BAB I
PENDAHULUAN
kesejahteraan
ekonomi
tidak
sekadar
didesain
dari
kuantitas
(Amir,
2015).
Potensi
untuk
mencapai
pertumbuhan
inklusif
yang
dimaksud
diantaranya:
(i)
melaksanakan
analisis,
proses
KKN-P
untuk
memperoleh
pengalaman
kerja
guna
c. Bagi fakultas
1. Sebagai bahan evaluasi atas laporan hasil KKNP yang dilakukan
oleh mahasiswa untuk penyesuaian kurikulum di masa yang akan
datang agar menjadi lebih baik.
2. Sebagai sarana pengenalan instansi pendidikan Jurusan Ilmu
Ekonomi kepada badan usaha yang membutuhkan lulusan atau
tenaga kerja yang dihasilkan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya Malang.
3. Sebagai media untuk menjalin hubungan kerja dengan instansi yang
dijadikan sebagai tempat KKNP.
4. Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan
ilmu pengetahuan di lapangan.
5. Mencetak tenaga kerja yang terampil dan jujur dalam menghadapi
tugas dan pekerjaan di lapangan.
1.4 Sistematika Penulisan Laporan KKN-P
Laporan KKN-P ini terdiri atas empat bagian utama meliputi pendahuluan,
rencana kegiatan, pelaksanaan penugasan dan penutup, dengan garis besar
masing-masing bagian sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Bab ini berupaya untuk menguraikan motivasi penulis mengangkat
topik laporan KKN-P, menjelaskan tujuan dan manfaat KKN-P, serta
sistematika laporan.
BAB II: Rencana Kegiatan
Bab ini menjelaskan mengenai tempat,waktu dan jadwal pelaksanaan
serta rencana kegiatan yang akan dilaksanakan selama berlangsungnya
proses KKN-P.
BAB III: Pelaksanaan Program KKN-P
Dalam Bab III hal yang hendak dijelaskan mencakup gambaran umum
objek KKN-P penulis. Objek KKN-P ini lalu diuraikan dalam dua bagian:
pertama, Kementerian Keuangan RI sebagai kementerian terkait yang
menaungi institusi terkait. Kedua, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sebagai unit
eselon I di Kementerian Keuangan, tugas pokok dan fungsi serta pusatpusat kebijakan yang mendukung berjalannya Badan Kebijakan Fiskal
(BKF). Juga dipaparkan seluruh pejabat eselon dan unit terkait. Selanjutnya,
akan diuraikan mengenai proses berlangsungnya kegiatan KKN-P, outcome
yang di dapatkan, serta evaluasi untuk kegiatan KKN-P yang lebih baik ke
depannya
BAB IV: Penutup
Sebagai penutup, BAB IV merupakan bagian terakhir dari dari
keseluruhan laporan KKN-P ini. BAB IV berisi ringkasan dan kesimpulan
atas analisis pembahasan masalah. Selanjutnya diberikan saran dan
masukan terkait masalah yang ditemukan pada objek KKN-P sebagai
tindaklanjut dan temuan atau pembahasan pada BAB III.
BAB II
RENCANA KEGIATAN
Pada bab ini, akan disajikan ringkasan rencana kegiatan selama 25 hari
kerja (termasuk di dalamnya tempat dan waktu pelaksanaan). Rencana kegiatan
ini penting guna membimbing penulis dalam mencapai tujuan dan manfaat dari
KKN-P. Di samping itu, rencana kegiatan dimaksudkan dapat meminimalisasi
ketidakpastian yang terjadi selama kegiatan di lapangan berlangsung.
2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan KKN-P
Sebagaiman dengan rencana kegiatan yang dirancang, Kuliah Kerja Nyata
Profesi (KKN-P) dilaksanakan berdasarkan kebijakan institusi terkait yakni:
Tempat Pelaksanaan
Tempat
: Kompleks Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
Badan
Kebijakan
Notohamiprodjo
Fiskal
Lt.8
(BKF),
(Pusat
Gedung
Kebijakan
R.M
Ekonomi
Makro).
Alamat
: Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1, Jakarta 10710.
Waktu Pelaksanaan
Dalam hal waktu pelaksanaan merujuk kepada peraturan yang
dikeluarkan oleh pihak jurusan yakni minimal 25 hari kerja. Adapun
18 November 2016.
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan KKN-P dilaksanakan pada hari efektif kerja merujuk Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 211/PM.01/2014 tentang Hari dan Jam Kerja
di Lingkungan Kementerian Keuangan yakni Senin sampai dengan
Jumat, dimulai dari pukul 07.30 dan berakhir pada 17.00 WIB.
Minggu II
proses KKN-P.
Mengetahui lebih jauh tugas pokok dan
Minggu II
(31 Oktober-4 November 2016)
dan
Sub-Bidang
Analisis
Rentang Waktu
Minggu IV
(7-11 November 2016)
Minggu V
BAB III
Bab ini akan mengulas gambaran umum instansi yang mewadahi penulis
selama berlangsungnya proses KKN-P yakni Badan Kebijakan Fiskal (BKF)
Kementerian Keuangan RI, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM), Bidang
Analisis Fiskal. Guna memberikan penjelasan yang utuh, penulis akan terlebih
dahulu menyajikan profil Kementerian Keuangan lalu dilanjutkan dengan profil
Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Selain itu, bab ini hendak menjelaskan proses
KKN-P penulis termasuk didalamnya kegiatan yang pernah diikuti. Terakhir,
beberapa evaluasi yang kiranya dapat memberikan feedback kepada kedua
belah pihak
3.1
3.1.1
negara
dengan
ruang
lingkupnya
sebagai
otoritas
fiskal
10
11
untuk
menghasilkan
karya
yang
bermanfaat
dan
berkualitas;
d. Pelayanan: memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku
kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat,
akurat dan aman;
e. Kesempurnaan: Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala
bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.
Adapun struktur organisasi dan profil pejabat di lingkungan Kementerian
Keuangan diantaranya:
Menteri Keuangan
: Sri Mulyani Indrawati;
Wakil Menteri Keuangan
: Mardiasmo;
Inspektur Jenderal
: Kiagus Ahmad Badaruddin;
Sekretariat Jenderal
: Hadiyanto;
Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi dan
Teknologi Informasi
: Susiwijono;
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara
: Purwiyanto;
Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan
Keuangan Internasional
: Andin Hadiyanto;
Staf Ahli Kebijakan Penerimaan Negara : Astera Primanto Bhakti;
Staf Ahli Bidang Kebijakan dan
Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal: Isa Rachmatarwata;
Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak
: Puspita Wulandari;
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak
: Suryo Utomo;
Direktur Jenderal Anggaran
: Askolani;
Direktur Jenderal Pajak
: Dwi Jugiasteadi;
Direktur Jenderal Bea dan Cukai
: Heru Pambudi;
Direktur Jenderal Perbendaharaan
: Marwanto Harjowiryono;
Direktur Jenderal Kekayaan Negara
: Vincentius Sonny Loho;
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan : Boediarso Teguh Widodo;
Direktur Jenderal Pengelolaan
: Robert Pakpahan;
: Sumiyati;
: Suahasil Nazara.
12
penjelasan rinci mengenai Badan Kebijakan Fiskal (BKF), akan disajikan pada
sub-bab berikutnya.
13
Sumber: www.kemenkeu.go.id
14
3.1.2
15
16
17
Kebijakan
Pembiayaan
Perubahan
Iklim
dan
Multilateral
(PKPPIM);
7. Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral (PKRB);
Visi Badan Kebijakan Fiskal adalah Menjadi Unit Terpercaya dalam
Perumusan Kebijakan Fiskal dan Sektor Keuangan yang Antisipatif dan
Responsif untuk Mewujudkan Masyarakat Indonesia Sejahtera. Visi
tersebut lalu dijelaskan dalam beberapa butir misi yakni:
1. Merumuskan analisis ekonomi makro serta harmonisasi kebijakan fiskal
dan
moneter
dalam
rangka
pemerataan pembangunan;
mendukung
stabilitas
ekonomi
dan
18
kebijakan
anggaran
negara
yang
sehat
dan
kebijakan
sektor
keuangan
yang
mendukung
19
20
Sumber: fiskal.kemenkeu.go.id
21
Keterangan:
22
Sumber: fiskal.kemenkeu.go.id
23
Hari
Senin
Tanggal
17 Oktober 2016
2.
Selas
18 Oktober 2016
a
3.
Rabu
Program.
Pelatihan Oxford Economic Model di Ruang
Diskusi Besar Gedung R.M Notohamiprodjo
19 Oktober 2016
4.
Kamis
20 Oktober 2016
draft
Hari
Tanggal
dalam
RUU
APBN
rangka
2017
(Lampiran II).
1. Merekapitulasi data kesejahteraan dan
ketenagakerjaan
No
.
RI
untuk
keperluan
kajian.
Uraian Pelaksanaan Kegiatan
2. Menyusun laporan KKN-P sehingga dapat
5.
Jumat
21 Oktober 2016
24
6.
Senin
24 Oktober 2016
7.
8.
Selas
a
Rabu
25 Oktober 2016
26 Oktober 2016
9.
Kamis
27 Oktober 2016
pihak
Kementerian
Perindustrian,
Hari
Jumat
Tanggal
28 Oktober 2016
11.
Senin
31 Oktober 2016
25
Menumbuhkan
Ekonomi
Memenangkan
Masyarakat
ASEAN.
2. Menggunakan
Aplikasi
Kerakyatan,
Ekonomi
Analisis
Situasi
Indonesia
Indonesia
Sehat,
Pintar,
Program
Program
Keluarga
No
.
Selas
a
Hari
1 November 2016
Tanggal
data
ketenagakerjaan
dari
Rabu
2 November 2016
diajukan
sebagai
laporan
akhir
(skripsi).
1. Mengikuti acara pisah sambut pejabat
struktural di lingkungan PKEM.
2. Refresh materi pelatihan STATA: National
14.
Kamis
3 November 2016
Transfer Account.
1. Menyaksikan livestreaming, Bedah Buku:
Ekonomi
Indonesia
dalam
Lintasan
26
15.
Jumat
4 November 2016
Sejarah.
2. Mengerjakan laporan KKN-P.
1. Berdiskusi bersama supervisor mengenai
tema yang diangkat dalam skripsi dan
perkembangan fiskal pada Era Reformasi.
2. Mengikuti
arahan
terkait
disposisi,
dikarenakan supervisor akan melakukan
kunjungan
16.
Senin
7 November 2016
ke
Korea
Selatan
Pemikiran,
dalam
Kebijakan
Konsep,
dan
No
.
17.
Hari
Selas
Tanggal
8 November 2016
PIP,
PKH,
program-program
Diskusi
ini
JKN,
bantuan
dimaksudkan
subsidi,
sosial
sebagai
serta
lainnya.
bahan
Rabu
9 November 2016
Pertanian);
dan
Direktur
(Bappenas)
di
Ruang
Rapat
27
Pemikiran,
Kebijakan
Konsep,
dan
Kamis
10 November 2016
dan
untuk
data
kepentingan
presentasi
Bapak
Dr.
Cornelius Tjahjapriadi.
2. Mengikuti Focus Group Discussion (FGD)
No
.
Hari
Tanggal
dengan
pihak
Badan
Pusat
Jumat
11 November 2016
RI.
1. Merampungkan
data
ketenagakerjaan
diri
pada
sertifikasi
Integration:
ASEAN.
3. Mendiskusikan
The
mengenai
Case
of
permodelan
28
Senin
14 November 2016
No
.
22.
Hari
Tanggal
Selas
15 November 2016
23.
Rabu
16 November 2016
Pendapatan
Negara
(PKPN)
mengenai
Simulasi
Penggunaan
Metode
Bertahap
dan
perbandingannya
dengan
Kamis
17 November 2016
Menciptakan
Percepatan
dan
Pertumbuhan
Mendorong
Ekonomi
yang
Jumat
teori
surat
keterangan
telah
29
perpisahan kepada
lingkungan
Pusat
seluruh
Kebijakan
jajaran di
Ekonomi
Makro
Sumber: Buku Kegiatan Harian Pelaksanaan KKN-P, 2016.
3.3 Evaluasi Hasil Kegiatan KKN-P
Untuk memberikan output agar tercapainya tujuan dan manfaat program
KKN-P ke depan maka perlu kiranya dilakukan evaluasi. Pada bagian ini evaluasi
hasil kegiatan KKN-P menjelaskan permasalahan secara teknis pelaksanaan
KKN-P dan persoalan terkait tema yang diangkat. Berikutnya, akan pula
dijelaskan pembahasan yang relevan dengan tema yang diangkat dan beberapa
solusi yang ditawarkan oleh penulis, kemudian diakhiri dengan berbagai
pengalaman yang dapat dipelajari penulis selama proses berjalannya program
KKN-P.
3.3.1 Permasalahan
Kendala teknis yang dihadapi oleh penulis yakni pada hari pertama
pelaksanaan terdapat beberapa penataan kelembagaan (mutasi pejabat
struktural di lingkungan BKF). Penataan tersebut juga menyentuh supervisor
penulis, Bapak Ali Moechtar, S.E., M.E., yang beralih dari staf Sub-Bidang
Analisis Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan menjadi Kepala Sub-Bidang
Analisis Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan menggantikan Ibu Arti Dyah
Woroutami, S.E., M.E., yang menjabat sebagai Kepala Bidang Kebijakan
Penerimaan Perpajakan.
Di samping permasalahan di atas, dua minggu sebelum berakhirnya
pelaksanaan KKN-P supervisor penulis mendisposisikan wewenangnya ke
Bapak Fathul Kamil Tumbriyantoro, S.E., M.A. selama berada di Korea Selatan
dalam Knowledge Sharing Program. Namun, secara umum, pelaksanaan KKN-P
telah berjalan dengan baik. Tidak ada kendala berarti yang dihadapi penulis
30
berbagai kendala yang harus dihadapi. Pertama, dalam satu dekade terakhir,
pengurangan kemiskinan berjalan lambat. Perlambatan pengurangan kemiskinan
mulai terjadi pada tahun 2013, serta ketidakmampuanya dalam bergeser di
bawah 10 persen (masih berada dalam kategori hardcore poverty).
Gambar 3.4 Realisasi dan Target Tingkat Kemiskinan dan Rasio Gini
(a) Tingkat Kemiskinan
31
3.3.2 Pembahasan
Pada sub-bab ini, hal-hal yang disajikan berupa pembahasan menyangkut
peran Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam mendorong pertumbuhan inklusif.
Penulisan pembahasan ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang didasarkan
kepeduliannya terhadap seluruh aspek yang melekat dalam kelembagaan
(termasuk didalamnya output atas pengambilan kebijakan ekonomi). Sedangkan,
pembahasan disajikan dalam bentuk deskriptif, yang difokuskan pada analisis
dan penyajian data secara sistematik agar mudah dipahami serta ditarik
kesimpulan atas berbagai fenomena ekonomi yang telah terjadi (dalam hal ini
pertumbuhan inklusif).
Fungsi anggaran:
Tiga strategi utama: peralihan sumber pendapatan dari sumber ekstraktif menuju
ke sumber non-ekstrakti; peralihan orientasi belanja dari aspek non-produktif ke
aspek produktif; pembiayaan yang sustain
3.3.3 Solusi
3.4 Pengalaman Belajar
Selama penulis melaksanakan program KKN-P di Pusat Kebijakan Ekonomi
Makro (Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI) terdapat beberapa
32
dalam
hal
ini
Pusat
Kebijakan
kesempatan,
penulis
di
libatkan
dalam
33
34
DAFTAR PUSTAKA
Badan Kebijakan Fiskal. 2015. Economic Challenges Lead to Budget Reforms.
Dalam Seminar Budget Reform to Support Inclusive Growth, Jakarta,
September 2015.
Badan Kebijakan Fiskal. 2016. Kerangka Acuan Kerja/Term Of Reference
Keluaran (Output) Kegiatan Tahun Anggaran 2016. Jakarta.
Dalam lingkungan ekonomi global yang semakin kompleks dan volatile hari
ini, pihak eksekutif dalam hal ini pemerintah, perlu untuk memiliki alat peramalan
variabel ekonomi yang canggih yang mampu menilai
35
terhadap variabel ekonomi makro yang lain. Adapun dalam pelatihan ini poinpoin yang dijelaskan diantaranya:
dengan kebutuhan.
Menentukan shock atau perubahan variabel ekonomi. Dalam model
Oxford Economics, kita dapat melihat dampak ekonomi makro global
terhadap variabel ekonomi domestik. Juga dilengkapi dengan forecast
cara mendownload tabel dan data grafis dari model yang diteliti.
Penggunaan unfixing base dan melihat skenario yang dibuat oleh
model Oxford Economics.
Suasana Rapat Pembahasan Draft UU APBN 2017, dipimpin oleh Jazilul Fawaid
Sumber: Dokumentasi Penulis.
36
37
(have
savings),
sementara
61%
memilih
untuk
melakukan
38
Suasana Sesi Tanya Jawab dan Slide Presentasi tentang Financial Technology
Sumber: Dokumentasi Penulis.
39
40
41
nasional
Minimnya infrastruktur yang berkualitas untuk mendukung proses
hilirisasi.
Sulitnya menembus rantai pasok global sebab harus berhadapan
dengan
perusahaan
multinasional
yang
bergerak
di
bidang
42
Slide Presentasi dari Pihak GAPKI dan Suasana Focus Group Discussion (FGD)
Sumber: Dokumentasi Penulis.
43
Sementara, dalam hal share sektoral terhadap PDB masih dikuasai oleh industri
pengolahan dengan mencatatkan 20,5 persen, lalu diikuti oleh sektor pertanian
(sebesar 14,3 persen) dan sektor perdagangan (sebesar 13,3 persen).
Selama rentang waktu 2015-2019, pemerintahan Jokowi menargetkan
tingkat pengangguran terbuka (TPT) hanya tersisa sebesar 4-5 persen,
sementara pada tahun 2015 telah mampu ditekan menjadi 6,18 persen. Itu
berarti diperlukan sekitar 10-11 juta lapangan kerja baru, atau 2 juta/tahun.
Tetapi, pertanyaan yang muncul kemudian adalah jenis pekerjaan apa yang
harus tercipta. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, setidaknya ada dua isu
penting mengenai pasar tenaga kerja di Indonesia: tenaga kerja sektor informal
dan produktivitas tenaga kerja yang rendah.
Proporsi pekerja formal dan informal dalam pasar tenaga kerja masingmasing sekitar 40 persen dan 60 persen pada tahun 2015. Ada kecenderungan
mengalami perlambatan dalam 3 tahun terakhir dan tumbuh negative pada
Februari 2015 - Februari 2016. Sebaliknya, terdapat peningkatan lapangan kerja
informal. Jika dipetakan secara mendalam, sektor formal yang salah satunya
diwakilkan oleh industri manufaktur mempekerjakan 13,5 persen dari total
keseluruhan pekerja. Fakta yang menarik, meningkatnya perkerja informal ini
salah satunya berasal dari limpahan tenaga kerja industri manufaktur yang masih
terkendala banyak masalah seperti deindustrialisasi. Pada gilirannya, indikasi
bahwa sektor manufaktur sedang tumbuh ke arah padat modal dan otomatisasi
menjadi semacam fenomena yang perlu diselesaikan.
Di lain hal, berdasarkan laporan berjudul Global Competitiveness Report
yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, efisiensi pasar tenaga kerja di
Indonesia lebih buruk jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Vietnam,
44
yang
ingin
dicapai
diantaranya:
mendukung
industri
dalam
45
mencukupi
kebutuhan
pangan
rakyat
melalui
kedaulatan
menenentukan kebijakan pangan, tanpa di dikte oleh vested interest. Di lain hal,
kemandirian pangan dimaknai sebagai perwujudan kecukupan pangan nasional
melalui produksi pangan dengan memanfaatkan secara optimal potensi sumber
daya dan kearifan lokal. Dua filosofi ini kemudian memunculkan term ketahanan
pangan sebagai sebuah tolak ukur. Ketahanan pangan sendiri di refleksikan
dalam hal terpenuhinnya pangan masyarakat sampai perseorangan sesuai
persyaratan.
46
tenaga kerja) ke
sektor industri maupun jasa. Berdasarkan data yang dikeluarkan SIPP, share
PDB sektor pertanian pada tahun 2015 sekitar 12 persen. Pada tahun 2045, hasil
tersebut diproyeksikan kian menyusut hanya sebesar 4 persen. Trend penurunan
tersebut sebenarnya bisa dilihat pada tahun 2010. Yang jadi persoalan kemudian
adalah lebih dari sepertiga dari total tenaga kerja masih menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian (on-farm), meskipun sebenarnya akan terkoreksi
sangat drastis pada tahun 2045. Hal ini semestinya menjadi catatan penting bagi
sektor pertanian terutama tanaman pangan guna mendukung ketahanan pangan.
Untuk melihat tantangan yang dihadapi oleh sektor pertanian terutama
tanaman pangan secara mendalam dapat dilihat dari struktur mikro-makro
ekonomi. Dari sisi mikroekonomi, struktur ongkos sektor pertanian tanaman
pangan yang mengkhawatirkan dari waktu ke waktu (lihat nilai BCR yang
semakin menurun dari tahun 2004 ke 2013 dari seluruh komoditas). Biaya
terbesar yang mesti ditanggung mencakup tenaga kerja beserta jasa pertanian
dan sewa lahan yang semakin mahal.
profesi petani yang semakin tidak diminati, apalagi umur petani saat ini mulai
memasuki fase penuaan. Sementara sewa tanah erat kaitannya dengan semakin
menyempitnya lahan pertanian akibat konversi lahan, belum lagi berbagai
regulasi yang mengatur, tanah ulayat misalnya.
Struktur Ongkos Sektor Pertanian Tanaman Pangan
47
48
pupuk dan subsidi benih. Salah satunya subsidi pupuk, akan mengalami
reformasi dari non-organik ke organik agar mengurangi resiko degradasi
lingkungan.
Suasana Focus Group Discussion (FGD) dan Slide Dirjen Tanaman Pangan
Sumber: Dokumentasi Penulis.
Lampiran VII: Ringkasan Focus Group Discussion (FGD) IV
49
50
Thailand, dan Amerika Serikat. Impor barang dan jasa terkontraksi sebesar 3,87
persen (y-on-y).
Hal yang dapat dianalisis dari capaian di atas, pertumbuhan ekonomi
menjadi sulit pada tahun 2016 yang dipatok sebesar 5,19 persen menjadi sulit
untuk terwujud. Kesulitan tersebut terjadi sebab tiga diantara engine of growth
guna mengakselerasi pertumbuhan seperti ekspor dan pengeluaran konsumsi
pemerintah mengalami koreksi yang cukup dalam, hanya PMTB yang mampu
tumbuh secara positif. Hal yang menjadi ancaman bagi bergeraknya PMTB
sendiri adalah aspek daya saing tenaga kerja dan barang input lainnya masih
kalah ketimbang Vietnam dan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Juga
51
52
Hal yang sama juga terjadi pada sektor industri pengolahan dan sektor
informasi dan komunikasi. Industri pengolahan tumbuh stabil diakibatkan oleh
permintaan domestik hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Hal tersebut terlihat dari
tumbuhnya industry berbasis food and baverage mencapai 9,82 persen.
Sementara sektor informasi dan komunikasi mencatatkan pertumbuhan 9,20
persen. Indikasi pertumbuhan tersebut dapat dilihat dari pendapatan data,
internet dan jasa TI dari PT Telkomsel Tbks.d. bulan September 2016 (9 bulan)
tumbuh 37% persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain itu, PT XL
Axiata Tbk mencatat total traffic data sampai dengan bulan September 2016 (9
bulan) meningkat 146% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan signifkan terjadi pada sektor transportasi dan pergudangan.
Ditengarai, peningkatan ini terjadi karena adanya liburan hari raya Idul Fitri dan
Idul Adha yang berdampak pada peningkatan jumlah penumpang yang diangkut
oleh perusahaan transportasi, terutama angkutan udara. Pada moda angkutan
udara, mencatat pertumbuhan jumlah penumpang sebesar 17,49 persen dan
pertumbuhan jumlah barang yang diangkut sebesar 8,47 persen.
Terakhir, sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada
triwulan III/2016 yakni jasa perantara keuangan, meskipun tetap berada di atas 8
persen. Perlambatan tersebut terjadi ditengarai pertumbuhan kredit yang
semakin melambat. Pertumbuhan kredit tercatat sebesar 6,65 persen (y-on-y).
Selain itu, pertumbuhan negatif terkait jenis penyaluran dana berbentuk antar
bank aktiva sebesar 10,39 persen. Sementara penghimpunan dana selain pihak
ketiga mengalami pertumbuhan negative pula yakni sebesar 9,13 persen.
53
Slide Tim Neraca Pengeluaran BPS dan Suasana Focus Group Discussion
Sumber: Dokumentasi Penulis.
54
Indonesia
sebelum
kemerdekaan.
Tetapi
setelahnya,
gaung
55
sehingga
bisa
mempercepat
tercapainya
sasaran-sasaran
pembangunan.
Majalah Time yang berbasis di Amerika Serikat, menyebut
dunia untuk
sementara mengapung dalam banjir minyak. Terang saja, pada tahun 1986,
harga minyak dunia terus mengalami pemburukan. Negara-negara seperti
Meksiko, Ekuador, dan Malaysia harus rela melakukan pengetatan anggaran
pembangunan. Juga tidak ketinggalan pula Indonesia, melakukan hal yang
sama.
Kutukan SDA dan Sebuah Peringatan
Secara teorititis, negara yang memiliki SDA yang berlimpah memiliki
kemampuan untuk meraih tingkat perekonomian yang lebih baik ketimbang
negara yang miskin SDA. Sehingga, kesejahteraan hanya dapat dicapai jika
suatu negara memfokuskan diri pada keunggulan SDA yang dimiliki, yang
kemudian memunculkan konsep spesialisasi ekonomi. Postulat tersebut telah
tegak bahkan sejak digulirkannya teori perdagangan klasik. Banyak negara
berkembang yang notabene kaya SDA mengadopsi
pola pembangunan
semacam itu.
Pada tahun 1993, anggapan tersebut dipersoalkan oleh Richard Auty.
Dengan tegas, ia mengungkap bahwa SDA bisa berbuah kutukan, alih-alih
56
57
memproduksi HRC (Hot Rolled Coils) stainless, batang kawat baja, tabung atau
pipa, dan peralatan rumah tangga.
Kementerian ESDM (2011) mencatat manfaat dari penyerapan tenaga kerja
melalui industri pengolahan mineral logam dasar sebanyak kurang lebih
2.402.600 orang. Dari pemanfaatan tembaga, bauksit, dan nikel saja potensi
peningkatan nilai tambah yang diperoleh kurang lebih 268 milliar dollar AS.
Riak-riak berupa tuntutan warga terhadap perusahaan tambang nikel di
Sorowako
(Luwu
Timur),
semestinya
menjadi
momentum
bagi
seluruh
58
Lampiran .. :
INDIKATOR MAKRO
2014
2018
7,5
8,0
4,6-5,1
4,0-5,0
7,5-8,5
7,0-8,0
0,38
0,37
0,36
75,3
75,7
76,1
76,3
n.a.
n.a.
n.a.
meningkat
2015
2016
2017
5,1
5,8
6,6
7,1
(5,0)
(4,8)
(5,21)
(5,2 5,62)
5,6-5,9
5,5-5,8
5,2-5,5
5,0-5,3
(5,94)
(6,18)
(5,6 5,9)
(5,3 5,6)
9,0-10,0
9,5-10,5
9,0-10,0
8,5-9,5
(10,96)
(11,13)
(10,0 10,8)
(9,5-10,5)
n.a
0,40
(0,41)
(0,403)
0,39
73,8
74,8
0,55
n.a.
(Baseline)