urtikaria
adrenergik
dan
mengusulkan
sebuah
mekanisme
seperti trauma, gangguan emosional, kopi, coklat, dan jahe. Gambaran klinis
terkait yaitu wheezing, palpitasi, takipnu, parastesis, dan malaise. Diagnosis dari
adrenergik urtikaria ditegakkan berdasarkan injeksi intradermal 5-10 ng epinefrin
atau 3-10 ng dari norepinefrin dalam larutanm salin 0,02 ml, dimana
mengakibatkan munculnya ruam atau dengan observasi klinis atas respon dari
propranolol yang mana mengatasi ruam dan menekan efek pada episode yang
akan datang. Urtikaria kolinergik dibandingkan dengan gambaran papul kecil
yang dikelilingi besar, gambaran erupsi merah menyala sebagai respon stress,
kegitan fisik, diaporesis, dan peningkatan suhu tubuh. Ini didiagnosis dengan
injeksi intradermal dari nicotin, asetilkolin, atau metakolin, yang mana membuat
ruam yang spesifik. Sebagai pengetahuan, 10 kasus dari adrenergik urtikaria
sudah dilaporkan dalam literatur kedokteran. Pengalaman kami dengan 2 pasien
dengan lesi klinis klasik dan memberikan respon terhadap pemeberian propranolol
pada kondisi ini dilaporkan. Ada beberapa gejala yang tumpang tindih pada
urtikaria adrenergik dan urtikaria kolinergik. Pasien dengan diagnosis yang baik
menggambarkan peningkatan suhu tubuh, kemungkinan karena peningkatan
katekolamin atau elevasi suhu tubuh karena berkeringat. Propranolol, hanya
diketahui efektif dalam terapi adrenergik urtikaria dan juga ditemukan efektif
pada bebrapa kasus urtikaria kolinergik. Kami menduga banyak kasus urtikaria
adrenergik di masukkan dalam diagnosis urtikaria kolinergik dan menjelaskan
efektivitas propanolol. Hal ini mungkin karena keduanya memilki gambaran yang
mirip dan keterbatasan dalam metode diagnosis. Tes metakolin dalam urtikaria
kolinergik menunjukkan sensitivitas 30-50%, dimana sensitivitas dan spesifisitas
dari tes norepinefrin untuk urtikaria adrenergik tidak diketahui. Meskipun berbagi
gambaran klinis, kami menganggap keduanya memiliki patofisiologi berbeda
untuk urtikaria adrenergik dan kolinergik. Spesimen biopsi kulit menggambarkan
edema jaringan tidak spesifik, infiltrat radang, dan mikroskopi elektron
menggambarkan degranulasi sel mast, mengarah pada teori yang diterima saat ini
dimana patogenesis di regulasi oleh sel mast. Untuk review singkat, sel mast
mengandung
berbagai
reseptor,
termasuk
adrenergeik
(alpha,
beta-2),
histaminergik (H-1 dan H-2), dan tipe afinitas tinggi dari IgE. Aktivasi reseptor
menginduksi, melalui kaskade sinyal yang berbeda, merilis mediator ( serotonin,
adenosiane monophospate cyclase (cAMP), dan mencegah degranulasi, alpha -2reseptor sebaliknya menurunkan kadar cAMP dan bersama Alpha -1-reseptor
meningkatkan kalsium intraseluler dan memfasilitasi degranulasi. Terapi yang
memblok alpha, tapi tidak beta-2 reseptor, akan menjadi arti yang lebih logis
untuk pencegahan urtikaria. Blokade dari beta-adenoreseptor akan mempengaruhi
individu untuk menjadi urtikaria karena stimulasi alpha reseptor dilawan. Kami
mengusulakn propranolol terpusat mengurangi simpatik, yang pada gilirannya
mengurangi aktivasi reseptor alfa adrenergik reseptor perifer dari granulasi sel
mast.
urtikaria
adrenergik
tidak
memerlukan
pengujian
intradermal
norepinefrin dan dapat dibuat berdasarkan pada temuan klinis dan respon terhadap
propranolol oral. Tidak diragukan lagi, penelitian lebih lanjut ke dalam
patofisiologi urtikaria adrenergik akan membantu menjelaskan urtikaria fisik
dengan menarik dan mengkonfirmasi mekanisme dengan propranolol adalah
efektif.