Bab III
TINJAUAN PUSTAKA
Penurunan produksi pada Sumur X-1 diakibatkan karena adanya kerusakan
pada lubang sumur. Kerusakan pada lubang sumur tersebut umumnya ditunjukkan
oleh adanya penurunan laju produksi. Penyebab terjadinya kerusakan pada lubang
sumur ini diakibatkan terbentuknya scale. Scaling yang terbentuk pada sumur uap
diakibatkan karena terjadi penurunan tekanan. Sehingga fasa uap mengalami
kondensasi dan terbentuk scaling.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki kerusakan pada
lubang sumur tersebut yaitu dengan melakukan pengasaman. Ada tiga metode
penggunaan pengasaman yaitu matrix acidizing, acid fraturing, dan acid wash. Pada
skripsi ini metode acid wash yang digunakan.
Adanya pendangkalan pada lubang sumur ketikan melakukan uji kuster (PTS)
24
25
26
3. Kondisi Tekanan
Dalam reaksi kesetimbangan suatu larutan kimia, tekanan sedikit banyak
berpengaruh didalamnya. Kelarutan unsur kimia fluida panasbumi akan semakin
besar dengan kenaikan tekanan, sehingga semakin kecil kecenderungan untuk
terbentuknya scale.
Kondisi tekanan yang diasumsikan sebagai fungsi kecepatan dalam pipa, akan
didapatkan bahwa semakin kecil kecepatan aliran didalam pipa maka proses
terjadinya scale akan semakin meningkat, tetapi tidak sebaliknya. Kondisi tekanan
yang diasumsikan sebagai fungsi kecepatan dalam pipa dipengaruhi oleh pola aliran
fluida dalam pipa. Pembentukan scale cenderung lebih besar pada aliran turbulen
daripada aliran laminer.
4. Kondisi Temperatur
Kecenderungan terbentuknya scale meningkat dengan kanaikan temperatur
karena menaikkan kelarutan senyawa dalam air. Tetapi pada kenyataannya kondisi
temperatur tidak mutlak berbanding lurus dengan laju pembentukan scale. Sebagai
contoh dua macam scale yang umumnya terdapat pada fasilitas peralatan panasbumi
yaitu kalsium karbonat dan silika kalsium karbonat, yang terendapkan pada
permukaan yang panas, sebab kelarutan menurun dengan meningkatnya temperatur.
27
Dilain pihak, silika akan terendapkan pada peremukaan yang dingin karena kelarutan
silika menurun sesuai penurunan temperatur.
Konsentrasi
Kation
Konsentrasi
Cl-
31.04
Na+
14700
HCO3-
227.62
K+
3370
Sio2-
172
Ca++
1200
SO4-
171.2
Mg++
0.549
NH4-
939
F-
As+++
Li+
0.57
28
Pada Gambar 3.3 diagram bar menunjukkan bahwa pada sumur X-1 jenis air
bikarbonatlah yang paling dominan. Pada Bab II telah menjelaskan bawah Sumur uap
bagian utara Wayang Windu berada pada zona altrasi calsite Sehingga
memungkinkan untuk terbentuknya scaling berjenis calsite.
29
30
Gambar 3.5 menunjukkan pengaruh tekanan partial CO2 dalam air murni.
Data ini menggambarkan bahwa kelarutan CaCO3 bertambah akibat dari
bertambahnya tekanan partial CO2. Pengaruhnya akan berkurang dengan naiknya
temperatur. Jumlah CO2 yang ada didalam air mempengaruhi kelarutan CaCO3. Tidak
adanya CO2 menyebabkan air makin basa, jika pH semakin besar, maka makin
banyak kemungkinan CaCO3 mengendap. Sebaliknya semakin rendah pH, semakin
sedikit kemungkinan pengendapan scale terjadi.
Pada Gambar 3.6 menunjukkan diagram niali pH pada Sumur X-1 memiliki
nilai pH diatas 5. Karena sumur-sumur dominasi uap yang berada di Wayang Windu
mayoritas nilia pH nya masih menunjukkan nilai dibawah 5 sehingga diambil batasan
bahwa untuk nilai pH diatas 5.
31
32
Z = valensi ion
Untuk mempermudah perhitungan ionic strength, dapat dibuat tabel faktor
konversi untuk mengkonversikan hasil dari analisis contoh air formasi ke ionic
strength, yang merupakan jumlah dari hasil perkalian antara masing-masing
konsentrasi ion dengan faktor konversi. Besarnya faktor konversi masing-masing
komponen ion dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Kosentrasi
PPM
Faktor Koreksi
Me/L
PPM
Me/L
Ion Strenght
Me/L X
Koreksi
Cl-
118.3
2.4 x 10-5
6.0 x 10-4
70.986 x 10-3
SO4-
3.125
2.1 x 10-5
1.0x 10-4
3.125 x 10-3
HCO3-
0.47
0.8 x 10-5
5.0x 10-4
0.235 x 10-3
Ca2+
0.7
3.0 x 10-5
2.0x 10-4
1.4 x 10-3
Mg2+
8.2 x 10-5
1.2x 10-4
8.1 x 10-5
1.5x 10-4
53.565 x 10-3
2.2 x 10-5
2.0 x 10-4
171.1634 x 10-3
Fe2+
1000
35.71
Ba2+
Negatif
Negatif
Na
85.5817
0 0C
20 0C = 2.76
40 0C = 1.84
80 0C = 1.32
100 0C = 0.72
= 3.16
33
34
Sedangkan harga pCa dan pAlk dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
1
Besarnya harga K tergantung pada temperatur dan konsentrasi total garam dan
air. Pada kondisi dimana air dalam keadaan setimbang dengan kalsium karbonat,
maka harga K dapat diketahui dengan menentukan pH kalsium dan alkalinitasnya.
Adanya kandungan garam terlarut yang berbeda akan mempengaruhi harga K. Pada
air tawar, pengaruh ini dapat diabaikan, akan tetapi dalam air garam, khususnya air
formasi, pengaruh ini harus diperhitungkan, yaitu dengan memasukkan parameter
ionic strength sebagai koreksi terhadap total konsentrasi garam dan temperatur.
Penentuan harga pCa dan pAlk dapat ditentunkan pada Gambar 3.8.
35
Jika SI < 0 (negatif), maka sistem tidak terjenuhi CaCO3 dan scale cenderung
tidak terbentuk.
Jika SI > 0, maka sistem telah terjenuhi oleh CaCO3 dan terdapat
kecenderungan pengendapan scale.
Jika SI = 0, maka sistem berada pada titik jenuh (saturation point), dan scale
tidak akan terbentuk. Pada kondisi ini adapun persamaan yang digunakan :
36
sehingga,
K = pH pCa pAlk ........(3-10)
A+B
C+D
Ca++ + 2HCO3Ksp =
[ ][]
[][]
...(3-11)
Nilai Ksp berguna untuk menentukan keadaan senyawa ion dalam larutan
yang belum jenuh, tepat jenuh, atau lewat jenuh, yaitu dengan membandingkan hasil
kali ion dengan hasil kali kelarutan (Ksp). Kriterianya adalah :
IAP > Ksp, fluida dalam kondisi supersaturated dan pengendapan scaling
kemungkinan terjadi.
IAP < Ksp, fluida dalam kondisi tidak jenuh (undersaturated), maka tidak ada
kemungkinan terjadi pengendapan scaling
37
Kedalaman (m)
Pressure (bara)
5
25
125
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
LD 1 P
LU 1 P
Kedalaman (meter)
Temperatur (0C)
10
100
1000
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
LD 1 T
LU 1 T
38
turunnya
produksi. Maka dari itu dilakukan pengasaman dengan cara mengsirkulasikan asam
untuk mempercepat proses pelarutan sehingga mampu melarutkan endapan scale
tersebut.
39
Tabel 3.3.
Reaksi Antara HCl Dengan Beberapa Mineral Batuan
(Doherty, Henry L., Acidizing Fundamentals, Society of Petroleum
Engineering, New York, 1979)
40
Tabel 3.4.
Reaksi Antara HF Dengan Beberapa Mineral Batuan
(Doherty, Henry L., Acidizing Fundamentals, Society of Petroleum
Engineering, New York, 1979)
41
Mengurangi gesekan di sepanjang pipa / tubing pada laju reaksi asam yang
besar.
a. Corrosion Inhibitor
Corrosion inhibitor merupakan additif yang selalu digunakan dalam setiap
operasi pengasaman, dengan mengingat kondisi asam yang korosif terhadap peralatan
logam.
Dengan
adanya
corrosion
inhibitor,
walaupun
tidak
bisa
100%
menghilangkan korosi, tetapi dapat mengurangi laju korosi hingga batas yang dapat
ditolerir. Korosi yang terjadi tergantung dari konsentrasi asam, jenis logam,
temperatur dan konsentrasi inhibitor sendiri.
Corrosion inhibitor adalah campuran dari beberapa persenyawaan termasuk
quarternary amines, acetylenic, alcohols, methanol, dan surfactant. Corrosion
inhibitor mudah terpisah dari asam, jadi sistem asam harus diaduk sebelum dipompa.
42
Terpisahnya corrosion inhibitor dari asam terlihat dengan terbentuknya lapisan tipis
hitam seperti minyak di permukaan asam. Lapisan ini dapat terlihat dalam waktu 15
menit setelah sistem asam didiamkan. Corrosion inhibitor yang digunakan pada
sumur X-1 adalah CI-25. Berdasarkan komposisi kimia, inhibitor terbagi menjadi :
1. Inhibitor inorganik
Contoh inhibitor inorganik adalah chromat, phospat, nitrit dan arsenic. Namun
yang banyak digunakan adalah arsenic. Kelebihan inhibitor inorganik adalah dapat
digunakan pada temperatur tinggi dengan waktu kontak yang lama, dan dari segi
keekonomian lebih murah daripada inhibitor organik. Kelemahan inhibitor inorganik
adalah membentuk racun arsine sebagai hasil korosi serta tingkat keamanan
pengangkutan dan pencampuran yang sulit.
2. Inhibitor Organik
Inhibitor organik banyak digunakan pada sumur gas kondensat dan sumur
minyak yang mengandung gas H2S. Kelebihan inhibitor organik adalah tidak
membentuk racun katalis serta efektif digunakan pada berbagai konsentrasi asam.
Kelemahan inhibitor organik adalah kurang efektif dalam waktu yang relatif lama
pada temperatur diatas 200oF.
43
reducing agent seperti asam eryhorbic, efektif dalam mengendalikan iron sludge.
Iron control agent yang digunakan pada sumur X-1 Ferrotrol 210, ferrotrol 300 dan
ferrotrol 810.
1. Acid Generator
Acid generator diinjeksi sebelum asam HF yang berguna untuk meningkatkan
keefektifan kerja asam tersebut. Pada sumur X-1 acid generator yang digunakan
adalah AF (Ammonium Flouride).
2. Friction Reducer
Umumnya berupa polimer sintetis, berfungsi untuk mengurangi friksi fluida
(gel atau non gel) terhadap media yang dilaluinya sehingga akan mengurangi daya
pompa yang diperlukan dan dapat meningkatkan laju injeksi. Banyak friction reducer
yang dapat bekerja baik dengan air, tetapi tidak stabil dengan beberapa jenis asam,
oleh sebab itu penggunaannya harus disesuaikan dengan jenis asamnya.
Friction reducer digunakan untuk mengurangi terjadinya gesekan selama
proses pengasaman. Bisa mengurangi hingga 85% dibandingkan hanya menggunakan
air. Pada sumur X-1 friction reducer yang digunakan adalah FRW-14.
3. pH Control Agent
pH control agent digunakan untuk memelihara kerendahan pH sehingga
bisa memperlambat terjadinya presipitasi senyawa besi yang tak terlarut. Ferrofree
merupakan pH control agent yang digunakan pada Sumur X-1.
4. Citric Acid
Citric acid adalah sequestering atau chelating agent yang bereaksi mengikat
ion ferric dan mencegah pengendapan sebagai ferric oxide. Biasanya Citric Acid
digunakan untuk melarutkan unsure Ca sehingga ditambahkan denga Ethylne
Diamine Tetracetic Acid (EDTA).
44
6. Retarded Agent
Berguna memberikan waktu reaksi (spending time) yang lebih lama. Ini
diperlukan, terutama untuk reaksi asam terhadap batuan dimana volume asam yang
diinjeksikan dalam jumlah besar. Karena waktu reaksi asam akan lama untuk
bereaksi, sehingga diadakan penetrasi asamnya lebih jauh (dalam). Additive yang
digunakan HV acid yang berfungsi memperpanjang kerja dari HF.
a. Batuan Karbonat
Stoikiometry
suatu reaksi kimia, baik yang menjadi zat reaktan maupun zat hasil reaksinya.
Perbaikan yang terjadi pada stimulasi pengasaman ini adalah adanya pelarutan batuan
atau material/matrik penyumbat oleh asam yang diinjeksikan ke formasi. Walaupun
proporsi ini mudah untuk dikenali antara limestone atau dolomite dengan HCl, namun
secara alami reaksinya sangat kompleks karena pengaruh kandungan mineral-mineral
lain yang juga bereaksi dengan asam hydrochloric (HCl), asam formic (CHOOH)
dan asam asetic (CH3COOH). Asamasam tersebut akan bereaksi dengan batuan
45
karbonat membentuk CO2, air dan garam magnesium atau kalsium. Sedangkan reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
2HCl + CaCO3
4HCl + CaMg(CO3)2
2CH3COOH + CaCO3
2CHOOH + CaCO3
46
Tabel 3.5.
Berat Molekul dalam Reaksi Asam dengan Mineral Batuan12
KOMPONEN
SENYAWA KIMIA BERAT MOLEKUL (MW)
Hydrogen
H
1
Carbon
C
12
Oxygen
O
16
Fluoride
F
19
Sodium
Na
23
Magnesium
Mg
24,3
Aluminium
Al
27
Silicon
Si
28,1
Chlorine
Cl
35,5
Pottasium
K
39,1
Calcium
Ca
40,1
Iron
Fe
55,8
Hydrochloric Acid
HCl
36,5
Hydrofluoric Acid
HF
20,0
Calcite
CaCO3
100,1
Dolomite
CaMg(CO3)2
184,4
Siderite
FeCO3
115,8
Quartz
SiO2
60,1
Albine
NaAlSi3O8
262,3
Orthoclase
KAlSi3O8
278,4
Koalinite
Al4Si4O10(OH)8
516,4
Montmorillonite
Al4Si8O20(OH)4
720,8
3.5.2. Laju Reaksi Pengasaman
Laju kecepatan reaksi asam adalah perubahan konsentrasi reaktan (zat yang
direaksikan) ataupun produk reaksi dalam suatu satuan waktu. Atau dapat dinyatakan
sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu reaktan atau bertambahnya konsentrasi
suatu produk. Faktorfaktor yang mempengaruhi laju reaksi asam dengan batuan
yaitu :
47
3.5.2.2. Temperatur
Temperatur mempunyai pengaruh langsung yang berbanding lurus terhadap
laju reaksi asam dengan batuan. Pada temperatur 140 oF, dan 150 oF laju reaksi
sekitar 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan temperatur 80 oF, dengan kata lain
dengan bertambahnya temperatur maka laju reaksi akan semakin lebih cepat.
3.5.2.3. Tekanan
Laju reaksi pengasaman relatif tidak begitu dipengaruhi oleh perubahan
tekanan. Pengaruh tersebut dapat terjadi pada berbagai konsentrasi asam. Pada
tekanan diatas 750 psi, akan sedikit pengaruhnya terhadap laju reaksi asam. CO2 yang
terlarut dalam fluida meningkat sehingga konsentrasi CO2 sebagai hasil reaksi akan
menggerakkan reaksi kearah tercapainya kesetimbangan. Hal inilah yang dapat
memperlambat laju reaksi. Tekanan yang kurang dari 750 psi, CO2 yang terlarut
mulai terbebaskan sehingga laju reaksi meningkat. Proses pelepasan gas CO2
menimbulkan efek turbulensi dan agitasi sehingga dapat membantu mempercepat laju
reaksi.
48
banyak. Hasil reaksi seperti CaCl2 dan CO2 inilah yang dapat mengurangi laju reaksi,
karena bersifat retarded.
1. Pickling Stage
String untuk injeksi seperti drill pipe dan coil tubing dibersihkan (pickling)
sebelum memompa asam. Pickling biasanya menggunakan 5% HCl atau larutan
khusus untuk membersihkannya. Tahap ini bisa memberikan dampak yang signifikan
terhadap keberhasilan treatment. Konsentrasi 5% HCl yang digunakan mengandung
iron-control agent dan corrosion inhibitor. Tujuan dari tubing pickling adalah :
2. Preflush
Tujuan dilakukan preflush adalah untuk melarutkan mineral-mineral
carbonate yang terbentuk didalam casing sebelum menginjeksikan campuran HF.
Asam HF bereaksi dengan carbonate seperti calcium carbonate untuk membantu
calcium fluoride dan magnesium fluoride dimana keduanya tak dapat larut oleh HF.
49
Standar dari pre-flush adalah asam hydrochloric (HCl), biasanya konsentrasi 5-15%.
Asam organic seperti acetic dan formic, dapat juga digunakan sendiri atau saling
dikombinasikan dengan HCl. Asam organic khusus digunakan untuk temperatur
tinggi, karena tingkat korosifitasnya tidak setinggi HCl. Campuran formic dan acetic
sangat baik pada kasus tersebut.
3. Main Flush
Pada main treatment ini fluida didesain untuk mengatasi kerusakan-kerusakan
yang ada pada lubang sumur. Fluida treatment yang digunakan tergantung pada jenis
batuan fluida reservoir yang akan di acidizing
4. Post-Flush
Fluida post-flush digunakan untuk mendorong treatment fluida yang masih
ada di dalam tubing agar seluruh asam masuk ke dalam formasi dan untuk
mengurangi waktu kontak dengan tubing, disamping itu juga untuk menjauhkan asam
dari lubang sumur sehingga presiptasi yang dapat terbentuk tidak akan banyak
merusak. Pada Sumur X-1 jenis cairan yang digunakan adalah HCl.
50
Gob
Pres
= kedalaman, ft
Gf
= kedalaman sumur, ft
51
Keterangan :
rs
rw
= jari-jari sumur, ft
= Skin faktor
Q max =
( )
.............................................................(3-16).
Keterangan :
Qmax = laju injeksi maksimum dipermukaan, bbl/menit
kh
= permeabilitas thickness, mD
Gf
= kedalaman sumur, ft
Pr
= viskositas asam, cp
rs
rw
= jari-jari sumur, ft
52
2
1029.4
.......(3-17)
Keterangan :
V = Volume Injeksi Acid (barel)
h = ketinggian (ftMD)
ID = Inside Diameter Casing (inch)
53
= +
........(3-20)
= (0 0 ).....(3-21)
4. Hitung area (m2)
= 0.25 2 ........(3-22)
5. Hitung velocity (m/s)
V (m/s) = ()...(3-23)
6. Hitung viscosity ( miu) oleh Hasan & Kabir = +() ( Chicitti )
( . ) = (0 0 )..(3-24)
7. Hitung Reynold Number
= ......(3-25)
8. Hitung Moody friction factor ( f ) f = 4*Fanning friction factor
=4
.(3-26)
5.0452
[4[
log ] ]
3.7065
()
1.1098
7.149 0.8981
+(
2.8257
....(3-27)
9. Hitung dP total
=
( + )
(1 )
2
2
2
1
....(3-28)
..(3-29)
54
()
....(3-32)
pekerjaan
acidizing adalah dengan melihat kenaikan laju produksi harian caranya denga
menggunakan analisa decline. Analisa decline yang baik dihasilkan dari penyiapan
data produksi yang baik. Analisa decline menjadi sulit dilakukan apabila terdapat
kesalahan pada data produksi (sifat erratic). Arps (1945) yang dikenal sebagai bapak
decline curve membuat persamaan untuk tiga jenis penurunan produksi yang disebut
eksponensial, hiperbolik, dan harmonik. Arps telah melakukan analisa decline rate
dengan menggunakan metode empirik atau berdasar pada data produksi. Arps
menyatakan bahwa semua penurunan produksi pada periode depletion dapat
dinyatakan oleh persamaan empirik berikut :
1
= (1 + )() ....(3-34)
dimana qi adalah laju produksi awal (dengan mengabaikan periode transient), q
adalah laju produksi pada waktu t, D adalah konstanta rate decline, dan n adalah
eksponen rate decline.
55
Decline eksponensial : n = 0
Decline harmonic : n = 1
= (1+)
..(3-36)