Anda di halaman 1dari 9

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETELITIAN UJI

MUTU BETON DENGAN ALAT HAMMER TEST


*Fakhrul Rozi Yamali

ABSTRAK
Kuat tekan beton merupakan kemampuan beton menahan beban yang identik dengan kuat
hancur beton dalam satuan Mpa atau Kg/Cm. Pengujian bisa dilakukan dilaboratorium
seperti dengan mesin uji tekan maupun dilakukan uji dilapangan diantaranya dengan
menggunakan alat hammer test atau palu beton, dari beberapa jenis metode pengujian yang
ada tersebut, penggunaan uji dengan alat hammer test bisa digunakan pada saat umur
beton atau pada beton yang telah lama dilaksanakan. Hammer test bisa dilakukan lebih
efektif dan sangat praktis dalam penggunaan nya namun tingkat ketelitian atau akurasinya
terletak pada alat dan kejelian para engineer atau teknisi lapangan.

Kata Kunci : praktis, alat, engineer


Pendahuluan
Penggunaan beton dan bahan-bahan Vulkanik seperti abu pozzolan
sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi,
bahkan jauh sebelum zaman tersebut, (Nawy dalam Tri Mulyono 2003)
Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam rekayasa
konstruksi struktur. Selain karena kemudahan dalam mendapatkan material
penyusunnya juga di sisi lainnya disebabkan oleh penggunaan tenaga yang
cukup besar sehingga dapat mengurangi masalah penyediaan lapangan
kerja. Konstruksi beton merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan
dalam struktur bangunan diantara bahan-bahan yang lain, seperti kayu dan
baja. Peningkatan penggunaan beton, diikuti peningkatan permasalahanpermasalahan yang ditimbulkan. Permasalahan yang sering dijumpai seperti
kemudahan dalam pengerjaan adukan beton (workability), pada pengecoran
dan penempatan. Tingkat pengerjaan beton dapat ditingkatkan dengan cara
menambah faktor air semen, tetapi dengan cara tersebut tidak mengurangi
mutu betonnya.
Untuk mendapatkan beton yang bermutu secara baik banyak sekali
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Baik buruknya mutu beton tergantung
pada metode pelaksanaannya antara lain :
1. Peran perbandingan campuran bahan-bahan beton.
2. Mutu agregat yang dipakai.
3. Jenis air yang di gunakan.
4. Cara mengaduk campuran beton.
Disamping kualitas bahan penyusunnya, kualitas pelaksanaan pun
menjadi penting dalam pembuatan beton. Kualitas pekerjaan suatu
konstruksi sangat dipengaruhi oleh pelaksana pekerjaan beton langsung,
seperti yang disebutkan oleh L.J Murdock dan K.M Brock yang mengatakan
kecakapan tenaga kerja adalah salah satu faktor penting dalam produksi
suatu bangunan yang bermutu, dan keberhasilan untuk mendapatkan tenaga
kerja yang cakap adalah pengetahuan dan daya tarik pada pekerjaan yang
sedang dikerjakan.

Kesanggupan beton untuk mempertahankan keseragamannya


dipengaruhi oleh stabilitasnya, yang bergantung kepada kekentalan dan
daya lekatnya.

Ai
r
10%

Agregat
Kasar

Semen
15%

40%
Agregat
Halus
35%

Sifat beton yang dikehendaki dalam pelaksanaan konstruksi adalah


kuat, tahan lama dan ekonomis serta memberikan perasaan aman dan
tentram bagi penghuninya.
Adapun sifat-sifat beton yang perlu diperhatikan dalam pambuatan beton
adalah tingkat kemudahan pengerjaan pengecoran.
Secara umum kelebihan dan kekurangan beton adalah (Tri Mulyono
2003) :
1. Kelebihan beton, adalah :
- Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
- Mampu memikul beban yang berat
- Tahan terhadap temperatur yang tinggi
- Biaya pemeliharaan yang kecil
2. Kekurangan beton, adalah :
- Bentuk yang dibuat sulit diubah
- Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
- Berat
- Daya pantul suara yang besar
Bahan-bahan Dasar Penyusun Beton
Sebagai bahan bangunan, beton lebih luas pemakaiannya. Campuran
bahan-bahan dasar pembentukan beton yaitu semen portlan,air dan agregat
serta bahan tambah (admixture) pada beton mutu tinggi.
Semen Portland
Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak
digunakan dalam pengerjaan beton. Fungsi utama semen adalah mengikat
butir-butir agregat sehingga membentuk suatu massa padat dan mengisi
rongga-rongga udara diantara butir-butir agregat. Walaupun komposisi
semen dalam beton hanya 10%, namun karena fungsinya sebagai bahan
pengikat maka peranan semen menjadi penting.

Prinsip dasar pemilihan semen yang akan digunakan sebagai bahan


campuran beton yang tahan terhadap serangan sulfat adalah berapa banyak
kandungan senyawa C3A-nya. Semen yang tahan sulfat harus memiliki
kandungan C3A tidak lebih dari 5%. Semen yang kandungan C3A-nya tinggi,
jika terkena sulfat yang terdapat pada air atau tanah akan mengeluarkan C3A
yang bereaksi dengan sulfat dan mengambang sehingga mengakibatkan
retak-retak pada betonnya (Cokrodimuldjo dalam Tri Mulyono, 2003).
Agregat
Agregat adalah bahan yang dipakai sebagai pengisi yang berasal dari
alam antara lain yaitu berasal dari hasil pecahan batu alam atau boleh pula
bahan buatan. Agregat yang baik adalah agregat yang keras, kuat, ulet,
kekuatannya melebihi kekuatan semen Portland setelah mengeras (Tri
Mulyono).
Agregat yang digunakan untuk campuran beton terdiri dari 60% - 75%
dari volume totalnya, karena persentase yang cukup besar tersebut maka
sifat-sifatnya sangat mempengaruhi hasil beton. Agregat mempunyai ukuran
butiran yang beragam yang dapat membedakan jenis agregat tersebut.
Agregat kasar mempunyai ukuran butiran yang lebih besar dan agregat halus
mempunyai ukuran butiran yang lebih kecil.
Agregat Halus
Agregat halus atau pasir mempunyai ukuran lebih kecil. Sebagaimana
terdapat dalam standar spesifikasi ASTM C33-90 yaitu butiran agregat yang
lolos saringan no. 4 (4,8 mm) dan tertahan saringan no.100 (150 m).
Agregat Kasar
Ukuran butiran agregat kasar menurut ASTM C33-90 tabel 2, yaitu
agregat yang tertahan saringan no. 16 (1,18 mm) dan lolos saringan 4,0 inci
( 100 mm).
Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi
semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan
beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai
campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya,
yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai
dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat
mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.
Parameter Perencanaan Beton
Kegiatan perencanaan beton dimulai dari quarry atau tempat
penambangan sumber alam. Perencana harus mengambil contoh-contoh
material yang akan digunakan, sesuai dengan ketentuan dan standar baku
yang telah ditetapkan dan kemudian contoh tersebut di bawah ke
Laboratorium untuk dicek dan diuji. Setelah nilai masing-masing material
didapat, perancangan beton (Mix Design) segera dilakukan dengan
pengujian lanjutan dengan pengujian campuran beton di laboratorium yang
meliputi pengujian beton segar dan pengujian beton keras.

Pengujian beton segar untuk mengetahui workability atau kemudahan dalam


pengerjaannya yang indikasinya dapat dilihat dari nilai slump beton. Tujuan
lainnya dari pengujian beton segar ini adalah untuk melihat apakah terjadi
bledding dan segregation atau tidak. Pengujian beton keras terutama
dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan tekan karakteristik dari beton
tersebut (fc atau b) dengan melakukan pembuatan benda uji berbentuk
kubus atau silinder yang pada umur tertentu sesuai dengan yang disyaratkan
untuk dapat di uji.
Setelah pembuatan campuran beton di laboratorium selesai dilakukan,
proses selanjutnya adalah membawa hasil komposisi mix design tersebut
sebagai Job Mix Formula (JMF) ketempat pengolahan beton.
Apabila terjadi perubahan parameter bahan penyusun beton, pengujian
dilaboratorium harus dilakukan lagi sebagai quality control bahan-bahan
komposisi beton. Selama masa pelaksanaan proses kontrol terus dilakukan
dan setelah beton mengeras dan telah berumur 28 hari, uji tekan untuk
mengetahui kekuatannya harus dilakukan. Pengujian lain dapat dilakukan
dengan core drill dan load test /Hammer test.
Kuat Tekan Hancur Beton
Kuat Tekan Beton mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur.
Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi
pula mutu beton yang dihasilkan, (Tri mulyono 2003) :
fc
= Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa).
fck
= Kekuatan beton yang didapatkan dari hasil uji kubus 150 mm atau
uji silinder dengan diameter 100 mm dan tinggi 200 mm (MPa).
fc
= Kekuatan tarik dari hasil uji belah siinder beton (MPa).
fcr
= Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar
pemilihan perancangan camnpuran beton (MPa).
s
= Deviasi standar (s) (MPa).
Untuk mendapatkan kuat tekan dari masing-masing benda uji
digunakan rumus ASTM C 39:

fc =

Dimana :

P
---A

fc = Kuat tekan beton (MPa)


P = Beban maksimum (KN)
A = Luas bidang benda uji (cm2)

Guna mengetahui seberapa besar nilai kuat tekan beton dapat


diketahui dari pengujian sebelum, sedang (dilakukan di laboratorium) dan
telah selesai pengerjaan beton (dilakukan Uji dengan alat Hammer Test).
Menurut (Tri Mulyono, 2003) Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan
tekan beton adalah sebagai berikut :
1. Proporsi bahan-bahan penyusunnya

2. Metode perancangan
3. Perawatan
4. Keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan
Maksud dari penulisan ini untuk mengetahui bagaimana hasil yang di
peroleh apabila terjadi kesalahan dalam pengambilan sample uji dengan alat
hammer test dengan tujuan untuk mengetahui berapa nilai tekan beton yang
terpasang atau pengecekan beton pada konstruksi bangunan lama guna
mengetahui seberapa besar mutu betonnya. Hal tersebut perlu dilakukan
untuk menghindari semua permasalahan yang sering terjadi di lapangan
pada konstruksi yang tidak tahu seberapa besar kekuatan mutu betonnya
dapat dinilai.
METODOLOGI
Uji Tekan Beton dengan Alat Hammer Test
Untuk mengetahui seberapa besar nilai mutu beton dalam menahan
beban yang sudah terpasang dapat dilakukan dengan menggunakan alat
salah satunya adalah Hammer Test/Palu beton (NDT)
1. Prosedur Pelaksanaan Pengujian
Sewaktu pelaksanaan penelitian prosedur pemeriksaan sebaiknya
harus dipenuhi antara lain :
a. Alat hammer test yang digunakan harus telah di kalibrasi terlebih dahulu
sebelum di gunakan dengan alat kalibrasi ANVIL.
b. Pemeriksaan mutu beton dengan alat hammer test.
c. Evaluasi mutu beton.
d. Analisa secara teknik.
2. Pengukuran
Pengukuran sangat diperlukan untuk menentukan lokasi beton
yang akan di uji dan penentuan pusat-pusat titik uji. Kesalahan
pengambilan titik uji akan mengurangi nilai keakuratan mutu beton yang
terbaca pada alat. Kesalahan bisa disebabkan antara lain dikarenakan
kurang bersihnya lokasi titik uji atau beton yang tertutup oleh selimut atau
plesteran beton yang berakibat berkurang nya mutu beton yang terbaca
pada alat hammer.
3. Perhitungan
Rumus-rumus yang digunakan dalam metode pangujian dengan Alat
Hammer test dalam Mega Pascal (MPa) yang dikorelasikan dengan (Kg/cm)
Peraturan Beton Indonesia (PBI 71) adalah sebagai berikut :

S=

n
(b bm)2
1
n1

Dimana :
S
= Standar Deviasi (Kg/Cm)
b = Kuat Tekan beton yang didapat dari titik uji(Kg/Cm)
bm = Kuat tekan rata-rata (Kg/cm2)
Kuat tekan rata-rata (bm) menurut rumus adalah :
n
(b bm)2
l
bm =
n
n

= Jumlah banyaknya benda/titik uji(Kg/Cm2)

PEMBAHASAN
Beberapa pemeriksaan atau pengujian beton baik yang dilakukan di
laboaratorium maupun dilapangan, diantaranya diawali dengan 1. Pengujian
material untuk dapat menentukan formula sesuai dengan seberapa besar
mutu yang dikehendaki. 2. Pemeriksaan slump test guna melihat kadar
semen yang akan digunakan sebelum pelaksanaan beton dimulai di
lapangan. 3. Pengujian kuat tekan dan kuat lentur dengan pengambilan
sample dilapangan dan dibuatkan cetakan benda ujinya berupa kubus atau
silinder sesuai ukuran yang telah disyaratkan, kemudian benda uji test yang
dilakukan dengan menggunakan mesin kuat tekan universal testing machine
kuat tekan beton (kubus atau silinder) diketahui dengan cara memberikan
beban secara kontiniu pada benda uji sampai benda uji mengalami
kehancuran dan beban ini merupakan beban maksimum yang mampu dipikul
benda uji. Sedangkan untuk pengujian kuat lentur digunakan dengan mesin
yang sama dengan perbedaan pada benda ujinya.
Pelaksanaan pengujian kuat tekan maupun kuat lentur dilakukan pada benda
uji sesuai dengan yang disyaratkan PBI 71 adalah pada umur 3, 7, 14, 28
hari dan dilakukan di laboratorium.
Pengujian Mutu Beton dengan Alat Hammer Test
Pengujian dengan alat hammer test dilakukan apabila akan
mengetahui seberapa besar mutu beton yang ada baik pada beton baru
maupun beton lama dengan memukulkan atau memantulkan alat
palu/hammer test pada titik-titik uji seperti pada plat, kolom atau balok.
Kesalahan bisa terjadi apabila kurang teliti dalam membersikan lokasi titik uji
seperti kurang bersih, atau melakukan test pada beton yang sudah di
selimuti plester yang berakibat berkurangnya bacaan pada alat hammer.
Pengujian yang dilakukan pada ruang yang sama seharusnya akan
menghasilkan angka bacaan sama, namun apabila dilakukan pada titik yang
satu langsung menyentuh beton dan titik yang lainnya pada beton yang
terselimut plester atau kurang bersih akan menurunkan nilai bacaan mutu
beton tersebut, seperti :

1. Plat Lantai yang di selimuti plester


bm
= 207 Kg/cm
S
= 35,528 Kg/cm
b
= 149 Kg/cm
N
= 10 Titik
Nilai kuat tekan dari bacaan alat diatas dikorelasi menjadi nilai kuat
tekan karakteristik yang menghasilkan nilai b = 149 Kg/cm suatu nilai
kekuatan tekan beton karakteristik yang minimal adalah ekivalen dengan
80% dari nilai tekan beton karakteristik yang diisyaratkan untuk bagian
konstruksi itu, maka bagian konstruksi tersebut dianggap tidak memenuhi
syarat. Apabila mutu beton yang disyaratkan K. 300 maka b = 149 Kg/cm
300 * 80 % = 240 Kg/cm, menurut PBI 1971 tidak memenuhi syarat

2. Plat Lantai yang langsung menyentuh beton


bm
= 305 Kg/cm
S
= 66,20 Kg/cm
b
= 267 Kg/cm
N
= 10 Titik
Nilai kuat tekan dari bacaan alat diatas dikorelasi menjadi nilai kuat
tekan karakteristik yang menghasilkan nilai b = 267 Kg/cm suatu nilai
kekuatan tekan beton karakteristik yang minimal adalah ekivalen dengan
80% dari nilai tekan beton karakteristik yang diisyaratkan untuk bagian
konstruksi itu, maka bagian konstruksi tersebut sudah dianggap memenuhi
syarat. Apabila mutu beton yang disyaratkan K. 300 maka b = 267 Kg/cm
300 * 80 % = 240 Kg/cm , menurut PBI 1971 memenuhi syarat.
Akibat dari kesalahan penentuan titik dalam kasus diatas sangat patal,
mutu beton yang didapat dari pembacaan alat akan terjadi perbedaan
walaupun titik-titik uji berada dalam satu ruang plat, dan dari hasil analisis
perbedaannya sangat signifikan dan mencapai prosentase kurangnya mutu
beton lebih dari 44% dari yang sebenarnya. Hal tersebut diatas dapat
merugikan pihak lain akibat dari kesalahan engineer atau teknisi dalam
menentukan titik uji akibat kurang jelinya memperhatikan kondisi lapangan.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Pengujian kuat tekan beton bisa dilakukan uji pada saat mulai atau
sedang yang dilakukan di laboratorium dan uji setelah selesai
pelaksanaan yang dilakukan dengan menggunakan alat uji hammer test.
2. Alat hammer test yang akan digunakan untuk test kuat tekan beton,
terlebih dahulu dilakukan kalibrasi dengan alat yang namanya anvil agar
hasil bacaan yang diperoleh akurat.
3. Sebaiknya pengujian beton dilakukan di laboratorium diantaranya dengan
alat uji tekan sehingga hasil yang didapat akan lebih akurat dikarenakan
dilakukan pada saat pengerjaan beton atau beton masih berumur muda.
4. Akibat dari kesalahan dalam penentuan titik uji seperti kasus diatas
dimana titik pertama pada beton yang tertutup selimut/plesteran dan di
titik yang lain pada beton yang tidak adalagi selimut/plesterannya
walaupun pada satu ruang plat, dalam dua kasus uji tersebut akan
mengurangi nilai pembacaan pada alat hammer test 44% pada titik uji
terselimut plester sehingga terjadi penyimpulan mutu beton yang bias.
5. Kesalahan dari berkurangnya nilai mutu beton yang didapat di sebabkan
oleh banyak faktor yang terjadi dilapangan diantaranya tidak bersihnya
lokasi uji, penempatan atau penggunaaan alat uji yang tidak tegak lurus.
6. Kesalahan yang paling sering ditemukan dilapangan akibat dari kurang
telitinya petugas engineer atau teknisi dilapangan / human error dalam
penentuan titik uji.

Saran
1. Perlunya ketelitian pada saat menentukan lokasi titik uji beton dengan
alat hammer test.
2. Perlakuan penggunaan alat dilapangan harus seirama agar hasil yang
didapat akurat.
DAFTAR PUSTAKA
ASTM,1995, Concrete and Aggregates, Annual Book Of ASTM Standard,
Vo.04.02.1995, Philadelphia.
Departemen Pekerjaan Umum, 1991, Tata Cara Rencana Pembuatan
Campuran Beton Normal (Cetakan Pertama Bandung, SK SNI T 151991-03), Yayasan LPMB, Bandung.
Departemen Pekerjaan Umum, 1991, Tata Cara Pembuatan Rencana
Campuran Beton Normal Berdasarkan SK SNI T 15 1990 03.
Departemen Pekerjaan Umum, 1991, Tata Cara Pembuatan Rencana
Campuran Beton Normal Berdasarkan SNI 03-2834 -1993, Balitbang
Departemen Kimpraswil, Edisi Pertama, Desember 2002.
Departemen Pekerjaan Umum, 1971, Peraturan Beton Indonesia 1971/PBI
71, April 1971.
Gunawan Rudi, 1993, Perencanaan Beton Bertulang, Kanisius, Yogyakarta.
Sagel, R & P. Cole, 1995, Pedoman Pengerjaan Beton Berdasarkan SK SNI
T-15-1991-03, Erlangga, Jakarta.

Mulyono Tri. 2003. Teknologi Beton, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.


Vis.W. C, Ir & K.H. Gideon, Ir, M.Eng, 1997, Dasar-dasar Perencanaan
Beton Bertulang, Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai