2)
Mengapa konservasi sumber daya alam pesisir sangat di perlukan untuk
menjaga keberlangsungan ekonomi sumber daya alam
3)
Bagaimana konservasi sumber daya alam pesisir dalam meningkatkan
ekonomi sumber d
Pengertian dan tujuan Konservasi sumber daya alam pesisir
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati
yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya
dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya. UU Lingkungan hidup No. 5 tahun 1990.
hayati, degradasi fisik habitat pesisir, maupun konflik pennggunaan ruang dan
sumberdaya. Bahkan, di beberapa daerah pesisir tingkat kerusakan ekologis
tersebut telah mencapai atau melampaui daya dukung lingkungan dan kapasitas
keberlanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem wilayah pesisir untuk menopang
kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia di masa-masa mendatang.
Hal ini terutama disebabkan oleh paradigma dan pola pembangunan yang selama ini
terlampau berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tanpa adanya perhatian yang
memadai terhadap karakteristik, fungsi, dan dinamika ekosistem wilayah pesisir
yang menyusun daya dukung dan kapasitas ekosistem ini bagi kelangsungan
pembangunan. Padahal seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia,
yang diperkirakan akan mencapai 276 juta jiwa pada tahun 2010, dan kenyataan
bahwa sumberdaya di daratan (lahan atas) semakin menipis, maka wilayah pesisir
dan lautan beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
(environmental services) yang terkandung di dalamnya diharapkan menjadi pilar
dalam pengembangan perekonomian nasional
Oleh karena itu, jika bangsa Indonesia hendak memanfaatkan dan
mendayagunakan sumberdaya wilayah pesisir bagi sebesar-besar kemakmuran
rakyat dan kemajuan bangsa secara berkesinambungan, maka diperlukan perbaikan
mendasar di dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumberdaya
wilayah pesisir. Paradigma pembangunan yang hanya berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi perlu diganti dengan pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang sudah menjadi kesepakatan hampir seluruh
bangsa-bangsa di dunia sejak KTT Bumi di Rio de Jenairo 1992. Pendekatan dan
praktek pengelolaan pembangunan wilayah pesisir yang selama ini secara dominan
dilaksanakan secara sektoral dan terpilah-pilah, perlu diperbaiki melalui pendekatan
pengelolaan secara terpadu. (Dahuri, 1998)
Menurut Suparmoko (2008;179) bahwa sumber daya pesisir merupakan sumber
daya milik umum sehingga untuk menentukan harga sangat sukar ditentukan ada
dua syarat yang mencirikan sumber daya alam milik bersama atau umum yaitu:
1)
Tidak terbatasnya cara-cara pengambilan, 2)
Terdapat interaksi di antara
para pemakai sumber daya itu sehingga terjadi saling berebut satu sama lain dan
terjadi eksternalitas biaya yang sifatnya disekonomis.
Pada ciri yang pertama dari sumber daya milik umum orang atau perusahan bebas
masuk untuk mengambil manfaat, sedangkan untuk ciri kedua adanya orang atau
perusahaan yang berdesakan karena mereka bebas masuk, maka terjadi interaksi
yang tidak menguntungkan yang secara kuantitatif berupa biaya tambahan yang
harus diderita oleh masing-masing pengusaha sebagai akibat keadaan yang
berdesakan itu, misalnya karena banyaknya perusahan atau orang yang berlalu
lalang mengunakan jalan raya maka kelancaran transportasi menjadi terhambat
sehingga menimbulkan kerugian dari segi waktu dan hilangnya bahan bakar secara
ekstra dalam hal ini biaya eksternal (external cost) .hal ini pada prinsipnya
menimbulkan biaya eksternal yang pada akhirnya menimbulkan kecendrungan
pengelolaan ke arah deplesi.
Sumberdaya alam pesisir yang juga merupakan sumberdaya milik bersama
(common property) dan terbuka untuk umum (open acces) maka pemanfaatan
sumberdaya alam pesisir dan laut dewasa ini semakin meningkat di hampir semua
wilayah. Pemanfaatan yang demikian cenderung melebih daya dukung sumberdaya
(over eksploitatiton). Perkembangan eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir
dewasa ini (penangkapan, budidaya, dan ekstraksi bahan-bahan untuk keperluan
medis) telah menjadi suatu bidang kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh pasar
(market driven) terutama jenis-jenis yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga
mendorong eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dalam skala dan intensitas
yang cukup besar.( Stanis Stefanus dkk, 2007;67)
Hal ini terjadi karena banyaknya perusahan konsumen yang bebas masuk untuk
memanfaatkan sumber daya alam pesisir dengan keinginan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga terjadi ekspansi produksi yang besar
menyebabkan terjadi penumpukan hasil produksi, maka harga jual menjadi turun
sementara permintaan terhadap produk atau sumber daya menjadi naik. Sementara
dari sisi biaya produksi dengan adanya ekspansi yang berlebihan menyebabkan
biaya produksi menjadi meningkat disebabkan adanya biaya marginal yang
meningkat karena penyusutan persediaan /cadangan sumber daya alam dan juga
tambahan biaya untuk mencari sumber daya baru, dan biaya marginal meningkat
karena berdesaknya perusahan dalam merebut sumber daya alam sehingga terjadi
eksternalitas dalam biaya. (Suparmoko, 2008;177-178).
Menurut Purwanto (2003;34), mengatakan bahwa ketersediaan (stok) sumberdaya
ikan pada beberapa daerah penangkapan (fishing ground) di Indonesia ternyata
telah dimanfaatkan melebihi daya dukungnya sehingga kelestariannya terancam.
Beberapa spesies ikan bahkan dilaporkan telah sulit didapatkan bahkan nyaris
hilang dari perairan Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah oleh peningkatan
jumlah armada penangkapan, penggunaan alat dan teknik serta teknologi
penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Secara ideal pemanfaatan sumberdaya
ikan dan lingkungan hidupnya harus mampu menjamin keberlangsungan fungsi
ekologis guna mendukung keberlanjutan usaha perikanan pantai yang ekonomis dan
produkstif.
3. Konservasi sumber daya alam pesisir dalam meningkatkan ekonomi
sumber daya alam
1) Perencanaan Konservasi sumber daya alam pesisir
Berbagai aktivitas pembangunan terhadap ekosistem sumber daya pesisir maka
perlu adanya pengelolaan yang baik dan bijaksana termasuk didalamnya konservasi
sumberdaya alam pesisir. Menurut (Supriharyono, 2009; 298-302) bahwa setiap
perencanaan dan pengelolaan sumber daya pesisir perlu mempertimbangkan
beberapa pertimbangan yaitu yang bersifat ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.
Disamping itu perencana harus menentukan juga informasi atau data penting yang
akan di perlukan untuk pengelolaan wilayah pesisir.
1. Pertimbangan ekonomis
Pertimbangan ekonomis adalah pertimbangan yang berkaitan dengan masalah nilai
ekonomis dari pada sumber daya alam yang ada di daerah pesisir yang akan
dikelola antara lain:
a)
Apakah daerah tersebut penting untuk masyarakat sehari-hari baik berupa
sumber bahan makanan dan bangunan
b)
Apakah daerah tersebut penting sebagai penghasil barang-barang yang dapat
dipasarkan baik berupa bahan makanan maupun jasa
c)
Apakah daerah tersebut penting untuk rekreasi atau parawisata yang
menghasilkan uang selain berupa barang
1. Pertimbangan Lingkungan
b)
c)
d)
Contoh Kasus, ekosistem mangrove sangat rentan terhadap perubahan aliran air
tawar, sirkulasi air, dan tumpahan minyak. Lebih dari itu, terdapat keterkaitan
ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir
maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan
demikian perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir (misalnya mangrove),
cepat atau lambat, akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya, jika
pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, dan lain-lain)
di lahan atas suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) tidak dilakukan secara arif
(berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan dan
fungsi ekologis kawasan pesisir dan lautan.
Fenomena inilah yang kemungkinan besar merupakan faktor penyebab utama bagi
kegagalan panen tambak udang yang akhir-akhir ini menimpa kawasan Pantai Utara
Jawa. Karena, untuk kehidupan dan pertumbuhan udang secara optimal diperlukan
kualitas perairan yang baik, tidak tercemar seperti Pantai Utara Jawa. Contoh lain
adalah pembuatan bendungan (damming) di daerah hulu suatu sungai akan
memutus (memblokir) jalur migrasi dari jenis-jenis organisme perairan (seperti ikan
salmon, sidat, dan udang galah), sehingga merugikan kegiatan perikanan pesisir
yang letaknya mungkin mencapai ratusan kilometer dari lokasi bendungan tersebut
Kedua, dalam suatu kawasan pesisir (Kalianda Bandar Lampung, misalnya),
biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa
lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan, seperti
tambak, perikanan tangkap, pariwisata, pertambangan, industri dan pemukiman.
Ketiga, dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu
kelompok masyarakat (orang) yang memiliki ketrampilan/keahlian dan kesenangan
(preference) bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan, petani tambak, petani
rumput laut, pendamping pariwisata, industri dan kerajinan rumah tangga, dan
sebagainya. perubahan suhu perairan dan penyediaan unsur hara dapat
menurunkan populasi (stok) ikan di perairan pesisir, seperti yang telah ditunjukkan
oleh dampak El Nino terhadap stok ikan sardine di Samudra Pasifik (UNESCO,
1993) padahal, sangat sukar atau hampir tidak mungkin, untuk mengubah
kesenangan bekerja (profesi) sekelompok orang yang sudah secara mentradisi
menekuni suatu bidang pekerjaan.
Keempat, baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu kawasan
pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan
internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha. Contohnya, lagilagi pembangunan tambak udang di Pantai Utara Jawa, yang sejak tahun 1982
mengkonversi hampir semua pesisir termasuk mangrove (sebagai kawasan lindung)
menjadi tambak udang. Sehingga, pada saat akhir 1980-an sampai sekarang terjadi
peledakan wabah virus, sebagian besar tambak udang di kawasan ini terserang
penyakit yang merugikan ini. Kemudian, pada tahun 1988 ketika Jepang
memberhentikan impor udang Indonesia selama sekitar 3 bulan, karena kematian
kaisarnya (rakyat Jepang berkabung, tidak makan udang), maka mengakibatkan
penurunan harga udang secara drastis dari rata-rata Rp. 14.000,- per kg menjadi Rp
7.000,- per kg, sehingga banyak petani tambak yang merugi dan frustasi.
Kelima, kawasan pesisir pada umumnya merupakan sumberdaya milik bersama
(common property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open
access). Padahal setiap pengguna sumberdaya pesisir biasanya berprinsip
memaksimalkan keuntungan. Oleh karenanya, wajar jika pencemaran, overeksploitasi sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang seringkali terjadi di
kawasan ini. Isu tentang hak kepemilikan lahan dan alokasi sumberdaya merupakan