Anda di halaman 1dari 14

MIKROBIOLOGI PANGAN

ROTI

Oleh:
Stanislaus Seto

14 - 20

FAKULTAS BIOLOGI

UNIVERSITAS NASIONAL
2016
BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penerapan bioteknologi pada umunya mencakup produksi sel atau biomassa dan
perubahan atau reformasi kimia yang diinginkan. Misalnya saja pada pembuatan roti
dengan melibatkan suatu mikroorganisme. Salah satu bahan baku roti yang paling peting
dalam proses pembuatan soft bread adalah ragi atau yeast.
Ragi adalah mikroorganisme hidup yang berkembangbiak dengan cara memakan
gula. Fungsi utama ragi adalah mengembangkan adonan. Pengembannan adonan terjadi
karena ragi menghasilkan gas karbondioksida (CO2) selama fermentasi. Gas ini kemudian
terperangkap dalam jaringan gluten yang menyebabkan roti bias mengembang.
Komponen lain yang terbentuk selama proses fermentasi adalah asam dan alkohol
yang berkontribusi terhadap rasa dan aroma roti, namun alkohol akan menguap dalam
proses pengembangan roti.
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang bisa digunakan untuk roti
adalah tepung gandum, jagung dan lain sebagainya. Untuk roti yang memerlukan
pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum karena beberapa jenis protein yang
terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan menghasilkan glutein. Glutein inilah
yang dapat membuat roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga
cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis
kembali, yang harus dipertimbangkan adalah terutama kadar protein tepung terigu dan
kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein,
sedangkan kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan.
Pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang. Ragi/yeast
biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-aduk merata, setelah
itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi/yeast sendiri sebetulnya
mikroorganisme, suatu mahluk hidup berukuran kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces
cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan
adanya makanan bagi ragi/yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan
mengubah gula menjadi gas CO2 dan senyawa beraroma. Gas CO2 yang terbentuk
kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang.
B. Rumusan Masalah
2

Fermentasi roti merupakan proses pengolahan untuk menghasilkan potongan roti


(loaves) dengan bagian yang porus dan tekstur roti yang lebih lembut. Adapun rumusan
masalah dalam penysusnan makalah ini adalah apa itu fermentasi roti, bagaimana proses
pengolahannya, bahan-bahan apa saja yang digunakan, serta bagaimana peranan
Saccharomyces cereviseae dalam memfermentasi roti?
C. Tujuan
Penyusunan makalah ini merupakan syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
mikrobiologi pangan. Disamping itu juga agar mahasiswa mengetahui proses-proses yang
berlangsung selama fermentasi roti.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Roti adalah makanan berbahan dasar utama tepung terigu dan air, yang
difermentasikan dengan ragi, tetapi ada juga yang tidak menggunakan ragi. Namun
kemajuan teknologi manusia membuat roti diolah dengan berbagai bahan seperti garam,
minyak, mentega, ataupun telur untuk menambahkan kadar protein di dalamnya sehingga
didapat tekstur dan rasa tertentu.
Kualitas roti secara umum disebabkan karena variasi dalam penggunaan bahan
baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang digunakan mempunyai kualitas
yang baik dan proses pembuatannya benar maka roti yang dihasilkan akan mempunyai
kualitas yang baik pula. Jenis dan mutu produk bakery sangat bervariasi tergantung jenis
bahan-bahan dan formulasi yang digunakan dalam pembuatannya.
B. Bahan Dasar Roti
Beberapa bahan dasar yang umum digunakan dalam proses fermentasi roti adalah
berupa tepung, telur, air, ragi roti, garam, dan gula.
1. Tepung
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan untuk roti
adalah tepung terigu, gandum, jagung, havermouth, dan sebagainya. Untuk roti yang
memerlukan pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum, karena beberapa jenis
protein yang terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan menghasilkan glutein.
Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan
sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak
mengempis kembali. Yang harus dipertimbangkan adalah terutama kadar protein tepung
terigu dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar
glutein, sedangkan kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan.
Tepung terigu yang berada di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam
(Astawan, 1999). Berdasarkan kandungan glutein (protein) yaitu:

Hard Flour, mempunyai kandungan protein 12-13%. Bersifat menyerap air dengan
baik untuk membentuk adonan dengan konsistensi yang tepat, memiliki kekentalan
dan elastisitas yang baik. Adonan yang terbuat dari hard flour memiliki viskositas
yang tinggi dan cocok digunakan dalam pembuatan mie dan roti yang berkualitas
tinggi.

Medium Hard Flour, mengandung protein 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan
untuk pembuatan roti, mie, dan macam-macam kue serta biskuit.

Soft Flour, mengandung protein yang berkisar antara 7-8,5%. Tepung ini memiliki
daya serap air yang rendah sehingga sulit diaduk dan diragikan. Jenis tepung ini tidak
cocok dalam pembuatan roti tetapi lebih cocok untuk pembuatan cake, pastel, biskuit
dan kue kering.

Tabel 1. Kandungan nutrien tepung terigu antara Hard Flour dan Soft Flour.
Komponen
Air

Hard wheat (%)


18

Soft wheat (%)


8

Protein

18

Lemak

1,5

Karbohidrat

68

60

Serat Kasar

2,5

1,5

Abu
Sumber: Matz, 1972
2. Air

Air berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan
membentuk sifat kenyal glutein. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6-9. Makin
tinggi pH air maka roti yang dihasilkan baik karena absorbsi air meningkat dengan
meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan
sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa, dan tidak
menggangu kesehatan.
3. Ragi
Saccharomyces cereviciae yang penting dalam pembuatan roti memiliki sifat dapat
memfermentasikan maltosa secara cepat (lean dough yeast), memperbaiki sifat
osmotolesance (sweet dough yeast), rapid fermentation kinetics, freeze dan thaw
tolerance, dan memiliki kemampuan memetabolisme substrat. Pemakaian ragi dalam
5

adonan sangat berguna untuk mengembangkan adonan karena terjadi proses peragian
terhadap gula, dan memberi aroma (alkohol).
Selain itu, fungsi ragi adalah:

Menghasilkan gas dalam adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida;

Mematangkan dan melunakkan gluten dalam adonan sehingga gluten dapat menahan
pengembangan gas dengan rata;

Berperan dalam menciptakan cita rasa dalam roti tawar (Sulistyo, 1992).
Yeast yang digunakan dalam pembuatan roti tawar harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:

Dapat disimpan dalam bentuk kering;

Tahan terhadap aktivitas formulasi tinggi;

Tahan terhadap aktivitas pembekuan adonan (Sulistyo, 1992).


4. Telur
Fungsi telur dalam formula roti digunakan sebagai pengembang adonan,

meningkatkan keempukan roti dan membentuk warna roti dan juga untuk memperkaya
kandungan gizi dalam roti. Albumin dalam telur dihasilkan oleh putih telur. Karena
albumin dalam adonan roti berfungsi untuk mencegah kristalisasi gula dan penguapan air
yang berlebih selama pengadukan. Sehingga akan memberikan tekstur halus pada adonan
(Kent, 1966).
5. Garam
Penggunaan garam bertujuan untuk menambah rasa gurih pada roti. Garam juga
dapat membantu mengatur kegiatan ragi dalam adonan yang sedang diragi dan dengan
demikian mengatur bentuk dan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dalam adonan
yang diragi. Jumlah garam yang akan digunakan tergantung jenis tepung yang akan
dipakai (Anonim, 1983).
6. Gula
Gula merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan roti karena dapat
memenuhi beberapa fungsi antara lain: makanan yeast, penambah gizi, gula dapat sebagai
pengatur fermentasi adonan roti, memperpanjang umur simpan. Pemakaian gula dalam roti
yaitu untuk membuat remah roti lebih lunak dan lebih basah.

Jenis gula yang biasa digunakan adalah gula tebu atau sukrosa yang digunakan
sebagai pemanis. Ragi memerlukan gula dalam proses fermentasi. Gula yang tersisa
selama proses fermentasi disebut sisa gula. Sisa gula dan garam akan mempengaruhi
pembentukan warna coklat pada kulit roti dan pembentukan rasa.
C. Proses Fermentasi
Proses fermentasi pada pengolahan roti sudah dilakukan sejak lama. Proses
tersebut dilakukan untuk menghasilkan potongan roti (loaves) dengan bagian yang porus
dan tekstur roti yang lebih lembut. Metode ini didasarkan pada terbentuknya gas akibat
proses fermentasi yang menghasilkan konsistensi adonan yang frothy (porus seperti busa).
Pembentukkan gas pada proses fermentasi sangat penting karena gas yang
dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa, sehingga aliran panas ke dalam adonan
dapat berlangsung cepat pada saat baking. Panas yang masuk ke dalam adonan akan
menyebabkan gas dan uap air terdesak ke luar dari adonan, sementara terjadi proses
gelatinisasi pati sehingga terbentuk struktur frothy.
Fermentasi adonan didasarkan pada aktivitas-aktivitas metabolis dari khamir dan
bakteri asam laktat. Aktivitas mikroorganisme ini pada kondisi anaerob akan
menghasilkan metabolit fungsional yang penting pada pembentukkan adonan, seperti yang
terlihat pada tabel d bawah ini.

Dengan mengendalikan parameter proses fermentasi dan metode preparasi adonan


dapat dimungkinkan mempengaruhi aktivitas mukroorganisme dan enzim untuk
menghasilkan adonan roti yang dikehendaki seperti volume, konsistensi, dan pembentukan
metabolit.

D. Peranan Khamir dalam Pembuatan Roti


Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang paling
umum digunakan pada pembuatan roti. Khamir ini sangat mudah ditumbuhkan,
membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang cepat, sangat stabil, dan
aman digunakan (food-grade organism). Dengan karakteristik tersebut, S. cereviceae lebih
banyak digunakan dalam pembuatan roti dibandingkan penggunaan jenis khamir yang
lain. Dalam perdagangan khamir ini sering disebut dengan bakers yeast atau ragi roti.
Adapun klasifikasi Saccharomyces cereviceae adalah sebagai berikut:
Kingdom

Fungi

:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies

Ascomycota
Saccharomycetes
Saccharomycetales
Saccharomycetaceae
Saccharomyces
Saccharomyces cereviceae

Pengembangan Adonan
Penggunaan mikroorganisme dalam pengembangan adonan masih menjadi
fenomena yang asing bagi masyarakat yang tidak familiar dengan pabrik roti. Udara
(oksigen) yang masuk ke dalam adonan pada saat pencampuran dan pengulenan
(kneading) akan dimanfaatkan untuk tumbuh oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi
yang anaerob dan terjadi proses fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkan selama proses
fermentasi akan terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermiabel. Gas akan
mendesak lapisan yang elastis dan extensible yang selanjutnya menyebabkan
pengembangan (penambahan volume) adonan.
Asidifikasi
Selama proses fermentasi selain dihasilkan gas CO2 juga dihasilkan asam-asam
organik yang menyebabkan penurunan pH adonan. Karena tingginya kapasitas penyangga
(buffer capacity) protein di dalam adonan, maka tingkat keasaman dapat ditentukan
dengan menentukan total asam adonan. Proses asidifikasi ini dapat dijadikan sebagai

indikator bahwa fermentasi adonan berjalan dengan baik. Dengan demikian pengukuran
pH mutlak diperlukan dalam pengendalian proses.
Produksi Flavor
Terbentuknya alkohol, penurunan pH, dan terbentuknya metabolit lainnya secara
langsung akan berperan sebagai prekursor flavor roti. Akibat proses fermentasi tersebut
dapat menghasilkan roti dengan mutu organoleptik yang ekselen.
E. Pengendalian Fermentasi
Banyak faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adonan, namun tetap harus
diingat bahwa dalam proses fermentasi tersebut yang dipentingkan adalah pengembangan
adonan. Pengembangan adonan sendiri merupakan akibat dari peningkatan tekanan
internal akibat dari gas CO2 yang dihasilkan. Dengan demikian, beberapa parameter yang
mempengaruhi laju pengembangan adonan adalah ekstensibilitas dan elastisitas film
protein, viskositas adonan, dan tentu saja aktivitas khamirnya.
Suhu
Aktivitas khamir sangat dipengaruhi oleh suhu medium. Pada kisaran suhu 20400C, peningkatan suhu adonan 10C akan meningkatkan laju fermentasi sampai 12%. Oleh
karena itu, pada proses produksi sangat vital untuk dilakukan pemantauan dan
pengendalian suhu adonan secara akurat pada akhir proses pencampuran. Perlu diketahui
dan menjadi catatan bahwa apabila suhu adonan melebihi 550C maka khamir akan mati.
Konsentrasi Khamir
Pada suhu tersebut di atas, laju fermentasi tergantung pada jumlah khamir ynag
digunakan. Setelah proses fermentasi 1 jam akan terjadi sedikit penurunan pertumbuhan
khamir pada penambahan khamir 2-5%. Kemudian segera pertumbuhan khamir meningkat
kembali setelah tersedia nutrisi untuk pertumbuhannya. Selain jumlah khamir yang
digunakan, keberadaan gula sebagai sumber nutrisi juga mempengaruhi laju
pengembangan adonan.
pH.
Proses fermentasi oleh khamir terjadi secara optimal diantara pH 4 dan 6. Pada
proses pembuatan roti, pH adonan pada akhir fermentasi adalah sekitar 5,2. Apabila
menggunakan kultur starter untuk sourdough, pH adonan dapat lebih rendah.
9

F. Proses Pengolahan
Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan bahan
penyusun lainnya menjadi adonan kemudian difermentasikan dan dipanggang. Pembuatan
roti dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu proses pembuatan adonan dan proses
pembakaran. Kedua proses utama ini akan menentukan mutu hasil akhir. Pembuatan
adonan meliputi proses pengadukan bahan dan pengembangan adonan (dough
development) sampai proses fermentasinya.
Proses pengadukan bahan baku roti erat kaitannya dengan pembentukan zat gluten,
sehingga adonan siap menerima gas CO2 dari aktifitas fermentasi. Prinsipnya proses
pengadukan ini adalah pemukulan dan penarikan jaringan zat gluten sehingga struktur
spiralnya akan berubah menjadi sejajar satu dengan lainnya. Jika struktur ini tercapai,
maka permukaan adonan akan terlihat mengkilap dan tidak lengket serta adonan akan
mengembang pada titik optimum dimana zat gluten dapat ditarik atau dikerutkan.
Terdapat tiga sistem pembentukan adonan dalam pembuatan roti yaitu: sponge and
dough, straight dough dan no time dough.
Sistem sponge and dough terdiri dari dua langkah pengadukan yaitu pembuatan
sponge dan pembuatan dough. Sedangkan sistem straight dough (cara langsung) adalah
proses dimana bahan-bahan diaduk bersama-sama dalam satu langkah. Sistem no time
dough adalah proses langsung juga dengan waktu fermentasi yang sesingkat mungkin atau
ditiadakan sama sekali.
Proses pengembangan adonan merupakan suatu proses yang terjadi secara sinkron
antara peningkatan volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang terbentuk sebagai
hasil fermentasi dan dan protein larut, lemak dan karbohidrat yang juga mengembang dan
membentuk film tipis. Dalam proses ini terlihat dua kelompok daya, yaitu daya produksi
gas dan daya penahan gas. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya produksi gas
adalah konsentrasi ragi roti, gula, malt, makanan ragi roti dan suhu selama berlangsungnya
fermentasi.
Proses yang paling penting dan mendasar dalam pembuatan roti adalah proses
biologis yang disebut proses fermentasi yang dilakukan oleh ragi roti. Khamir sendiri tidak
dapat mengawali pembentukan gas dalam adonan, namun dalam tahapan selanjutnya
10

khamir merupakan salah satu komponen utama yang befungsi mengembangkan,


mematangkan, memproduksi senyawa-senyawa gas dan aroma adonan melalui fermentasi
yang dilakukan.
Suhu optimum fermentasi adonan adalah 270C.
Proses proofing adalah proses fermentasi akhir setelah adonan dibentuk, ditimbang
dan dimasukkan ke dalam loyang, sebelum akhirnya adonan dipanggang dalam oven. Pada
tahapan ini gluten menjadi halus dan meluas serta penampakan proofing, volume adonan
berkembang menjadi dua kali lipat. Suhu proofing yang baik adalah antara 32-380C
dengan kelembaban relatif (RH) 80-85% selama 15-45 menit.
Proses pembakaran adonan merupakan tahapan akhir yang menentukan berhasil
tidaknya suatu proses pembuatan roti. Untuk memperoleh hasil yang baik dan berwarna
coklat dibutuhkan pemanasan sekitar 150-2000C. Sedangkan lama pembakaran roti secara
tepat tergantung pada ukuran atau bentuk roti, jumlah gula yang digunakan dalam formula
dan jenis roti yang dibakar.
Proses terpenting dalam pembuatan roti adalah pemanggangan. Melalui proses ini
adonan roti diubah menjadi produk yang ringan dan berongga, mudah dicerna dan aroma
yang sangat merangsang. Aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan dihentikan oleh
pemanggangan disertai dengan hancurnya mikroorganisme dan enzim yang ada. Pada saat
yang sama substansi rasa terbentuk, meliputi karamelisasi gula, pirodekstrin dan
melanoidin sehingga menghasilkan produk dengan sifat organoleptik yang dikehendaki.

11

12

BAB 3. PENUTUP
Kesimpulan
Fermentasi roti merupakan proses pengolahan adonan untuk menghasilkan
potongan roti (loaves) dengan bagian yang porus dan tekstur roti yang lebih lembut.
Metode ini didasarkan pada terbentuknya gas akibat proses fermentasi yang menghasilkan
konsistensi adonan yang frothy (porus seperti busa).
Bahan-bahan yang digunakan berupa tepung, telur, garam, gula, ragi roti, dan air.
Berbagai bahan ini kemudian dicampur membentuk adonan dan difermentasi agar
mikroorganisme Saccharomyces sereviceae mampu memetabolisme kandungan nutrisi
yang terdapat pada bahan-bahan tersebut di atas.
Akhir dari proses ini adalah dengan melakukan pemanggangan untuk mengubah
menjadi produk yang ringan dan berongga, mudah dicerna dan aroma yang sangat
merangsang. Selain itu juga, untuk menghentikan aktivitas biologis di dalam adonan dan
mengahancurkan mikroorganisme.

Sumber
Indri Anissholehati. 2014. Makalah kerusakan pangan pada berbagai macam roti.
http://dokumen.tips/documents/makalah-roti.html
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/50523/A06ran.pdf?sequence=1
Endah Lestari, et al. 2013. Pembuatan roti dengan fermentasi.
https://www.academia.edu/5291140
Putri Kartika. Fermentasi roti. https://www.academia.edu/4359263
http://staff.unud.ac.id/~semadiantara/wp-content/uploads/2012/09/FERMENTASI
ROTI.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/2695/3/2BL00941.pdf
Camacho-Ruiz L, Prez-Guerra N, Roses RP. 2003. Factors affecting the growth of
Saccharomyces cerevisiae in batch culture and in solid state fermentation.Electron
J Environ Agric Food Chem 2(5): 531-542

13

Ikram-ul-Haq, Baig MA, Ali S. 2005. Effect of cultivation conditions on invertase


production by hyperproducing Saccharomyces cerevisiae isolates. World J
Microbiol Biotechnol 21:487492SGD. 2004. What are yeasts? [terhubung
berkala]. http :// www.yeastgenome.org/Ul..-What are veast .html

14

Anda mungkin juga menyukai