Anda di halaman 1dari 18

JENIS-JENIS PENILAIAN KINERJA

1. 360 Degree (umpan balik)


Umpan balik 3600adalah metode evaluasi penilaian kinerja yang memerlukan
masukan dari beberapa tingkatan dalam perusahaan dan sumber-sumber luar. Dalam metode
ini, orang-orang di seluruh tingkatan memberikan penilaian, termasuk atasan, rekan kerja,
bawahan, pelanggan internal dan eksternal, juga diri sendiri. Metode umpan balik 360o
menyediakan ukuran yang lebih objektif untuk menilai kinerja. Menurut Mondy dan
Noe(2005), ada lima langkah dalam proses penilaian kinerja, yang dapat dilihat pada gambar
berikut:

a. Kriteria
Ciri-ciri. Ciri-ciri karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif
merupakan dasar untuk evaluasi.
Perilaku. Ketika hasil dari tugas individu sulit untuk ditentukan, organisasi dapat
mengevaluasi perilaku seseorang yang terkait dengan tugas atau kompetensi.
Kompetensi. Kompetensi terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sifat dan
perilaku, dan berhubungan dengan keterampilan interpersonal atau berorientasi
bisnis.
Pencapaian tujuan. Jika organisasi mempertimbangkan hasil akhir pencapaian
tujuan sebagai suatu hal yang berarti, hasil pencapaian tujuan akan menjadi faktor
yang tepat untuk dievaluasi untuk dibandingkan dengan standar.
1

Peningkatan potensi. Ketika organisasi mengevaluasi kinerja karyawan, kriteria


difokuskan pada masa lalu, masa sekarang, dibandingkan dengan standar.
b. Periode Penilaian
Evaluasi kinerja biasanya dilakukan secara berkala dalam interval waktu
tertentu. Pada sebagian besar organisasi, penilaian dilakukan satu atau dua kali
dalam setahun. Pada umumnya, pekerja pertama kali di evaluasi menjelang
berakhirnya masa percobaan. Mengevaluasi dengan menggunakan metode ini
pada para karyawan baru dapat dilakukan beberapa kali selama tahun pertama
mereka bekerja.
c. Kelebihan
1. Memperoleh umpan balik dari berbagai sumber, yang tentu akan lebih
objektif dibandingkan jika umpan baliknya hanya berasal dari diri Anda
sendiri.
2. Mengurangi risiko terjadinya diskriminasi dan efek-efek pribadi dalam
penilaian kinerja.
3. Mengembangkan kerja sama yang erat di kalangan anggota tim Anda,
mengingat bahwa mereka cenderung lebih mau bertanggungjawab terhadap
perilaku mereka satu sama lain ketika mengetahui bahwa mereka harus saling
menyampaikan masukan mengenai kinerja rekan satu tim mereka itu.
4. Memahami kebutuhan pengembangan perorangan maupun organisasi.
5. Menyediakan informasi yang tepat mengenai apa yang harus Anda dan anak
buah Anda lakukan untuk meningkatkan karier.
6. Meningkatkan kualitas, keterandalan, dan kecepatan produk maupun layanan
yang Anda hasilkan.
d. Kekurangan
1. Karena biasanya dilakukan secara anonim, karyawan yang memperoleh
penilaian tidak bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang
melatarbelakangi penilaian tersebut. Dalam situasi seperti ini, penerimaan
terhadap hasil penilaian tentu cenderung menurun.
2. Karena dilakukan oleh para penilai yang kurang berpengalaman dan kurang
terlatih, akurasi hasil penilaian ini cenderung meragukan. Apa yang terjadi
kemudian adalah inflasi nilai, dimana kinerja semua orang tampak bagus, atau
sebaliknya deflasi nilai.

3. Karena dilakukan oleh banyak penilai, tidak jarang hasil penilaian yang
diperoleh justru saling bertentangan tanpa bisa ditentukan penilaian siapa
yang sebenarnya lebih akurat (Vinson, 1996).
4. Berbeda dengan penilaian kinerja konvensional yang hanya membutuhkan
dua penilai dan satu formulir, metode ini mempersyaratkan adanya beberapa
penilai dengan sejumlah formulir. Konsekuensinya, untuk menerapkan
penilaian 3600, diperlukan lebih banyak waktu (dan kertas).
e. Penelitian sebelumnya
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Arief Bastian Zulkarnaen,
(2011), tentang Sistem Informasi Penilaian Kinerja Dengan Metode 360 Degree
Pada PT. ALTERYST, menjelaskan dalam kesimpulan penelitian yang telah
dilakukan, hasil analisis yang di dapat dalam penerapan metode ini adalah:
Metode 360 degree dapat diterapakan pada perusahaan Alteryst dan
menghasilkan nilah akhir kinerja karyawan berdasarkan kriteria penilaian
beserta item penilaian yang dinilai. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil

memperoleh nilai akhir sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.


Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, sistem penilaian kinerja
karyawan mampu melakukan proses penilaian secara otomatis. Penilaian
kinerja karyawan dilakukan oleh setiap karyawan termasuk Manager.
Data transaksi dan absensi terintegrasi dengan penilaian kinerja
karyawan, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian kinerja secara

otomatis.
2. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dalam penerapan metode 360
Degree juga telah dilakukan oleh Rio Setiadi Prismarendra, (2010), studi kasus
pada RS. Petro Kimia Gresik dalam penilaian karyawan dengan Metode 360
Degree. Hasil yang di dapat dalam penelitian tersebut ialah:
Sistem penilaian kinerja dengan metode 360 degree memberikan
kemudahan pada user, dimana parameter-parameter dari suatu penilaian
bersifat dinamis dan dapat diubah sesuai dengan kebutuhan dari
perusahaan.

Penerapan sistem penilaian kinerja 360 degree menghasilkan faktor


penilaian kinerja sudah sesuai dengan kebijakan manajemen yang telah

diterapkan berdasarkan ProTap yang berlaku.


3. Penelitian yang dilakukan oleh Jhonli Pardosi, Mangara M. Tambunan,
dan Khalida Syahputri, (2013) dalam Jurnal Pengukuran Kinerja Dengan
Menggunakan Integrasi 360 Degree Pada PT. S, mendapatkan hasil:
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan variabel kinerja prioritas untuk level manajer adalah
variabel kompetensi kerja diikuti karakteristik pribadi dan yang
terakhir sifat umum dengan subvariabel masing-masing variabel
adalah keterampilan komunikatif, kepemimpinan dan komitmen

dalam bekerja.
Penilaian level manajer menunjukkan adanya gap negatif pada
beberapa variabel yang menunjukkan ketidaksesuaian nilai yang
diharapkan manajer dengan nilai dari sumber lain, oleh karena itu
perlu diadakan evaluasi terhadap diri sendiri melalui diskusi dengan
atasan, rekan kerja dan bawahan berdasarkan hasil nilai kinerja yang
diperoleh masing-masing manajer. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa penilaian kinerja dengan menggunakan integrasi 360
feedback diperoleh lebih banyak informasi tentang kinerja pada level
manajer seperti prioritas variabel dan subvariabel untuk manajer, nilai
kinerja dari berbagai pihak yaitu atasan, rekan kerja, diri sendiri dan
bawahan serta perbandingan nilai kinerja dari orang lain dengan nilai
kinerja oleh diri sendiri. Pada penilaian yang diterapkan, diperoleh

gambaran nilai kinerja secara objektif.


Prioritas variabel dan subvariabel yang diperoleh menjadi acuan
untuk penilaian kinerja manajer sedangkan gambaran kinerja
merupakan dasar evaluasi untuk pengembangan bagi masing-masing
manajer sehingga tercipta kinerja yang lebih baik dari yang
sebelumnya.

2. Balanced Score Card

Balanced Scorecard (BSC), merupakan salah satu metode pengukuran dan


manajemen performance untuk faktor internal dan eksternal dari suatu perusahaan. Saat ini,
kebanyakan perusahaan masih menggunakan pengukuran financial sebagai acuan
pengukuran kinerja perusahaan, sehingga manajer tidak mengetahui sampai seberapa jauh
pengaruh yang ditimbulkan akibat strategi yang mereka terapkan. Metode Balanced
Scorecard melengkapi manajemen dengan framework yang mentranslasikan visi dan strategi
ke dalam sistem pengukuran yang terintegrasi, yaitu: financial perspective, customer
perspective, internal business process perspective, dan learning and growth perspective.
Empat perspective di dalam BSC menyatakan adanya saling keterkaitan untuk dapat

menggambarkan strategi yang dimiliki perusahaan.

a. Perspektif dalam Balanced Scorecard


1. Keuangan
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di
dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk
mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat
menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam
mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan,
2000).
2. Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu
menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi
atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang
terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai
target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai
kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus
menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik
kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
3. Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang
memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu
menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan
dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums
(Simon, 1999).
4. Pembelajaran dan pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga
perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan
jangka panjang. Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi
tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga
melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem
dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis
internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan
yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan
itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk
6

reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi


informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
b. Kelebihan
Dalam penelitian Nomura Research Institute (NRI) Papers No. 45, 1 April
2002 dikemukakan bahwa Jepang sudah beberapa tahun lalu mengintroduksikan
pola kerja balance scorecard (BSC) terhadap lebih dari 20 perusahaan (Morisawa,
2002:3). Dari hasil penelitiannya, NRI dapat memberi kesimpulan bahwa
berdasarkan pengalaman-pengalaman perusahaan yang menerapkan pengukuran
kinerja dengan balanced scorecard tersebut merasakan bahwa balanced
scorecard memang memiliki keunggulan yang dirangkum menjadi 5 bagian,
sebagai berikut:
1. Balanced scorecard dapat digunakan untuk melakukan perbaikan
keseimbangan di antara sasaran-sasaran jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang.
2. Dapat menciptakan pemahaman strategi perubahan dengan menyusun atau
menetapkan indikator-indikator non-finansial kuantitatif disamping indikatorindikator finansial.
3. Mengurangi keragu-raguan atau kekaburan dengan tetap menjaga indikatorindikator non finansial kuantitatif.
4. Mempromosikan proses pembelajaran organisasi melalui suatu pengulangan
siklus hipotesis verifikasi.
5. Memperbaiki platform strategi komunikasi secara umum dalam organisasi
yang mencerminkan keterkaitan antara pimpinan dan bawahan. NRI
mengemukakan salah satu contoh kasus yang spektakuler tentang
keberhasilan penerapan Balanced scorecard yang berimplikasi pada perbaikan
kinerja perusahaan.
c. Kekurangan
Menurut Anthony dan Govindarajan (2002), Balanced Scorecard juga memiliki
beberapa kelemahan yaitu:
1. Hubungan yang buruk antara ukuran perspektif non-finansial dan
hasilnya. Tidak ada jaminan bahwa keuntungan masa depan akan
mengikuti pencapaian target dalam perspektif non-finansial. Mungkin ini

adalah masalah terbersar dalam Balanced Scorecard karena terdapat


asumsi bahwa keuntungan masa depan tidak mengikuti atau berkaitan
dengan pencapaian tujuan non-finansial.
2. Fixation on financial result. Manajer adalah yang paling bertanggung
jawab terhadap kinerja keuangan. Hal ini menyebabkan manajer lebih
peduli terhadap aspek finansial dibandingkan aspek lainnya.
3. No mechnism for improvement. Banyak perusahaan dalam
memperbesar tujuan mereka tidak memiliki alat untuk meningkatkannya.
Ini adalah salah satu kelemahan Balanced Scorecard. Tanpa metode untuk
peningkatan, peningkatan tidak disukai untuk terjadi meskipun sebaik
apapun tujuan baru tersebut.
4. Measures are not up-to-date. Banyak perusahaan tidak memiliki
mekanisme formal untuk meng-update ukuran untuk mencocokkan
dengan perubahan strategi. Hasilnya perubahan masih menggunakan
ukuran yang berbasis strategis lama.
5. Measurement overload. Tidak ada jawaban untuk pertanyaan seberapa
kritis ukuran yang seseorang manajer dapat ukur pada saat bersamaan
tanpa kehilangan fokus. Jika terlalu sedikit manajer akan mengabaikan
ukuran yang sangat penting dalam mencapai sukses. Bila terlalu banyak,
akan menimbulkan resiko manajer bisa kehilangan fokus dan mencoba
untuk melakukan terlalu banyak hal dalam waktu bersamaan.

d. Proses Pengukuran
Kriteria pengukuran yang seimbang menurut Mulyadi (2001) adalah
sejauh mana sasaran strategik dicapai secara seimbang. Skor taip-tiap kinerja
diberikan berdasarkan rating scale sebagai berikut:

Setelah
menentukan rating
scale, selanjutnya adalah membuat ukuran kinerja berisi indikator-indikator yang

akan digunakan sebagai dasar pemberian skor. Ukuran kinerja dapat dilihat pada
tabel 2.2 berikut ini:

e. Penelitian sebelumnya
1. Penelitian terdahulu tentang penerapan metode Balanced Scorecard telah
dilakukan oleh Ambar Sri Lestari dalam 2nd International Seminar On
Quality and Affordable Education (ISQAE 2013) yang berjudul Analisis
Penilaian Kinerja Lembaga Pendidikan Tinggi Dengan Metode Balanced
Scorecard : Penerapannya Dalam Sistem Manajemen Strategis (Studi Kasus
Pada Universitas Brawijaya Malang) menjelaskan, (1) jumlah ukuran yang
diberikan oleh metode Balanced Scorecard pada perspektif pelanggan
berimbang dengan ukuran pada perspektif keuangan yaitu sebesar 15%. (2)
Hasil perancangan dan pengukuran dengan metode Balanced Scorecard dapat
diperoleh berbagai rumusan yang mencakup tujuan, ukuran, sasaran dan juga
inisiatif strategis.

3. Performance Prism
Performance Prism merupakan salah satu pengukuran kinerja yang
mempunyai lima sisi (facets) yang membentuk framework tiga dimensi berupa
prisma segitiga. Sisi atas dan bawah merupakan stakeholder satisfaction dan
stakeholder contribution. Sedangkan tiga sisi yang lain adalah strategies,
processes, dan capabilities.
Performance Prism memberikan pengukuran yang komprehensif dan
sudut pandang yang luas, sehingga memberikan gambaran yang realistis mengenai
penentu kesuksesan bisnis. Selain itu, Performance Prism tidak hanya mengukur
hasil akhir, tetapi juga aktivitas-aktivitas penentu hasil akhir. Dengan demikian,
pengukuran kinerja dapat memberikan gambaran yang jelas dan nyata tentang
kondisi perusahaan yang sebenarnya.
a. Kelebihan Performance Prism
1. Jika dibandingkan dengan balanced scorecard misalnya
terletak pada pertimbangan stakeholder perusahaan yang
diturunkan secara sistematis dimulai dari faktor yang
mendasari kepuasan konsumen sampai dengan kontribusi
yang diberikan oleh stakeholder, perfomance prism lebih
rinci.

10

2. Performance Prism bila dibandingkan dengan Integrated Performance


Measurement System (IPMS) adalah Key Performance Indicator (KPI) yang
diidentifikasikan terdiri dari KPI strategi, KPI proses, dan KPI kapabilitas
yang merupakan hasil dari identifikasi terhadap stakeholder requirements
serta tujuan perusahaan, sedangkan IPMS langsung mengidentifikasikan
KPI-nya berdasarkan stakeholder requirements serta tujuan perusahaan,
tanpa memandang mana yang merupakan strategi, proses, dan kapabilitas
perusahaan.
3. Perfomance prism menjadi framework lebih dinamis dibandingkan dengan
framework performance measurement yang lain sehingga masih bisa
digunakan jika perusahaan tersebut melakukan merger maupun akuisi.
b. Kelemahan Performancce Prism
4. Perfomance prism tidak memiliki sistem pengukuran yang
standar, oleh karena itu untuk membantu memfasilitasi
strategi, proses, kapabilitas untuk mencapai kepuasan
stakeholder dan mengetahui kontribusi yang diberikan oleh
stakeholder, digunakan succesmap.
5. Banyaknya keinginan dan harapan yang berbeda-beda dari masing-masing
stakeholder yang mengakibatkan implementasinya cukup merepotkan.
6. Karena merupakan framework yang masih baru, sehingga belum banyak
laporan yang menyatakan kesuksesan implementasi framework ini.
c. Penelitian Sebelumnya
Wike Agustin Prima Dania, Imam Santoso, Rheysa
Permata Sari dalam Jurnal Teknologi PertanianAnalisis
Pengukuran Kinerja Korporasi Menggunakan Metode
Performance Prism Studi kasus pada PT Inti Luhur Fuja Abadi,
Pasuruan menjelaskan hasil dari penelitian yang telah di
lakukan, metode ini mampu mengukur kinerja dengan
pencapaian performance indicator tahun 2010 sebesar 8.907
(sesuai dengan data yang disebutkan pada jurnal), sehingga
kinerja PT Inti Luhur Fuja Abadi pada tingkat korporasi mencapai
kategori memuaskan. Namun begitu, terdapat 4 bagian KPI (key
11

performance indicator), yaitu menunjuk pada perbaikan system


layanan informasi.

4. Integrated Performance Measurement System (IPMS)

Integrated Performance Measurement System, yang

selanjutnya disebut IPMS merupakan sistem baru pengukuran


kinerja yang dibuat di Centre for Strategic Manufacturing,
University of Strathclyde, Glasgow, dengan tujuan
mendeskripsikan dalam arti yang tepat bentuk dari integrasi,
efektif dan efisien sistem pengukuran kinerja perusahaan.
Model IPMS membagi level bisnis suatu organisasi ke dalam
bagian yang terdiri dari 4 (empat) level atau tingkatan, yakni
sebagai berikut:
1. Business corporate atau bisnis induk
2. Business unit atau unit bisnis
3. Business process atau proses bisnis
4. Activity atau aktivitas
Pada perancangan kinerja dengan model IPMS, ada
beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu:
1. Dentifikasi dan buat daftar stakeholder dan requirement masingmasing stakeholder.
2. Bandingkan kemampuan organisasi dalam memenuhi keinginan
stakeholder dengan organisasi yang lain yang sejenis dalam
pemenuhan keinginan stakeholder mereka (benchmarking).
3. Tetapkan objectives atau tujuan organisasi.
4. Definisikan measures atau ukuran yang digunakan untuk
mengukur pencapaian objectives.
5. Periksa apakah ada ukuran yang konflik.
6. Validasikan ukuran atau measures yang sudah diperiksan.
7. Spesifikasikan masing-masing measure.
a. Kelebihan
1. Kelebihan utama dari model ini adalah bila digunakan untuk
pengukuran kinerja pada level unit bisnis yang terintegrasi
dengan bisnis induk. Konsep ini tidak dijumpai pada model
pengukuran kinerja lainnya.

12

2. Indikator yang yang disediakan lebih jelas dan lebih sepadan


dalam proses penilaian.
b. Kekurangan
Pada lingkungan internal kurang tajam pada pengukuran kinerja keuangan, karena
uang merupakan aliran darahnya perusahaan, sehingga bila tidak terukurnya
kinerja keuangan akan berdampak lemahnya pengendalian keuangan perusahaan
untuk cashflow dan investasi masa depan.
c. Penelitian sebelumnya
Penelitian yang telah dilakukan oleh Finuril Rosa Maulidia, Nasir Widha
Setyanto dan Arif Rahman dalam Perancangan SIstem Pengukuran Kinerja
Dengan Metode Performance Integrated Performance Measurement (IPMS):
Studi Kasus Pada KPRI Universitas Brawijaya menjelaskan hasil yang didapat
dari penerapan metode ini:
1. Dari hasil pengukuran kinerja yang mengintegrasikan seluruh stakeholder
dengan menggunakan metode Integrated Performance Measurement System,
didapati sebagian besar KPI yang perlu dan harus diperbaiki merupakan KPI
pada stakeholder customer dan investor, sehingga dapat dikatakan objectives
pada kedua stakeholder tersebut belum tercapai. Dengan kata lain
requirements untuk stakeholder customer dan investor tersebut belum
terpenuhi. Sedangkan requirements untuk stakeholder employee, masyarakat,
dan supplier sudah terpenuhi.
2. Dari hasil pengolahan keseluruhan KPI didapatkan nilai indeks kerja total
sebesar 8,25 yang artinya kinerja KPRI UB secara keseluruhan dapat
dikatakan telah mencapai performa yang diharapkan karena berada pada
kategori hijau.

5. Graphic Rating Scale


Menurut Utomo (2008), GRS merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
melakukan penilaian kinerja karyawan. Metode ini banyak digunakan oleh perusahaan
karena metode ini mudah dikembangkan dan mudah untuk dimodifikasi jika diperlukan
adanya perubahan terhadap kriteria-kriteria yang menjadi bahan penilaian. Skala penilaian

13

grafik memberikan penilaian yang khas. Hasil penilaian kinerja metode ini diharapkan
mampu memberikan rekomendasi keputusan terhadap karyawan yang sedang dievaluasi serta
memberikan motivasi. Sementara itu bagi karyawan, hasil penilaian ini merupakan sarana
untuk acuan pengembangan jenjang karir.

a. Kelebihan
Simamora (1999) mengungkapkan ada dua alasan mengapa metode ini lebih
banyak digunakan secara luas yaitu:
1. Skala ini mudah untuk digunakan. Manajer bisa melakukan penilaian kepada
banyak bawahan sekaligus. Model iini juga lebih mudah dipahamkan kepada
bawahan yang sedang dinilai.
2. Metode ini mudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Skala penialaian
grafik membandingkan kinerja individu terhadap sebuah standar absolut.
Manajer atau penilai mengevaluasi kinerja berbagai dimennsi atau kriteria,
seperti kualitas kerja, penerimaan kritik, kemauan memikul tanggung jawab,

14

dan hal-hal serupa lainnya. Penilai menggunakan skala berupa angka-angka


mulai dari terendah sampai dengan yang tertinggi, dari yanhg jelek sampai
dengan yang paling bagus. Atau dari kinerja yang tidak memuaskan sampai
dengan kinerja yang sangat memuaskan.
b. Kekurangan
Menurut Dessler (1997) Graphic Rating Scales bukanlah model penilaian yang
sempurna, di mana terdapat beberapa kekurangan diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Tidak adanya standar yang jelas. Pengertian dari deskripsi jawaban sering
menimbulkan perbedaan penafsiran pada setiap penilai. Kurangnya penjelasan
dari jawaban yang bernilai istimewa, sedang maupun cukup. Nilai baik bisa
ditafsirkan berbeda untuk setiap penilai. Untuk mengatasi masalah ini
dibutuhkan penjelasan yang lebih detil pada setiap jawaban. Hal tersebut juga
bisa diatasi dengan memberikan standard atau ukuran yang jelas untuk setiap
kriteria penilaian (Istimewa, baik, sedang atau cukup).
2. Efek halo menjelaskan terdapat factor lain yang memberikan penilaian
terhadap seseorang. Misalnya, jika seseorang bersikap lebibh ramah dari yang
lain, maka hasil penilaian yang didapat akan jauh lebih baik jika dibandingkan
dengan yang lain yang kurang ramah.
3. Kecenderungan memusat. Penilai yang ragu untuk memberikan penilaian
sangat baik atau sangat kurang akan memberikan poin di tengah-tengah. Jika
menggunakan skala Likert dengan rentang 1 sampai 5, maka penilai akan
memberikan nilai antara 2 sampai dengan 4.

c. Proses Penilaian Menggunakan Graphic Rating Scales

15

Kriteria yang digunakan kali ini adalah kriteria yang akan digunakan untuk
menilai karyawan pada level supervisor dan staff. Kriteria yang digunakan dapat
dilihat pada table di bawah ini:
N
o
1
2
3
4
5

Kriteria Penilaian
Kualitas Kerja
Kuantitas Kerja
Disiplin
Kreatifitas
Manajerial
Total

Prosentas
e
20
15
15
25
25
100

Pada setiap kriteria memiliki beberapa item penilaian. beberapa item penilaian
yang digunakan bisa dilihat pada table di bawah ini:

16

6. Management By Objectives (MBO)


(MBO) adalah metode penilaian kinerja karyawan yang berorientasi pada pencapaian
sasaran kerja. Menurut Stephen. P. Robbins (2006:262) manajemen berdasarkan tujuan
(MBO) bertujuan untuk menetapkan sasaran secara partisipatif dan dapat diukur. Suatu
proses peran serta secara aktif melibatkan para manajer dan anggota staf pada setiap tingkat
organisasi, yang dimulai dari penetapan sasaran hingga peninjauan kembali hasil
pelaksanaannya. Secara umum, MBO merupakan suatu proses dimana seorang manajer dan
anggota teamnya berusaha untuk mencapai suatu tujuan yang terencana, dengan cara
sistematis untuk mencapainya, dan telah disusun bersama sebelumnya, untuk meningkatkan
kemampuan anggota team itu sendiri, serta tercapainya tujuan/target utama organisasi
tersebut.
Konsep dari MBO adalah sebuah kesepakatan formal antara pimpinan dan bawahan dalam
hal:
1. Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bagian / bawahan (subordinates);
2. Perencanaan yang akan dilakukan
3. Standard pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan
4. Prosedur untuk mengevaluasi keberhsilan pencapaian tujuan.
a. Kelebihan
1. Program MBO memberi kesempatan kepada para individu untuk mengetahui apa
yang diharapkan dari mereka.
2. Program MBO membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer
menetapkan sasaran dan waktu yang ditargetkan.
3. program MBO meningkatkan komunikasi antara para manajer dan bawahan
4. progaram MBO membuat proses manajemen lebih wajar dengan memusatkan
pada suatu pencapaian. Program ini juga memberi kesempatan kepada para
bawahan untuk mengetahui sebaik mana mereka bekerja dalam kaitannya dengan
sasaran organisasi
b. Kekurangan
1. Kelemahan yang melekat pada proses MBO, dalam konsumsi waktu dan biaya
yang besar.
2. Penggunaan daftar khusus tentang tanggung jawab tiap individu di tiap bagian

perusahaan tergolong sulit dan menghabiskan banyak waktu. Di samping itu


17

uraian tugas harus dikaji kembali dan direvisi karena keadaan dalam organisasi
bisa saja berubah. Hal ini berdampak pada sistem MBO sendiri dimana dapat
menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung jawab pada tiap bagian.

18

Anda mungkin juga menyukai