Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Singkat Kepanduan HW

Pada suatu hari dipanggillah Somodirjo (mantra guru Soronatan) dan Sjarbini (pembantu
guru dari sekolah Muhammadiyah Bausasran. Oleh KH Ahmad Dahlan. Sewaktu KH Ahmad
Dahlan bertabligh di Solo beliau melihat segerombalan anak muda berlatih berbaris di alunalun dengan berpakaian seragam. Kemudian beliau bertanya pada salah seseorang ini latihan
apa, maka salah satunya menjawab latihan Padvinder Mangkunegaran (JPO) atau kalau saat
ini kita kenal kepanduan. Dari rasa heran itulah KH Ahmad Dahlan berkata kepada kedua
guru tersebut Alangkah baiknya kalau anak-anak keluarga Muhammadiyah juga dididik
semacam itu untuk menjalani menghamba Allah (meningkatkan Ibadah.
Sejak saat itu mulai ahad sore di sekitar kauman dilaksanakan kegiatan berbaris yang
mulanya hanya diikuti oleh guru-guru Muhammadiyah. Tetapi lama kelamaan anak-anak
kecil dan pemuda yang melihat jadi ingin ikut berlatih berbaris. Kemudian setelah latihan
berbaris mereka berlatih juga penolong kecelakaan (PPPK) dan tidak lupa pula pengajian tiap
hari Selasa bagi golongan yang sudah tua.
Kemudian pada tahun 1918 gerakan tadi dikumpulkan menjadi satu nama yaitu
Padvindery Muhammadiyah (nama pandu Muhammadiyah sebelum Pandu HW). Dan
dibentuklah kepengurusan yang pertama kali yaitu pengurusnya :
Ketua
: H, Muchtar
Wakil Ketua : H Hadjid
Sekretaris
: Somodirdjo
Keuangan
: Abd Hamid
Organisasi
: Siradj Dahlan
Komando
: Sjarbini Damiri
Seragam pertama kali yang digunakan untuk baju dril kuning selana dril biru sedangan
setangan leher saat itu warna yang sangat mudah didapatkan adalah warna merah, maka
dibelinya katju warna merah berbintik-bintik (kacu kedelei kecer).
Kemudian untuk mengembangkan pengetahuan para pengurus berencana pergi ke JPO
solo di Mangkunegaran. Dan sesampai di Solo pengurus Padvindery Muhammadiyah
disambut dengan luar biasa, bahkan berbagai macam atraksi kepanduan diperagakan.
Setelah pergolakan PD I (1920) semua kepanduan di Indonesia mengalami perubahan
nama, dan tidak lagi menggunakan istilah padvindery maka Padvindery Muhammadiyah
berubah nama Kepanduan Hizbul Wathan atau disingkat HW yang bermakna pembela tanah
air. Pergantian nama ini atas prakarsa Bp. H Hadjid
HW Berkembang begitu pesat dari JoGjakarta merambah ke kota-kota sekelilingi,
bahkan dalam waktu singkat HW menjadi buah bibir masyarakat, karena kedisplinannya, dan
seragamnya yang unik.
Pada tanggal 3 April 1926 diselenggarakan Konperensi Kepanduan di Jogjakarta yang
dipimpin oleg G.J. Ranneft. Tujuannya adalah mempersatukan semuanya kepanduan di
Indonesia dengan konsep NIPV (Nederland Indische Padvindery Vereneging )/Organisasi

Kepanduan Hindia Belanda. Tetapi para tokoh-tokoh pandu menolah, kemudian mereka
membentuk federasi kepanduan yang bernama SIAP.Mengetahui keberadaan SIAP yang
membahayakan pemerintah Hindia Belanda maka belanda melarang menggunakan Istilah
Padvindery. Kemudian pada Konggres SIAP di Banyumas Haji Agus Salim mengusulkan
menggantikan istilah Padvindery dengan istilah Pandu.
Namun pada tahun 6 februari 1943 M. bersama dengan organisasi kepanduan lainnya,
Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dibubarkan oleh pemerintah penjajahan Jepang sebagai
gantinya diganti dengan seinendan.
Pada jaman bergelokanya revolusi, September 1945 di Balai Mataram September
1945 Jogjakarta diadakan rembuk untuk membangkitkan kembali kepanduan di
Indonesia.Maka tanggal 27-29 September Kesatuan Kepanduan Indonesia (nama kepanduan
sementara) mengadakan konggres di Solo dan menghasilkan nama Pandu Rakyat Indonesia.
Kemudian pada tanggal 20-22 Januari 1950 Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Konggres
yang kedua dan memutuskan :
1. Menerima konsep baru
2. Golongan khusus menghidupkan kembali kepanduannya
3. Menuju pengakuan internasional.
Maka pada tanggal 29 Januari 1950 Kepanduan HW dibangkitkan kembali yang
kemudian disusul oleh SIAP, AL Wathoni, Pandu Islam, Pandu Anshor, Hizbul Islam, Al
IRSYADM , Al Wasliyah dll. Kemudian tanggal 9 maret 1961 kepanduan yang tergabung
dalam Perkindo meleburkan diri ke Gerakan Pandu.
DASAR PELEBURAN
1. Pidato PJM Presiden tanggal 9 Maret 1961
2. Surat PERKINDO no 071/DKN/III/61 tanggal 9 Maret 1961
3. Maklumat PP Muhammadiyah no 302/IV-A/61 perintah peleburan
4. Pengumuman PP Muhammadiyah Majlis HW no 10/HM/61 tanggal 1 April 1961
5. Kep Pres RI no 121 tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan
Gerakan Pandu
6. Surat PEPERTI no 0605/Peperti 1961 tanggal 11 April 1961
7. Surat PPGP no 8 PPGP tanggal 27 Mai 1961
8. Surat dari Majlis HW tanggal 8 Juni 1961
Latar belakang bangkitnya HW
n Muktamar Muh 1980 di Surabaya, 1985 di Solo, 1990 di Jogjakarta, 1995 di Aceh.
n 1994, mantan Pandu HW dan NA taziyah kepada Bp Sumitro, tercetus ide Reuni HW
n 1996 terlaksana Reuni Nasional pada bulan Juni merancang kebangkitan HW
n 23 Februari 1998 diputuskan kebangkitan HW pada tanggal 18 November 1998
n Karena ada huru-hara, maka mundur satu tahun
Pada tanggal 29 Januari 1950 M. Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan bangkit kembali
dengan berbagai perubahan. Namun berdasarkan surat keputusan Presiden Republik

Indonesia nomor 238/61 tanggal 9 meret 1961 M. bersama dengan organisasi kepanduan
lainnya, Gerkan Kepanduan Hizbul Wathan dilebur menjadi Pandu, sebagai satu-satunya
organisasi kepanduan di Indonesia.
Dan pada tanggal 10 Syaban 1420 H. bertepatan dengan tanggal 18 November 1999
M. oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dibangkitkan
kembali untuk kedua kalinya, dengan surat keputusan nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 dan
dipertegas dengan surat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor
10/Kep/I.O/B/2003

(http://hw-kwarda-karanganyar.pdmkra.or.id/2013/06/sejarah-singkat-kepanduan-hw.html)

Anda mungkin juga menyukai