riwayat batuk (+)
Riwayat Dalam Keluarga
Riwayat dalam keluarga yang mengalami penyakit yang sama
disangkal.
Riwayat Sosio Ekonomi
Ayah bekerja sebagai petani dan ibu sebagai ibu rumah tangga.
Menanggung 4 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
kesehatan.
Kesan : Sosioekonomi menengah kebawah.
a. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Lahir dari ibu G4P2A1
Sakit saat hamil (-) , perdarahan (-), demam saat hamil dan menjelang
hamil (-), minum jamu atau obat-obat diluar yang diberikan bidan (-)
Riwayat KPD (+) 24 jam, ketuban kental hijau (-), bau (-)
Masa Kehamilan : 9 bulan 10 hari
Partus
: Normal, spontan
Tempat
: Rumah
Ditolong oleh
: Dukun

Tanggal
BB
PB
Lingkar kepala

: 28 Februari 2005
: 2300 gram
: Ibu lupa
: Ibu lupa

2. Riwayat Makanan:
ASI
: 0-2,5 tahun
Susu Botol
:Nasi Tim
: 5 bulan s/d 1 tahun
Nasi Biasa
: 1 tahun s/d sekarang
Kesan
: Asupan makanan cukup
3.

Riwayat Imunisasi

BCG
DPT 1
HEPATITIS
B1
Hib 1
Polio 1
Campak

Umur
V
V
V
V
-

IMUNISASI DASAR
Umur
DPT 2
HEPATITIS
B2
Hib 2
Polio 2

V
V
V

Umur
DPT 3
HEPATITIS
B3
Hib 3
Polio 3
Polio 4

ULANGAN
Umur

Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap


3. Riwayat Keluarga
Perkawinan
: 1 kali
Umur
: Ibu 40 tahun; Ayah 50 tahun
Pendidikan
: Ibu SMP; Ayah SD
Penyakit yang pernah diderita: 5. Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : Usia 7 bulan
Berbalik
: Usia 3 bulan
Tengkurap
: Usia 4 bulan
Merangkak : Usia 7 bulan
Duduk
: Usia 9 bulan
Berdiri
: Usia 12 bulan
Berjalan
: Usia 1,5 tahun
Berbicara
: Usia 1,5 tahun
Kesan
: Sesuai masa perkembangan

III. Pemeriksaan Fisik ( Objektif / O)


A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: E4M5V6
Berat badan
: 23 kg
Tinggi badan
: 130 cm
Status Gizi
BB/U
: 23/32 x 100%= 71,8 %
TB (PB)/U
: 130/139x 100%= 93,5 %
BB/TB (PB)
: 23/27 x 100%= 85,1 %
Kesan
: Gizi kurang
Suhu
: 36,4 oC
Pernapasan
: 24 kali/menit
Tipe pernafasan
: torakoabdominal
Tekanan Darah
: 110/50 mmHg
Nadi
: 123 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Edema (-), sianosis (-), dispnue (-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)
Kulit
: Capillary Refill Time <2 detik
B. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata
: Palpebra edem (-/-), mata cekung (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat, sentral,
diameter 3 cm, reflex cahaya (+/+)
Leher
: JVP 5+2 cmH2O
Thoraks
Jantung:
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi

Paru-paru
Abdomen
Inspeksi
Palpasi

: Simetris, retraksi (-)


: Ictus kordis terlihat
: Ictus kordis teraba di ICS IV LMC sinistra, thrill (-)
: HR 102x/m, irama reguler, bunyi jantung I dan II ,
murmur (+) sistolik gr iii/6 ICS V-VI LMC LAA
sinistra, gallop (-)
: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
: Datar, lemas, bising usus (+) normal
: Cembung (-), venektasi (-), lesi kulit (-)
: Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
shifting dullness (-)
6

Auskultasi
Ekstremitas

: Bising usus (+) normal


: Akral hangat, CRT <2 detik, Tonus 5/5, Edema (-)

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
Jenis Pemeriksaan
(07-052015)
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (Plt)
MCV
MCH
MCHC
LED
Hitung Jenis Leukosit
Retikulosit
KIMIA KLINIK
HATI
AST/SGOT
ALT/SGPT
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Sewaktu
GINJAL
Ureum
Kreatinin
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca)
Natrium (Na)
Kalium (K)
Chlorida
IMUNOSEROLOGI
PETANDA INFEKSI
CRP Kuantitatif
ASTO
URINE
Mikroskopis

Hasil
(09-052015)

Hasil
(11-052015)

11.7
4.45
30.3
37
430
82.9
26
32
15
0/1/79/17/3
2.5

Hasil (2505-2015)
11.6
4.39
26.5
36
572
82.9
26
32
24
0/0/77/15/8

Rujukan
12.0-14.4 g/dL
4.75-4.85 x 108/mm3
4.5-13.5 x 103/mm3
36-42%
150-450 103/L
75-87 fL
25-31 pg
33-35 g/dL
<15 mm/jam
0-1/1-6/25-40/2-8
0.5-1.5%

1423
433

0-38 U/L
0-41 U/L

58

<200 mg/dL

50
0.70

16.6-48.5 mg/dL
0.39-0.73 mg/dL

8.9
128
5.4

11
Positif

7.5
137
2.4
96

9.0
135
3.4

9.2-11.0 mg/dL
135-155 mEq/L
3.5-5.5 mEq/L

<5
Positif

<5 mg/L
Negatif

Bakteri (-)
negatif
Leukosit:
0-1/Lp
Epithel: 0
1/Lp

URINALISIS

Urine Lengkap
Warna
Kejernihan
Berat Jenis
pH (urine rutin)
Protein
Glukosa
Keton
Darah
Bilirubin
Urobilinogen
Nitrit
Lekosit Esterase
Komponen Urine:
Epitel
Lekosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Mukus
Jamur

Kuning
Jernih
Jernih
1.010
6.0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1
Negatif
Negatif
Negatif
0-1
0-1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Kuning
Jernih
1.003-1.030
5-9
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0.1-1.8/EU/dL
Negatif
Negatif
Negatif
0-5/LPB
0-1/LPB
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

V. RESUME
Seorang anak laki-laki, usia 10 tahun, datang ke RSMH dengan keluhan sesak
napas dipengaruhi aktivitas. Sekitar 4 bulan SMRS penderita mengeluh nyeri sendi
yang berpindah-pindah, yang dimulai dari lutut, pergelangan kaki, kedua siku,
pergelangan tangan dan berobat ke bidan. Riwayat batuk (+). Sekitar 1 minggu setelah
berobat, nyeri sendi menghilang namun timbul batuk. Seminggu kemudian muncul
sesak napas setelah bermain dan berolahraga dan menghilang setelah istirahat.
Sekitar 3 hari SMRS penderita mengeluh sesak napas yang dipengaruhi oleh
aktivitas dan posisi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, batuk (-), pilek (-), demam (+) tidak
terlalu tinggi, timbul kemerahan di kulit (-). Keluhan nyeri sendi masih dirasakan oleh
penderita, timbul gerakan yang tidak disadari (-). Penderita di bawa ke RSUD kundur
dan didiagnosis bronkitis akut + kardiomegali + hipoalbuminemia. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan didapatkan hasil: Hb: 10,9 Ht: 33 WBC: 26.400
Trombosit: 51.000.
Pada tanggal 07 Mei 2015, penderita bertambah sesak sehingga dirujuk ke
RSMH. Pada pemeriksaan didapatkan TD 110/80mmHg, Nadi 106x/menit, suhu
38.8oC, RR 36x/menit, SpO2 88%, BB 28 kg, TB 130cm, akral pucat. Napas cuping
hidung (+), konjungtiva anemis (+), JVP 5+2 cmH2O, pada thoraks retraksi (+) IC,
SC, dan epigastrium, BJ I dan II (+) normal, murmur (+) sistolik grade III/6 ICS IV-V
LPS sinistra, gallop (+), edema pretibial (+), pucat (+). Pada kriteria Jones manifestasi
mayor ditemukan karditis (+), poliarthritis migrans (+), korea (-), eritema marginatum
(-), nodul subkutan (-) dan manifestasi minor ditemukan atralgia (+), demam (+), dan
peningkatan LED dan CRP serta ASTO (+). Pasien didiagnosis menderita
decompensasi cordis NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik (PJR) dan diberi terapi
IVFD D5 NS gtt 10 makro, Injeksi furosemid 2x40mg, O2 nasal 2L/m, dan
Benzatin Penisilin 1.200.000 unit.
Saat dirawat di RSMH sesak berkurang, sering berkeringat (+), lesu lemah (+),
demam (-), nyeri sendi (-). Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada 09 Mei 2015
didapatkan keadaan hipokalemia dan hipokalsemia, sehingga diberikan tambahan
terapi aldactone 2x0,2mg dan ca glukonas, serta diberikan prednison 4-4-3 dan
digoxin 2x25mg.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Dekompensasi kordis NYHA III
2. Penyakit Jantung Rematik
VII. DIAGNOSIS BANDING
Juvenile rheumatoid arthritis
SLE, arthritis reaktif, arthritis infeksius
Arthritis akut karena virus
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Decompensasi cordis NYHA III ec Mitral Regurgitasi berat + Trikuspid Regurgitasi
berat + Aorta Regurgitasi ringan + Pulmonal Regurgitasi moderate ec Penyakit
Jantung Rematik (PJR)
IX. TATALAKSANA (Planning / P)
a. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan laboratorium darah rutin, LED, CRP, ASTO, pemeriksaan echo dan EKG
b. TERAPI ( SUPORTIF SIMPTOMATIS-CAUSATIF)
Farmakologis:
Furosemid 2x40mg IV
Aldactone 2x25mg
Digoksin 2x0,2mg
Prednison 4-4-3
c. DIET
Diet rendah garam
d. MONITORING
Monitoring intake dan output, berat badan, dan vital sign
e. EDUKASI
Mengurangi aktivitas fisik dan stress
Menjelaskan tentang lama pemberian obat dan efek samping pengobatan
Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan
mulut untuk mencegah terjadinya infective endocarditis
Menjelaskan prognosis penyakit
X. PROGNOSIS
Qua ad vitam
: dubia ad bonam
Qua ad sanationam
: dubia ad bonam
Qua ad functionam
: dubia ad malam
FOLLOW UP (Subjektif/Objektif/Assestment/Planning)
Tanggal
CATATAN KEMAJUAN (S/O/A)

RENCANA

- Jam
19 Mei
2015

S : sesak (-), lesu lemas (+), sering berkeringat (+),


nyeri sendi (-)
O : Kesadaran CM, nadi 123x/m, RR 24x/m, Temp
36.4oC, TD 110/50mmHg, BB 23kg, NCH (-)
Thoraks simetris, retraksi (-)
Cor: iktus cordis (+) di ICS IV LMC sinistra, BJ I
dan II (+) normal, murmur (+) sistolik grade III/6
ICS IV-V LAA sinistra, LMC sinistra, murmur (+)
grade III/6 ICS II LPS sinistra, LPS dekstra
Pulmo: Ves (+) normal, wh (-), rh (-)
Abdomen datar, hepar lien tak teraba
Akral hangat, CRT <2detik
A : MR berat + TR berat + AR ringan + PR
moderate ec. PJR

TATALAKSANA
P : Furosemid 2x40mg IV
Aldactone 2x25mg
Digoxin 2x0,2mg
Prednison 4-4-3 (9)

20 Mei
2015

S : sesak (-), lesu lemas (+), sering berkeringat (+),


nyeri sendi (-)
O : Kesadaran CM, nadi 121x/m, RR 25x/m, Temp
36.6oC, TD 100/60mmHg
Kepala: NCH (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: iktus cordis (+) di ICS IV LMC sinistra, BJ I
dan II (+) normal, murmur (+) sistolik grade III/6
ICS IV-V LAA sinistra, LMC sinistra, murmur (+)
grade III/6 ICS II LPS sinistra, LPS dekstra
Pulmo: Ves (+) normal, wh (-), rh (-)
Abdomen datar, hepar lien tak teraba
Akral hangat, CRT <2detik
A : MR berat + TR berat + AR ringan + PR
moderate ec. PJR

P : Furosemid 2x40mg IV
Aldactone 2x25mg
Digoxin 2x0,2mg
Prednison 4-4-3 (10)

21 Mei
2015

S : sesak (-), lesu lemas (+), sering berkeringat (+),


nyeri sendi (-)
O : Kesadaran CM, nadi 110x/m, RR 28x/m, Temp
36.0oC, TD 100/60mmHg
Kepala: NCH (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-),
Cor: iktus cordis (+) di ICS IV LMC sinistra, BJ I
dan II (+) normal, murmur (+) sistolik grade III/6
ICS IV-V LAA sinistra, LMC sinistra, murmur (+)
grade III/6 ICS II LPS sinistra, LPS dekstra
Pulmo: Ves (+) normal, wh (-), rh (-)
Abdomen datar, hepar lien tak teraba

P : Furosemid 2x40mg IV
Aldactone 2x25mg
Digoxin 2x0,2mg
Prednison 4-4-3 (11)

Akral hangat, CRT <2detik


A : MR berat + TR berat + AR ringan + PR
moderate ec. PJR
22 Mei
2015

S : sesak (-)
O : Kesadaran CM, nadi 114x/m, RR 26x/m, Temp
36.0oC, TD 110/60mmHg
Kepala: NCH (-),
Thoraks: simetris, retraksi (-),
Cor: iktus cordis (+) di ICS IV LMC sinistra, BJ I
dan II (+) normal, murmur (+) sistolik grade III/6
ICS IV-V LAA sinistra, LMC sinistra, murmur (+)
grade III/6 ICS II LPS sinistra, LPS dekstra
Pulmo: Ves (+) normal, wh (-), rh (-)
Abdomen datar, hepar lien tak teraba
Akral hangat, CRT <2detik
A : MR berat + TR berat + AR ringan + PR
moderate ec. PJR

P : Furosemid 2x40mg IV
Aldactone 2x25mg
Digoxin 2x0,2mg
Prednison 4-4-3 (12)

23 Mei
2015

S : sesak (-), lesu lemas (+), sering berkeringat (+),


nyeri sendi (-)
O : Kesadaran CM, nadi 102x/m, RR 22x/m, Temp
36.6oC, TD 100/60mmHg
Kepala: NCH (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: iktus cordis (+) di ICS IV LMC sinistra, BJ I
dan II (+) normal, murmur (+) sistolik grade III/6
ICS IV-V LAA sinistra, LMC sinistra, murmur (+)
grade III/6 ICS II LPS sinistra, LPS dekstra
Pulmo: Ves (+) normal, wh (-), rh (-)
Abdomen datar, hepar lien tak teraba
Akral hangat, CRT <2detik
A : MR berat + TR berat + AR ringan + PR
moderate ec. PJR

P : Furosemid 2x40mg IV
Aldactone 2x25mg
Digoxin 2x0,2mg
Prednison 4-4-3 (13)

24 Mei
2015

S : sesak (-), lesu lemas (+), sering berkeringat (+),


nyeri sendi (-)
O : Kesadaran CM, nadi 110x/m, RR 22x/m, Temp
36.6oC, TD 110/60mmHg
Kepala: NCH (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: iktus cordis (+) di ICS IV LMC sinistra, BJ I
dan II (+) normal, murmur (+) sistolik grade III/6
ICS IV-V LAA sinistra, LMC sinistra, murmur (+)

P : Furosemid 2x40mg IV
Aldactone 2x25mg
Digoxin 2x0,2mg
Prednison 4-4-3 (14)

grade III/6 ICS II LPS sinistra, LPS dekstra


Pulmo: Ves (+) normal, wh (-), rh (-)
Abdomen datar, hepar lien tak teraba
Akral hangat, CRT <2detik
A : MR berat + TR berat + AR ringan + PR
moderate ec. PJR
25 Mei
2015

S : sesak (-), lesu lemas (+), sering berkeringat (+),


nyeri sendi (-)
O : Kesadaran CM, nadi 123x/m, RR 24x/m, Temp
36.4oC, TD 110/60mmHg, BB 25kg.
Kepala: NCH (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Cor: iktus cordis (+) di ICS IV LMC sinistra, BJ I
dan II (+) normal, murmur (+) sistolik grade III/6
ICS IV-V LAA sinistra, LMC sinistra, murmur (+)
grade III/6 ICS II LPS sinistra, LPS dekstra
Pulmo: Ves (+) normal, wh (-), rh (-)
Abdomen datar, hepar lien tak teraba
Akral hangat, CRT <2detik
A : MR berat + TR berat + AR ringan + PR
moderate ec. PJR

P : Furosemid 2x40mg IV
Aldactone 2x25mg
Digoxin 2x0,2mg
Prednison 4-4-3 (15)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Penyakit Jantung Rematik (PJR) merupakan kerusakan katup jantung yang
disebabkan oleh respon imun abnormal terhadap infeksi Streptokokus yang terjadi saat
demam rematik sebelumnya. PJR lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami
keterlibatan jantung berat pada serangan demam rematik akut. Walaupun karditis dan deman
rematik dapat mengenai perkardium, miokardium dan endokardium, namun kelainan yang
menetap hanya ditemukan pada endokardium, terutama katup jantung. Katup yang sering
terkena adalah katup mitral dan aorta yang kelainannya dapat berupa insufisiensi tetapi bila
penyakit telah berlangsung lama dapat berupa stenosis.
Demam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang multisistem akibat
infeksi dari Streptokokus -hemolitikus grup A pada faring (faringitis) yang biasanya
menyerang anak dan dewasa muda. Demam rematik menyebabkan terjadinya peradangan
yang biasanya terjadi pada jantung, kulit dan jaringan ikat. Pada daerah endemik, 3% pasien
yang mengalami faringitis oleh Streptokokus berkembang menjadi demam rematik dalam 2 3 minggu setelah infeksi saluran nafas bagian atas tersebut.
ETIOLOGI
Streptokokus adalah bakteri gram positif yang ciri khasnya berpasangan atau
membentuk rantai selama pertumbuhannya. Terdapat sekitar dua puluh spesies Streptokokus,
termasuk Streptococcus pyogenes (grup A), Streptococcus agalactie (grup B) dan
Enterococci (grup D). Secara morfologi, Streptokokus merupakan bakteri berbentuk batang
atau ovoid dan tersusun seperti rantai yang membentuk gambaran diplokokus atau terlihat
seperti bentuk batang. Panjang rantai sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (Brooks et.al., 2004). Dinding sel Streptokokus mengandung protein (antigen M,
R, dan T), karbohidrat (spesifik untuk tiap grup), dan peptidoglikan. Pada Streptokokus grup
A, terdapat juga pili yang tersusun dari sebagian besar protein M yang dilapisi asam
lipoteikoat. Pili ini berperan penting dalam perlekatan Streptokokus ke sel epitel (Brooks
et.al., 2004). Banyak Streptokokus mampu menghemolisa sel darah merah secara in vitro
dengan berbagai derajat. Apabila Streptokokus menghemolis sempurn sel darah merah yang
ditandai dengan adanya area yang bersih (clear zone) disebut sebagai -hemolitikus.

Sedangkan apabila hemolisa dari sel darah merah tidak sempurna dan menghasilkan pigmen
berwarna hijau disebut -hemolitikus. Dan Streptokokus lain yang tidak mengalami hemolisa
disebut -hemolitikus.
Streptokokus -hemolitikus grup A, seperti Steptococcus pyogenes merupakan agen
pencetus yang menyebabkan terjadinya demam rematik akut. Tidak semua serotip
Streptokokus grup A dapat menimbulkan demam rematik. Serotip tertentu Streptokokus hemolitikus grup A, misalnya serotip M tipe 1, 3, 5, 6, 18, 24 lebih sering diisolasi dari
penderita dengan demam rematik akut. Namun, karena serotip tidak diketahui pada saat
diagnosis klinis faringitis Streptokokus, klinisi harus menganggap bahwa semua Streptokokus
grup A mempunyai kemampuan menyebabkan demam rematik, karena itu semua episode
faringitis Streptokokus harus diobati.
Protein M merupakan faktor virulensi utama dari Streptococcus pyogenes. Apabila
tidak ada antibodi spesifik tipe-M, organisme ini mampu bertahan terhadap proses fagositosis
oleh polimorfonuklear. Protein M dan antigen pada dinding sel Streptokokus memiliki
peranan penting dalam patogenesis demam rematik.
PATOGENESIS
Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam rematik, yakni agen
penyebab penyakit yaitu Streptokokus -hemolitikus grup A, host (manusia), dan faktor
lingkungan (Raju & Turi, 2012). Streptokokus akan menyerang sistem pernafasan bagian atas
dan melekat pada jaringan faring. Adanya protein M menyebabkan organisme ini mampu
menghambat fagositosis sehingga bakteri ini dapat bertahan pada faring selama 2 minggu,
sampai antibodi spesifik terhadap Streptokokus selesai dibentuk.
Protein M, faktor virulen yang terdapat pada dinding sel Streptokokus, secara
immunologi memiliki kemiripan dengan struktur protein yang terdapat dalam tubuh manusia
seperti miokardium (miosin dan tropomiosin), katup jantung (laminin), sinovial (vimentin),
kulit (keratin) juga subtalamus dan nukleus kaudatus (lysogangliosides) yang terdapat diotak
(Joseph, 2010). Adanya kemiripan pada struktur molekul inilah yang mendasari terjadinya
respon autoimun pada demam rematik. Kelainan respon imun ini didasarkan pada reaktivitas
silang antara protein M Streptokokus dengan jaringan manusia yang akan mengaktivasi sel
limfosit B dan T. Sel T yang telah teraktivasi akan menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik
yang secara langsung menyerang protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen
Streptokokus. Seperti pada korea Sydenham, ditemukan antibodi pada nukleus kaudatus otak
yang lazim ditemukan terhadap antigen membran sel Streptokokus (Behrman, 1996). Dan

ditemukannya antibodi terhadap katup jantung yang mengalami reaksi silang dengan Nacetylglucosamine, karbohidrat dari Streptokokus grup A, membuktikan bahwa antibodi
bertanggung jawab terhadap kerusakan katup jantung.
Genetik juga berperan terhadap kerentanan terjadinya demam rematik, namun
mekanisme yang pasti belum diketahui. Resiko terjadinya demam rematik setelah faringitis
oleh Streptokokus, pada mereka yang mempunyai kerentanan secara genetik, adalah sekitar
50% dibandingkan dengan mereka yang tidak rentan secara genetik. Telah diidentifikasi suatu
alloantigen pada sel B dari 75% penderita demam rematik, sedangkan hanya didapatkan 16%
pada yang bukan penderita. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa antigen HLA-DR
merupakan petanda PJR.
Akhirnya, faktor lingkungan berhubungan erat terhadap perkembangan demam
rematik. Kebersihan lingkungan yang buruk, kepadatan tempat tinggal, sarana kesehatan
yang kurang memadai juga pemberian antibiotik yang tidak adekuat pada pencegahan primer
dan sekunder demam rematik, meningkatkan insidensi penyakit ini.
MANIFESTASI KLINIS
Terdapat

periode

laten

selama

minggu

(1-5

minggu)

antara

infeksi

Streptokokus dengan munculnya manifestasi klinis demam rematik. Namun pada korea dan
karditis, periode latennya mungkin memanjang sampai 6 bulan. Gejala faringitis
Streptokokus umumnya tidak spesifik, hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
antibodi terhadap Streptokokus. Manifestasi klinis demam rematik yang paling sering
dijumpai adalah demam dan poliarthritis. Poliarthitis didapati pada 60-75% kasus dan
karditis pada 50-60%. Prevalensi terjadinya korea bervariasi antar populasi, yakni antara
2-30%. Sedangkan eritema marginatum dan nodulus subkutan jarang dijumpai, sekitar
kurang dari 5% kasus demam rematik.
1. Manifestasi Mayor
a. Karditis
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam rematik akut dan
menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. 40-60% pasien
demam rematik akut berkembang menjadi PJR.

Karditis ini mempunyai gejala yang

nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, demam ringan, mengeluh nafas pendek,
nyeri dada dan arthalgia. Karena manifestasi yang tidak spesifik dan lamanya timbul
gejala, setiap pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa dengan teliti
untuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk elektrokardiografi dan

ekokardiografi harus selalu dilakukan. Pasien yang pada pemeriksaan awal tidak dijumpai
adanya karditis harus terus dipantau sampai tiga minggu berikutnya. Jikalau karditis
tidak muncul dalam 2-3 minggu pascainfeksi, maka selanjutnya ia jarang muncul.
Miokardium, endokardium dan perikardium juga sering terlibat dalam karditis.
Miokarditis

biasanya

terjadi

dengan

adanya

takikardi,

pembesaran jantung dan

adanya tanda gagal jantung. Perikarditis sering dialami dengan adanya nyeri pada
jantung dan nyeri tekan. Pada auskultasi juga sering dijumpai adanya bising gesek yang
terjadi akibat peradangan pada perikardium parietal dan viseral. Bising gesek ini dapat
didengar saat sistolik maupun diastolic.
Diagnosa karditis ditegakkan dengan menemukan 1 dari 4 kriteria dibawah ini:
(1) Bising jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukkan adanya
insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral saja, tanpa adanya bising jantung organik tidak
dapat disebut sebagai karditis.
(2) Perikarditis (bising gesek, efusi perikardium, nyeri dada, perubahan EKG).
(3) Kardiomegali pada foto toraks, dan
(4) Gagal jantung kongestif
b. Arthritis
Arthritis merupakan manifestasi yang paling sering dari demam rematik, terjadi pada
sekitar 70% pasien demam rematik. Arthritis menunjukkan adanya radang sendi aktif yang
ditandai nyeri hebat, bengkak, eritema dan demam. Nyeri saat istirahat yang menghebat
pada gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi-sendi besar seperti, sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan
tangan. Arthritis rematik bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliarthritis migrans).
Peradangan sendi ini dapat sembuh spontan beberapa jam sesudah serangan namun muncul
pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien, arthritis sembuh dalam 1 minggu dan
biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu. Arthritis demam rematik ini berespon
baik dengan pemberian asam salisilat.
c. Korea Sydenham
Korea Sydenham terjadi pada 13-34% kasus demam rematik dan dua kali lebih sering pada
perempuan. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan proses radang pada susunan saraf
pusat, ganglia basal, dan nukleus kaudatus otak. Periode laten dari korea ini cukup
lama, sekitar 3 minggu sampai 3 bulan dari terjadinya demam rematik. Gejala awal

biasanya emosi yang labil dan iritabilitas. Lalu diikuti dengan gerakan yang

tidak

disengaja, tidak bertujuan dan inkoordinasi muskular. Semua otot dapat terkena,
namun otot wajah dan ekstremitas adalah yang paling mencolok. Gejala ini semakin
diperberat dengan adanya stress dan kelelahan namun menghilang saat pasien beristirahat
(Essop & Omar, 2010). Emosi pasien biasanya labil, mudah menangis, kehilangan
perhatian, gelisah dan menunjukkan ekspresi yang tidak sesuai. Apabila proses bicara
terlibat, pasien terlihat berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak.Meskipun tanpa
pengobatan, korea dapat menghilang dalam 1-2 minggu. Namun pada kasus berat,
meskipun diobati, korea dapat bertahan 3- 4 bulan bahkan sampai 2 tahun.
d. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas pada demam rematik yang terjadi
kurang dari 10% kasus (Essop & Omar, 2010). Ruam ini tidak gatal, makular,
berwarna merah jambu atau kemerahan dengan tepi eritema yang menjalar dari satu
bagian ke bagian lain, mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar
2,5 cm, dengan bagian tengah yang terlihat lebih pucat, muncul paling sering pada
batang tubuh dan tungkai proksimal namun tidak melibatkan wajah. Eritema biasanya
hanya dijumpai pada pasien karditis, seperti halnya nodulus subkutan.
e. Nodulus Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus terletak
pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki.
Kadang juga ditemukan di kulit kepala dan di atas kolumna vertebralis (Carapetis,
2010). Ukuran nodul bervariasi antara 0,5-2 cm, tidak nyeri, padat dan dapat bebas
digerakkan.

Kulit

yang

menutupinya

dapat

bebas digerakkan dan pucat, tidak

menunjukkan tanda peradangan. Nodul ini biasanya muncul pada karditis rematik dan
menghilang dalam 1-2 minggu.
2. Manifestasi Minor
Demam hampir selalu terjadi pada poliarthritis rematik. Suhunya jarang mencapai
o
40 C dan biasa kembali normal dalam waktu 2-3 minggu, walau tanpa pengobatan.
Arthralgia, yakni nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda objektif (misalnya nyeri, merah,
hangat) juga sering dijumpai. Arthalgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar (Essop &

Omar, 2010).
Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam rematik akut dengan gagal jantung
oleh karena distensi hati. Anoreksia, mual dan muntah juga sering muncul, namun
kebanyakan akibat gagal jantung kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epistaksis berat
juga mungkin dapat terjadi (Wahab, 1994). Pada penderita yang belum diobati, biakan
usapan faring sering positif bakteri Streptokokus hemolitikus. Titer antisteptolisin-O
(ASTO) akan meningkat. Kadar antibodi ini akan mencapai puncak sekitar satu bulan
pascainfeksi dan menurun sampai normal setelah sekitar 2 tahun, kecuali pada insufisiensi
mitral yang dapat bertahan selama beberapa tahun. Laju endap darah juga hampir selalu
meningkat, begitu juga dengan protein C-reaktif.
Pada pemeriksaan EKG, sering menunjukkan sinus takikardia, namun terkadang
dapat dijumpai normal. Pemanjangan interval P-R terjadi pada 28-40% pasien.
Pemanjangan

interval

P-R

ini

tidak

berhubungan

dengan

kelainan

katup atau

perkembangannya.
DIAGNOSA
Demam rematik dapat mengenai sejumlah organ dan jaringan, dapat sendiri atau
bersama-sama. Tidak ada satu manifestasi klinis atau uji laboratorium yang cukup khas
untuk diagnostik, kecuali korea Sydenham murni, dan karena diagnosis harus didasarkan
pada kombinasi beberapa temuan. Semakin banyak jumlah manifestasi klinis maka akan
semakin kuat diagnosis.
Pada tahun 1994 Dr. T. Duckett Jones mengusulkan kriteria untuk diagnostik
yang didasarkan pada manifestasi klinis dan penemuan laboratorium sesuai dengan
kegunaan diagnostiknya. Manifestasi klinis demam rematik dibagi menjadi kriteria mayor
dan minor, berdasarkan pada prevalensi dan spesifisitas dari manifestasi klinis tersebut.
Dasar diagnosis pada pasien demam rematik: (1) Highly probable (sangat mungkin)
yaitu jika ditemui 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi
minor disertai bukti infeksi Streptokokus -hemolitikus grup

yaitu

dengan

peningkatan ASTO atau kultur positif. (2) Doubtful diagnosis (meragukan) yakni jika
terdapat 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor
namun

tidak

terdapat

bukti

infeksi Streptokokus

-hemolitikus

grup

A.

(3)

Exception (pengecualian) yakni jika diagnosis demam rematik dapat ditegakkan bila
hanya ditemukan korea saja atau karditis indolen saja.
Pada tahun 2003, WHO merekomendasikan melanjutkan penggunaan kriteria Jones

yang diperbaharui (tahun 1992) untuk demam rematik serangan pertama dan serangan
rekuren

demam

rematik

pada

pasien

yang diketahui tidak mengalami penyakit

jantung rematik. Untuk serangan rekuren demam rematik pada pasien yang sudah
mengalami penyakit jantung rematik, WHO merekomendasikan menggunakan minimal
dua kriteria minor disertai adanya bukti infeksi SGA sebelumnya.
Tabel 1 . Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis Demam Rematik dan
Penyakit Jantung Rematik (Berdasarkan Revisi Kriteria Jones)
Kategori Diagnostik

Kriteria

Demam rematik serangan pertama

Demam rematik serangan rekuren tanpa


PJR

Demam rematik
dengan PJR

Dua minor ditambah dengan bukti


infeksi SGA sebelumnya

Korea Sydenham

Tidak diperlukan kriteria mayor


lainnya atau bukti infeksi SGA

PJR (stenosis mitral murni atau


kombinasi dengan insufisiensi mitral
dan/atau gangguan katup
aorta)

Tidak diperlukan kriteria lainnya


untuk mendiagnosis sebagai PJR

serangan

Manifestasi Mayor
-Karditis
-Poliartritis migrans
-Korea
-Eritema marginatum
-Nodulus subkutan

rekuren

Dua mayor atau satu mayor dan dua


minor ditambah dengan bukti infeksi
SGA sebelumnya
Dua mayor atau satu mayor dan dua
minor ditambah dengan bukti infeksi
SGA sebelumnya

Manifestasi Minor
Klinis
-Artralgia
-Demam
Laboratorium
-Peningkatan reaktan fase akut
yaitu: LED dan atau CRP yang
meningkat
-Interval PR yang memanjang

ASTO (Anti Streptolisin Titer O)


Streptokokus merupakan bakteri gram positif yang memiliki banyak grup (A-H dan
K-O). Organisme ini memproduksi enzim, dimana streptokokus grup C, D, dan A

memproduksi enzim yang sama, yaitu streptolisin O. Streptolisin O merupakan toksin


hemolitik oksigen-labil yang menyebabkan hemolisis pada sel darah merah.
Ketika tubuh terinfeksi oleh salah satu grup streptokokus tersebut, tubuh
memproduksi antibodi terhadap toksin streptolisin O yang disebut sebagai antistreptolisin O
atau ASO. Titer ASO merupakan tes yang digunakan untuk mengukur kadar antibodi ini
dalam serum darah. Kadar antibodi ini mulai meningkat pada minggu ke 1-3 setelah infeksi
streptokokal, mencapai puncak pada minggu ke 3-5, kemudian perlahan menurun dan
kembali pad akadar normal dalam 6-12 bulan, sehingga hasil tes positif dapat
mengindikasikan adanya infeksi yang sedang berlangsung ataupun mendukung penegakan
diagnosis komplikasi post infeksi streptokokus. Tes ulang perlu dilakukan pada 10 hari
setelah tes pertama untuk melihat peningkatan titer.
Banyak manusia terpapar oleh bakteri streptokokus tanpa menunjukkan gejala,
sehingga keberadaan ASO sendiri tidak dapat mengindikasikan adanya penyakit, namun titer
dalam kadar lebih dari 166 Todd unit secara umum dianggap sebagai peningkatan yang nyata
dan dianggap sebagai ASO positif pada dewasa.
TATA LAKSANA
Semua pasien demam rematik akut harus menjalani tirah baring, jika mungkin di
rumah sakit. Lama dan tingkat tirah baring tergantung pada sifat dan keparahan serangan.
Pasien harus diperiksa setiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk memulai
pengobatan dini apabila terjadi gagal jantung. Karena karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3
minggu sejak awal serangan, maka pengamatan ketat harus dilakukan selama masa itu.
Tabel 2. Pedoman Tirah Baring dan Rawat Jalan pada Pasien Demam Rematik
Hanya Artritis
Tirah baring

1-2 minggu

Ambulasi
1-2 minggu
bertahap (boleh
rawat jalan bila
tidak mendapat
steroid)

Karditis
Ringan
3-4 minggu

Karditis
Sedang
4-6 minggu

3-4 minggu

4-6 minggu

Karditis Berat
Selama masih
terdapat gagal
jantung
kongestif
2-3 bulan

Eradikasi Streptokokus merupakan syarat utama dalam pengobatan demam rematik


akut, sedangkan pengobatan lain bergantung pada manifestasi klinis penyakit. Pengobatan
Streptokokus dari tonsil dan faring sama dengan cara pengobatan faringitis Streptokokus,
yakni:
Benzatin penicillin G, dosis tunggal
Untuk BB 27 kg: dosis 1,2 juta unit, dan
Untuk BB 27 kg : dosis 600.000-900.000 unit
Bila tidak ada, dapat diberikan Prokain Penisilin 50.000 I/kgBB selama 10 hari
Jika alergi terhadap penisilin dapat digunakan:
Sefalosporin spektrum sempit: sefaleksin, sefadroksil
Klindamisin: 20 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (dosis maks. 1,8 g/hari) selama
10 hari
Azitromisin: 12 mg/kgBB/hari dosis tunggal (dosis maks. 500 mg) selama 5
hari
Klaritomisin: 15 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis (maks. 250 mg/hari) selama 10
hari
Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi 2-4 kali sehari (dosis maksimum 1g/hari)
selama 10 hari
Alternatif lain:
Penisilin V (Phenoxymethylpenicilin) oral: BB > 27 kg 2-3 x 500 mg
BB 27 kg 2-3 x 250 mg
Amoksisilin (oral): 50 mg/kgBB/hari, dosis tunggal (maks. 1 g) selama 10 hari
Pengobatan antiradang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam
rematik. Pada pasien arthritis, manifestasi akan berkurang dengan pemberian obat antiradang
(salisilat atau steroid). Pada pasien karditis terutama karditis berat, aspirin sering kali tidak
cukup untuk mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardia, sehingga harus
ditangani dengan steroid, misalnya prednisone. Kriteria beratnya karditis adalah: (1) Karditis
minimal, jika tidak jelas ditemukan adanya kardiomegali. (2) Karditis sedang apabila
dijumpai kardiomegali ringan, dan (3) Karditis berat apabila jelas terdapat kardiomegali yang
disertai tanda gagal jantung.
Tabel 3. Panduan Obat Anti Inflamasi
Hanya Artritis

Karditis
Ringan

Karditis
Sedang

Karditis Berat

Prednison
Aspirin

a. 100
mg/kgBB/hr
dalam 4-6
dosis
(2
mgg)
b. Kemudian
3-4 mgg**
dosis
dikurangi
menjadi 60
mg/kgBB/ha
ri (4-6 mgg)

2-4 mgg*

2-6 mgg*

6-8 mgg

2-4 bln

Dosis:
Prednison : 2 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis selama 2 minggu dan diturunkan sedikit
demi sedikit (tapering off ) dengan pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg
setiap 2-3 hari.Bila penurunan ini dimulai, aspirin 75 mg/kgbb/hari dalam 2
minggu dan dilanjutkan selama 6 minggu
Aspirin :

100mg/kgbb/hari dibagi dalam 4-6 dosis; setelah minggu ke-2 dosis aspirin
diturunkan menjadi 60 mg/kgbb/hari.

Pada pasien korea yang ringan, umumnya hanya membutuhkan tirah baring. Pada
kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat yang
paling sering diberikan adalah fenobarbital dan haloperidol. Fenobarbital diberikan dalam
dosis 15-30 mg tiap 6-8 jam. Haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5mg), kemudian
dinaikkan sampai 2,0 mg tiap 8 jam, bergantung pada respon klinis. Pada kasus berat, kadang
diperlukan 0,5 mg tiap 8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada
kasus yang sangat berat dapat diberikan steroid.
PENCEGAHAN
Pencegahan primer demam rematik berarti mengeradikasi Streptokokus saat terjadi
infeksi saluran pernafasan bagian atas (faringitis) dengan pemberian antibiotik yang adekuat.
Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya demam rematik akut. Diagnosis faringitis yang tepat
sangat diperlukan untuk dapat memberikan terapi antibiotik yang tepat juga. Antibiotik akan
efektif mengeradikasi Streptokokus dari saluran pernafasan atas dan mencegah demam
rematik, apabila diberikan dalam 9 hari sejak munculnya gejala faringitis.
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya demam rematik berulang
dan penyakit jantung rematik. Pencegahan sekunder ini wajib dilakukan pada pasien yang

pernah mengalami demam rematik baik dengan atau tanpa adanya gangguan pada katup
jantung. Untuk pencegahan sekunder digunakan:
Benzatin penisilin G:
BB 27 kg = 600.000 unit
BB > 27 kg = 1,2 juta unit

Setiap 3 atau 4 minggu, i.m

Alternatif lain:
Penisilin V : 2x 250 mg, oral
Sulfadiazin : BB 27 kg 500 mg sekali sehari
BB > 27 kg 1000 mg sekali sehari
Bila alergi terhadap Penisilin dan Sulfadiazin dapat diberikan:
-

Eritromisin
Klaritomisin
Azitromisin

Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada berbagai


faktor, yakni: waktu serangan, jumlah serangan demam rematik sebelumnya, usia pertama
kali terkena demam rematik, ada atau tidaknya PJR, ada atau tidaknya riwayat keluarga yang
menderita PJR, tingkat sosioekonomi dan keadaan lingkungan lainnya (WHO, 2004). Makin
muda saat terkena demam rematik, makin besar kemungkinan kumat, namun setelah pubertas
kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar kumat terjadi pada 5 tahun pertama.
Pasien dengan karditis lebih mudah kumat daripada pasien tanpa karditis.
Tabel 4. Durasi Pencegahan Sekunder yang Disarankan (WHO, 2004)
Lama pemberian setelah serangan
terakhir
Demam rematik dengan karditis dan Selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun,
penyakit jantung residual (kelainan katup pada beberapa kondisi (risiko tinggi terjadi
persisten)
rekuren) dapat seumur hidup
Kategori

Demam rematik dengan karditis tetapi tanpa Selama 10 tahun atau sampai usia 21 tahun
penyakit jantung residual (tanpa kelainan
katup)
Demam rematik tanpa karditis

Selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun


BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki, usia 10 tahun, datang ke RSMH dengan keluhan sesak napas.
Sesak napas dapat terjadi akibat gangguan pada paru ataupun jantung. Pada sesak napas
akibat gangguan jantung biasanya sesak napas yang dipengaruhi oleh aktivitas dan posisi,
namun tidak dipengaruhi cuaca. Pada kasus ini pasien mengeluhkan sesak napas yang
dipengaruhi oleh aktivitas. Pada saat MRS pasien didiagnosis decomp cordis NYHA IV
karena tetap merasa sesak dalam keadaan istirahat. Dekompensasi kordis sendiri adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan
tubuh, ditandai dengan adanya sesak napas, sering berkeringat, orthopnea, dapat dijumpai
mengi, dan edema di perifer.
Untuk mengetahui sebab gangguan jantung pada kasus ini, perlu diketahui riwayat
penyakit dahulu pasien. Dari anamnesis didapatkan tidak adanya riwayat sering berhenti
ketika menyusu dan tidak ada riwayat biru saat bayi. Hal ini menyingkirkan kemungkinan
adanya kelainan jantung bawaan.
Selain sesak napas, pada anamnesis didapatkan riwayat nyeri sendi yang berpindah
pada sendi-sendi besar yaitu lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Nyeri
sendi dapat terjadi pada berbagai macam kasus. Namun nyeri sendi yang sifatnya asimetris,
berpindah, dan terjadi pada sendi-sendi besar seperti pada kasus ini terjadi pada sekitar 70%
pasien demam rematik akut (DRA) dan disebut sebagai poliarthritis migrans.
Untuk menegakkan diagnosis demam rematik dan penyakit jantung rematik
digunakan kriteria WHO tahun 2003 berdasarkan kriteria Jones, yang terdiri dari manifestasi
mayor dan minor. Pada kasus ini terdapat 2 manifestasi mayor yaitu poliarthritis migran dan
karditis, dan pada manifestasi minor terdapat athralgia, demam, dan peningkatan LED dan
CRP serta hasil ASTO positif. Pasien dikatakan menderita karditis karena memiliki bunyi
jantung yang melemah, adanya bising jantung sistolik di bagian apeks, takikardia, irama
gallop, dan kardiomegali saat MRS. Karditis pada kasus ini termasuk karditis berat karena
sudah terdapat dekompensasi kordis.
Kasus ini memenuhi kriteria diagnostik demam rematik karena terdapat 2 manifestasi
mayor ditambah ASTO positif. Diagnosis penyakit jantung rematik ditegakkan jika terdapat
kelainan pada katup jantung sebagai sekuele dari demam rematik. Pada kasus ini dari
pemeriksaan fisik jantung ditemukan adanya murmur pada keempat katup jantung akibat
regurgitasi mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal.
Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam rematik, yakni agen
penyebab penyakit yaitu Streptokokus -hemolitikus grup A, host (manusia), dan faktor
lingkungan. Streptokokus akan menyerang sistem pernafasan dan menyebabkan faringitis.

Protein M, faktor virulen yang terdapat pada dinding sel Streptokokus, secara imunologis
memiliki kemiripan dengan struktur protein yang terdapat dalam tubuh manusia seperti
miokardium (miosin dan tropomiosin), katup jantung (laminin), sinovial (vimentin), kulit
(keratin) juga subtalamus dan nukleus kaudatus (lysogangliosides) yang terdapat diotak.
Adanya kemiripan pada struktur molekul inilah yang mendasari terjadinya respon autoimun
pada demam rematik. Kelainan respon imun ini didasarkan pada reaktivitas silang antara
protein M Streptokokus dengan jaringan manusia yang akan mengaktivasi sel limfosit B dan
T. Sel T yang telah teraktivasi akan menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik yang secara
langsung menyerang protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen Streptokokus. Pada
kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien pernah mengalami batuk sebelumnya
sehingga kemungkinan kerusakan katup jantung yang dialaminya adalah akibat antibodi. Hal
ini juga dibuktikan dari hasil laboratorium ASTO positif. Kerusakan pada katup jantung yang
terjadi dapat menyebabkan regurgitasi dan menimbulkan bunyi murmur pada jantung.
Berdasarkan panduan praktik klinik (PPK) kasus penyakit jantung rematik diterapi
dengan menggunakan antibiotik berupa benzatin penisilin G dengan dosis 600.000-900.000
unit (BB <27kg) dan 1.200.000 unit (BB 27kg) selama 10 hari untuk eradikasi bakteri.
Selain antibiotik juga diberikan obat antiinflamasi yaitu prednison dengan dosis
2mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Dosis prednison mulai ditappering pada minggu ketiga.
Untuk mengatasi dekompensasi kordis yang dialami pasien, diberikan diuretika berupa
furosemid sebanyak 1-2mg/kgBB/kali IV sebanyak 2 kali per hari. Furosemid bekerja dengan
menginhibilisi reabsorbsi natrium dan klorida di ginjal yang mengakibatkan banyaknya
kalium dan kalsium yang terbuang melalui urin, sehingga dapat terjadi keadaan hipokalemia
dan hipokalsemia. Untuk mengatasi efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan diuretik
hemat kalium (spironolakton) yakni aldactone 2x25mg dan suplemen mineral berupa ca
glukonas. Selain diuretik diberikan juga digitalisasi yaitu digoksin 2x0,2mg per hari.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E., Kliegman, R., and Arvin, A.M., 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, terj. A.
Samik Wahab. Ed.15; Vol.2. Jakarta: EGC.
Carapetis JR, McDonald M, Wilson NJ. Acute rheumatic fever. Lancet 2005;366:15568
Divisi Kardiologi. 2014. Panduan Praktik Klinis (PPK) Divisi Kardiologi. Palembang:
Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin.
Marijon E, Mirabel M, Celermajer DS, et al. Rheumatic heart disease. Lancet 2012;379:953
64
World Health Organization, 2004. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease : A Report
of a WHO Expert Consultation, Geneva 29 October - 1 November 2001. Geneva:
World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai