Anda di halaman 1dari 17

PEMBUATAN VCO (Virgin Coconut Oil) DENGAN METODE FERMENTASI,

PEMANCINGAN DAN ENZIMATIS OLEH ENZIM PAPAIN DAN BROMELIN


Juliana M. Nur (1306948), Sari Nurmayani (1305544) dan Tiara Maulida Yanti (1301022)
Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,
Universitas Pendidikan Indonesia, 2015
ABSTRAK
Virgin coconut oil (VCO) merupakan minyak kelapa murni yang dihasilkan tanpa proses
pengepressan dan pemanasan suhu tinggi. Komponen utama dari VCO adalah asam lemak rantai
menengah (Medium Chain Fatty Acid/MCFA)yakni asam laurat sehingga sifat fisik-kimianya
lebih baik daripada minyak kelapa biasa seperti lebih stabil, tahan panas dan tidak mudah
tengik.Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan VCO yaitu metode pemanasan
bertingkat, pemancingan, pendinginan, sentrifugasi, pengasaman, fermentasi dan enzimatis.Pada
praktikum kali ini metode yang digunakan adalah metode pemancingan oleh minyak kelapa
sebanyak 10%, metode fermentasi oleh ragi roti (Saccharomyces ceresiviae) 10% dan metode
enzimatis menggunakan enzim papain komersil dan enzim bromelin ekstrak nanas masingmasing 10%.Praktikum ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh setiap metode pembuatan
terhadap rendemen VCO yang dihasilkan. Setelah dilakukan inkubasi selama 4 jam dalam
keadaan tertutup beberapa perubahan fisik krim terjadi namun VCO yang dihasilkan tidak
terlihat. Sehingga dilanjutkan dengan inkubasi selama 4 hari yang dilanjutkan dengan pemanasan
dalam suhu 600C selama 15 menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama
15 menit sehingga VCO yang dihasilkan dapat terlihat dengan hasil terbanyak pada substrat
dengan metode pemancingan, namun volumenya tidak dapat diukur kerena rendemen yang
dihasilkan sangat sedikit. Oleh karena itu diperoleh analisis faktor penyebab hal tersebut yaitu
kesalahan teknis metode, kesalahan pemilihan bahan dan kontaminasi oleh mikroorganisme lain.
Kata kunci : VCO (Virgin coconut oil), pemancingan, fermentasi, Saccharomyces cerevisiae,
enzim papain, enzim bromelin.

PRODUCING VCO (Virgin Coconut Oils) WITH FERMENTATION METHOD,


STIMULANTION, AND ENZYMATIC BY PAPAIN AND BROMELIN ENZYMES
Juliana M. Nur (1306948), Sari Nurmayani (1305544) dan Tiara Maulida Yanti (1301022)
Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,
Universitas Pendidikan Indonesia, 2015
ABSTRACT
Virgin coconut oil (VCO) is coconut oil produced without pressing processes and high
temperature heating. The main component of the VCO is a medium chain fatty acid (MCFA)
which is lauric acid.so that the physical-chemical properties better than ordinary coconut oil, as a
more stable, heat-resistant and not easy to rancidity. The method commonly used to produce
VCOarestorey heating, stimulation, cooling, centrifugation, acidification, fermentation and
enzymatic. At this practicum used method is a method of fishing by as much as 10% of coconut
oil, the method of fermentation by 10% yeast (Saccharomyces ceresiviae) and enzymatic
methods using enzymes papaincommercial enzime and bromelain enzyme from pineapple
extract, each other 10%. Practicum aims to describe influence of each producing method to the
yield VCO produced. After incubation for 4 hours in a closed state some physical changes occur
but VCO cream produced is not visible. So followed by incubation for 4 days, followed by
heating in temperatures of 600C for 15 minutes and then centrifuged at 3000 rpm for 15 minutes
so that the resulting VCO can be seen with the highest result on the substrate by the simultation
method, but the volume can not be measured because their yield generated the least. Therefore
some causal factor analysis it is a technical error methods, materials selection errors and
contamination by other microorganisms.
Keywords: VCO (Virgin coconut oil), fishing, fermentation, Saccharomyces cerevisiae, the
enzyme papain, bromelain enzyme.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu komoditas perkebunan
yang berkembang di Indonesia adalah
perkebuan dan industri kelapa.Berdasarkan
data yang diperoleh oleh Fachry dkk. (2006)
Produksi kelapa Indonesia per tahun
menempati urutan kedua di dunia yakni
sebesar 12.915 milyar butir (24,4 %)
produksi dunia. Kemudian hingga kini
banyak produk olahan dari kelapa yang
dikembangkan dalam skala industri di
Indonesia yaitu industri minyak kelapa,
industri santan instan dan bahkan industri

VCO yang sedang dikembangkan teknologi


produksinya untuk memperoleh rendemen
dan kualitas terbaik.
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah
minyak yang dihasilkan dari buah kelapa
segar. Berbeda dengan minyak kelapa biasa ,
Virgin Coconut Oil (VCO) dihasilkan tidak
melalui penambahan bahan kimia atau
proses yang menggunakan panas tinggi.
Virgin Coconut Oil (VCO) bermanfaat bagi
kesehatan tubuh, hal ini disebabkan Virgin
Coconut Oil (VCO) mengandung banyak
asam lemak rantai menengah (Medium
Chain Fatty Acid/MCFA)Komponen utama

dari Virgin Coconut Oil (VCO) adalah asam


lemak jenuh dan memiliki ikatan ganda
dalam jumlah kecil, Virgin Coconut Oil
(VCO) relatif tahan terhadap panas, cahaya
dan oksigen. Kandungan paling besar dalam
minyak kelapa adalah asam laurat. (Hapsari
dan Welasih, 2007)
Virgin Coconut Oil (VCO) juga
memiliki sejumlah sifat fisik yang
menguntungkan.Di antaranya, memiliki
kestabilan secara kimia, bisa disimpan
dalam jangka panjang dan tidak cepat
tengik, serta tahan terhadap panas.
Komponen utama dari Virgin Coconut Oil
(VCO) adalah asam lemak jenuh dan
memiliki ikatan ganda dalam jumlah kecil,
Virgin Coconut Oil (VCO) relatif tahan
terhadap panas, cahaya dan oksigen.
Kandungan paling besar dalam minyak
kelapa adalah asam laurat.(Fachry dkk,
2006).
Kemudian
dikutip
dari
(Darmoyuwono, 2006) berikut merupakan
karakteristik fisik kimia minyak kelapa
murni memiliki sifat kimia-fisika yaitu :
1. Penampakan : tidak berwarna, Kristal
seperti jarum
2. Aroma : ada sedikit berbau asam
ditambah bau caramel
3. Kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam alcohol (1:1)
4. berat jenis
: 0,883 pada suhu 20C
5. pH: tidak terukur, karena tidak larut
dalamair. Namun karena termasuk
dalam senyawa asam maka dipastikan
memiliki pH di bawah 7
6. persentase penguapan : tidak menguap
pada suhu 21C (0%)
7. titik cair : 20-25C
8. titik didih : 225C
9. kerapatan udara (Udara = 1) : 6,91
10. tekanan uap (mmHg) : 1 pada suhu
121C

11. kecepatan penguapan (Asam Butirat =


1) : tidak diketahui
Pembuatan VCO dapat dilakukan
dengan berbagai metode, seperti metode
tradisional,
pemanasan
bertahap,
pemancingan, sentrifugasi, pendinginan,
enzimatis dan fermentasi. Berikut ini
merupakan penjelasan mengenai sebagian
dari metode tersebut diatas, dikutip dari
Setiaji dan Prayugo, (2006).
a. Metode sederhana
VCO yang dihasilkan dengan cara
tradisional berwarna agak kekuningan dan
memiliki daya simpan yang tidak lama.
Kandungan antioksidan dan asam lemak
rantai sedang juga sudah banyaj yang
hilang.Hasil parutan kelapa dicampur
dengan air dengan perbandingan 10:6.
Endapkan santan sekitar 1 jam sampai
terbentuk krim santan dan skim santan.
Ambil krim santan dan panaskan hingga
mendidih pada suhu sekitar 100-110 C.
Matikan api bila sudah terbentuk minyak
dan blondo. Lama waktu yang dibutuhkan
sekitar 3-4 jam. Minyak yang sudah
diperoleh disaring dengan menggunakan
kain dan kertas saring.
b. Metode Pemanasan bertahap
Minyak yang dihasilkan memiliki
kualitas yang lebih baik dibandingkan
dengan cara tradisional. Minyak yang
dihasilkan berwarna bening seperti kristal
dan memiliki daya simpan yang lebih lama
berkisar 10-12 tahun. Cara pembuatan
dengan metode ini sama dengan cara
pembuatan dengan cara tradisional, yang
berbeda terletak pada suhu pemanasan.
Dimana, pada pemanasan bertahap suhu
yang digunakan diatur tetap yakni sekitar
60-75 C.

c. Metode Enzimatis
Cara ini merupakan cara pembuatan
VCO tanpa proses pemanasan. Minyak yang
dihasilkan berwarna bening seperti kristal.
Kandungan asam lemak rantai sedang dan
antioksidannya tidak banyak berubah
sehingga tidak mudah tengik.Enzim yang
dibutuhkan adalah enzim protease, enzim
papain (daun papaya), enzim bromelin (buah
nanas), dan enzim protease yang saah
satunya dapat diperoleh dari kepiting sungai.
d. Metode pengasaman
Metode
pengasaman
dilakukan
dengan menambahkan asam organik dengan
cara menambahkan asam organik pada
santan hingga pH menjadi 4,3 kemudian
mendiamkannya sampai terpisah menjadi
bagian mengendap, cairan dan bagian bagian
minyak
yang
kemudian
dilakukan
penyaringan untuk memisahkan minyak
yang dihasilkan.
e. Metode sentrifugasi
Metode sentrifugasi adalah metode
mekanik yaitu dengan cara mensentrifugasi
santan kelapa dengan kecepatan 2000 rpm
selama 15 menit hingga membentuk tiga
lapisan, kemudian lapisan minyak diambil
dan dipisahkan dengan pipet tetes.
f. Metode pmancingan
Metode pemancingan dilakukan
dengan memancing keluarnya VCO dari
krim santan dengan prinsip persamaan fasa
dan
persamaan
kepolaran.
Dalam
pelaksanaanya krim santan yang telah
dipisahkan dari skim kemudian tambahkan
VCO dengan perbandingan 1:3. Aduk rata
sekitar 5-10 menit. Diamkan selama 10 jam
sampai terbentuk VCO, blondo dan air.
Buang bagian air dengan selang.Ambil VCO
dengan
sendok,
kemudian
lakukan
penyaringan.

g. Metode Fermentasi
Pembuatan VCO dapat dilakukan
dengan proses fermentasi. Berdasarkan
penelitian Christian, Laras dan Prakoso, Adi
(2009) pembuatan minyak kelapa murni
(VCO) secara fermentasi menggunakan
mikroba Rhizopus oligosporus yang sering
dikenal dengan ragi tempe Rhizopus
oligosporus menggunakan karbohidrat yang
terkandung dalam krim santan sebagai
sumber energi utama sehingga ikatan
karbohidrat, lemak dan proteinnya menjadi
longgar yang akhirnya miyak akan terlepas.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum pembuatan
VCO (Virgin coconut oil) dengan metode
fermentasi, pemancingan dan enzimatis
menggunakan enzim papain dan bromelin
adalah untuk mengetahui perbedaan metode
pembuatan VCO terhadap rendemen VCO
yang dihasilkan
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum pembuatan
VCO (Virgin coconut oil) dengan metode
fermentasi, pemancingan dan enzimatis
menggunakan enzim papain dan bromelin
yaitu
dapat
menguraikan
atau
mendeskripsikan
pengaruh
perbedaan
metode pembuatan VCO terhadap rendemen
VCO yang dihasilkan
II.

METODOLOGI
II.1 Waktu dan Tempat
Praktikum kali ini dilakukan pada
hari Kamis tanggal 21 Mei 2015 di
Laboratorium
kimiaProgram
Studi
Pendidikan Teknologi Agroindustri Gedung
Baru FPTK UPI Lantai 4.

II.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yaitu baskom,
gelas beker, pengaduk, penyaring santan dan
plastik pembungkus.
Sedangkan bahan yang digunakan
adalah kelapa parut, air, papain bubuk, ragi
roti, buah nanas dan minyak kelapa.
II.3 Prosedur Kerja
Tahap pertama yang dilakukan
adalah menimbang kelapa parut lalu lakukan
penambahan air dengan perbandingan 1:1
(bobot kelapa parut 1689 gram : banyak air
1689 ml). Lalu santan diperas dari kelapa
parut. Setelah itu santan didiamkan 1 jam
untuk memisahkan skim dengan krim
santan. Setelah krim dan skim terpisah, krim
dimasukkan ke dalam 4 erlenmeyer yang
berbeda. Sebelumnya siapkan ragi roti,
ekstrak nanas dan papain bubuk dilakukan
dengan
menambahkan
air
dengan
perbandingan 1:1. Lalu pada masing-masing
erlenmeyer yang berisi krim santan
ditambahkan dengan ragi roti 10%, krim

santan dengn minyak 10%, krim santan


dengan ekstrak bromelin 10% dan krim
santan dengan papain bubuk 10% sehingga
didapat 4 perlakuan yang berbeda. Setelah
keempat krim santan diberi perlakuan yang
berbeda, dilakukan penginkubasian selama 4
hari pada suhu ruang (28C). Lalu
dikarenakan VCO belum terbentuk pada
keempat perlakuan, maka krim santan
diambil sampelnya, lalu dimasukkan ke
dalam 4 tabung reaksi yang berbeda untuk
dilakukan pemanasan di water bath dengan
suhu
60C selama 15 menit lalu di
sentrifugasi3000 rpm selama 15 menit. Lalu
amati hasil karakteristik dan rendemen dari
VCO yang bisa dipisahkan dari krim santan
setelah dilakukan sentrifugasi.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


II.4 HASIL PRAKTIKUM

Indikator
Pengamatan
Hari ke 0
Warna

Aroma
Kenampakan

Metode Pembuatan VCO


Krim santan + Krim santan+
minyak kelapa Ragi roti 10%
10%

Krim santan+
Krim santan+
Ekstrak
nanas Papain
bubuk
10%
10%

Putih
terdapat
bercak
karena
minyak (+++)
Santan kelapa
Krim
tidak
menyatu dengan
minyak

Putih
agak
kekuningan (++
+)
Agak asam
Putih,
lembut,
menyatu

Putih agak kekun Putih


agak
ingan (+++)
kekuningan (++
+)
Nanas (++)
Santan kelapa
Putih,
lembut, Putih,
lembut,
menyatu
menyatu

Atas:
bening
kekuningan (++)
Tengah : putih
Bawah : keruh
Santan
lebih
menyengat asam
Minyak dan krim
berpisah.

Atas:
putih Atas : putih Atas : putih
kekuningan (++) kekuningan (++) kekuningan (++)
Bawah : keruh
Bawah : keruh
Bawah : keruh

Gambar

Setelah 4 Hari
Warna

Aroma
Kenampakan

Lainnya

Asam,
bau
fermentasi
Krim
menggumpal dan
terdapat kapang
dibagian atas
Plastik penutup
mengembang

Nanas dominan

Asam santan

Krim
menggumpal dan
terdapat kapang
dibagian atas
Plastik penutup
menyusut
kebawah
membentuk
lengkungan

Krim
menggumpal

Plastik penutup
menyusut
kebawah
membentuk
lengkungan

Gambar

Setelah perlakuan pemanasan 600C selama 15 menit di waterbath dan


sentrifus 3000 rpm selama 15 menit
Warna
Atas : bening Atas : bening Atas : bening
kekuningan (+)
kekuningan (+)
kekuningan (+)
Bawah : putih
Bawah : putih
Bawah : putih
Kenampakan
VCO
yang VCO
yang VCO
yang
didapatkan
didapatkan
didapatkan
sedikit
sedikit.
Krim sedikit.
Krim
menggumpal
menggumpal
Rendemen
Tidak
Tidak
Tidak
terdefinisakan
terdefinisakan
terdefinisakan
Gambar

II.5

PEMBAHASAN
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah
minyak yang dihasilkan dari buah kelapa
segar. Berbeda dengan minyak kelapa
biasa, Virgin Coconut Oil (VCO)
dihasilkan tidak melalui penambahan
bahan kimia atau proses yang
menggunakan panas tinggi.
VCO merupakan minyak kelapa
yang memiliki karakteristik kimia dan
sifat fungsional yang lebih baik daripada
minyak kelapa yang diperoleh dengan
metode kimia, metode pemanasan suhu
tinggi dan pengepressan.Berdasarkan
literature sebelumnya, diketahui bahwa

Atas : bening
kekuningan (+)
Bawah : putih
VCO
yang
didapatkan
sedikit.
Krim
menggumpal
Tidak
terdefinisakan

VCO lebih jernih, tahan terhadap panas,


lebih tahan terhadap oksidasi atau
ketengikan serta apabila dikonsumsi
memiliki daya cerna yang lebih baik.
VCO memiliki sifat organoleptik
warna yang bening sebening air dan
tidak berwarna. VCO dengan kualitas
bagus, akan tahan sampai usia 2 tahun
dalam kondisi tetap bening dan tidak
berwarna. Seperti bahan dasarnya, VCO
memiliki aroma kelapa (tingkat ringan
sampai tingkat sedang), berasa hampir
seperti air, dan karena dengan
pengolahan yang khusus, VCO tidak

bersifat mudah tengik atau rusak.


(Hapsari dan Welasih, 2007)
Berdasarkan
cara
pengolahannya, teknik produksi VCO
terbagi ke dalam 3 kelompok besar,
yaitu: 1) metode tradisional, 2) metode
pengeringan dan pengepresan semi
basah, dan 3) metode wet milling, yaitu
metode kombinasi antara pemarutan dan
pemerasan dengan pemisahan minyak
dengan teknik fermentasi, pemancingan
dengan VCO, dan teknik sentrifugasi
(Setiaji dan Prayugo, 2006).Semua
metode tersebut dikembangkan untuk
memperoleh VCO dengan kualitas yang
baik, memiliki rendemen yang tinggi
serta mudah dan murah untuk
dilaksanakan.
Salah satu parameter kualitas mutu
dari VCO adalah standar mutu VCO
yang dikeluarkan oleh Standar Nasional
Indonesia (SNI) 7381:2008 dan standar
mutu yag dikeluarkan oleh Asia pasific.
Berikut ini merupakan standar mutu
VCO yang dikeluarkan oleh SNI
Tabel 1. SNI 7381 : 2008 Standar mutu
Virgin cocout oil (VCO)

Sumber :Susanti dkk. (2014)

Pada saat praktikum metode yang


digunakan untuk memproduksi VCO
yaitu metode pemancingan atau stimulant

method menggunakan minyak kelapa,


metode fermentasi, metode enzimatis
dengn enzim papain dan enzim bromelin
dan metode fermentasi dengan ragi roti.
Pada dasarnya semua metode
tersebut mengacu pada prinsip dasar
pembuatan VCO yakni pemecahan
emulsi minyak dalam air (o/w) pada
santan kelapa yang memiliki protein
sebagai emulgator.
Kandungan kimia minyak yang
paling tinggi dalam sebutir kelapa yaitu
air, protein, dan lemak.Ketiga senyawa
tersebut tergabung
dalam bentuk
emulsi.Emulsi adalah suatu sistem
dispersi dimana fase terdispers terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang
terdistribusi ke seluruh pembawa (fase
terdispers) yang tidak saling bercampur
(Fachry, 2006).
Sebaliknya
yang
dimaksud
dengan pengemulsi (emulgator) yaiut zat
yang berfungsi untuk mempererat
(memperkuat) mencampurnya kedua fase
tersebut. Protein sebagai emulgator akan
mengurangi tegangan antar muka minyak
dan air sehingga minyak dan air tidak
saling menyatu dan masingmasing tidak
membentuk lapisan sendiri. Emulsi
tersebut tidak akan pernah pecah karena
masih ada tegangan muka protein air
yang lebih kecil dari protein minyak.
Dngan demikian, air merupakan fase
kontinu (terdispers), sedangkan miyak
merupakan fase diskontinu (pendispers).
Minyak kelap murni baru bias keluar dari
ikatan emulsi tersebut jika emulgatornya
dirusak. (Christian dan Prakoso, 2009)
Hal tersebut dapat dibuktikan saat
praktikum, setelah didiamkan selama 5
jam, krim santan yang telah ditambahkan

dengan ragi dan enzim menjadi


menggumpal dan membentuk dua lapisan
dengan lapisan padat di atas dan lapisan
air dibawah. Sedangkan pada metode
pemancingan krim tidak sepadat pada
perlakuan lainnya namun lapisan yang
terbentuk terbagi menjadi tiga yakni
lapisan minyak yang tipis dan jernih,
lapisan krim yang kental dan lapisan air.
Berdasarkan hasil praktikum,
ketiga metode perlakuan tersebut
memberikan hasil yang berbeda-beda,
yang dijelakan pada uraian sebagai
berikut :
1. Metode Fermentasi dengan Ragi
Roti (Saccharomyces cerevisiae)
Pada saat praktikum metode
fermentasi
dilakukan
dengan
menggunakan ragi roti instan yakni
Saccharomyces cerevisiae sebanyak 10%
dari volume krim santan yang diperoleh.
Prinsip dasar dari metode
fermentasi
oleh
Saccharomyces
cerevisiaeadalah
pemecahan
emulsi
santan dengan cara penggumapalan
protein
oleh
asam
organik.
Saccharomyces
cerevisiaemerupakan
khamir yang umumnya digunakan pada
pembuatan roti dan bir.Khamir ini dapat
menghasilkan
amylase
dan
protease.Amylase pada khamir ini
berfungsi untuk menguraikan karbohidrat
dalam santan menjadi alkohol, aldehid
dan
beberapa
jenis
asam
organik.Sedangkan protease berfungsi
untuk memecah protein. (Yurliasni, 2008)
Pada saat praktikum, setelah
diinkubasi selama 5 jam, krim santan
menjadi
mengental,
hal
tersebuh
disebabkan oleh emulsi yang rusak akibat
penggumpalan protein oleh asam organik

ang dihasilkan oleh proses fermentasi S.


cerevisiae dimana selain menghasilkan
alkohol rekasi ferentasi tersebut juga
akan menghasilkan asam organik dan
menurunkan pH krim. Protein yang
berfungsi sebagai emulsifiermemiliki
sifat koagulasi pada pH rendah, sehingga
strukturnya akan rumsak dan sistem
emulsi tidak stabil. Selain itu enzi
protease yang dihasilkan oleh khamir ini
pun membantu pemecahan protein
sehingga sistem emulsi bisa benar-benar
pecah dan minyak serta air dalam sistem
emulsi tersebut dapat dipisahkan.
Pada saat praktikum, setelah
diinkubasi selama 5 jam, penutup beaker
glass menjadi menggembung, hal tersebut
disebabkan oleh adanya sejumlah
CO2yang dihasilkan akibat proses
fermentasi.
Setelah diinkubasi selama 5 jam,
rendemen VCO tidak terlihat.Hal tersebut
terjadi karena fermentasi belum optimal
dan sisitem emulsi belum sepenuhnya.
Namun setelah diinkubasi selama 4 hari
juga tidak memberikan perbedaan hasil
yang signifikan, salah satu penyebab hal
tersebut
adalah
kesalahn
metode
pengerjaan, dimana kondisi krim santan
tidak disesuaikan dengan kondisi
optimum pertumbuhan Saccharomyces
cerevisiae.
Dimana menurut Yurliasni (2008)
Pertumbuhan S. cerevisiae dipengaruhi
oleh suhu, pH, sumber energi, dan air
bebas (aw). Suhu optimum untuk
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
adalah
30oC,
sedangkan
suhu
o
minimumnya adalah 9-11 C dan suhu
maksimumnya adalah 35-37oC dan nlai 44,5.

Pada saat praktikum, kondisi


fermentasi dilakukan pada suhu ruang
dengan kondisi krim yang pHnya tidak
diukur dan diatur terlebih dahulu.Selain
itu setelah diinkubasi selama 4 hari
timbul kapang yang ditandai dengan
adanya miselium pada permukaan krim
santan.Kontaminasi tersebut dapat berasl
dari air keran yang digunakn, tangan
pekerja, maupun kain saring yang
digunakan.
Adapun berdasarkan penelitian
mengenai proses pembuatan VCO dengan
metode fermentasi menggunakan ragi roti
(Saccharomyces cerevisiae) oleh Adityia
dkk (2014) VCO dengan rendemen 4345% dapat diperoleh dengan konsentrasi
ragi 0.4% dan lama waktu inkubasi
selama 4 jam dengan kondisi yang diatur
dan
dimodifikasi
dengan
proses
pemancingan
yakni
krim
santan
diberipancingan berupa VCO murni
denganperbandingan
krim
santan
sebanyak 1:3.Ditambahkan asam cuka
agar pH campuranmencapai 4 sambil di
mixer selama 10-15 menit.Difermentasi
pada suhu 30-35oC dengan banyak ragi
yang digunakan yaitu 0,4% selama 4 jam.
Disentrifuse dengan kecepatan3000 rpm
selama 15 menit.
2. Metode
Enzimatis
dengan
Bromelin Ekstrak Nanas
Pada praktikum kali ini, enzim
yang digunakan adalah bromelin dan
papain.Berdasarkan hasil pengamatan,
dapat diketahui pada hasil pengamatan
bahwa pembuatan VCO secara enzimatis
ini menghasilkan rendemen yang sangat
sedikit.Ini disebabkan karena kerja
enzim yang tidak optimal.Enzim
bromelin yang dipakai diambil dari buah

nanas yang sudah matang.Karena


menurut Winarno (1986) aktifitas enzim
bromelin dipengaruhi oleh kematangan
buah nanas dan konsentrasi pemakaian.
Untuk
memperoleh
hasil
yang
maksimum digunakan buah nanas yang
muda, karena buah nanas yang muda
mengandung enzim bromelin lebih
banyak,
sehingga
dalam
proses
pemecahan santan kelapa dalam emulsi
lemak lebih cepat. Dapat disimpulkan
bahwa penggunaan buah nanas yang
matang
kandungan
enzimnya
bromelinnya lebih sedikit.
Selain itu, pembuatan VCO yang
mengharuskan penyimpanannya di suhu
ruang membuat enzim tidak dapat
bekerja maksimal. Karena menurut
Winarno, et al (1980) suhu optimum
enzim bromelin adalah 50 sampai 60oC,
tetapi pada kisaran 30 sampai 60oC
enzim masih bisa bekerja dengan cukup
baik.
Dapat diketahui dari aroma
setelah penyimpanan selama 4 hari di
dalam suhu ruang menjadi berbau tidak
sedap, dan cenderung sangat bau asam
dan terdapat kapang yang tumbuh
dibagian atas krim santan, hal ini
disebabkan karena kontaminasi dari
mikroorganisme yang membuat santan
bersuasana lebih asam, karena menurut
Winarno (1986), Aktivitas bromelin
optimum pada pH optimum 6,5-7
dimana enzim akan mempunyai
konformasi yang mantap dan aktivitas
maksimal. VCO tidak dapat dihasilkan
karena enzim yang seharusnya bekerja
untuk memotong protein-protein pada
santan menjadi tidak maksimal karena

terganggu aktivitas mikroba yang tidak


diinginkan.

3. Metode Enzimatis dengan Enzim


papain bubuk
Salah
satu
cara
untuk
meningkatkan rendemen minyak yang
terekstrak dari krim santan dapat
dilakukan dengan menambahkan suatu
enzim yang dapat memecah protein yang
berperan sebagai pengemulsi pada
santan. Pemecahan emulsi santan dapat
terjadi
dengan
adanya
enzim
proteolitik.Enzim papain merupakan
salah satu enzim proteolitik.Enzim ini
dapat mengkatalisis reaksi pemecahan
protein dengan menghidrolisa ikatan
peptidanya menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana (Muhidin, 2001).
Penggunaan enzim papain yang
menggunakan papain komersil (papain
bubuk) yang banyak dijual dipasaran
berbentuk bubuk berwarna putih
kekuningan yang diisolasi dari getah
buah pepaya.Dapat disimpulkan juga
bahwa penggunaan papain bubuk ini
artinya ekstrak pepaya yang digunakan
telah mengalami berbagai perlakuan dan
pengeringan sehingga memungkinkan
enzim berkurang sehingga dalam
pembuatan VCO ini produktivitasnya
sangat kecil.
Hampir serupa dengan pembuatan
VCO dengan menggunakan enzim
bromelin, aroma setelah penyimpanan
selama 4 hari di dalam suhu ruang
menjadi berbau tidak sedap, dan
cenderung sangat bau asam disebebkan
karena
kontaminasi
dari

mikroorganisme. Sehingga VCO tidak


dapat dihasilkan karena enzim yang
seharusnya bekerja untuk memotong
protein-protein pada santan menjadi
tidak maksimal karena terganggu
aktivitas mikroba yang tidak diinginkan.
4. Metode pemancingan dengan
minyak kelapa
Pada praktikum pembuatan VCO dengan
metode ini dengan penambahan minyak
kelapa murni pada krim (1:3).Hal ini sesuai
dengan prinsip pembuatan minyak kelapa
yang dilakukan Setiadji (2004) dalam jurnal
Winarti (2007) adalah dengan memancing
minyak dalam santan dengan minyak
kelapa.Teknologi ini memanfaatkan reaksi
kimia sederhana, dimana santan adalah
campuran air dan minyak.Dalam metode ini,
menggunakan tambahan minyak VCO murni
untuk
memacing
VCO
dalam
santan.Menurut Winarti (2007) kedua
senyawa ini bisa bersatu karena adanya
molekul protein yang mengelilingi molekulmolekul
minyak.Dengan
teknik
pemancingan, molekul minyak dalam santan
ditarik oleh minyak umpan sampai akhirnya
bersatu.Tarikan itu membuat minyak
terlepas dari air dan protein.Minyak yang
dihasilkan adalah minyak kelapa dengan
kualitas tinggi yang disebut Virgin Coconut
Oil (VCO).
Dalam praktikum kali ini, saat
penambahan minyak, kemudian diaduk
bersama krim yang sebelumnya sudah
didiamkan 1-2 jam (Untuk pemisahan).
Agitasi atau pengadukan ini perlakuan awal
dalam pencampuran minyak pemancing
dengan krim.Kemudian, campuran tadi
didiamkan hingga 4 hari karena belum
terlihat hasil VCO yang diharapkan pada

hari ke 1 hingga ke 3.Teridentifikasi adanya


faktor yang menyebabkan waktu yang
terlalu lama dalam pemancingan minyak
VCO ini.
Berdasarkan hasil pengamatan pada
hari ke 4, ditemukan minyak pada bagian
atas
krim.Namun,
kemungkinan
itu
merupakan minyak kelapa pemancing bukan
minyak
VCO.Terdapat
faktor
yang
mempengaruhi, proses pembuatan VCO
dengan metode pemancingan. Salah satunya
kemurnian minyak pemancing, karena jika
minyak pemancing tidak murni atau sudah
mengalami oksidasi maka ia tidak akan
berfungsi dalam mengikat molekul protein
dalam krim, sehingga VCO tidak akan
terpancing. Hal ini sesuai dengan Pontoh
(2008) bahwa pada metodepemancingan
minyak diperkirakan prosesoksidasi akan
lebih
tinggi
karena
minyakyang
ditambahkan
kemungkinan
telahmengandung radikal yang tinggi.
Selain
kemurnian
minyak
pemancing, hal yang perlu diperhatikan
ialah umur dari buah kelapa itu sendiri.
Meningkatnya kadar atau rendemen minyak
ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan
buah kepala yang merupakan bahan baku
pembuatan VCO. Faktor keberhasilan
pemancingan VCO menurut Ketaren (1986)
dalam jurnal Pontoh (2007), semakin tua
umur buah kelapa maka semakin tinggi
kadar
minyaknya.
Namun,
tidak
teridentifikasi buah yang digunakan saat
praktikum ini berumur tua atau muda, tetapi
kemungkinan buah kelapa belum tua terlihat
dari saat pemerasan, parutan kelapa masih
terasa lunak dan VCO yang dihasilkan dari
metode lain pun tidak terlihat.
Kemudian
adanya
perlakuan
pemanasan pada waterbath dengan suhu

600C, hal ini dapat menjadi faktor yang


mempengaruhi hasil VCO. Menurut
Winarno (2001) dalam jurnal Pontoh (2008)
pemanasan juga dapat menyebabkan
inaktifnya enzim-enzim seperti lipase
sehingga
proses
hidrolisis
dapat
diminimalkan.
Dilihat dari hasil pengamatan,
minyak yang terlihat dari metode
pemancingan, memiliki warna bening
kekuningan. Hal ini jika dibandingkan
dengan APCC (2004) yang terdapat dalam
jurnal Pontoh (2008), kriteria standar mutu
VCO antara lain berwarna bening, asam
lemak bebas kurang atau sama dengan 0,5%
dan bilangan peroksida kurang atau sama
dengan 3 maq/kg minyak. Hal ini dapat
diidentifikasikan
kemungkinan
bahwa
minyak tersebut bukan VCO hasil
pemancingan karena tidak sesuai dengan
kriteria.Menurut Rindengan dan Novarianto
(2004) dalam jurnal Pontoh (2008), standar
kualitas VCO dapat dinilai berdasarkan sifar
terhidrolisis dan teroksidasi dimana maisngmasing dapat diukur dengan menentuka
asam
lemak
bebas
dan
bilang
peroksida.Maka, perlu adanya penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui kualitas VCO.
Dalam jurnal Pontoh (2008), hasil
rendemen minyak dari metode pemanasan
bertahap, pemancingan serta fermentasi
menghasilkan rendemen lebih tinggi
dibandingkan kedua metode lainnya.Hal ini
membuktikan, bahwa metode pemancingan
adalah metode yang dapat meningkatkan
rendemen VCO yang dihasilkan.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Perbedaan proses pembuatan VCO
menggunakan
metode
fermentasi,
pemancingan dan enzimatis terletak

pada meknisme pemecahan sistem


emulsinya, adapun isolasinya samayaitu
dengan pengambilan dengan pipet atau
penyaringan
menggunakan
kertas
saring.
2. Prinsip metode fermentasi adalah
penambahan mkroorganisme pada krim
santan yang dapat menghasilkan enzim
amylase atau protease sehingga protein
emulsifiersantan (o/w) terkoagulasi atau
terdenaturasi. Metode fermentasi tidak
semudah metode yang lainya karena
suhu, pH dan tekanan udara krim dan
kondisi
penyimpanannya
harus
disesuaikan dengan kondisi optimum
pertumbuhan mikroorganisme agen
fermentasi.
3. Perbedaan
metode
enzimatis
menggunakan enzim adalah adanya

penggunaan enzim papain dan bromelin


yang berfungsi untuk memecah emulsi
krim santan, hasil dari metode ini tidak
berbeda nyata dengan hasil metode
fermentasi.
4. Metode pemancingan berbeda dengan
metode lainnya, dimana metode ini
menambahkan minyak kelapa murni
agar molekul minyak dalam santan
ditarik oleh minyak umpan sampai
akhirnya bersatu. Tarikan tersebut akan
terpancing VCO didalamnya.
II.6 Saran
Penggunaan enzim dari nanas matang
dan papain bubuk seharusnya tidak
dianjurkan karena menurunkan produktivitas
dari enzim sebaiknya digunakan nanas yang
belum matang dan papain yang diekstrak
langsung dari buah pepaya.

1. DAFTAR PUSTAKA
2.
3.

Aditiya, Riko., Rusmarilin, Herla. dan Nora, Lasma. (2014) Optimasi


Pembuatan Virgin Coconut Oil (Vco) Dengan Penambahan Ragi Roti
(Saccharomyces cerevisiae) Dan Lama Fermentasi Dengan Vco
Pancingan.J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014.

4.

Christian, Laras., dan Prakoso, Adi., (2009), Pembuatan Minyak Kelapa


Murni (VCO) DenganMetode Fermentasi Dengan Ragi Tempe, [Laporan
Hasil Penelitian], Fakultas TeknikKimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5.

Darmoyuwono, W. (2006).Gaya Hidup Sehat Dengan Virgin Coconut


Oil.Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.

6.

Fachry, A.Rasyidi., Oktarian, Andre dan Wijanarko, Wahyu.(2006) Pembuatan


Virgin Coconut Oil Dengan Metode Sentrifugasi. Seminar Nasional Teknik
Kimia Indonesia 2006 ISBN 979-97893-0-3.

7.

Hapsari, Nur., Dan Welasih, Tjatoer. Pembuatan Virgin Coconut Oil (Vco)
Dengan Metode Sentrifugasi. [Laporan Hasil Penelitian]Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknologi Industri Upn Veteran Jatim.

8.

Muhidin, D. 2001. Agroindustri papain dan pektin. Jakarta : Penebar


Swadaya.

9.

Pontoh, Julius. dkk., (2008) Kualitas VCO dari Beberapa Metode Pembuatan.
Jurnal Vol 1, No.1 Fakultas UNSRAT Manado [Online] Tersedia di
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/chemprog/article/view/28/25
Diakses
pada 29 Mei 2015

10.

Prayugo, dan Bambang, Setiaji.(2006). Membuat VCO Berkualitas Tinggi.


Seri Agritekno. Cetakan Kedua. Jakarta: Penebar Swadaya.

11.

Standar Nasional Indonesia No 7381 : 2008 tentang Standar mutu Virgin


cocout oil (VCO).[online]. Diakses 257 mei 2015 tersedia online pada
http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/7695

12.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980.Pengantar Teknologi Pangan.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

13.

Winarno, F.G., (1986).Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

14.

Winarti, Sri, dkk., (2007) Proses Pembuatan VCO Secara Enzimatis


Menggunakan Papain Kasar. Jurnal Teknologi Pertanian, 8 No.2 [Online]
Tersedia di http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/view/241/630 Diakses pada
29 Mei 2015

15.

Yurliasni (2008) Pertumbuhan dan aktivitas khamir.Bandung :Unpad Press.

jy
>
lz
o
c
:
%
h
4
b
k
5
1
,
p
0
3
g
u
f
r
it
d
s
n
a
m
e
16. LAMPIRAN

1. Bagan prosedur
17.

2. Dokumentasi
18.

20.

19. Hasil inkubasi hari ke-0

21. Hasil inkubasi hari ke-4


22.

25.

23.

24. Pemasukan krim hari ke-4 ke tabung


reaksi
26. Hasil sentrifugasi 3000 rpm

27.
28.

Anda mungkin juga menyukai