Anda di halaman 1dari 59

Satu fenomena yang menonjol dalam Pemilu 2009 adalah semakin kuatnya peranan media

Massa. Misalnya terlibat dalam proses mengkonstruksi citra para kandidat. Baik
perseorangan (caleg, capres dan cawapres) maupun organisasi partai politik. Pemanfaatan
media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai marak dan bebas. Dimulai
sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat di Pemilu 2004. bahkan hingga Pemilu kali ini. Bisa
kita katakan, kemenangan SBY pada pemilihan presiden secara langsung (tahun 2004)
merupakan keberhasilan marketing politiknya. Karena partainya sendiri (baca: demokrat)
bukanlah partai pemenang Pemilu. Pada Pamilu 2009 masa kampanye diperpanjang menjadi 9
bulan. Dimulai 12 Juli 2008-April 2009. Dengan 38 partai peserta Pemilu. dan banyaknya
tokoh yang menyatakan diri siap menjadi kandidat Presiden dan Wakil Presiden pada pilpres
kemarin. Tentunya kian meramaikan "pertarungan citra" dalam merebut hati para pemilih.
Kandidat yang menguasai industri citra tentunya akan memperbesar peluangnya
memenangkan pertarungan tersebut.
Contoh kasus bisa kita lihat pada Pemilu tahun 2004 kemarin khususnya Pemilu
pemilihan presiden. Siapa yang sering terlihat di layar TV dari setiap stasiun televisi, dialah
yang berhasil menarik simpati masyarakat. Saya teringat pada masa Pemilu legislatif di TPS
ada seorang nenek yang bertanya pada petugas TPS untuk menunjukkan mana yang
berlambang moncong putih yang akan dia coblos. Dengan enteng nenek tersebut berargumen
bahwa bukannya gambar moncong putih yang harus dicoblos menurut iklan televisi dan yang
sering diingatnya. Juga atusias kaum ibu-ibu yang riuh dalam mencoblos foto SBY sebagai
idolanya bukan karena kesadaran politik.
Dari ilustrasi ini menggambarkan begitu kuatnya pengaruh media televisi untuk
mempengaruhi orang awam sekalipun seperti mereka. Dengan televisi, kampanye mampu
menjangkau orang-orang yang cacat sekalipun seperti tuna netra dan tuna rungu. Bagi
mereka yang takdapat melihat, bisa menikmati dengan mendengar, begitu juga bagi yang tak
dapat mendengar dapat menikmatinya dengan visualisasinya. Selain faktor aktualitas,
televisi dengan karakteristik audio visualnya memberikan sejumlah keunggulan, diantaranya
mampu menyampaikan pesan melalui gambar dan suara secara bersamaan dan hidup, serta
dapat menayangkan ruang yang sangat luas kepada sejumlah besar pemirsa dalam waktu
bersamaan (Nurrahmawati, 2002: 97).
Semakin sering seorang tokoh atau berita tentang partai dimuat di halaman itu, maka
akan semakin terkenallah dia. Kita coba ingat kembali berita dalam surat kabar pada waktu

menjelang Pemilu 2004. Siapakah calon, tokoh, atau partai yang sering berpose di halaman
utama. Tentunya kita sering melihat berita tentang tokoh baru tersebut, tentunya seorang
figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Nama dan partainya begitu sering muncul, ditambah
dengan berita yang membuat simpati pada tokoh tersebut akibat disia-siakan oleh
pemerintah sewaktu menjabat menteri.
Ternyata media massa baik surat kabar maupun televisi berpengaruh sangat besar
bagi pemenangan dalam Pemilu. Komunikasi politik lebih efektif melalui sarana tidak
langsung atau menggunakan media tersebut. Karena pesan yang disampaikan akan serentak
diketahui oleh orang banyak di segala penjuru dan juga dapat diulang-ulang penayangannya.
Persepsi, interpretasi, maupun opini publik mudah dipengaruhi lewat iklan maupun berita
dalam media. Maka untuk menghindari terjadinya disfungsi media, media harus bisa menjadi
penengah atau perantara antara pemerintah, elit partai, dan masyarakat. Di masa reformasi
ini, dimana sudah mulai ada kebebasan pers seharusnya pers harus mengubah pola kerjanya
yang semula menjilat pemerintah karena terpaksa, tetapi sekarang harus netral dan
sebagai alat kritik sosial bagi pemerintah maupun masyarakat.
media merupakan arena penyampaian isi terkait Pemilu 2009, dimana politisi dan
partai-partai politik adalah pemain sekaligus penulis isi informasi dan sutradara. Sementara
itu, Rakyat hanya penonton.
Kenyataan buatan yang ditampilkan lewat iklan dan program-program politik di media
sesungguhnya membodohi dan menipu Rakyat karena tidak sesuai dengan kenyataan
sesungguhnya. Coba nilai, iklan politik Susilo Bambang Yudoyono (SBY), presiden saat ini,
menonjolkan keberhasilan pemerintahannya menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM)
sebanyak tiga kali setelah pemerintahannya sendiri menaikkan harga BBM. Semua orang
tahu naik-turunnya harga BBM di Indonesia mengikuti harga BBM dunia. Kenaikan harga
BBM telah meningkatkan jumlah orang miskin. Tetapi SBY dengan bangga tanpa merasa
bersalah sedikit pun menyatakan secara terbuka di beberapa media bahwa dia yang
menurunkan harga BBM.
Begitu pun iklan lawan politiknya, Megawati. Dia memasang iklan untuk menepis iklan
keberhasilan SBY. Pada iklan tersebut, Megawati megunakan data-data kegagalan

pemerintah untuk menjatuhkan pamor SBY. Padahal, banyak kegagalan Megawati saat
menjabat menjadi presiden (termasuk menaikkan harga BBM), sehingga dia saat itu
kehilangan pamor dan SBY terpilih menjadi presiden. Sampai saat ini Megawati dan mesin
politiknya tidak menunjukkan program-program konkret untuk Rakyat.
Partai politik memang sadar betul bahwa aksi-aksi politiknya menjadi tidak berarti
tanpa kehadiran media. Menurut C. Sommerville, dalam bukunya Rakyat Pandir atau Rakyat
Informasi (2000), kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak disorot media. Ada
beberapa hal memengaruhi itu, salah satunya media memiliki kemampuan reproduksi citra
dahsyat. Beberapa aspek dari reproduksi citra bisa dilebihkan dan dikurangi dari realitas
aslinya. Selain itu, media menyediakan beragam makna untuk mewakili dan membangun
kembali fakta tidak terkatakan (unspeakable), yaitu beragam kepentingan politis dan
finansial yang sengaja disembunyikan di balik berita dan semua isi yang tersaji melalui
media. Kemampuan mendramatisir oleh media pada gilirannya merupakan amunisi yang baik
bagi para politisi, terlebih menjelang pemilu, untuk memengaruhi Rakyat sebagai penonton
sehingga mendukung para politisi dan partai-partai politik.

Oleh karena itu media massa seharusnya menjadi sarana pencerahan dan
transformasi nilai-nilai kebenaran agar masyarakat dapat melihat secara apa adanya. Media
sebaiknya tidak memunculkan kesan menilai atau keberpihakan khususnya dalam masa
kampanye Pemilu. Biarlah masyarakat sendiri yang akan menilai. Yang diperlukan media
hanyalah menyampaikan informasi yang sebenarnya, jelas hitam putihnya. Sehingga
masyarakat tidak terjebak pada pilihan mereka, karena persoalan Pemilu adalah persoalan
masa depan bangsa. Media harus mampu bersikap objektif dalam penayangan berita.
Selanjutnya pengaruh dari media massa terhadap politik dapat di bedakan menjadi dua,
yaitu pengaruh televisi (media massa elektronik) dan pengaruh surat kabar (media massa
cetak)

Dengan demikian diperlukan obyektivitas dan netralitas dari media itu sendiri agar
tercipta iklim yang baik dalam masa Pemilu.

Kolaborasi media Surya Paloh (Media Indonesia dan Metro TV) dengan kelompok Hary Tanoe (RCTI,
Global TV, Sindo TV, MNC TV, Koran Sindo, Trust, MNC Radio, serta sejumlah jaringan media lokal)
tentu akan berada di belakang Partai Nasdem.
Selain duet Hary Tanoe-Surya Paloh, ada pula Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar. Pemilik
kelompok usaha Bakrie and Brothers ini memiliki TV One, ANTV, Vivanews.com.
Tentu Aburizal tidak sendiri. Ada Erick Thohir, yang memimpin PT Visi Media Asia, induk perusahaan
media Bakrie.
Sementara Erick, adik kandung Boy Garibaldi Thohir salah satu pemilik perusahaan pertambangan
Adaro adalah pemilik Jak-TV dan kelompok usaha Mahaka: di antaranya mengelola Republika dan
jaringan radio Prambors.
Di mana posisi Chairul Tanjung? Pemilik CT Corp yang mengelola stasiun televisi Trans TV, Trans 7, dan
Detik.com ini, secara resmi tidak terafiliasi dengan politik. Namun jauh-jauh hari, Partai Keadilan
Sejahtera sudah menjagokannya sebagai calon presiden 2014, berpasangan dengan Menko Polhukam
Djoko Suyanto.
Selain itu, kedekatan Chairul dengan Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina Partai
Demokrat sulit diabaikan.
Kemudian ada Kelompok Jawa Pos, pemiliki koran Jawa Pos dan Rakyat Merdeka. Jaringannya di
daerah-daerah juga cukup kuat, dengan merek Radar. Kelompok media ini didirikan dan dimiliki oleh PT
Grafiti Pers, yang juga pendiri Tempo, setelah diambil-alih dari pemilik sebelumnya.
Pemilu silam, kelompok Jawa Pos yang dikelola dan dibesarkan oleh Dahlan Iskan, kini Menteri Negara
BUMN, dikabarkan berada di belakang barisan Susilo Bambang Yudhoyono. Entah kelak.
Tinggal Kelompok Tempo dan Kompas. Dua kelompok besar ini bisa jadi bola liar. Secara formal sulit
mendefinisikan kedekatan politiknya. Namun akan terlihat menjelang pemilihan umum kelak, kemana
arah pendulum dua media ini bergerak. Itulah pilihan yang ditempuh.

Nilai-nilai Demokrasi
Demokrasi mempunyai nila-nilai sebagai berikut....
1. Menjamin tegaknya keadilan
2. Menekan penggunaan kebebasan seminimal mungkin
3. Menyelenggarakan pergantian kepemimpinan secara teratur
4. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga
5. menjamin terselenggaranya perubahan dalam masyarakat secara damai/ tampa gejolak
6. Mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman.

Myanmar should leave ASEAN - Tun M


Dr Mahathir said Myanmar's action had clearly violated human rights and cannot be
accepted at all
Former Prime Minister Tun Dr Mahathir Mohamad today urged ASEAN to take action against
Myanmar for what they have done to the Rohingyas.
He said there is no other way to label what the Myanmar government has done except for
genocide and even suggested for Myanmar to leave ASEAN.
What happening to them (the Rohingyas) is so terrible that nothing could describe it we
can only understand it through the photos that we see, he said during keynote speech at
the International Conference Plight of the Rohingya Part II: Crime Against Humanity on
Friday.
If Myanmar wants to commit genocide, then leave ASEAN
According to Dr Mahathir, Myanmars action had clearly violated human rights and cannot
be accepted.
He said ASEAN must tell Myanmar to stop this cruelty and take necessary actions if
Myanmar refuses to do so.
Besides that, Dr Mahathir also urged the countries in ASEAN to put aside the policy of not
interfering with other countrys internal affairs especially when it involves mass killing and
genocide.
If Myanmar wants to commit genocide, then leave ASEAN, he said.
Meanwhile, Dr Mahathir also said that he had sent a letter to Myanmar opposition leader
Aung San Suu Kyi on the issue, but said he did not receive a reply.
However, he does not rule out the possibility that Suu Kyi probably did not receive the
letter.
He added that Myanmars cruelty against the Rohingyas and the failure to settle this
problem can give ASEAN a bad name.
He said it is Myanmar's fault that Rohingyas are fleeing to other countries and becoming
boat people.

Kedudukan
ASEAN
Sebagai
Organisasi
Internasional Menurut Hukum Internasional Yang
Berlaku -

Suatu organisasi internasional yang telah mampu menunjukkan kemandiriannya, berarti


organisasi tersebut telah memiliki kepribadian hukum internasional (internasional legal
personality). I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, 2003, Mandar Maju, Bandung,
hal. 105 Seorang sarjana hukum internasional, Ian Brownlie, mengemukakan pandangannya
tentang kualifikasi dari suatu organisasi internasional yang sudah memiliki international
legal personality, yaitu I Wayan Parthiana, ibid, hal. 106:
1. A permanent association of states, with lawful objects, equipped with organs;
organisasi internasional itu merupakan suatu persekutuan antara negara-negara
yang bersifat permanen dengan tujuan yang sesuai atau tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku, serta dilengkapi dengan organ-organnya;
2. A distinction, in terms of legal powers and purposes, between the organisation and
its member states; adanya suatu pemisahan atau pembedaan dalam kewenangan
hukum maupun maksud dan tujuan dari organisasi internasional itu sendiri pada satu
pihak dengan negara-negara anggotanya;
3. The existance of legal power exercisable on the international plane and not solely
within the system of one or more states; adanya suatu kekuasaan hukum yang dapat
dilaksanakan oleh organisasi internasional itu sendiri, tidak saja dalam hubungannya
dengan sistem hukum nasional dari satu atau lebih negara-negara, tetapi juga pada
tingkat internasional.

Berdasarkan kualifikasi di atas, ASEAN sebagai suatu organisasi internasional sudah dapat
dikategorikan memiliki kepribadian/kedudukan hukum. Hal tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:

Pertama, Jika dilihat dari kualifikasi organisasi internasional adalah kumpulan dari negaranegara permanen yang sesuai dengan hukum internasional yang berlaku dan memiliki
organ, maka ASEAN merupakan organisasi internasional antar-negara atau antarpemerintah (inter-governmental organisation/IGO) yang didirikan oleh para anggotanya,
yang terdiri dari 5 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
ASEAN juga memiliki anggota yang tetap, keanggotaan ASEAN terbuka bagi negara-negara
Asia Tenggara lainnya dengan syarat bahwa negara calon anggota dapat menyetujui dasardasar dan tujuan organisasi ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi
ASEAN. Sekretariat Nasional ASEAN, op.cit, hal. 7

Sesuai dengan ketentuan tersebut, maka keanggotaan ASEAN yang semula hanya terdiri
dari lima negara yang merupakan negara pendiri mengalami penambahan, pada tahun
1987 Brunei Darussalam meresmikan dirinya sebagai negara keenam anggota ASEAN
setelah kemerdekaan negara tersebut, negara anggota ketujuh ditempati oleh Vietnam
pada tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar menjadi negara anggota ASEAN kedepalan
dan kesembilan pada tanggal 23 Juli 1997, diikuti oleh Kamboja pada 16 Desember 1998.

ASEAN didirikan untuk mencapai tujuan yang dapat dibenarkan berdasarkan hukum yang
berlaku, baik hukum internasional maupun hukum nasional negara-negara anggotanya. I
Wayan Parthiana, op.cit, hal. 107 Untuk mencapai tujuannya, ASEAN telah merumuskan hal-hal

sebagai pedoman pelaksanaannya pada Deklarasi Bangkok dan Piagam ASEAN. Selain itu,
ASEAN juga telah dilengkapi dengan organ- organ (struktur kelembagaan) yang
menjalankan mekanisme organisasi demi tercapainya tujuan tersebut.

Kedua, berkaitan dengan kualifikasi yang memerlukan adanya pemisahan atau pembedaan
kewenangan hukum, demi menghindari adanya tumpang tindih dalam pelaksanaannya
serta demi membedakan dan memisahkan hak dan kewajiban maupun tanggung jawab
dalam hubungannya dengan pihak ketiga, maka perlu adanya pemisahan atau pembedaan
antara kekuasaan atau kewenangan hukum (legal power atau legal authority).

Ketiga, sejalan dengan kulifikasi yang kedua maka organisasi dapat berjalan secara mandiri
melakukan hubungannya dengan organisasi lain hingga skala internasional, maka adanya
struktur kelembagaan ASEAN serta dasar pelaksanaan organisasi tersendiri yang tercantuk
dalam perjanjian-perjanjian atau deklarasi-deklarasi antar negara ASEAN, membuktikan
bahwa ASEAN mampu memisahkan seluruh kepentingan organisasi dengan kepentingan
negara secara pribadi. Hal tersebut membuat ASEAN dapat bertindak secara mandiri dalam
hubungan-hubungan internasional tanpa intervensi negara-negara anggotanya.

Kepribadian hukum internasional dari suatu organisasi internasional tidak begitu mudah
untuk diukur berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Ian Brownlie di atas, hal ini
dikarenakan tingkat integrasi antara negara-negara anggotanya sendiri yang berbeda-beda
dalam setiap organisasi internasional, terutama organisasi regional. I Wayan Parthiana, op.cit,
hal 108

Kenyataannya, ASEAN merupakan organisasi yang tampak masih longgar atau kurang solid.
Namun, setelah 40 tahun berdirinya ASEAN, bentuk kerja sama regional semakin diperkuat
dan bertransformasi dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN oleh para pemimpin ASEAN
pada KTT ASEAN ke-13, 20 November 2007. Transformasi mendasar yang dilakukan oleh
Piagam ASEAN adalah memberikan legal personality kepada ASEAN. Adanya identitas
tersendiri bagi ASEAN yang terpisah dari status negara anggotanya membuat ASEAN
beraktivitas dan membuat perjanjian atas namanya dan dapat pula menuntut dan dituntut
secara hukum. Bank Indonesia, op.cit, hal. 14

Piagam ASEAN
Piagam ASEAN merupakan konstitusional yang memuat tentang norma- norma, penegasan
tentang kedaulatan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban dan sejumlah kekuasaan-kekuasaan
dalam proses legislatif, eksekutif dan yudisial. Piagam ASEAN menegaskan bahwa negaranegara anggota mampu mengadopsi nilai-nilai demokrasi dan penghormatan akan HAM
termasuk hak-hak sipil dan politik. Piagam ASEAN mempunyai standar yang cukup ideal
untuk perlindungan HAM berdasarkan perjanjian internasional. Piagam ASEAN sebagai
dokumen konstitusional memuat beberapa elemen yang sangat penting antara
lain: http://www.academia.edu/5141396/EFEKTIVITAS_PIAGAM_ASEAN_ASEAN_CHARTER_BAGI_ASEAN
_SEBAGAI_ORGANISASI_INTERNASIONAL, diakses pada tanggal 23 Februari 2014

1. Pernyataan secara tegas bahwa ASEAN adalah organisasi internasional yang memiliki
kepribadian hukum internasional, dengan demikian ASEAN mampu melaksanakan
hak dan kewajiban di tingkat internasional;
2. Pernyataan secara tegas bahwa ASEAN memiliki tujuan-tujuan, fungsi- fungsi dan
kewenangan-kewenangan seperti organisasi internasional lainnya. Dengan kata lain,
Piagam ini akan mengubah ASEAN menjadi into a rulesbased organization;
3. Pembentukan mekanisme legislatif, the rule-making mechanism/organs and
procedures di dalam ASEAN;
4. Pembentukan sebuah mekanisme eksekutif atau organ yang bertugas untuk
melaksanakan serta memonitoring pelaksanaan peraturan- peraturan dan keputusankeputusan organisasi;
5. Pembentukan mekanisme judicial dan quasi judicial yang berfungsi untuk
menginterpretasikan dan melaksanakan setiap peraturan dan keputusan yang
dikeluarkan oleh ASEAN;
6. Secara langsung Piagam ASEAN akan membantu untuk mendorong dan memperkuat
penataan terhadap perjanjian-perjanjian ASEAN oleh negara anggotanya dan secara
tidak langsung dapat meningkatkan sense of region di antara pemerintah ASEAN.

Suatu organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk
instrumen pokok apapun akan memiliki suatu personalitas hukum di dalam hukum

Pembentukan ASEAN sebagai organisasi internasional telah dilakukan di bawah hukum


internasional. Bangkok Declaration 1967, Kuala Lumpur Declaration 1971, Declaration of
the ASEAN Secretariat 1976, dan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) 1976,
semuanya
adalah persetujuan-persetujuan internasional antara kelima negara
anggotanya yang mengikat secara hukum internasional. Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus
Hukum Organisasi Internasional, 1997, Alumni, Bandung, hal. 85

Sebagai sebuah keputusan atau resolusi atau deklarasi, maka ia mengikat terhadap negaranegara anggotanya. Pada ASEAN, sepanjang menyangkut keputusan dari organisasi
internasional regional yang tingkat integrasi dan kerja sama antara negara-negara
anggotanya dalam kerangka organisasi internasional tersebut, tampak cukup baik dan
intensif, maka dapat dikatakan keputusan- keputusannya itu mengikat sebagai hukum bagi
para anggotanya. Apabila para anggotanya ada yang bersengketa mengenai suatu masalah
yang sudah diatur di dalam keputusan organisasi internasional itu, penyelesaian sengketa
tersebut baik oleh suatu badan peradilan ataupun di kalangan intern atau di dalam
organisasi internasional itu sendiri, badan peradilan ataupun para pihak dapat mencari
dan menerapkan norma hukum yang terkandung di dalam keputusan organisasi
internasional tersebut. I Wayan Parthiana, ibid, hal. 296

Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang ditandatangani di Bali pada KTT pertama
ASEAN tahun 1976 sering disebut sebagai wujud dari nilai-nilai global yang mendasari
pembentukan organisasi regional.Bambang Cipto, op.cit. hal 23 Hal ini sejalan dengan

pendapat Acharya, ada beberapa norma dasar yang tumbuh dalam proes evolusi ASEAN
selaku organisasi regional. Terdapat paling tidak empat norma
dan prinsip yang
melandasi kehidupan ASEAN, yang dapat diuraikan sebagai berikut Bambang Cipto, loc.cit:

1. Menentang Penggunaan Kekerasan dan Mengutamakan Solusi Damai


Berakhirnya konfrontasi dan keikutsertaan Indonesia dalam pembentukan ASEAN
merupakan blessing in disguise bagi pembentukan norma hubungan antarnegara yang
menentang penggunaan kekerasan (no- use of force). Walaupun konfrontasi menciptakan
ketegangan luar biasa, keputusan Soeharto untuk menghentikan konfrontasi tersebut
melegakan negara-negara tetangga dan memuluskan jalan menuju pembentukan
organisasi regional yang menentang prinsip penggunaan kekerasan dalam membangun
hubungan sesama anggota. Di samping itu, pembentukan ASEAN pada hakikatnya
membuka jalan bagi Indonesia untuk mendapatkan pengaruh tanpa harus menggunakan
kekerasan

2. Otonomi Regional
Prinsip otonomi regional lahir karena adanya akesepakatan antar negara anggota ASEAN
bahwa sebagai organisasi internasional yang masih muda, ASEAN tidak mungkin menolak
sepenuhnya pengaruh negara-negara besar di kawasan Asia Tenggara sebagaimana yang
dikatakan Lee Kuan Yew, negara-negara ASEAN paling tidak dapat meminta negara-negara
besar untuk memperhatikan kepentingan mereka bukan sebagai negara tetapi sebagai
organisasi regional. Dengan demikian,

ASEAN dapat lebih leluasa menumbuhkan dan mengembangkan harapan mereka selaku
organisasi otonom.

Selain itu, prinsip otonomi regional juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan global
yang mengarah pada kebutuhan masing- masing negara di kawasan Asia Tenggara untuk
mengembangkan politik luar negeri mandiri dan tidak tergantung sepenuhnya pada
dukungan negara-negara besar.

3. Tidak Mencampuri Urusan Internal Negara Anggota Lain


Prinsip tidak mencampuri urusan negara lain atau doctrine of non- interference merupakan
salah satu pondasi paling kuat menopang kelangsungan regionalisme ASEAN. Berlandaskan
pada doktrin ini, ASEAN dapat memelihara hubungan internal sehingga menutup pintu bagi
konflik militer antar negara ASEAN.

Sudut pandang negara anggota ASEAN, doktrin ini muncul sebagai bentuk kesadaran
masing-masing negara anggota yang pada tingkat domestik masih rentan terhadap
ancaman internal berupa kerusuhan hingga kudeta. Ancaman komunis di sebagian besar
negara anggota merupakan alasan dasar mengapa negara-negara ASEAN menganggap
ancaman domestik lebih berat dibandingkan ancaman luar.

Selanjutnya, Doctrine of Non Interference ini menjadi alasan bagi negara anggota ASEAN
untuk : (a) Berusaha agar tidak melakukan penelitian kritis terhadap kebijakan pemerintah
negara anggota terhadap rakyatnya
masing-masing
agar
tidak
menjadi
penghalang
bagi kelangsungan organisasional ASEAN, (b) Mengingatkan negara
anggota lain yang melanggar prinsip tersebut, (c) Menentang pemberian perlindungan bagi
kelompok oposisi negara anggota lain, (d) Mendukung dan membantu negara anggota lain
yang sedang menghadapi gerakan anti- kemapanan.

4. Menentang Pakta Militer, Mendukung Kerja Sama Pertahanan Bilateral Sejak awal
pembentukannya para negara anggota ASEAN cenderung menolak kerja sama militer
dalam kerangka ASEAN. Perhatian awal ASEAN adalah pada isu-isu ekonomi dan
kebudayaan walaupun isu keamanan sudah pasti mempengaruhi pembentukan ASEAN,
sedangkan dalam isu-isu keamanan ASEAN cenderung mendukung bilateralisme.

Berlakunya Piagam ASEAN maka ASEAN mengalami evolusi dari suatu asosiasi longgar
menjadi rule-based organization dan mempunyai legal personality. Seluruh isi Piagam
ASEAN masih merupakan gambaran dan penjelasan yang bersifat umum, dengan berbagai
kata kunci yang komprehensif sifatnya. Piagam ASEAN memang tidak otomatis akan
mengubah banyak hal di ASEAN karena Piagam ASEAN makin mengekalkan kebiasaan
lama, misalnya pengambilan keputusan di ASEAN tetap dengan cara konsensus dan KTT
ASEAN menjadi tempat tertinggi pengambilan keputusan jika konsensus tidak tercapai atau
jika sengketa di antara negara anggotanya terjadi. Apabila terjadi sengketa wajib
diselesaikan secara damai sesuai dengan Piagam ASEAN dan TAC. Dengan demikian
efektivitas Piagam ASEAN dapat dilihat dari
kepatuhan dan kesediaan negara-negara
anggota ASEAN untuk menerapkan Piagam ASEAN dan hal-hal yang diatur dalam TAC.

ASEAN Didesak Usut Pelanggaran HAM Pengungsi Rohingya

BANDA ACEH Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) ASEAN didesak mengusut dugaan pelanggaran
HAM terhadap pengungsi Rohingya di Myanmar. Hal itu terkait makin banyaknya gelombang
pengungsian etnis minoritas itu ke berbagai negara.
"Kami mendesak komisi HAM ASEAN serta Komisi HAM Myanmar untuk melakukan investigasi
bersama terhadap dugaan pelanggaraan HAM terhadap pengungsi Rohingya maupun etnis lainnya di
wilayah Myanmar," kata Juru Bicara Jaringan Masyarakat Sipil untuk Perdamaian (JMSP), Juanda
Djamal, di Banda Aceh, Rabu (20/5/2015).
Menurutnya, ASEAN harus menekan Myanmar yang merupakan Ketua ASEAN 2013 agar menaati
kesepakatan-kesepakatan ASEAN. Hal itu terutama menciptakan stabilitas keamanan dan mewujudkan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Jika hal itu dibatasi prinsip-prinsip dalam ASEAN Charter, Juanda mendesak agar diamandemen
kesepakatan terkait asas tidak boleh mencampuri urusan internal dalam negara ASEAN tersebut.

"ASEAN harus campur tangan terhadap setiap krisis politik dan kemanusian yang disebabkan atau
ditimbulkan oleh anggotanya. ASEAN Charter kami anggap sudah tidak relevan untuk mengatasi
tantangan krisis kemanusiaan sebagaimana yang dialami oleh etnis Ronghiya," ujarnya.
Pemerintah Myanmar didesak bertanggung jawab dalam menciptakan stabilitas keamanan di Asia
Tenggara. Salah satunya dengan menyelesaikan persoalan diskriminasi pengungsi Ronghiya yang
berlarut-larut sejak 1942.
"Ketidakselesaian masalah internal Myanmar ikut menghambat berlangsungnya MEA 2015. Instabilitas di
Myanmar telah membuka peluang terjadinya perdagangan manusia secara meluas di kawasan ini, dan
termasuk peredaran narkoba," ujar aktivis 98 itu.
Badan PBB untuk urusan pengungsian atau UNHCR diminta mengambil tanggung jawab penuh terhadap
penanganan imigran Rohingya, dan memberikan status yang jelas kepada mereka secepatnya.
"Kita menolak jika para imigran Rohingya tersebut dipulangkan tanpa ada jaminan keamanan yang sesuai
dengan hukum internasional," kata Juanda.
Piagam ASEAN

Piagam ASEAN adalah anggaran dasar bagi Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Dokumen ini telah diadopsi pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura, November 2007 dan mulai berlaku
sejak 15 Desember 2008.
Secara formal, rencana pembuatan draf dicanangkan pada KTT ASEAN ke-11 pada bulan Desember 2005
di Kuala Lumpur. Kemudian, sepuluh tokoh penting ASEAN dari masing-masing negara anggota (disebut
ASEAN Eminent Persons Group; Indonesia diwakili oleh Ali Alatas) ditunjuk untuk merumuskan
sejumlah naskah rekomendasi bagi piagam ini. Pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, Januari 2007,
beberapa proposal dasar dipaparkan ke publik. Pada saat yang sama, para pemimpin ASEAN bersepakat
untuk membentuk "tim kerja tingkat tinggi untuk merumuskan Piagam ASEAN" yang beranggotakan
sepuluh utusan tingkat senior pemerintah masing-masing. Tim ini bertemu 13 kali selama 2007. Dalam
proses ini kebijakan "tidak campur tangan" ("non-interference policy") yang menjadi ciri khas ASEAN
tidak ditekankan lagi dan diusulkan pula pembentuk badan urusan HAM.

Piagam ASEAN
Prinsip yang ditetapkan dalam piagam meliputi:

Menekankan sentralitas ASEAN dalam kerjasama regional.

Menghormati prinsip-prinsip teritorial, kedaulatan integritas, tidak interverensi dan


identitas nasional anggota ASEAN.

Mempromosikan perdamaian regional dan identitas, permukiman damai perselisihan


melalui dialog dan konsultasi, dan menolak agresi.

Penegakan hukum internasional sehubungan dengan hak asasi manusia, keadilan


sosial dan perdagangan multilateral.

Mendorong integrasi regional perdagangan.

Penunjukan Perwakilan Sekretaris Jenderal dan Tetap ASEAN.

Pembentukan badan hak asasi manusia dan mekanisme sengketa yang belum
terselesaikan, akan diputuskan di Puncak ASEAN.

Pengembangan hubungan eksternal ramah dan posisi dengan PBB (seperti Uni Eropa)

Peningkatan jumlah KTT ASEAN ke dua kali setahun dan kemampuan untuk
mengadakan untuk situasi darurat.

Mengulangi penggunaan bendera ASEAN, lagu kebangsaan, lambang dan nasional


hari ASEAN pada 8 Agustus.

Perlindungan terhadap Warga Muslim Rohingya dalam Pelanggaran HAM Berat di Myanmar
dari Aspek Hukum Internasional wilayah ASEAN

Bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya antara
lain :

Diskriminasi Rasial terhadap Etnis Rohingya

Dalam Konferensi Dunia pertama untuk Memberantas Rasisme dan Diskriminasi Rasial, negara-negara
didesak untuk menghapuskan diskriminasi karena latar belakang etnis atau kebangsaan diantara warga
negaranya, dan melindungi serta mempromosikan hak asasi manusia etnis minoritas dan kebangsaan.
Dalam pasal 1 ayat 1 International Convention on the Elimination of All Forms ofRacial
Discrimination[1], diskriminasi rasial diartikan sebagai :
any distinction,exclusion, restriction or preference based on race, colour, descent, or national or
ethnic origin which has the purpose or effect of nullifying or impairing the recognition, enjoyment or
exercise, on an equal footing, of human rights and fundamental freedoms in the political, economic,
social, cultural or any other field of public life.
Dalam kasus Rohingya, pemerintah Myanmar telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap etnis
Rohingya yang didasarkan atas ras, etnis, warna kulit dan agama. International Convention on the
Elimination of All Forms of Racial Discrimination memberikan perlindungan terhadap kebebasan dari
diskriminasi. Pasal 5 Konvensi ini menyatakan :
States Parties undertake to prohibit and to eliminate racial discrimination in all its forms and to
guarantee the right of everyone, without distinction as to race, colour, or national or ethnic origin,
to equality before the law, notably in the enjoyment of the following rights:
1. The right to equal treatment before the tribunals and all other organs administering
justice
2. The right to security of person and protection by the State against violence or bodily
harm, whether inflicted by government officials or by any individual group or
institution
3. Political rights, in particular the right to participate in elections- to vote and to stand
for election-on the basis of universal and equal suffrage, to take part in the
Government as well as in the conduct of public affairs at any level and to have equal
access to public service

Konvensi ini meminta Negara peserta untuk dapat mengambil langkah-langkah yang dapat
menghilangkan praktik diskriminasi dan mempromosikan kesetaraan kesempatan dan hubungan baik
antara orang-orang dari kelompok ras yang berbeda.[2] Selanjutya perlindungan juga di berikan oleh
Pasal 27 International Covenant on Civil and Political Rights, yang menyatakan :
In those States in which ethnic, religious or linguistic minorities exist, persons belonging to such
minorities shall not be denied the right, in community with the other members of their group, to enjoy
their own culture, to profess and practice their own religion, or to use their own language.
Pasal 27 ini menjamin hak atas identitas nasional, etnis, agama, atau bahasa, dan hak untuk
mempertahankan ciri-ciri yang ingin dipelihara dan dikembangkan oleh kelompok tersebut. Dalam pasal
ini tidak dibedakan perlakuan yang diberikan negara kepada kelompok minoritas yang diakui atau tidak.
Sehingga ketentuan ini berlaku bagi kelompok minoritas yang diakui oleh suatu negara maupun
kelompok minoritas yang tidak mendapat pengakuan resmi negara.

Tidak Diberikan Kebebasan Beragama

Declaration on The Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic
Minorities[3] menyebutkan hak khusus bagi kelompok minoritas dalam kasus ini adalah etnis Rohingya
yang tidak diberikan kebebasan untuk beragama. Deklarasi ini mengatur tentang perlindungan negara
atas eksistensi dan identitas kebangsaan, sukubangsa, budaya, agama dan bahasa mereka[4], hak untuk
menganut dan menjalankan agama mereka[5], hak untuk berpartisipasi dalam dalam kehidupan agama
mereka[6], hak untuk mendirikan dan mempertahankan perkumpulan mereka sendiri[7], hak untuk
melaksanakan hak mereka tanpa diskriminasi, baik secara individu maupun dalam masyarakat dengan
anggota-anggota lain dalam kelompok mereka.[8]

Kejahatan Genosida (Genocide) atau ethnic cleansing

Masalah pembersihan etnis secara khusus dituangkan dalam Convention on the Prevention and
Punishment of the Crime of Genocide.[9] Pasal 2 Konvensi ini mendefinisikan Genosida serupa dan
segambar dengan yang tertuang dalam Pasal 5 Statuta Roma yang disebutkan di bab sebelumnya.
Dalam kasus Rohingya ini, pemerintah Myanmar telah terbukti melakukan hal-hal yang disebutkan
dalam Pasal 2 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide dan Pasal 5
Statuta Roma. Dimana pemerintah Myanmar telah melakukan tindakan yang dapat menyebabkan
punahnya sebagian atau keseluruhan anggota etnis Rohingya, seperti membunuh anggota-anggota etnis
Rohingya, merusak jasmani atau mental anggota-anggota etnis Rohingya, dengan sengaja
mengakibatkan penderitaan pada kondisi kehidupan etnis Rohingya yang diperkirakan menimbulkan
kerusakan jasmani seluruhnya atau sebagian. Berdasarkan Pasal IV Konvensi Pencegahan dan Hukuman
atas Kejahatan Genosida mengatakan :
Orang-orang yang melakukan pemusnahan suatu bangsa dengan sengaja atau sesuatu perbuatan lain
yang disebutkan dalam pasal III harus dihukum, apakah mereka penguasa yang bertanggung jawab
secara konstitusional, pejabat, maupun perorangan,.
Kemudian Pasal VI Konvensi Pencegahan dan Hukuman atas Kejahatan Genosida mengatakan :
Orang-orang yang dituduh melakukan tindakan pemusnahan suatu bangsa atau perbuatan
lainnya yang disebutkan dalam pasal III harus dapat diperiksa oleh pengadilan yang berwenang dari

negara di wilayah tempat tindakan itu dilaksanakan, atau oleh pengadilan internasional dengan
yurisdiksi yang di terima oleh para peserta konvensi
Konvensi ini dengan jelas menyatakan pelaku genosida maupun yang merencanakan genosida baik
mereka adalah pemimpin yang bertanggung jawab secara konstitusional, pejabat publik, atau individu,
dapat diadili melalui pengadilan di negara terjadinya genosida maupun melalui pengadilan internasional
yang memiliki yurisdiksi.
Berdasarkan Pasal 17 Statuta Roma, yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dapat berlaku apabila
terjadi kurangnya penyelidikan dan penuntututan nasional yang sungguh-sungguh, maupun adanya
keengganan dan ketidakmampuan negara tempat pelaku atau perbuatan pelanggaran HAM dilakukan,
untuk memproses pelanggaran tersebut.[10]
Kesan bahwa Burma (Myanmar) membiarkan pembantaian atas komunitas muslim Rohingya di negara
itu, sangat kuat di masyarakat internasional dan kental dalam persepsi ASEAN. Hal ini dikarenakan rezim
militer yang berkuasa di Myanmar terkenal sebagai kelompok pemerintah yang tidak ragu melakukan
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka juga dinilai tidak terbiasa menghormati
demokrasi.
Komunitas muslim Rohingnya ini tergolong kelompok minoritas yang tidak pernah dilaporkan tentang
bagaimana suasana kehidupan mereka secara komprehensif. Jumlah mereka hanya sekitar 800 ribu jiwa.
Sehingga secara kuantitas dan kualitatif, Rohingya tak punya posisi tawar sama sekali.
Badan Pengungsi PBB sendiri mencatat, Rohingya merupakan kelompok minoritas yang tertindas di
permukaan bumi. Secara kewarganegaraan, mereka tidak punya status sama sekali (stateless). Dengan
status seperti itu, sulit bagi PBB meminta pertanggung-jawaban Myanmar untuk berbuat sesuatu yang
positif bagi keselamatan warganya. Dari segi kelahiran, seharusnya Rohingya merupakan warga negara
Burma (Myanmar), berhubung mereka lahir secara bergenerasi di negara tersebut. Tapi karena mereka
memeluk agama Islam dan perkampungan mereka berada di dekat perbatasan Bangladesh, maka
Myanmar yang mayoritas penduduknya pemeluk Buddha, lebih memandang mereka sebagai pengungsi
dari negara Islam Bangladesh yang mencari penghidupan.
Ditambah lagi, rata-rata postur tubuh mereka lebih mirip dengan warga Bangladesh, membuat warga
Myanmar tidak merasa punya ikatan emosional dengan masyarakat Rohingya. Sebagai muslim,
masyarakat Bangladesh sebetulnya lebih patut menerima kehadiran Rohingya. Tetapi nyatanya, tidak
demikian. Bangladesh justru ikut memusuhi Rohingya. Setiap kali kelompok radikal-rasialis di Myanmar
mengusir masyarakat Rohingya, mereka berusaha menyelamatkan diri ke Bangladesh. Tetapi ironisnya
pemerintah Bangladesh, selalu menutup semua pintu perbatasannya. Penolakan Bangladesh bukan tanpa
alasan. Negara Islam di Asia Selatan ini, juga merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Dengan
status seperti itu, maka kehadiran Rohingya di Bangladesh akan menjadi beban berat. Itulah sebabnya
posisi Rohingya ikut terjepit. Posisi mereka selalu terpojok.
Kesan bahwa pembantaian terhadap muslim Rohingya sengaja dibiarkan Myanmar terbentuk, karena
bukan hanya rezim totaliter itu yang tidak peduli. Dengan bersatunya pemerintah Myanmar dan
kelompok oposisi dalam menghadapi isu muslim Rohingya, membuat dunia internasional berpandangan
negara yang mayoritas penduduknya pemeluk agama Buddha itu, telah bersikap primordialis. Yang
mungkin tidak disadari Myanmar, sikapnya yang terkesan membiarkan pembantaian terhadap kelompok
muslim minoritas di negeri itu, telah menggoyang sumbu solidaritas ASEAN. Disengaja atau tidak, sikap
dingin pemerintah Myanmar itu membuat Indonesia dan Malaysia yang mayoritas penduduknya

merupakan pemeluk Islam, bakal berpikir ulang. Apa keuntungan yang bisa dipetik Indonesia dan
Malaysia dari Myanmar.
Pada dasarnya, ASEAN sudah mengadopsi prinsip-prinsip penegakan hak asasi manusia melalui
dibentuknya ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR) pada tahun 2009. Selain
itu juga tercantum dalam Piagam ASEAN mengenai proses pembangunan komunitas ASEAN yang
melindungi hukum, hak asasi manusia dan terwujudnya stabilitas dan perdamaian di Asia Tenggara.
Institusionalisasi isu hak asasi manusia merupakan upaya yang dilakukan ASEAN untuk melakukan
penanganan yang lebih serius mengenai krisis pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Asia
Tenggara. AICHR dihadapkan dengan kecendrungan organisasi pada norma konservatif akan kedaulatan
negara dan prioritas negara anggota akan investasi asing yang lebih mengutamakan pertumbuhan
ekonomi daripada perlindungan hak asasi manusia. Salah satu fungsi pembentukan AICHR adalah untuk
memberikan informasi dari negara anggota untuk mendorong promosi dan perlindungan akan hak asasi
manusia.
Dilema penegakan hak asasi manusia dalam skala kawasan muncul dikarenakan Piagam ASEAN
menyediakan landasan hukum bagi prinsip non-intervensi yang menjadikan ASEAN tidak memiliki
legitimasi dan otoritas yang cukup untuk mengintervensi masalah konflik dan pelanggaran hak asasi
manusia internal negara-negara anggotanya. Prinsip non-intervensi terdapat dalam pasal 2 piagam
ASEAN[11] :
(e) non-interference in the internal affairs of ASEAN Member States,
(f) respect for the right of every Member State to leads its national existence free from external
interference, subversion and coersion.
Doktrin ini kemudian menghambat penerapan hukum hak asasi manusia dalam lingkup regional dan
memungkinkan negara untuk melakukan penyalahgunaan terhadap perlindungan hak asasi manusia tanpa
adanya pengawasan dan hukuman oleh ASEAN.[12]
Terkait permasalahan Rohingya jajaran kementerian luar negeri negara anggota ASEAN telah
mengeluarkan pernyataan sikap, yaitu :
1. Mendorong pemerintahan Myanmar untuk terus bekerja dengan PBB dalam
menangani krisis kemanusiaan di Arakan.
2. Menyatakan keseriusan organisasi regional ASEAN untuk menyediakan bantuan
kemanusiaan
3. Menggarisbawahi bahwa upaya mendorong harmoni nasional di Myanmar merupakan
bagian integral dari proses demokratisasi di negara tersebut.

Selain itu juga ASEAN sebagai organisasi regional memiliki tanggung jawab untuk menangani kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar sesuai dengan doktrin Responbility to Protect
yang telah diadopsi negara-negara anggota PBB pada United Nations World Summit 2005.
Meskipun doktrin Responbility to Protect telah diadopsi oleh negara-negara anggota ASEAN, doktrin ini
belum diterima secara penuh di Asia dan penerapannya juga belum dilakukan secara serius. Khususnya
dalam kasus yang terjadi di Myanmar, prinsip non-intervensi dalam urusan internal negara anggota
ASEAN yang tercantum dalam piagam ASEAN membatasi ruang ASEAN untuk bertindak melakukan

penegakan dan perlindungan hak asasi manusia dalam skala regional. ASEAN tidak mampu untuk
melakukan penegakan hukum terhadap pemerintah Myanmar karena tidak memiliki legitimasi hukum
dalam skala regional yang memiliki kewenangan di atas hukum nasional negara anggotanya. Meskipun
memiliki hambatan ini, ASEAN memiliki mekanisme yang disebut sebagai ASEAN Regional Forum
(ARF) dan ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR), yang berkaitan dan dapat
digunakan sebagai mekanisme dalam penerapan prinsip Responbility to Protect. Negara-negara mayoritas
muslim seperti Indonesia dan Malaysia seharusnya dapat mengambil peran penting melalui ASEAN
dalam melakukan advokasi atas kasus Rohingya.[13]
Sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara, ASEAN seharusnya dapat memainkan peranan
sentral dalam melakukan tekanan politik kepada pemerintahan Myanmar dalam mencegah eskalasi
konflik antar etnis di Arakan. ASEAN dalam kemitraannya dengan PBB seharusnya menjadi saluran
utama dalam memperluas bantuan kemanusiaan kepada seluruh penduduk yang terkena dampak dan
menjadi korban dari konflik di area tersebut. ASEAN juga dapat memberikan sanksi dan blokade ekonomi
kepada Myanmar untuk memberikan perlindungan HAM.
ASEAN juga dapat menggunakan berbagai mekanisme untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke
Myanmar dalam penanganan masalah Rohingya. ASEAN dapat berperan aktif dalam mencari dan
menemukan akar permasalahan konflik antar etnis di Arakan melalui pembangunan kapasitas dalam
perdamaian, mediasi konflik, pencegahan konflik, manajemen keamanan perbatasan, masalah migrasi,
penguatan kapabilitas pemerintahan lokal dalam manajemen perdamaian dan ketertiban sosial.
ASEAN juga dapat membantu parlemen Myanmar dalam mengkaji dan mengamandemen undang-undang
yang ada mengenai kewarganegaraan, pengungsi, dan orang-orang tanpa kewarganegaraan dengan
perubahan yang memungkinkan pemerintah pusat dan otoritas lokal menangani masalah ini. Pemerintah
Myanmar telah terbuka dengan gagasan pemberian status kewarganegaraan kepada orang Rohingya yang
memenuhi kualifikasi di Arakan, ini adalah sebuah kesempatan positif yang seharusnya dapat
dioptimalkan oleh ASEAN.
ASEAN seharusnya dapat membangun supremasi hukum di atas hukum nasional negara anggota
khususnya Myanmar dalam isu perlindungan hak asasi manusia. Dengan kata lain konstitusi nasional,
hukum perundangan, kebijakan dan tindakan dari negara anggota ASEAN dapat dikoreksi dan dianulir
jika bertentangan dengan tujuan, prinsip dan kebijakan ASEAN dalam penegakan hukum dan hak asasi
manusia. Dalam konteks krisis kemanusiaan Rohingya adanya pembentukan mahkamah konstitusi
ASEAN yang memiliki wewenang dan otoritas untuk melakukan peninjauan, pembatalan dan amandemen
undang-undang dan kebijakan nasional Myanmar menjadi suatu hal yang sangat penting dalam upaya
perlindungan hak asasi manusia di kawasan Asia Tenggara.
ASEAN kemudian mendorong pelaksanaan doktrin Responsibility to Protect dalam penanganan krisis
kemanusiaan Rohingya. ASEAN bekerjasama dengan negara anggota mayoritas muslim seperti Indonesia
dan Malaysia dapat mengambil peranan penting untuk mengadvokasi kasus pelanggaran hak asasi
manusia yang menimpa muslim Rohingnya. Selain itu ASEAN diharapkan dapat pro-aktif untuk
berdialog dengan negara-negara perbatasan Myanmar seperti Bangladesh, India dan Thailand dan juga
negara-negara mayoritas muslim seperti Malaysia dan Indonesia dalam menemukan solusi bersama
mengenai nasib ratusan ribu orang pengungsi Rohingya yang sudah terusir dari Myanmar dan tersebar di
berbagai negara. Masalah penyediaan sarana kehidupan mendasar dan kejelasan mengenai status
kewarganegaraan Rohingya menjadi problem utama yang harus segera diselesaikan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Bentuk-bentuk pelanggaran HAM berat menurut hukum internasional ada 4, yaitu The crime of
genocide; Crimes against humanity; War crimes; The crime of aggression. Pengaturannya terdapat
didalam Universal Declaration of Human Rights, International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights (ICESCR), International Covenant on Civil dan Political Rights (ICCPR), Optional
Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights (16 Desember 1966), Rome Statute
of the International Criminal Court (Statuta Roma), Convention on the Prevention and Punishment of the
Crime of Genocide, Convention Against Torture and Other Cruel, in Human or Degrading Treatment
or Punishment. Namun tidak satupun peraturan internasional ini menjadi bagian dari hukum Negara
Myanmar. Di sarankan kepada Negara Myanmar untuk segera meratifikasi peraturan- peraturan
internasional tentang Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 dan Protokol tahun 1967 status Etnis
Rohingya adalah Pengungsi, sehingga mereka dilindungi berdasarkan Hukum Pengungsi Internasional.
Peran negara asal, negara transit, negara tujuan dan organisasi-organisasi internasional dalam pemberian
perlindungan masih belum maksimal. Dimana masih berupa pembahasan- pembahasan formal dan belum
ada tindakan nyata. Oleh sebab itu PBB, ASEAN, OKI dan komunitas internasional serta semua
pemerintah negara-negara di dunia perlu untuk menekan pemerintah Myanmar untuk menghentikan
segala bentuk kekerasan.
Kepada negara transit dan negara tujuan disarankan agar mengakomodasi para pengungsi Rohingya yang
terdampar di negaranya dengan pelayanan yang sesuai standar kemanusiaan serta tidak mengembalikan
mereka ke Myanmar apabila kondisi keamanannya belum kondusif.
Sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara, ASEAN seharusnya dapat memainkan peranan
sentral dalam melakukan tekanan politik kepada pemerintahan Myanmar dalam mencegah eskalasi
konflik antar etnis di Arakan. ASEAN dalam kemitraannya dengan PBB seharusnya menjadi saluran
utama dalam memperluas bantuan kemanusiaan kepada seluruh penduduk yang terkena dampak dan
menjadi korban dari konflik di area tersebut. ASEAN juga dapat memberikan sanksi dan blokade ekonomi
kepada Myanmar untuk memberikan perlindungan HAM. ASEAN seharusnya dapat membangun
supremasi hukum di atas hukum nasional negara anggota khususnya Myanmar dalam isu perlindungan
hak asasi manusia. ASEAN seharusnya dapat mendorong pelaksanaan doktrin Responsibility to Protect
dalam penanganan krisis kemanusiaan Rohingya. ASEAN bekerjasama dengan negara anggota mayoritas
muslim seperti Indonesia dan Malaysia dapat mengambil peranan penting untuk mengadvokasi kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa muslim Rohingnya.
Pemerintah Myanmar dinilai melakukan kejahatan kemanusiaan karena pengusiran dan pembantaian atas
etnis Muslim Rohingya. Sebagian etnis tersebut kini mengungsi ke wilayah Indonesia.
"Tindakan terhadap Muslim Rohingya Myanmar tersebut diduga sangat kuat merupakan salah satu bentuk
pelanggaran HAM berat yaitu genosida karena memenuhi unsur-unsur tindakan genosida. Dan perbuatan
tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil," kata Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution dalam keterangan persnya,
Kamis (28/5/2015).
Muslim Rohingya, tutur Maneger, mengalami serangkaian pembantaian, pembakaran, penjarahan,
pembatasan kelahiran, dan penangkapan yang berangsung secara massif.

Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya eksodus besar-besaran setiap tahunnya. Tak ayal, Pemerintah
Myanmar telah masuk kategori pelaku pelanggaran HAM berat seperti tertuang dalam Konvensi
Internasional dan Statuta Roma maupun dalam UU No.26 tahun 2000.
"Secara yuridis, genosida didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, etnis, atau agama seperti yang tertuang dalam
Konvensi Internasional Tentang Pencegahan dan Penghukuman Terhadap Kejahatan genosida
(Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide) tahun 1948 dan menurut
hukum dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ujar Maneger.
Kejahatan genosida, lanjutnya, mencakup sejumlah hal yakni membunuh anggota suatu kelompok,
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat, menciptakan keadaan kehidupan yang bertujuan untuk
memusnahkan secara fisik.
Selain itu, kejahatan genosida meliputi pemaksaan cara-cara yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
suatu kelompok dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu.
"Dewan HAM PBB laik menuntut Myanmar sebagai penjahat kemanusiaan karena membiarkan
terjadinya genosida di negerinya sendiri," ucap Maneger.
PBB juga juga laik menyeret Biksu Ashin Wirathu sebagai penjahat kemanusiaan atas tindakan rasisnya
yang mengusir etnis Muslim Rohingya dari Myanmar. Perilaku Ashin jelas merupakan bentuk
pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Apalagi ia sering bersuara untuk mengajak pengikutnya agar memerangi kaum minoritas yang beragama
Islam itu,

Upaya PBB dan ASEAN dalam menghentikan pelanggaran HAM di Myanmar


Untuk mengetahui apa saja yang menjadi wewenang dan upaya PBB serta ASEAN
dalam membantu menyelesaikan masalah di Myanmar tersebut, maka yang perlu diketahui
yaitu:
Asas Organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa
Asas-asas PBB adalah sebagai berikut:
a)
b)

Berdasarkan persamaan kedaulatan dari semua anggotanya


Semua

anggota

harus

memenuhi

dengan

ikhlas

kewajiban-kewajiban

mereka

sebagaimana tercantum dalam piagam PBB.


c)

Semua anggota harus menyelesaikan sengketa-sengketa internasional dengan jalan damai


tanpa membahayakan perdamaian, keamanan dan keadilan.

d)

Dalam hubungan-hubungan internasional semua anggota harus menjauhi penggunaan


ancaman atau kekerasan terhadap Negara lain.

Tujuan Persatuan Bangsa-Bangsa


Tujuan PBB adalah sebagai berikut:
a)

Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.

b)

Mengembangkan hubungan-hubungan persaudaraan anyara bangsa-bangsa.

c)

Menciptakan kerjasama dalam memecahkan masalah usaha internasional dalam bidang


ekonomi, social budaya,dan hak asasi.

d)

Menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam mewujudkan tujuan bersama cita-cita di atas.
Struktur Organisasi PBB
Konferensi San Francisco menghasilkan suatu piagam yang menyebutkan terdapat
enam organ utama PBB, yaitu:

a)

Majelis Umum PBB atau Sidang Umum PBB adalah salah satu dari enam badan utama
PBB. Majelis ini terdiri dari anggota dari seluruh negara anggota dan bertemu setiap tahun
dibawah seorang Presiden Majelis Umum PBB yang dipilih dari wakil-wakil. Pertemuan
pertama diadakan pada 10 Januari 1946 di Hall Tengah Westminster di London dan
termasuk wakil dari 51 negara.Pertemuan ini biasanya dimulai di Selasa ketiga bulan
September dan berakhir pada pertengahan Desember. Pertemuan khusus dapat diadakan
atas permintaan dari Dewan Keamanan, mayoritas anggota PBB. Pertemuan khusus
diadakan pada Oktober 1995 untuk memperingati perayaan 50 tahun PBB.

b)

Dewan Keamanan PBB adalah badan terkuat di PBB. Tugasnya adalah menjaga
perdamaian dan keamanan antar negara.Sedang badan PBB lainnya hanya dapat
memberikan rekomendasi kepada para anggota, Dewan Keamanan mempunyai kekuatan
untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan para anggota di bawah Piagam
PBB.Dewan Keamanan mengadakan pertemuan pertamanya pada 17 Januari 1946 di
Church House, London dan keputusan yang mereka tetapkan disebut Resolusi Dewan
Keamanan

PBB.

Fungsi

utama

Dewan,

memelihara

perdamaian

dan

keamanan

Internasional, dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan cara damai dan pemaksaan
(D.W.BOWETT, 1992:42)
c)

Dewan Ekonomi dan Sosial ini terdiri atas 27 anggota yang dipilih oleh Majelis Umum
untuk masa jabatan tiga tahun dan tugas Dewan Ekonomi dan Sosial :
(1)

Mengadakan penyelidikan dan menyusun laporan tentang soal-

soal ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan di seluruh dunia


(2)

Membuat rencana perjanjian tentang soal tersebut dengan

negara-negara anggota untuk diajukan kepada Majelis Umum

(3)

Mengadakan pertemuan-pertemuan internasional tentang hal-

hal yang termasuk tugas dan wewenangnya.


d)

Dewan Perwalian PBB adalah suatu sistem perwalian internasional lebih jauh telah
didirikan oleh anggota PBB untuk mengatur pemerintah daerah-daerah yang ditempatkan
di bawah pengawasan PBB melalui persetujuan-persetujuan perwalian individual. (daerahdaerah yang demikian oleh karena itu disebut daerah-daerah perwalian).

e)

Sekretariat PBB adalah salah satu badan utama dari PBB dan dikepalai oleh seorang
Sekretaris Jendral PBB, dibantu oleh seorang staff pembantu pemerintah sedunia. Badan ini
menyediakan penelitian, informasi, dan fasilitas yang dibutuhkan oleh PBB untuk rapatrapatnya. Badan ini juga membawa tugas seperti yang diatur oleh Dewan Keamanan PBB,
Sidang Umum PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dan badan PBB lainnya. Piagam PBB
menyediakan para staff dipilih berdasarkan aplikasi standar efisiensi, kompeten, dan
integritas tertinggi, dikarenakan kepentingan mengambil dari tempat geografi yang luas.

f)

Mahkamah internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda. Mahkamah merupakan


badan kehakiman yang terpenting dalam PBB. Dewan keamanan dapat menyerahkan suatu
sengketa hukum kepada mahkamah, majelis umum dan dewan keamanan dapat memohon
kepada mahkamah nasehat atas persoalan hukum apa saja dan organ-organ lain dari PBB
serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang dari majelis umum dapat meminta
nasehat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka.
Majelis umum telah memberikan wewenang ini kepada dewan ekonomi dan sosial, dewan
perwakilan, panitia interim dari majelis umum , dan beberapa badan-badan antar
pemerintah.
Saat ini komunitas international bersama-sama mengadopsi sebuah treaty yang
membentuk sebuah pengadilan pertama dalam sejarah yang independen dan permanen.
Pengadilan tersebut saat ini telah menjadi kenyataan yang disebut sebagai International
Criminal Court (ICC). ICC memiliki kemampuan untuk untuk melakukan investigasi dan
menuntut setiap individu yang dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan
(crimes against humanity), genosida (genocide), dan kejahatan perang (crime of war). ICC
sifatnya melengkapi keberadaaan sistem peradilan nasional sebuah negara dan akan
melangkah hanya jika pengadilan nasional sebuah negara tidak memiliki kemauan atau
tidak mampu untuk menginvestigasi dan menuntut kejahatan-kejahatan yang terjadi
tersebut. ICC adalah sebuah pengadilan permanen yang dibentuk untuk melakukan
investigasi dan menuntut setiap individu yang dituduh melakukan kejahatan terhadap
kemanusiaan (crimes against humanity), genosida (genocide), dan kejahatan perang (crime
of war).

ASEAN
1) Tujuan ASEAN
Tujuan umum ASEAN adalah untuk mengukuhkan kerjasama regional di berbagai
bidang. Diantaranya tujuan ASEAN adalah:
a)

Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan di


kawasan Asia Tenggara.

b)

Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan
tertib hukum.

c)

Meningkatkan kerjasama yang aktif dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu
pengetahuan dan industri.

d)

Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian.

e)

Meningkatkan penggunaan pertanian, industri, perrdagangan, jasa, dan meningkatkan


taraf hidup.

f)

Memelihara kerjasama yang erat dan bermanfaat dengan organisaasi-organisasi


internasional dan regional.
2) Agenda ASEAN tentang HAM
ASEAN Intergovernmental Commission of Human Rights (AICHR) yang merupakan
hasil final dari kerja High Level Panel ASEAN Human Rights Body seperti yang dimandatkan
oleh Piagam ASEAN. Institusi AICHR ini merupakan hasil konsensus final pertemuan para
menteri luar negeri ASEAN di Phuket, Thailand tanggal 17-23 Juli 2009. Konsensus ini
menjadi antiklimaks dari penantian panjang terwujudnya badan Hak-hak Asasi Manusia di
ASEAN yang berwibawa. Namun, badan baru ini ternyata jauh dari harapan para pejuang
HAM di kawasan ini.
Sebagai intergovernmental body, institusi ini jauh dari independensi dan
imparsialitas seperti yang dipersyaratkan oleh Paris Principal. Institusi ini juga tak bisa
diharapkan sebagai perangkat human rights karena tidak memiliki mandat protection.
Mandat yang diperkenankan hanya sebatas promotion. Proposal pemerintah Indonesia
untuk memperkuat

institusi HAM ASEAN ini dengan mandat penuh, human rights

promotion and protection ternyata tidak didukung oleh sembilan negara lainnya. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan pemerintah Indonesia sangat kecewa atas hasil ini.

Sebelumnya, banyak pihak berharap ada hasil yang signifikan dari pertemuan ini, sebagai
puncak dari kerja high level panel ASEAN (yang terdiri dari 10 diplomat dari seluruh
anggota ASEAN) dalam mempersiapkan kerangka kerja ASEAN Human Rights Body ini.
Pekerjaan ini merupakan langkah awal menindaklanjuti ratifikasi Piagam ASEAN (ASEAN
Charter) yang dianggap sebagai konstitusi baru ASEAN. Kelahiran ASEAN Intergovernmental
Commission of Human Rights harus dimaknai sebagai resistensi mayoritas negara-negara
anggota ASEAN terhadap instrumen HAM internasional yang dapat menggoyahkan
kekuasaan politiknya.
Berdasarkan dari data yang ada diatas, maka sebenarnya PBB dan ASEAN memiliki
wewenang dan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di Negara-negara di
dalamnya.

Seperti halnya PBB yang mengirim utusannya yaitu Ibrahim Gambari guna

menyelesaikan konflik yang ada. ASEAN pun tidak tidak tinggal diam, masalah Myanmar
tidak pernah lepas menjadi agenda pembahasan dalam KTT ASEAN, yang terakhir di KTT
Singapore masalah tersebut pun masih dibahas. Utusan khusus Sesjen PBB Ban Ki-moon
urusan Myanmar, Ibrahim Gambari, untuk keempat kali dalam satu tahun terakhir kembali
akan mengunjungi Myanmar untuk keempat kali dalam satu tahun terakhir di 2008 kembali
akan mengunjungi Myanmar berkaitan dengan masalah politik di negara tersebut. berkaitan
dengan masalah politik di negara tersebut.
Mantan duta besar Nigeria untuk PBB itu mengutarakan harapannya untuk dapat
meneruskan pembicaraan dengan pemerintah maupun pihak-pihak yang berkepentingan di
Myanmar seperti yang dimandatkan oleh Majelis Umum PBB kepada Sesjen Ban Ki-moon.
Pada tiga kunjungan sebelumnya, Gambari melakukan pertemuan dengan sejumlah
pejabat pemerintah serta tokoh politik, termasuk pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi.
Misi kunjungan Gambari yang keempat itu sebelumnya dibahas secara khusus oleh
para duta besar "Group of Friends", yaitu kelompok negara sahabat --termasuk Indonesia-yang memiliki kepedulian terhadap Myanmar pada 23 Juli 2008.
Pertemuan kelompok itu yang dibuka oleh Sesjen PBB Ban Ki-moon membahas
berbagai perkembangan di Myanmar dan mereka menyampaikan mendukung secara penuh
pada upaya Sesjen PBB membantu Myanmar menjalankan demokratisasi.
Hasil pertemuan menyatakan bahwa mereka berharap kunjungan keempat Gambari
ke Myanmar itu akan membuahkan hasil nyata menyangkut masalah yang menjadi
perhatian dunia internasional, terutama berlangsungnya kembali dialog antara junta militer
dan Aung San Suu Kyi, dan terciptanya proses pemilihan yang dapat dipercaya.

"Groups of Friends" antara lain terdiri atas Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam,
Amerika Serikat, Australia, China, India, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Norwegia, Perancis,
Rusia, Masyarakat Eropa dan Uni Eropa.
Kelompok tersebut dibentuk pada bulan Desember 2007 lalu, menyusul tekanan
yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap para pengunjuk rasa di negara tersebut.
Pada kunjungan terakhirnya ke Myanmar, yaitu pada 6-10 Maret 2008, Gambari
mengungkapkan kekecewaannya karena misinya saat itu tidak membuahkan hasil nyata.
Saat itu ia memang diberi kesempatan untuk bertemu dua kali dengan tokoh
demokrasi yang mengalami tahanan rumah selama 17 tahun, Aung San Suu Kyi, juga
dengan sejumlah tokoh lain politik.
Namun ia menyayangkan ia tidak mendapat kesempatan bertemu dengan pemimpin
pemerintahan senior maupun pihak-pihak lain yang sebelumnya ingin ia temui, termasuk
anggota parlemen Myanmar yang terpilih pada Pemilu tahun 1990 serta perwakilan dari
kelompok-kelompok etnik di Myanmar.
Dalam permasalahan yang ada di Myanmar, ada satu nama yang begitu disorot oleh
dunia. Aung San Suu Kyi, seorang aktivis HAM dan prokebebasan rakyat yang selama ini
berjuang melawan kediktatoran Junta Militer. PBB dan ASEAN juga sebenarnya menaruh
perhatian besar terhadap upaya-upaya perjuangan Aung San Suu Kyi. Dukungan pun terus
bermunculan dari negara-negara tetangga Myanmar bagi masyarakat Myanmar pada
umumnya dan Aung San Suu Kyi khususnya.
Yang paling terbaru mengenai Myanmar dan Aung San Suu Kyi adalah masalah
penahanan serta proses peradilan Aung hingga akhirnya pembebasan Aung San Suu Kyi.
Kritik Barat mengecam Junta Myanmar, Jumat untuk menekan "dakwaan-palsu" atas
tuntutan penahanan baru terhadap pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi, tetapi langkah
pemindahan status ini hanya mendapat teguran lunak dari negara-negara tetangga Asia.
Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia
mengutuk pemeriksaan pengadilan terhadap Suu Kyi, Senin, atas tuntutan bahwa ia telah
melanggar syarat tahanan rumahnya setelah seorang penyusup Amerika

tinggal di

rumahnya.
Perdana Menteri Inggris Gordon Brown mengatakan "rezim sangat jelas bermaksud
mencari dalih, tidak peduli bagaimanapun lemahnya, untuk memperpanjang penahanan
illegalnya".

Di Washington, Menteri luar negeri AS Hillary Clinton mengatakan ia merasa sangat


tidak mengerti oleh "alasan" tuntutan baru terhadap Suu Kyi dan berniat akan mengangkat
isu ini dengan China dan negara-negara Asia Tenggara.
Presiden Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso mengatakan dalam sebuah pernyataan
bahwa "jangankan ditahan dia seharusnya sudah dibebaskan dari tahanan rumah, yang
jelas-jelas telah melanggar hukum internasional seperti yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa".
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pillay mengatakan bahwa
tuntutan harus dibatalkan dan memberitahukan Myanmar untuk "segera membebaskannya
dari keberadaan penahanannya yang ilegal, bahkan di bawah undang-undang Myanmar
sendiri".
"Otoritas Myanmar kemungkinan mengklaim Aung San Suu Kyi telah melanggar
kondisi dari penahanannya, namun mereka telah merusak sendiri undang-undang dan
kewajiban internasional terhadap hak asasi manusia," Pillay mengatakan dalam sebuah
pernyataan yang dikeluarkan di Jenewa.
Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon juga mengungkapkan "keprihatinan mendalam"
dan berujar,

Suu Kyi "merupakan mitra penting dialog untuk rekonsiliasi nasional

Myanmar".
Tetapi mereka telah memperluas penghentian kebebasan pesakitan 63 tahun
tersebut, enam tahun terakhir penahanannya, yang berakhir 27 Mei, akan dijatuhkan
dengan menutup telinga di Yangon.
Dari informasi terbaru mengenai Aung dan Myanmar ternyata Aung masih saja
dibelenggu oleh otoritas militer. Pengadilan tinggi Myanmar telah menetapkan tanggal
untuk mendengarkan banding yang akan dilakukan Aung San Suu Kyi atas kasus
pelanggaran, yaitu karena membiarkan seorang warga Amerika tinggal di rumahnya tanpa
izin. Salah seorang pengacara Suu Kyi, Nyan Win, mengatakan Mahkamah Agung akan
mendengarkan perhomonan banding pada 17 Juni setelah sempat mengatakan akan
mendunda. "Mahkamah Agung mengumumkan tanggalnya pada jumat 12 juni, dan kami
telah mengumpulkan argumen di tingkat banding pada tanggal tersebut," ujar Nyan Win.
Peraih Nobel Perdamaian berusia 63 tahun tersebut dijatuhi hukuman selama lima tahun
penjara jika terbukti mengizinkan seorang warga Amerika Serikat bernama John Yettaw
berenang menyeberangi danau untuk mengunjungi rumahnya pada awal Mei lalu.
Selanjutnya John tinggal selama dua hari di rumah Suu Kyi tanpa izin yang berwenang.
Dalam 19 tahun terakhir ini, Suu Kyi telah menjalani 13 tahun masa tahanan. Jika dalam
persidangan ini terbukti bersalah, ia terancam hukuman lima tahun penjara lagi. Ini berarti,

Aung San Suu Kyi tidak akan dapat mengikuti pemilihan umum yang akan digelar oleh junta
militer tahun depan.
Terlepas dari permasalahan Aung San Suu Kyi yang merupakan simbol pembebasan
HAM di Myanmar, sebenarnya ASEAN dan PBB telah melakuakan upaya-upaya yang
maksimal, akan tetapi teritori dari ASEAN dan PBB tidaklah cukup kuat untuk masuk ke
dalam internal daerah kekuasaan Junta Militer Myanmar. Batasan aturan yang memperkuat
posisi junta. Masalah Myanmar adalah masalah internal junta dan tidak ada satu pihak
luarpun yang bisa mengintervensi kebijakan junta.

Belum berhasilnya PBB dan ASEAN dalam menghentikan pelanggaran HAM di


Myanmar
PBB
Dewan

Keamanan

PBB

menyetujui

pernyataan

yang

telah

diperlunak

yang

menyatakan "keprihatinan serius" karena penahanan yang diperpanjang atas ikon


demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi.
Duta Besar Inggris untuk PBB John Sawers, yang memimpin dewan yang memiliki 15
anggota itu bulan ini, membacakan pernyataan tersebut pada wartawan pada pukul 13, 14
Agustus 2009 mengatakan bahwa sebuah pengadilan di penjara Insein yang terkenal di
Yangon Selasa menjatuhkan hukuman terhadap Suu Kyi tiga tahun penjara dan kerja paksa
karena melanggar ketentuan penahanan rumahnya menyusul insiden yang mana seorang
pria AS berenang ke tempat kediamannya di tepi danau Mei.
Than Shwe, pemimpin junta yang berkuasa, memperingan hukuman tersebut
menjadi 18 bulan tahanan rumah, tapi pengadilan itu dan keputusannya telah menimbulkan
kebencian internasional. "Para anggota Dewan Keamanan menyampaikan keprihatinan
serius pada penghukuman atas Daw Aung San Suu Kyi dan dampak politiknya," menurut
pernyataan dewan itu, yang salah satu salinannya diperoleh oleh AFP.
Pernyataan itu menyebutkan keputusan pemerintah Myanmar untuk mengurangi
hukuman Suu Kyi dan mendesak rezim militer tersebut "untuk mengambil tindakan lebih
lanjut guna menciptakan kondisi yang diperlukan bagi pembicaraan sungguh-sungguh
dengan Daw Aung San Suu Kyi dan semua pihak dan kelompok etnik yang prihatin dalam
rangka untuk mencapai rekonsiliasi nasional yang inklusif".
Pernyataan itu juga menegaskan "komitmen pada kedaulatan dan integritas wilayah
Myanmar" dewan itu dan menegaskan kembali bahwa "masa depan Myanmar terletak di
tangan semua rakyatnya". Naskah yang disetujui itu memperlunak versi rancangan AS

sebelumnya yang "mengecam penghukuman Aung San Suu Kyi dan menyampaikan
kekhawatran sekali akan dampak politik tindakan itu pada situasi di Myanmar". Rancangan
sebelumnya sedianya juga akan minta pada pemerintah Myanmar "untuk membebaskan
Aung San Suu Kyi dan semua tawanan politik lainnya". Namun anggota dewan China -sekutu penting dan pemasok militer junta yang berkuasa di Myanmar -- yang memegang
hak veto minta masyarakat internasional untuk "menghormati sepenuhnya kedaulatan
pengadilan Myanmar". Suu Kyi telah dikurung selama 14 tahun dari 20 tahun terakhir,
bahkan sejak rezim militer menolak mengakui kemenangan besar-besaran Liga Nasional
untuk Demokrasi (LND)-nya dalam pemilihan terakhir yang diadakan pada 1990.

ASEAN
Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan pada pertemuan puncak di Bali akhir
Februari 2009 mencerminkan bahwa ASEAN lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan
bisnis ekonomi ketimbang sebagai institusi penegak HAM. Kesepakatan tersebut antara
lain: inisiatif pembentukan Dewan Moneter Asia Tenggara (IMF versi ASEAN) dan
kesepakatan dagang ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru. Sementara itu, ASEAN
sama sekali tidak memberikan respons yang memadai atas masalah hak asasi buruh
migran di ASEAN, eksodus pengungsi Rohingya ataupun pengadilan terhadap Aung San Suu
Kyi. Dalam konteks reformasi ASEAN, Piagam ASEAN menjadi tahapan awal dari proses
institusionalisasi ASEAN sebagai bentuk regionalisme di kawasan Asia Tenggara. ASEAN
yang sejarah pembentukannya tak bisa dipisahkan dari konstelasi perang dingin pascadekolonisasi

kini

mulai

bertransformasi

menjadi

institusi

inter-governmental

yang

dipengaruhi oleh globalisme politik-ekonomi (mulai dari soal HAM hingga perdagangan
bebas).
Terms of Reference (TOR) pembentukan ASEAN Inter-Governmental Commission on
Human Rights dinilai tidak memenuhi standar baik di tingkat nasional, regional maupun
internasional di bidang peningkatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Pernyataan
tersebut telah disampaikan oleh delegasi Indonesia dalam Pertemuan Tingkat Menteri
ASEAN ke-42 di Phuket, Thailand, 19-23 Juli lalu, ujar Menteri Luar Negeri Dr. N. Hassan
Wirajuda pada Press Briefing di Departemen Luar Negeri.
Sebelum sidang di Phuket di tutup, Indonesia telah berhasil memasukkan unsur-unsur
upaya pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia serta pengkajian ulang terhadap TOR
ini setelah lima tahun berjalan yang mengarah pada penguatan mandat, khususnya dalam
pemajuan dan perlindungan HAM. Unsur-unsur tersebut dijamin pemenuhannya seperti
yang tercatat dalam satu paragraf tersendiri pada deklarasi pendirian ASEAN Inter-

Governmental Commission on Human Rights pada ASEAN Summit, yang rencananya akan
digelar Oktober mendatang.
Dari hasil KTT tersebut maka sebetulnya ASEAN masih menunggu adanya Human
Right Body berjalan secara optimal sebagai wadah atau media untuk menghentikan
pelanggaran HAM di Negara anggotanya dan khusus dalam hal ini adalah Myanmar.
1.

Secara mendasar PBB dan ASEAN memiliki wewenang

untuk turut serta membantu

menyelesaikan permasalahan yang ada di Myanmar. PBB telah melakukan upaya persuasif
secara intensif, yaitu dengan mengirim Ibrahim Gambari sebagai utusannya guna
memantau dan menjadi jembatan penyambung antara Junta dan PBB. Selain itu ASEAN pun
sebenarnya telah berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, hal tersebut
dibuktikan dengan selalu dibahasnya permasalahan Myanmar dalam KTT ASEAN.
2.

Akan

tetapi upaya yang dilakukan PBB dan ASEAN belumlah berhasil, karena pada

kenyataannya Junta militer Myanmar masih kuat sekali mencengkeram Myanmar. PBB dan
ASEAN juga sangat terbentur dengan

sikap tertutup

dan tidak kooperatif

junta.

Permasalahan yang ada menurut Junta adalah permasalahan intern Myanmar, dan
Pemerintah Junta merasa bahwa otoritasnya tidak boleh terlalu dicampuri oleh pihak luar.
Sikap Penulis:
1.

Seharusnya PBB dan ASEAN dapat lebih berani dalam mengambil sikap. Tidak hanya
upaya-upaya persuasif yang dilakukan, tetapi intervensi segala aspek juga perlu dilakukan.
Karena untuk permasalahan yang ada di Myanmar ini sudah tidak perlu lagi terlalu
mempertimbangkan teritorial kewenangan. Menurut penulis tidak menjadi masalah jika PBB
dan ASEAN turut campur, karena pelanggaran HAM yang dilakukan Junta sudah tidak dapat
lagi ditolerir dan kejahatan kemanusiaan termasuk dalam 4 kategori pelanggaran HAM
berat.

2.

Perlunya kesamaan visi terlebih dahulu di dunia Internasional mengenai permasalahan di


Myanmar. Agar ketika PBB atau ASEAN mengambil langkah, sudah merupakan keputusan
bersama, sehingga upaya penyelesaian dapat lebih fokus.
Ini Tiga Alasan ASEAN Harus Pastikan Myanmar Laksanakan Kesepakatan Soal Rohingya
RMOL. Meski hasil pertemuan belum menyentuh semua akar permasalahan, Indonesia
mengapresiasi niat baik Myanmar untuk menyelesaikan masalah Rohingya.
ASEAN, khususnya pemerintah Indonesia, harus mengawal dan memastikan kesepakatan
itu terlaksana dengan baik sesuai cita-cita ASEAN.

Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi PKS, Ahmad Zainuddin, menegaskan, setidaknya ada

tiga alasan bagi ASEAN, terutama Indonesia, harus mengawal Myanmar melaksanakan
kesepakatan untuk menyelesaikan masalah Rohingya.
"ASEAN dan pemerintah Indonesia harus pastikan poin-poin kesepakatan itu dilaksanakan
secara konsisten dan komitmen oleh Myanmar," ujar anggota Ahmad Zainuddin, dalam
rilisnya, Sabtu (23/5).
Alasan pertama, kata Zainuddin, ASEAN sedang dalam tahap menuju integrasi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang akan dimulai akhir tahun ini. Integrasi
ekonomi kawasan tersebut memerlukan stabilitas kawasan di bidang sosial, budaya dan
politik. Jangan sampai isu-isu keamanan dan HAM, sambungnya, menyandera langkah yang
sudah dilakukan ASEAN menuju MEA 2015.
Alasan kedua, lanjut Zainuddin, karena hal itu merupakan amanat Pembukaan UUD 1945,
bahwa Indonesia harus berperan aktif dalam ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
"Ketiga, ada Deklarasi HAM ASEAN, di mana Myanmar termasuk yang menyatakan di
dalamnya tahun 2009 lalu. Deklarasi ini berdasarkan pada ASEAN Charter dan Universal
Declaration of Human Rights," jelas Zainuddin.
Selain itu, menurut Zainuddin, kesepakatan penyelesaian masalah Rohingya belum
menyentuh akar masalah Rohingya soal diskriminasi dan hak asasi manusia (HAM).
"Akar masalah pengungsi Rohingya ini sebenarnya juga bukan human trafficking. Mereka
tidak akan keluar dari negaranya jika tidak ada diskriminasi dan penindasan," tegasnya.
Anggota DPR dari Dapil DKI Jakarta ini menegaskan, jika Myanmar tidak konsisten dengan
yang disepakati, ASEAN harus meninjau ulang keketuaan Myanmar di ASEAN.
"Sangat tidak pantas ketua ASEAN tersandera isu ini, padahal Ketua ASEAN bertanggung
jawab terhadap stabilitas kawasan termasuk dalam isu HAM. Gilirkan saja kepada negara
yang lain," tegasnya.
Myanmar menyepakati empat poin saat Menlu RI Retno Marsudi melakukan kunjungan
bilateral ke Nay Pyi Taw, Kamis (21/5). Pertemuan itu berlangung satu hari setelah
pertemuan Tripartit antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand di Kuala Lumpur, Rabu (20/5).
Menlu Myanmar, U Wunna Maung Lwin menyatakan, Myanmar menyetujui empat poin.
Pertama, Myanmar sepakat untuk memperkuat langkah dalam pencegahan terjadinya
pergerakan arus imigran ilegal dari teritorinya. Kedua, Myanmar siap untuk bekerja sama
dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara dalam pemberantasan perdagangan
manusia.
Ketiga, Myanmar segera memerintahkan Kedutaan Besarnya untuk melakukan kunjungan
kekonsuleran ke tempat-tempat penampungan sementara para imigran ilegal di Aceh.
Keempat, Myanmar menyambut baik tawaran kerja sama Indonesia untuk pembangunan
negara bagian Rakhine secara inklusif dan non-diskriminatif.
Myanmar Tanggapi Dingin Usulan Mahathir Keluar dari ASEAN

Tokoh senior dan mantan perdana menteri Malaysia terlama, Mahathir Mohamad
mengecam perlakuan Myanmar atas etnis minoritas Muslim Rohingya. (Getty Images/Alex
Wong)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Luar Negeri Myanmar U Thant Kyaw melontarkan
reaksi dingin terkait usulan tokoh senior Malaysia, Mahathir Mohamad, untuk mengeluarkan
Myanmar dari ASEAN. Komentar Mahathir ini menyusul eksodus ribuan imigran Rohingya ke
sejumlah negara tetangga, termasuk Malaysia, karena mengalami diskriminasi.
Dilaporkan Myanmar Times, Kyaw menyatakan ASEAN mengakui Myanmar sebagai anggota
yang membawa manfaat bagi semua di wilayah Asia Tenggara.
Kyaw menyatakan bahwa komentar Mahathir tersebut menandakan Mahathir tidak paham
akan situasi yang terjadi, diduga karena faktor usia Mahathir yang sudah lanjut, yaitu 89
tahun.
Sementara, Direktur Departemen Urusan ASEAN, U Hau Khan Sum, mengaku terkejut
dengan komentar Mahathir karena mantan perdana menteri terlama Malaysia itu dinilai
mengerti betul pentingnya persatuan di ASEAN demi terwujudnya masyarakat Asia
Tenggara yang damai dan sejahtera.
"Saya tidak mengerti mengapa dia berbicara seperti itu karena Myanmar telah bekerja
sama dengan semua negara anggota untuk menyelesaikan masalah ini. Myanmar juga
menyatakan bahwa tidak akan ada negara yang dikesampingkan," kata Khan Sum.
"Seperti yang Anda tahu, ASEAN tidak membuat keputusan tanpa konsensus. Oleh karena
itu, tidak mungkin untuk mengusir Myanmar dari ASEAN," kata Khan Sum melanjutkan.
Dalam pidatonya pada Jumat (12/6), Mahathir mengecam perlakuan Myanmar atas etnis
minoritas Muslim Rohingya. Pidato tersebut dilontarkan dalam konferensi bertajuk "Nasib
dari Rohingya, Bagian II Kejahatan terhadap Kemanusiaan" yang diselenggarakan di
Museum Seni Islam Kuala Lumpur.
Mahathir memaparkan negara-negara ASEAN selama bertahun-tahun telah melakukan
pendekatan diplomatik untuk melibatkan Myanmar dalam menyelesaikan masalah ini.

"Namun, Myanmar gagal menjadi lebih manusiawi untuk rakyat mereka sendiri. Jika mereka
tidak merespon, saya pikir mereka tidak memiliki hak untuk diakui sebagai anggota
ASEAN," kata Mahathir.
Komentar keras Mahathir seakan bertolak belakang dengan upayanya untuk menjadikan
Myanmar sebagai anggota ASEAN pada 1997 silam. Politisi mencatat bahwa di
pemerintahan Mahathir memainkan peran utama dalam mendorong Myanmar bergabung
dengan ASEAN ketika negara itu masih di bawah kekuasaan militer.
U Soe Aung, pakar dari Forum untuk Demokrasi di Burma yang berbasis di Thailand
menyatakan ASEAN telah membuat salah satu kesalahan terbesar dalam mengakui
Myanmar, dan bukan mendukung gerakan demokrasi di negara itu.
"Sekarang mereka semua sedang menghadapi konsekuensi dari apa yang mereka lakukan.

Kondisi menyedihkan di Myanmar terhadap Rohingya noda hitam raksasa untuk ASEAN,"
kata U Soe Aung.
U Kyaw Lin Oo, seorang pakar urusan regional, menyatakan bahwa Mahathir kerap kali
"omong kosong" ketika berbicara tentang isu Rohingya.
"Dia harus tahu tentang situasi saat ini di Myanmar dan solusi atas masalah itu," katanya.
Sementara Mahathir mengatakan dia secara pribadi mengirim surat kepada pemimpin
oposisi Aung San Suu Kyi soal masalah Rohingya. Partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk
Demokrasi mengkonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima surat itu tetapi menolak
memberikan komentar.
Etnis Rohingya mengalami berbagai diskriminasi dan kekerasan selama bertahun-tahun di
Myanmar. Namun, eksodus ribuan imigran Rohingya ke sejumlah negara ASEAN dinilai
bukan hanya terjadi lantaran pelanggaran HAM, namun juga faktor ekonomi.
Etnis Rohingya selama ratusan tahun tinggal di negara bagian Rakhine, wilayah termiskin
kedua di dalam negara-negara ASEAN. Di luar tindak kekerasan dan bentrokan yang kerap
terjadi, warga Rakhine, baik Muslim Rohingya maupun umat Buddha, sama-sama menderita
kemiskinan.
(Baca juga: ASEAN Tak Punya Instrumen untuk Atasi Isu Pengungsi)
"Mereka meninggalkan Myanmar bukan hanya karena mengalami kekerasan, namun karena
memimpikan penghidupan yang lebih baik di negara tetangga," kata Perwakilan Badan
Pengungsi PBB di Indonesia, Thomas Vargas, ketika ditemui dalam diskusi bertajuk Respons
ASEAN dalam Krisis Imigran Rohingya, Selasa (16/6).
Di Myanmar, imigran Rohingya tidak memiliki status kewarganegaraan yang jelas dan tidak
dapat bekerja. Faktor inilah yang kemudian mendorong mereka untuk berbondong-bondong
menuju Malaysia, misalnya, karena dijanjikan pekerjaan yang layak oleh para penyelundup
manusia.
"Di samping masalah agama, di luar masalah HAM, ini juga masalah ekonomi," kata Vargas.

Jika ASEAN mampu membantu menciptakan ekonomi yang bertumbuh di Rakhine, menurut
Vargas, hal ini akan membantu menekan arus eksodus Rohingya ke negara tetangga.
Bantu Rohingya di Myanmar
Ketika ribuan etnis Rohingya terdampar di Indonesia, Malaysia dan Thailand baru-baru ini,
permasalahan Rohingya kembali mengemuka di ranah internasional. Berbagai dana
bantuan mengalir untuk membantu mengatasi masalah ini.
Qatar, misalnya, bersedia memberikan dana bantuan sebesar US$50 juta atau sekitar
Rp658 miliar kepada Indonesia yang telah berkomitmen menampung imigran Rohingya
selama satu tahun sembari mengupayakan repatriasi atau pemulangan kembali.
Kucuran dana juga dijanjikan oleh Amerika Serikat dan Australia untuk membantu masalah
imigran di Indonesia. Amerika Serikat memberikan dana sebesar US$3 juta, Rp39,6 miliar.

Sementara, Australia memberikan dana sebesar US$5 juta, atau sekitar Rp66 miliar.
Dalam seminar tersebut, tercetus usulan untuk membentuk dana bantuan kepada etnis
Rohingya di Myanmar, sehingga mereka tak perlu mempertaruhkan nyawa mengarungi
lautan dengan perahu reyot hanya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik di
negara tetangga.
"Itu opsi yang bagus. Kumpulkan dana, semacam Rakhine development fund. Jadi memberi
bantuan kepada etnis Rohingya tidak di mana mereka transit atau pergi, namun langsung di
kantongnya, kata Wakil Ketua Komisi I DPR, Tantowi Yahya.
Namun, Tantowi mengingatkan bahwa ide ini hanya akan berjalan jika Myanmar membuka
diri terhadap bantuan negara luar, untuk bersama-sama mencari solusi terhadap krisis
Rohingya.
"Kalau Myanmar menutup diri seperti sekarang, lalu diproteksi lagi oleh konsensus ASEAN
yang menekankan bahwa kita tak boleh ikut campur urusan dalam negeri, ide ini tak akan
berjalan," kata Tantowi.
Tantowi juga memaparkan bahwa Myanmar harus menyelesaikan isu diskriminasi dan
memberikan status kewarganegaraan yang jelas kepada etnis Rohingya, agar publik
internasional bersedia memberikan dana bantuan.
"Status Rohingya kan masih tidak jelas. Bagaimana pemerintah Myanmar menerima dana
bantuan untuk warga yang bukan warga negara mereka?" ujar Tantowi.
Imigran etnis Rohingya melarikan diri dari diskriminasi dan kekerasan di Myamar ke negara
tetangga di Asia Tenggara. Lebih dari 3.500 imigran Rohingya dari Myanmar dan
Bangladesh terdampar di Indonesia dan Malaysia sejak awal Mei lalu.
Menurut catatan UNHCR, saat ini ada 1.974 pengungsi asal Rohingya dan Bangladesh yang
ditampung di Aceh sejak bulan lalu. Mereka diselamatkan nelayan Aceh dari kapal nelayan
yang terkatung di lautan selama berbulan-bulan, dalam keadaan dehidrasi dan kelaparan.
Indonesia dan Malaysia sepakat menawarkan tempat penampungan sementara selama satu
tahun kepada ribuan imigran Myanmar dan Bangladesh yang masih terkatung-katung di
lautan lepas, sembari mengupayakan repatriasi atau pemulangan kembali para imigran ke
negara asal.

Norma dan Aturan di ASEAN


ASEAN (Association of Southeast Asia Nations) merupakan suatu organisasi regional Asia Tenggara
yang dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok dan juga merupakan organisasi yang paling stabil
dalam konstelasi politik hubungan internasional. Dalam perkembangannya, ASEAN tidak hanya mampu
menjaga dan memelihara stabilitas kawasan dan membangun kawasan. ASEAN juga berhasil
membangun kerjasama global.
Salah satu faktor keberhasilan ASEAN adalah adanya norma dan aturan yang berlaku di dalam organisasi
tersebut. Peraturan yang dimaksud bisa berupa peraturan yang formal ataupun non-formal. Tujuan dari
adanya peraturan ini adalah untuk mengatur anggota dalam melakukan interaksi satu sama lain ketika
berhadapan dengan suatu permasalahan. Menurut Khoo (2004), terdapat norma diplomatic yang

diterapkan oleh ASEAN bernama ASEAN Way yang berisikan norma non-intervensi, non-penggunaan
angkatan bersenjata, mengejar otonomi regional, serta menghindari collective defense.
ASEAN Way dalam mekanismenya menggunakan pendekatan informal. Hal ini bertujuan untuk
mencairkan ketegangan antara negara-negara yang sedang berselisih. Dalam manajemen konfliknya,
ASEAN Way menggunakan metode musyawarah. Tujuannya adalah agar tidak ada pihak hegemon
tertentu yang mendominasi. Seiring dengan berkembangnya zaman, pengaruh dan dominasi pihak Barat
terus merasuk dan menggerus identitas seluruh penjuru dunia. Peranan ASEAN Ways disini adalah
sebagai media pembentukan identitas bagi negara-negara di Asia Tenggara.
Focus ASEAN pada awal pembentukannya adalah isu keamanan. Deklarasi ZOPFAN (Zone of Peace,
Freedom and Neutrality) pada bulan November 1971 merupakan wujud nyata kepedulian ASEAN
terhadap isu keamanan di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, juga sebagi wujud antisipasi dan penjagaan
dari ASEAN agar wilayah Asia Tenggara tidak ada campur tangan dari pihak asing. ZOPFAN bertujuan
untuk menjaga stabilitas keamanan dan menjamin kebebasan.
Norma dan aturan yang ada di ASEAN tidak menjamin segala sesuatunya berjalan sesuai yang
diinginkan. Masih terdapat permasalahan-permasalahan yang terjadi walaupun sudah ada aturan dan
norma. Menurut Sopiee (1994), terdapat empat permasalahan di Asia Tenggara yaitu terdapat banyak
lembaga kerjasama dan perjanjian yang dihasilkan namun dalam praktiknya belum berjalan dengan baik,
ketidakoptimalan lembaga-lembaga kerjasama karena tarik ulur kepentingan, adanya perebutan hegemoni
antara negara-negara besar Asia Pasifik seperti Cina;India;Jepang;dan Australia, serta adanya intervensi
dari Amerika Serikat dan Rusia.
Pengaruh Amerika Serikat pun pasca kekalahan Uni Soviet turut merasuk di Asia Tenggara. Amerika
Serikat menyebarkan pengaruh berupa demokratisasi, liberalisasi perdagangan, universalisme dan
penegakan hak asasi manusia. Bukti nyata pengaruh Amerika Serikat di ASEAN adalah adanya usulan
flexible engagement untuk meninjau ulang prinsip non-intervensi ASEAN. Hal ini diungkapkan oleh
Menteri Luar Negeri Thailand, Surin Pitsuwan, pada Juli 1998. Usulan ini dikeluarkan Thailand dan
menjadi awal usulan perubahan diplomasi ASEAN.
Pengaruh-pengaruh eksternal semakin hari membuat prinsip dalam ASEAN Way semakin tumpul. Batas
antara isu-isu domestic dan internasional semakin hari semakin tidak jelas. Nilai penting prinsip nonintervensi pun semakin menurun. Norma tentang hak asasi manusia serta demokratisasi semakin
meningkat. Tidak dibekukannya prinsip ASEAN Way menjadi sebuah hukum regional yang memiliki
legitimasi sehingga bisa melakukan tindakan secara tegas juga menjadi penyebab tumpulnya prinsip
ASEAN Way. Intervensi sebenarnya diperlukan apabila suatu permasalahan suatu negara berpotensi
mengancam kestabilan regional.

KESIMPULAN DAN OPINI


ASEAN memiliki norma dan aturan yang dinamakan ASEAN Way. Normanya berupa non-intervensi,
non-penggunaan angkatan bersenjata, mengejar otonomi regional, serta menghindari collective defense.
Tujuan dari adanya norma ini juga sebagai pencegahan adanya intervensi asing. Akan tetapi, dengan
tumpulnya prinsip yang ada di ASEAN Way membuat intervensi asing tidak dapat dihindari. Pengaruhpengaruh Amerika Serikat masuk ke ASEAN seperti demokratisasi, penegakkan hak asasi manusia,
liberalisasi perdagangan, dan universalisme. Menurut penulis, prinsip non-intervensi dari ASEAN Way

haruslah dikaji ulang. Hal ini dikarenakan prinsip ini membuat ASEAN tidak memiliki legitimasi untuk
melakukan tindakan yang tegas atas suatu permasalahan. Tetapi, harus ada batasan dalam intervensi yang
dilakukan. Misalnya saja, intervensi hanya dilakukan ketika permasalahan di suatu negara berpotensi
mengancam kestabilan regional kawasan. Tidak hanya prinsip non-intervensi, tetapi semua norma yang
ada di ASEAN Way sepatutnya dikaji ulang terutama seiring dengan perubahan zaman dan kondisi global
sekarang. ASEAN sebagai organisasi regional kawasan seharusnya lebih fleksibel, namun tetap
memegang teguh prinsip-prinsip serta norma yang berlaku di dalamnya.

Kerjasama negara-negara Asia Tenggara


PKN KERJASAMA NEGARA DI ASIA TENGGARA
Dunia ini mempunyai lima benua, yaitu Benua Asia, Amerika, Afrika, Australia, dan Eropa. Negara
Indonesia terletak di Benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Selain Indonesia, negara-negara
yang terletak di kawasan Asia Tenggara, antara lain Malaysia, Thailand, Kamboja (Kampuchea),
Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, dan Myanmar. Negara-negara tersebut
merupakan negara tetangga Indonesia. Perhatikan negara-negara tersebut pada peta kalian!
Negara Indonesia menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara dan dunia pada
umumnya. Hubungan dengan negara tetangga didasari oleh rasa saling menghormati dan menghargai.
Kerja sama negara-negara Asia Tenggara diwujudkan dalam suatu organisasi yang disebut ASEAN.
1.

Terbentuknya ASEAN

Terbentuknya ASEAN didasari oleh adanya kepentingan-kepentingan bersama dan masalah-masalah


bersama di Asia Tenggara. Dengan terbentuknya ASEAN akan memperkukuh ikatan solidaritas,
terciptanya perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan di antara negara-negara di Asia
Tenggara. Bagaimana terbentuknya ASEAN?
ASEAN singkatan dari Association of South East Asian Nations atau dalam bahasa Indonesia dikenal
sebagai Perbara (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara).

ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, ibu kota negara Thailand yang diprakarsai
oleh lima Menteri Luar Negeri berikut ini.
a. Indonesia : Adam Malik
b. Malaysia : Tun Abdul Razak
c. Thailand : Thanat Khoman
d. Filipina : Narcisco Ramos
e. Singapura : S. Rajaratnam
Kelima negara itulah yang mendirikan ASEAN. Terbentuknya ASEAN ditandai dengan
ditandatanganinya Deklarasi Bangkok. Organisasi ASEAN pada awalnya menghindari kerja sama dalam
bidang militer dan politik.

2.

Tujuan ASEAN

Tujuan terbentuknya ASEAN tercantum dalam naskah Deklarasi Bangkok, antara lain sebagai berikut.
a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, serta pengembangan kebudayaan di kawasan
ASEAN melalui usaha bersama dalam semangat dan persahabatan untuk memperkukuh landasan sebuah
masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai.
b. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan ketertiban
hukum di dalam negara-negara di kawasan ASEAN. Selain itu, juga mematuhi prinsip-prinsip Piagam
PBB.
c. Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu satu dengan yang lain di dalam menangani
masalah kepentingan bersama yang menyangkut berbagai bidang. Misalnya, di bidang ekonomi, sosial,
kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
d. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang pendidikan,
profesional, teknik, dan administrasi.
e. Meningkatkan kerja sama yang lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri,
perluasan perdagangan komoditas internasional, perbaikan sarana pengangkutan dan komunikasi, serta
peningkatan taraf hidup mereka.
f. Memelihara kerja sama yang lebih erat dan bergabung dengan organisasi internasional dan regional
lainnya untuk menjajaki segala kemungkinan saling bekerja sama secara lebih erat di antara mereka
sendiri.

3.

Anggota ASEAN

Pada awal berdirinya, jumlah anggota ASEAN hanya lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand,
Singapura, dan Filipina. Keanggotaan ASEAN sifatnya terbuka, maksudnya negara-negara di kawasan
Asia Tenggara yang belum tergabung dalam ASEAN boleh menjadi anggota ASEAN dengan memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan.
Pada tanggal 7 Januari 1984 Brunei Darussalam bergabung dan diterima menjadi anggota ASEAN yang
keenam. Pada tanggal 28 Juli 1995 Vietnam bergabung dan diterima menjadi anggota ASEAN yang
ketujuh. Disusul Laos dan Myanmar bergabung dan diterima sebagai anggota ASEAN pada tanggal 23
Juli 1997. Anggota yang terakhir adalah Kamboja bergabung dan diterima sebagai anggota ASEAN pada
tanggal 16 Desember 1998. Dengan demikian jumlah anggota ASEAN ada 10 negara. Lambang ASEAN
adalah seikat batang padi yang berjumlah sepuluh batang sesuai dengan jumlah anggotanya. Lambang
tersebut menggam-barkan solidaritas dan kesepakatan ASEAN serta melambangkan adanya ikatan kerja
sama untuk mencapai kemakmuran rakyatnya.

4.

Sekretariat ASEAN

ASEAN untuk menjalankan organisasinya memerlukan sebuah sekretariat ASEAN yang sifatnya
permanen. Pada bulan Juli 1976 didirikan Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta. Sekretariat ASEAN
dipimpin oleh sekretaris jenderal yang diangkat oleh Sidang Menteri ASEAN. Jabatan Sekjen ASEAN
dijabat secara bergilir oleh setiap negara anggota menurut nama negara berdasarkan abjad. Masa jabatan

seorang Sekjen ASEAN adalah empat tahun. Sekjen ASEAN bertang-gung jawab kepada Sidang Menteri
manakala bersidang dan kepada Komite Tetap pada waktu-waktu lainnya. Selain itu, Sekjen ASEAN
bertanggung jawab atas pelaksanaan semua fungsi dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya
oleh Sidang Menteri ASEAN dan Komite Tetap.
5.

Kerjasama ASEAN

Negara-negara anggota ASEAN saat ini menjalin kerja sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan latihan militer bersama.
Politik
Di bidang politik, ASEAN sepakat untuk menyelesaikan segala permasalahan melalui meja perundingan.
ASEAN sepakat untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir.
Ekonomi
Di bidang ekonomi, ASEAN berupaya menciptakan kerja sama perdagangan yang saling menguntungkan.
Bentuk kerja sama ekonomi dapat direalisasikan, antara lain sebagai berikut:
1)

membuka pusat promosi ASEAN untuk perdagangan, investasi, dan pariwisata di Tokyo;

2)

menyediakan cadangan pangan (terutama beras);

3)
membangun proyek-proyek industri ASEAN, seperti proyek pabrik pupuk urea amonia di Indonesia
dan Malaysia, proyek industri tembaga di Singapura, proyek pabrik mesin diesel di Singapura, dan proyek
pabrik superfosfor di Thailand;
4) menciptakan preference trading arrangement (PTA) yang bertugas menentukan tarif rendah untuk
beberapa jenis barang komoditas ASEAN.
Sosial
Di bidang sosial, ASEAN melakukannya kerja sama, antara lain sebagai
berikut:
1)

pencegahan narkoba dan penanggulangannya;

2)

penanggulangan bencana alam;

3)

perlindungan terhadap anak cacat;

4)

pemerataan kesejahteraan sosial masyarakat.

Budaya
Di bidang budaya, ASEAN melakukan kerja sama, seperti berikut:

1)

tukar menukar pelajaran dan mahasiswa;

2)

pemberantasan buta huruf;

3)

program tukar menukar acara televisi ASEAN;

4)

temu karya pemuda ASEAN;

5)

festival lagu ASEAN.

Latihan Militer Bersama


Negara-negara anggota ASEAN tetap menghindari pembentukan pakta atau persekutuan militer. Namun,
untuk meningkatkan keamanan wilayah mereka sering menggelar latihan militer bersama. Misalnya,
latihan militer dengan sandi Elang Malindo merupakan latihan militer Angkatan Udara Indonesia dan
Malaysia

6.

Negara Anggota ASEAN

Jumlah anggota ASEAN sekarang ini ada sepuluh negara, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand,
Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar.
Indonesia
Ibu kota

: Jakarta

Hari Kemerdekaan

: 17 Agustus

Lagu Kebangsaan

: Indonesia Raya

Bahasa Resmi

: Bahasa Indonesia

Mata Uang

: Rupiah

Agama

: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha

Konghucu
Negara Kesatuan Republik Indonesia membentang dari Sabang sampai dengan Merauke. Kepala
pemerintahannya adalah presiden. Di antara Negara ASEAN, Indonesia paling luas wilayahnya.
Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai suku dengan beragaman budaya. Sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani.

Singapura
Ibu kota

: Singapura

Hari Kemerdekaan

: 9 Agustus

Lagu Kebangsaan

: Majulah Singapura

Bahasa Resmi

: Bahasa Inggris

Mata Uang

: Dolar Singapura

Agama

: Islam, Kristen, Hindu, Buddha

Negara Singapura terletak di Semenanjung Malaka, letaknya sangat strategis, karena terletak pada jalur
lalu lintas pelayaran internasional. Negara Singapura didirikan oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun
1819. Kepala negara Singapura seorang presiden, sedangkan kepala pemerintahannya seorang perdana
menteri. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Singapura adalah berdagang.
Malaysia
Ibu kota

: Kuala Lumpur

Hari Kemerdekaan

: 31 Agustus

Lagu Kebangsaan

: Negaraku

Bahasa Resmi

: Bahasa Malayu

Mata Uang

: Ringgit

Agama

: Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu

Wilayah Malaysia terdiri atas bagian barat dan bagian timur. Bagian barat terletak di Semenanjung
Malaka meliputi negara bagian Kedah, Perlak, Selangor, Negeri Sembilan, Penang, Pahang, Perlis,
Kelantan, Malaka, Johor, dan Trengganu. Bagian timur terletak di utara Pulau Kalimantan, yaitu Sabah
dan Serawak.
Malaysia adalah negara kerajaan. Kepala negara seorang sultan yang bergelar Yang Dipertuan Agung,
sedangkan kepala pemerintahan seorang perdana menteri. Malaysia merdeka dari penjajahan Inggris pada
tahun 1957.

Thailand
Ibu kota

: Bangkok

Hari Kemerdekaan

: 5 Desember

Lagu Kebangsaan

: Pleng Chard Thai

Bahasa Resmi

: Thai

Mata Uang

: Bath

Agama

: Buddha, Islam, Kristen

Thailand adalah sebuah negara kerajaan. Kepala pemerintahan seorang perdana menteri dan kepala negara
seorang raja. Thailand merupakan Negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah bangsa Barat.
Negara Thailand juga dikenal sebagai lumbung padi ASEAN karena hasil padinya melimpah.

Filipina
Ibu kota

: Manila

Hari Kemerdekaan

: 4 Juli

Lagu Kebangsaan

: Lupang Hirirang

Bahasa Resmi

: Tagalog

Mata Uang

: Peso

Agama

: Katolik, Islam, Kristen

Filipina merupakan negara kepulauan. Filipina adalah sebuah Negara republik. Kepala negara dan kepala
pemerintahan dipegang seorang presiden. Filipina merdeka dari penjajahan Amerika Serikat pada tahun
1946.

Brunei Darussalam
Ibu kota

: Bandar Seri Begawan

Hari Kemerdekaan

: 1 Januari

Lagu Kebangsaan

: Allah Peliharalah Sultan

Bahasa Resmi

: Bahasa Melayu

Mata Uang

: Dolar Brunei

Agama

: Islam

Negara Brunei terletak di Pulau Kalimantan bagian utara. Brunei Daru ssalam adalah negara kesultanan.
Kepala negara dan kepala pemerintahan negara Brunei adalah sultan. Brunei merupakan negara anggota
ASEAN yang keenam. Brunei merupakan bekas jajahan Inggris.

Vietnam
Ibu kota

: Ho Chi Min City

Hari Kemerdekaan

: 2 September

Lagu Kebangsaan

: Forward Sodier

Bahasa Resmi

: Bahasa Vietnam

Mata Uang

: Dong

Agama

: Buddha, Konghucu, Taoisme, Kristen, Islam

Vietnam merupakan negara anggota ASEAN yang ketujuh. Bentuk negara Vietnam adalah republik.
Kepala negara Vietnam adalah presiden dan kepala pemerintahannya seorang perdana menteri. Vietnam
merupakan bekas jajahan Prancis.

Kamboja
Ibu kota

: Pnom Penh

Hari Kemerdekaan

: 17 April

Lagu Kebangsaan

: Our County

Bahasa Resmi

: Bahasa Kmer

Mata Uang

: Riel

Agama

: Buddha

Kamboja terletak di kawasan Indocina. Negara Kamboja berbatasan dengan Laos, Thailand, dan Vietnam.
Kepala negara Kamboja adalah presiden dan kepala pemerintahan perdana menteri. Bertahun-tahun
negara Kamboja mengalami perang saudara, hingga porak poranda.

Laos
Ibu kota

: Vientien

Hari Kemerdekaan

: 23 Oktober

Lagu Kebangsaan

: Sad Lao Tang Te Deum MaKhun Sulu Sa

you Nei Asie


Bahasa Resmi

: Bahasa Laos

Mata Uang

: New Kip

Agama

: Buddha

Negara Laos terletak di kawasan Indocina. Negara Laos berbatasan dengan Cina, Vietnam, Kamboja, dan
Thailand. Kepala negaranya adalah presiden dan kepala pemerintahan perdana menteri. Laos merupakan
Negara di Asia Tenggara yang tidak mempunyai wilayah laut.
Myanmar
Ibu kota

: Yangon

Hari Kemerdekaan

: 4 Januari

Lagu Kebangsaan

: Kaba Makya

Bahasa Resmi

: Bahasa Birma

Mata Uang

: Kyat

Agama

: Buddha, Islam, Kristen

Negara Myanmar dahulu namanya Birma. Negara Myanmar terletak di Asia Tenggara berbatasan dengan
Cina, Thailand, Laos, dan India. Kepala negara Myanmar adalah presiden dan kepala pemerintahan
perdana menteri. Myanmar pernah menjadi produsen beras nomor satu di dunia.
Pembahasan
Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Myanmar, Laos, Kamboja, Brunei
Darussalam,
Bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Latihan Mileter Bersama
Terbentuknya ASEAN didasari oleh adanya kepentingan-kepentingan bersama dan masalah-masalah
bersama di Asia Tenggara. Dengan terbentuknya ASEAN akan memperkukuh ikatan solidaritas,
terciptanya perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan di antara negara-negara Asia
Tenggara
1. Indonesia : Adam Malik
2. Malaysia : Tun Abdul Razak
3. Thailand : Thanat Khoman

4. Filipina : Narcisco Ramos


5. Singapura : S. Rajaratnam

Akar Masalah Pelanggaran HAM Rohingya Ada di Myanmar

Ribuan Rohingya dikabarkan telah masuk ke wilayah Indonesia sebagai Pencari Suaka sejak konflik yang
terjadi di Arakan (sekarang Rakhine) Myanmar ini memuncak pada bulan Juni 2012. Konflik yang
sudah terjadi sejak puluhan tahun itu telah melahirkan sematan baru bagi Rohingya yaitu etnis paling
tertindas di muka bumi
Penindasan terhadap Rohingya diberitakan memang memuncak pada tahun 2012, melalui isu propanda
pemerkosaan gadis Rakhine (Buddist) oleh 3 orang Rohingya. Namun demikian, penindasan dan
diskriminasi terhadap Rohingya sejatinya sudah terjadi jauh sebelum tahun 2012 dan bahkan jauh
sebelum Myanmar merdeka pada tahun 1948. Sebagaimana penuturan Heri Aryanto, Koordinator
Advokasi Pengungsi SNH Advocacy Center.
Sejak penaklukan Kerajaan Islam Arakan oleh Kerajaan Burma, penguasa saat itu (Kerajaan Burma-red)
mulai melakukan diskriminasi terhadap etnis-etnis minoritas, termasuk di antaranya Rohingya.
Secara historis, lanjut Heri, wilayah Arakan dahulunya merupakan bagian jajahan British India, dan ketika
Myanmar merdeka, wilayah ini kemudian diakui sebagai negara bagian Myanmar (Rakhine State).
Namun sayangnya, meskipun tanahnya diakui, tetapi Rohingya tidak diakui sebagai bagian etnis bangsa
Myanmar.
Diskriminasi terhadap Rohingya, makin nyata terlihat ketika Persiapan Kemerdekaan Myanmar, dimana
tidak ada satu pun perwakilan Rohingya yang diundang dalam proses penandatanganan Perjanjian
Penyatuan Myanmar (Burma) pada tanggal 12 September 1947 di negara bagian Shan, antara Jenderal
Aung San dengan perwakilan berbagai etnis di Myanmar, ujarnya.
Penindasan dan diskriminasi terhadap Rohingya berlanjut di era pemerintahan Juncta Militer (19622010). Tidak hanya operasi-operasi militer yang dilakukan untuk mengeliminasi Rohingya dari Bumi
Arakan, tetapi juga melalui perangkat hukum UU Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982, yang dibentuk
untuk tujuan menghilangkan status kewarganegaraan Rohingya di Myanmar. UU Kewarganegaraan
Myanmar menetapkan 3 kategori warga negara, dan dari 3 kategori tersebut, tidak satupun kategori yang
bisa diterapkan terhadap Rohingya. Itu artinya, Rohingya bukan warga negara Myanmar, sehingga sejak
tahun 1982 Rohingya tidak berhak memperoleh KTP maupun Paspor Myanmar.
Rohingya tidak diakui sebagai bagian bangsa Myanmar karena secara fisik mereka berbeda, mereka
seperti orang Bangladesh tegas Heri, aktivis yang pernah terjun langsung ke Arakan pada Tahun 2013
silam.
Bukan hanya berbeda secara fisik, Rohingya juga dianggap bukan bagian warga negara Myanmar karena
menurut Penduduk Mayoritas dan Pemerintah, Rohingya belum ada di Arakan sebelum tahun 1823. Itu
artinya, Rohingya tidak dapat dikategorikan sebagai Warga Negara Myanmar menurut UU
Kewarganegaraan 1982.

Itu alasan yang diada-adakan saja, menurut catatan sejarah Rohingya sudah ada di sana (Arakan-red)
sejak Abab 7 Masehi, pada masa Dinasti Abbasiyah, Khalifah Harun Ar Rasyid, imbuhnya.
Menilik fakta-fakta tersebut, maka permasalahan Rohingya yang menjadi perhatian utama dan mendesak
untuk segera diselesaikan menurut Heri adalah perihal hak kewarganegaraan penuh Rohingya
sebagaimana isi Resolusi PBB yang disampaikan oleh Sekjen PBB Ban Ki Moon. Hak Kewarganegaraan
adalah hak asasi yang dijamin dan dilindungi hukum internasional. Bahkan di dalam Pasal 15 ayat (1) dan
(2) Deklarasi Universal HAM 1948 ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan
dan tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarganegaraannya atau ditolak hanya untuk
mengganti kewarganegaraannya. Dengan diberikannya hak kewarganegaraan penuh kepada Rohingya dan
pengakuan Rohingya sebagai bagian bangsa Myanmar, akan mempercepat penyelesaian permasalahan
Rohingya.
Selama akar masalah di Myanmar belum terselesaikan, maka Rohingya akan terus menjadi manusia
perahu, pungkasnya. (HA)
PM Malaysia: Penganiayaan Muslim Rohingya Tak Bisa Diterima ASEAN
Perdana Menteri Malaysia Najib Razak akan gabung dalam aksi solidaritas untuk komunitas
Rohingya di Kuala Lumpur hari ini (4/12/2016), meski diprotes Myanmar. Foto / The Star
KUALA LUMPUR - Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menyatakan siap bergabung
dalam aksi solidaritas untuk komunitas Muslim Rohingya di Kuala Lumpur pada hari ini
(4/12/2016) meski pemerintah Myanmar protes. Menurutnya, penganiayaan terhadap etnis
Rohingya tidak bisa diterima oleh komunitas ASEAN.
Dalam sambutannya pada penutupan Sidang Umum UMNO tahunan, Najib mengaku ada
desakan dari pihak kantor Kantor Presiden Myanmar U Zaw Htay, agar Malaysia tidak ikut
campur urusan internal Myanmar.
Ini bukan masalah campur tangan dalam masalah Myanmar. Ini adalah bagaimana kami
mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dan universal, kata Najib yang sambut tepuk
tangan dan teriakan takbir dari para delegasi UMNO di Putra World Trade Centre (PWTC)
pada hari Sabtu.
Saya ingin bertanya, apa yang harus saya lakukan? Hadir? Insya Allah, besok Presiden
UMNO Najib Razak akan hadir, lanjut dia mengacu pada komitmennya ikut gabung dalam
solidaritas untuk warga Rohingya, sebagaimana dikutip The Straits Times.
Bagaimana kita bisa mengatakan, ini adalah masalah internal? Karena jika Myanmar tidak
memecahkan masalah, mereka (Rohingya) akan menjadi pengungsi di Malaysia. Dan
berdasarkan catatan kami, Malaysia memiliki 56 ribu warga Rohingya dan warga Myanmar
yang kami tahu memegang kartu UNHCR, ujar Najib.
Najib mengatakan bahwa Malaysia tidak bisa tenang ketika ada orang-orang yang dibakar
hidup-hidup dan perempuan diperkosa. Komentar Najib ini mengacu pada laporan warga
Rohingya dan kelompok HAM terkait kekerasan militer Myanmar terhadap warga Muslim
Rohingya.
Ini bukan sebuah komunitas ASEAN yang kita bisa menerimanya, kata Najib mengacu
pada nasib warga Muslim Rohingya yang mengaku dianiaya milter selama operasi. Militer
Myanmar meluncurkan operasi militer di desa-desa warga Rohingya di negara bagian

Rakhine setelah pos-pos polisi perbatasan dengan Bangladesh diserang kelompok orang
bersenjata pada 9 Oktober 2016 lalu.
Malaysia Desak Intervensi Internasional Hentikan "Genosida" Rohingya
KUALA LUMPUR - Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, menyerukan intervensi asing
untuk menghentikan "genosida" Muslim Rohingya di Myanmar. Hal itu diungkapkannya saat
ikut dalam aksi demonstrasi Rohingya di Kuala Lumpur.
Najib menyerukan PBB, Mahkamah Pidana Internasional dan Organisasi Kerja sama Islam
untuk campur tangan. "Dunia tidak bisa hanya duduk dan menonton genosida mengambil
tempat," katanya kepada massa demonstran seperti dikutip dari Reuters, Minggu
(4/12/2016).
Najib tetap datang ke aksi tersebut meski mendapat peringatan dari Myanmar bahwa
Malaysia mempertaruhkan melanggar prinsip non intervensi terhadap urusan internal
anggota lain dari ASEAN. Sebagai tanggapan, Najib mengatakan ASEAN juga telah berjanji
dalam Piagam ASEAN untuk menegakkan hak-hak dasar manusia.
Dia juga menuduh pemimpin Myanmar dan pemegang hadiah Nobel Perdamaian, Aung San
Suu Kyi, tidak mengambil tindakan. Ia mengatakan bahwa ia telah menyatakan masalah
Rohingya masalah yang melewati batas diskusi bilateral. "Bagaiman ini bisa terjadi? Kita
harus diizinkan untuk membahas semuanya," kata Najib.
Pekan lalu Malaysia memanggil Duta Besar Myanmar untuk mengungkapkan
keprihatinannya atas tindakan represif terhadap Muslim Rohingya. Malaysia juga
membatalkan pertandingan tim nasional U-22 dengan Myanmar sebagai aksi protes.
Sementara Presiden Masyarakat Rohingya di Malaysia, Faisal Islam Muhammad Kassim
mengatakan bahwa ia menghargai upaya Negeri Jiran itu untuk menemukan solusi terhadap
krisis. "Kami ingin pemerintah Malaysia untuk (mengirimkan) pesan ke dunia Muslim dan
negara-negara Barat, untuk menekan pemerintah Myanmar guna menyelesaikan masalah
Rohingya ini," katanya.
Kekerasan di Myanmar adalah pertumpahan darah yang paling serius di Rakhine sejak
bentrokan komunal pada 2012 yang menewaskan ratusan orang. Penganiayaan dan
kemiskinan menyebabkan ribuan Rohingya melarikan diri Myanmar menyusul kekerasan
antara umat Buddha dan Muslim di sana empat tahun yang lalu. Banyak dari mereka yang
diselundupkan atau diperdagangkan ke negara-negara tetangga, terutama untuk Thailand
dan Malaysia.
Krisis Rohingya, Eks Sekjen PBB Kunjungi Myanmar

Berlianto
YANGON - Sebuah tim yang dipimpin oleh mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Kofi
Annan tiba di bagian barat laut negara bagian Rakhine, Myanmar. Kedatangan Annan dan
timnya untuk mengatasi penderitaan Muslim Rohingya di tengah tindakan keras militer
Myanmar yang telah menewaskan sedikitnya 86 orang dan membuat 10 ribu orang
melarikan diri ke Bangladesh.
Seperti dikutip dari Reuters, Jumat (2/12/2016), Annan akan menghabiskan beberapa hari di

ibukota negara bagian, Sittwe, sebelum melakukan perjalanan ke utara. Wilayah tersebut
telah berada di bawah pengawasan yang ketat sejak militer melancarkan sapuan pasca
penyerangan pos perbatasan oleh militan pada 9 Oktober lalu.
Kedatangan tim Kofi Annan ini disambut dengan aksi demonstrasi. Para pengunjuk rasa
membawa spanduk bertuliskan "Tolak Komisi Kofi Annan" dan meneriakkan yel-yel "Kami
tidak ingin komisi Kofi Annan". Polisi, beberapa diantaranya mengenakan rompi anti peluru
dan membawa senapan, tampak melibihin jumlah pengunjuk rasa.
"Rakhine adalah masalah internal. Kami tidak bisa menerima gangguan dari luar. Kami tidak
perlu orang asing untuk urusan internal kami. Hal ini menunjukkan bagaimana pemerintah
tidak bisa menangani masalah ini," kata Maung Khin, seorang petani yang ikut dalam aksi
protes.
Para pejabat PBB pekan ini mengatakan ebih dari 10.000 orang telah melarikan diri ke
Bangladesh dalam beberapa pekan terakhir. Militer dan pemerintah Myanmar telah
menolak tuduhan oleh warga dan kelompok-kelompok hak asasi bahwa tentara telah
memperkosa wanita Rohingya, membakar rumah dan membunuh warga sipil selama
operasi militer.
Myanmar picks up migrants as Asean agrees to tackle crisis

Asian countries have agreed to work together to try to stem the region's migrant crisis, as Myanmar
brought to shore another boat full of migrants.
Countries agreed to intensify search-and-rescue operations as well as address root causes of migration at a
regional conference in Bangkok.
Myanmar rejected allegations that it is largely to blame for the crisis.
Myanmar's persecuted Rohingya minority as well as Bangladeshi immigrants make up the bulk of those
stranded at sea.
On Friday it said it had picked up a boat with 727 migrants on board - just a week after it picked up about
200 in its first such operation.
The crisis began earlier this year when Thailand cracked down on overland migrant routes, forcing people
smugglers to use sea routes instead.
Image copyright Myanmar Ministry of Information Image caption Armed men guarded
migrants in images published by Myanmar's ministry of information Image copyright
Myanmar Ministry of Information Image caption Women were shown below deck in the
images, said to be of Friday's rescue

Thousands of migrants are thought to be stranded at sea, trying to head south to Thailand, Indonesia and
Malaysia.
At the start of the Asean regional grouping - also attended by the US, UN and International Organization
for Migration (IOM) - Thai Foreign Minister Thanasak Patimaprakorn said the situation had reached "an
alarming level".

'No finger-pointing'
Myanmar - also known as Burma - published images of the latest migrant vessel it says it intercepted off
its southern coast on an official Facebook page.
They show a boat crammed with men, watched by a guard with a rifle. Below deck women are pictured Myanmar says women and children account for 119 of those on board.

Analysis: Jonathan Head, BBC News, Bangkok


By and large the humanitarian groups got what they wanted, as the meeting ended with promises to
improve the search for stranded boats.
Dealing with the causes of the migrant exodus was trickier.
Everyone knew the dire treatment of Rohingya Muslims is what drove so many of them to flee. But
Myanmar still insists they are illegal incomers from Bangladesh.
One million of them remain stateless, with Myanmar making no apology for segregating and restricting
them; a kind of Asian apartheid.
There was an awkward moment when the UNHCR delegate insisted the Rohingya problem must be
addressed, though even he avoided using the term Rohingya, something Myanmar won't accept.
The Burmese delegation responded by denouncing "finger-pointing". The problem, it said, was criminal
trafficking gangs, not Burmese policies. Changing attitudes in Myanmar will be a tough long-term
challenge.

Myanmar said those picked up on Friday had been taken to a naval base in the Irrawaddy Delta.
It referred to the migrants as "Bengali" - a term it uses to describe immigrants from Bangladesh and its
Rohingya Muslim minority.
The country has faced criticism for failing to do enough to help stranded migrants.
And in a speech at the start of the meeting, senior UN official Volker Turk alluded to Myanmar's harsh
treatment of its effectively stateless Rohingya Muslims, saying "addressing root causes... requires full
assumption of responsibility by Myanmar towards all people on its territory.
"In the interim, a legal status for all habitual residents recognising that Myanmar is their own country is
urgently required."
Image copyright AP Image caption Htin Lynn said Myanmar should not be singled out for
blame

But in Bangkok Myanmar foreign ministry chief Htin Linn hit back, telling delegates that on "this issue of
illegal migration of boat people, you cannot single out my country.

"Finger-pointing will not serve any purpose. It will take us nowhere."


Friday's Asean meeting was attended by 17 countries affected by "irregular migration in the Indian
Ocean", observers from the US, Japan and Switzerland and other agencies.
A final statement said:

Indonesia and Malaysia would continue to provide temporary shelter for migrants,
provided that the international community would resettle or repatriate them within a
year

Regional countries would intensify search-and-rescue efforts to ensure the safety of


migrants

A joint task force would be established to co-ordinate assistance to countries dealing


with migrants

Affordable and safe channels of legitimate migration would be enhanced

The US pledged $3m (2m) to help the IOM deal with the crisis, while Australia
pledged A$5m ($3.8; 2.5m) toward humanitarian assistance in Myanmar and
Bangladesh

But many of these points were termed "proposals and recommendations", and it was not clear that full
agreement to implement them had been reached.
Media captionAlice Budisatrijo reports from a shelter in Indonesia for migrants from
Myanmar and Bangladesh

The statement also said countries would address the root causes of irregular migration - working to create
jobs and promoting "full respect for human rights and adequate access of people to basic rights and
services such as housing, education and healthcare".
"The most encouraging result was the general consensus that these discussions need to continue," said
IOM Director-General William Lacy Swing. "It cannot be a one-off."

Rohingya, Sebenarnya Bukan Konflik Agama

Secara umum orang berpendapat, krisis Rohingya di Myanmar adalah masalah agama. Tetapi analis
Siegfried O. Wolf berpendapat, krisis ini lebih bersifat politis dan ekonomis.
Siegfried Wolf adalah kepala bidang penelitian pada South Asia Democratic Forum (SADF) di Brussel,
dan peneliti pada Universitas Heidelberg, Insitut South Asia.
DW: Apakah ada solusi domestik bagi konflik Rohingya di Myanmar? Apa saja halangan untuk
mencapainya?
Siegfried O. Wolf: Warga Rohingnya adalah komunitas yang mayoritasnya Muslim, dan tinggal di negara
bagian Rakhine. Jumlah mereka sekitar sejuta, tapi mereka bukan kelompok masyarakat terbesar di
Rakhine. Sebagian besar warga Rakhine beragama Buddha. Komunitas warga Rakhine merasa

didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh
pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma. Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga
Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah peyebab utama
ketegangan di negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata antar kedua
kelompok.
Selain itu, kelompok Rakhine merasa dikhianati secara politis, karena warga Rohingnya tidak
memberikan suara bagi partai politik mereka. Ini menyebabkan tambah runcingya ketegangan. Sementara
itu, pemerintah tidak mendorong rekonsiliasi, melainkan mendukung fundamentalis Buddha dengan
tujuan menjaga kepentingannya di kawasan yang kaya sumber alam tersebut. Faktor-faktor ini adalah
penyebab utama di balik konflik antar kelompok etnis dan antar agama. Ini juga jadi penyebab
memburuknya kondisi hidup warga Rohingya, serta pelanggaran hak-hak sosial-politis mereka.

Setiap tahun, ribuan pengungsi Rohingya asal Myanmar dan pencari suaka asal Bangladesh
berlayar menuju Malaysia dan Indonesia dengan kapal-kapal dari sindikat perdagangan manusia.
Dalam tiga bulan pertama 2015, PBB memperkirakan ada 25.000 pengungsi yang berangkat,
kebanyakan dari kamp-kamp gelap di Thailand.
Pendeknya, solusi domestik bagi masalah Rohingnya hanya bisa tercapai jika kelompok elit Myanmar
yang memerintah, serta para pengambil keputusan, mengubah pola pikir mereka. Tapi perebutan sumber
daya alam, keuntungan dari proyek-proyek pembangunan dan bangkitnya kelompok fundamentalis
Buddha kemungkinan akan mencegah itu terjadi.
Mengapa warga Buddha Myanmar menentang Rohingya? Apa ini hanya masalah agama, atau ada
masalah lainnya?
Hubungan antar agama di Myanmar adalah masalah yang sangat kompleks. Warga Muslim, terutama
Rohingya, dikonfrontasikan dengan rasa takut mendalam terhadap Islam di masyarakat dan negara yang
mayoritas warganya beragama Buddha. Warga yang fundamental mengklaim bahwa kebudayaan Buddha
serta masyarakat terdesak oleh warga Muslim. Apalagi Myanmar dikelilingi negara-negara yang
mayoritas warganya beragama Islam, seperti Bangladesh, Malaysia dan Indonesia. Warga Rohingnya
dianggap sebagai ancaman terhadap gaya hidup dan kepercayaan Buddha, dan jadi jalan menuju
islamisasi Myanmar.
Siegfried Wolf, kepala bidang penelitian pada South Asia Democratic Forum
Tapi masalah ini juga punya aspek ekonomi. Rakhine adalah salah satu negara bagian yang warganya
paling miskin, walaupun kaya sumber daya alam. Jadi warga Rohingya dianggap beban ekonomi
tambahan, jika mereka bersaing untuk mendapat pekerjaan dan kesempatan untuk berbisnis. Pekerjaan
dan bisnis di negara bagian itu sebagian besar dikuasai kelompok elit Burma. Jadi bisa dibilang, rasa tidak
suka warga Buddha terhadap Rohinya bukan saja masalah agama, melainkan didorong masalah politis
dan ekonomis.
Apakah proses demokratisasi di Myanmar membantu Rohingya?
Proses ini sampai sekarang belum menghasilkan perbaikan kondisi masyarakat. Politik Myanmar
membuktikan bahwa proses demokrasi bisa membuahkan rezim yang mewakili warga mayoritas, dan

tidak memperhatikan warga minoritas sama sekali. Myanmar punya sistem politik yang berdasar pada
kekuasaan mayoritas tanpa proteksi secara institusional bagi hak-hak warga minoritas.
Namun demikian, ada harapan besar bahwa ikon demokrasi Aung San Suu Kyi akan mengubah situasi
dan berupaya agar kebudayaan politik yang merangkum semua warga bisa tercipta. Tapi pemenang Nobel
perdamaian itu sudah mengejutkan banyak pengamat politik karena tidak memberikan komentar apapun
menyangkut kesengsaraan warga Rohingnya. Saya pikir reformasi substansial dalam sistem pemilu di
negara itu bisa menolong warga minoritas, tetapi kelompok mayoritas akan mencegah perubahan ini.
Home islamik semasa tazkirah Asal Usul Muslim Rohingya di Myanmar dan Mengapa
Mereka Diseksa??
By Pak Hang Thursday, November 24, 2016 islamik semasa tazkirah
Asal Usul Muslim Rohingya di Myanmar dan Mengapa Mereka Diseksa??
Myanmar adalah salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara. Sama seperti Indonesia,
negara ini juga merupakan anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Bagian
utara negara ini berbatasan dengan China dan India. Di sebelah selatan, berbatasan
dengan Teluk Benggala dan Thailand. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah China,
Laos, dan Thailand. Dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Benggala dan wilayah
Bangladesh.
Adapun wilayah Rakhine penjajah Inggris menyebut mereka orang-orang Arakan- terletak
di barat daya wilayah Myanmar, berbatasan dengan Teluk Benggala dan wilayah
Bangladesh.
Peta Wilayah ArakanKurang lebih, luas wilayah Myanmar adalah 261.000 mil 2. Dan wilayah
Rakhine 20.000 mil2. Wilayah ini dipisahkan oleh pagar alami berupa pegunungan yang
merupakan bagian dari pegunungan Himalaya.
Jumlah penduduk Myanmar ditaksir sekitar 50 juta orang. 15% dari jumlah tersebut adalah
muslim yang mayoritasnya adalah orang-orang Arakan. 70% dari penduduk Arakan adalah
muslim. Sisanya adalah orang-orang Magh, orang-orang Arakan yang beragama Budha
Theravada. Dan kelompok-kelompok minoritas lainnya.
Myanmar merupakan wilayah yang terdiri dari banyak suku. Lebih dari 140 suku menghuni
wilayah bekas koloni Inggris tersebut. Suku mayoritasnya adalah Bamar/Birma. Suku ini
adalah suku kasta pertama dan memegang pemerintahan. Oleh karena itu, dulu nama
wilayah ini adalah Burma kemudian berganti Mynamar. Kasta kedua adalah suku Syan,
Kachin, Chin, Kayah, Magh, dan umat Islam dari suku Rohingya. Jumlah kasta kedua ini
kurang lebih 5juta jiwa.
Umat Islam Arakan
Sejarawan menyebutkan bahwa umat Islam tiba di wilayah Arakan bertepatan dengan
masa Daulah Abbasiyah yang tengah dipimpin oleh Khalifah Harun al-Rasyid rahimahullah.
Kaum muslimin tiba di wilayah tersebut melalui jalur perdagangan. Dengan cara damai.
Bukan peperangan apalagi penjajahan.
Karena umat Islam semakin banyak dan terkonsentrasi di suatu wilayah, jadilah ia sebuah
kerajaan Islam yang berdiri sendiri. Kerajaan tersebut berlangsung selama 3,5 abad. Dan
dipimpin oleh 48 raja. Yaitu antara tahun 1430 1784 M. Banyak peninggalan-peninggalan
umat Islam yang terwarisi di wilayah tersebut. Ada masjid-masjid dan madrasah-madrasah.
Di antara masjid yang paling terkenal adalah Masjid Badr di Arakan dan Masjid Sindi Khan
yang dibangun tahun 1430 M.
Ekspansi Budha Terhadap Kerajaan Islam Arakan

Pada tahun 1784 M, Arakan diserang oleh raja Budha dari suku Birma yang bernama
Bodawpaya (masa pemerintahan 1782-1819 M). Kemudian ia menggabungkan wilayah
Arakan ke dalam wilayahnya, agar Islam tidak berkembang di wilayah tersebut. Sejak saat
itu bencana umat Islam Arakan pun dimulai. Peninggalan-peninggalan Islam, masjid dan
madrasah, dihancurkan. Para ulama dan dai dibunuh. Budha dari suku Birma terusmenerus mengintimidasi kaum muslimin dan menjarah hak milik mereka. Mereka juga
memprovokasi orang-orang Magh untuk melakukan hal yang sama. Keadaan tersebut terus
berlangsung selama 40 tahun. Sampai akhirnya berhenti dengan kedatangan penjajah
Inggris.
Pada tahun 1824 M, Inggris menguasai Burma. Kemudian kerajaan Britania itu
menggabungkan wilayah itu dengan persemakmurannya di India. Pada tahun 1937 M,
Inggris memisahkan Burma dan wilayah Arakan dari wilayah kekuasaannya di India. Maka
Burma menjadi wilayah kerajaan Inggris tersendiri yang bernama Burma Britania. Tidak
bernaung di wilayah India lagi.
Tahun 1942 M, bencana besar menimpa kaum muslimin Rohingya. Orang-orang Budha
Magh membantai mereka dengan dukungan senjata dan materi dari saudara Budha mereka
suku Birma dan suku-suku lainnya. Lebih dari 100.000 muslim pun tewas dalam peristiwa
itu. Sebagian besar mereka adalah wanita, orang tua, dan anak-anak. Ratusan ribu lainnya
melarikan diri dari Burma. Karena pedih dan mengerikannya peristiwa tersebut, kalangan
tua saat ini- yang menyaksikan peristiwa itu senantiasa mengingatnya dan mengalami
trauma.
Pada tahun 1947 M, Burma mempersiapkan deklarasi kemerdekaan mereka di Kota
Panglong. Semua suku diundang dalam persiapan tersebut, kecuali umat Islam Rohingya.
Pada tanggal 4 Januari 1948, Inggris memerdekakan Burma secara penuh disertai
persyaratan masing-masing suku bisa memerdekakan diri dari Burma apabila mereka
menginginkannya. Namun suku Birma menyelisihi poin perjanjian tersebut. Mereka tetap
menguasai wilayah Arakan dan tidak mendengarkan suara masyarakat muslim Rohingya
dan Budha Magh yang ingin merdeka. Mereka pun melanjutkan intimidasi terhadap kaum
muslimin.
Duka Muslim Arakan
Pemusnahan Etnis
Sejak pemerintahan militer berkuasa di Myanmar melalui kudeta Jendral Ne Win tahun 1962
M, umat Islam Arakan mengalami berbagai bentuk kezaliman dan intimidasi. Dibunuh,
diusir, diitekan hak-hak mereka, dan tidak diakui hak-hak kewarga-negaraannya. Mereka
disamakan dengan orang-orang Bangladesh dalam hal agama, bahasa, dan fisik.
Menghapuskan identitas Islam dan pengaruhnya:
Hal ini dilakukan dengan cara menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam. Yaitu
menghancurkan masjid, madrasah, dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya. Lalu kaum
muslimin dilarang sama sekali untuk membangun suatu bangunan yang berkaitan dengan
Islam. Dilarang membangun masjid, madrasah, kantor-kantor dan perpustakaan, tempat
penampungan anak yatim, dll. sebagian sekolah-sekolah Islam yang tersisa tidak
mendapatkan pengakuan dari pemerintah, dilarang untuk dikembangkan, dan tidak diakui
lulusannya.
Upaya Burmanisasi, meleburkan ajaran Islam dan menghilangkan identitasnya dalam
masyarakat Budha:
Umat Islam diusir dari kampung halaman mereka. Tanah-tanah dan kebun-kebun pertanian
mereka dirampas. Kemudian orang-orang Budha menguasainya dan membangunnya
dengan harta-harta yang berasal dari kaum muslimin. Atau membangunnya menjadi barak
militer tanpa kompensasi apapun. Bagi mereka yang menolak, maka tebusannya adalah
nyawa. Inilah militer fasis yang tidak mengenal belas kasihan.
Pengusiran dan diskriminasi dari wilayah Myanmar secara berkesinambungan:

1. Pada tahun 1962 M, militer fasis Myanmar mengusir 300.000 orang Arakan ke
wilayah Bangladesh.
2. Pada tahun 1978 M, lebih dari 500.000 kaum muslimin diusir dan mengalami tekanan
yang sangat berat hingga hampir 400.000 orang dari mereka tewas. Termasuk di
dalamnya orang-orang tua, wanita, dan anak-anak.
3. Tahun 1988, 150.000 kaum muslimin diusir karena orang-orang Budha hendak
membangun desa mereka sebagai tempat percontohan.
4. Tahun 1991, hampir 500.0000 orang muslim diusir. Hal ini karena hukuman atas
kemenagnan partai oposisi (NLD) dalam pemilu yang mendapatkan suara dari umat
Islam. Hasil pemilu pun dibatalkan.
5. Membatalkan hak kewarganeraan umat Islam.
6. Melakukan kerja paksa dengan tanpa mendapatkan makanan, minuman, dan
transportasi.
7. Umat Islam dilarang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Apalagi duduk di
banguku kuliah. Bagi mereka yang berusah mendapatkan pendidikan di luar negeri,
kemudian kembali ke Myanmar dalam keadaan terdidik, maka akan dijebloskan ke
dalam penjara.
8. Secara umum, tidak boleh menjadi pegawai negera. Jika pun ada, maka tidak akan
mendapatkan hak-haknya secara penuh.
9. Dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri, walaupun untuk beribadah haji.
Mereka hanya diperbolehkan pergi ke Bangladesh dengan ketentuan waktu yang
terbatas. Mereka tidak diperbolehkan berpergian ke Ibu Kota Rangon dan kota-kota
lainnya di Myanmar. Jika mereka hendak pindah kota, harus mendapatkan surat izin
yang jelas.
Pemusnahan Etnis Rohingya di MyanmarDiskrimanis dalam ekonomi:
Dibebani pajak yang tinggi dalam segala hal. Dikenakan banyak denda. Dipersulit
melakukan perdagangan. Kecuali berniaga dengan militer. Itupun dijual dengan harga yang
jauh di bawah standar atau dipaksa menjual sesuatu yang tidak ingin mereka jual. Hal itu
bertujuan agar mereka terus dalam keadaan miskin.

Malaysia: ASEAN Tidak Akan Pernah Cabut Keanggotaan Myanmar


Rabu, 17 Oktober 2007 00:10 WIB | 1.197 Views
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Negara-negara Asia Tenggara tidak akan pernah mencabut
keanggotaan Myanmar dari ASEAN, organisasi perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara
yang beranggotakan 10 negara, meski Myanmar melakukan penumpasan berdarah
terhadap unjuk rasa besar, kata menteri luar negeri Malaysia, Selasa, sesudah melakukan
percakapan dengan utusan PBB. Rezim militer di Myanmar sedang berada dalam tekanan
kuat internasional, setelah bulan lalu membubarkan unjuk rasa damai. Menteri luar negeri
Malaysia, Syed Hamid Albar, menolak saran sejumlah pihak, agar Perhimpunan Bangsa Asia

Tenggara (ASEAN) mencabut keanggotaan Myanmar. "Jika anda ingin Myanmar tetap
terlibat, maka pertama-tama kita tidak boleh berbicara mengenai pencopotan. Tak ada
yang bisa berbicara jika anda mengancam dengan berbagai macam hal," kata menteri luar
negeri Malaysia itu saat jumpa pers. "Yang kedua, tidak ada mekanisme pencabutan
keanggotaan di ASEAN. ASEAN tidak akan pernah menempuh jalan itu," katanya sesudah
bertemu dengan utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ibrahim Gambari.
Gambari sedang melakukan perjalanan regional untuk menambah tekanan kepada rezim di
Myanmar supaya mereka menghentikan penindasan terhadap para penentang, melepaskan
tahanan politik dan mengadakan pembicaraan dengan oposisi yang pro-demokrasi.
Malaysia mensponsori Myanmar untuk bergabung dengan ASEAN pada 1997, tetapi belum
lama ini mereka menjadi sangat kritis terhadap negara yang diperintah para jenderal itu,
setelah Syed Hamid diabaikan saat berkunjung ke negara itu tahun lalu. Menteri tersebut
mengatakan, para tetangga Myanmar harus berusaha mencegah bangsa tertinggal itu dari
semakin terisolasi secara internasional, khususnya dengan membina dialog antara
Myanmar dengan PBB. "Tugas terpenting ASEAN adalah memberi dorongan dan dukungan,
setiap kali kami dapat berperan, untuk mengajaknya, yang sesama anggota ASEAN, untuk
bekerja bersama dengan PBB. Kami akan terus meminta Myanmar bekerjasama dengan
PBB karena saya pikir inilah saluran terbaik bagi mereka," ujarnya. Syed Hamid tidak terlalu
yakin dengan perkembangan di Myanmar sejak kunjungan pertama Gambari pada awal
bulan ini, mengingat situasi tetap tenang dan rezim tersebut sudah mengangkat seorang
pejabat untuk memelihara "hubungan" dengan pemimpin demokrasi yang ditahan, Aung
San Suu Kyi. Dia mengatakan, masih banyak yang harus dilakukan, tetapi perubahan itu
harus datang dari dalam negara tersebut. Myanmar, Selasa, mengisyaratkan akan terus
bertahan dari tekanan luar, meski Jepang memotong bantuan dan Uni Eropa memperluas
sanksi. Gambari mengatakan di Bangkok, Senin, bahwa laporan-laporan tentang
berlanjutnya penahanan para aktivis adalah "benar-benar sangat meresahkan." Setelah
percakapannya dengan Syed Hamid, Gambari mengatakan dia akan menemui Perdana
Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, di Kuala Lumpur, Rabu. Pertemuan itu untuk
menyampaikan pesan dari Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengenai cara yang bisa
dilakukan negara-negara Asia Tenggara untuk meringankan krisis tersebut. Diplomat
kelahiran Nigeria itu juga akan mengunjungi Indonesia, India, China dan Jepang. Dia
menyatakan dirinya bermaksud kembali ke Myanmar pada pertengahan November dan
berharap junta akan membolehkannya lebih cepat berkunjung.

Malaysia: ASEAN Tidak Akan Pernah Cabut Keanggotaan Myanmar


Malaysia: ASEAN Tidak Akan Pernah Cabut Keanggotaan Myanmar
Sumber : ANTARA News
Negara-negara Asia Tenggara tidak akan pernah mencabut keanggotaan Myanmar dari
ASEAN, organisasi perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang beranggotakan 10
negara, meski Myanmar melakukan penumpasan berdarah terhadap unjuk rasa besar, kata
menteri luar negeri Malaysia, Selasa, sesudah melakukan percakapan dengan utusan PBB.
Rezim militer di Myanmar sedang berada dalam tekanan kuat internasional, setelah bulan
lalu membubarkan unjuk rasa damai.
Menteri luar negeri Malaysia, Syed Hamid Albar, menolak saran sejumlah pihak, agar
Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencabut keanggotaan Myanmar.
"Jika anda ingin Myanmar tetap terlibat, maka pertama-tama kita tidak boleh berbicara
mengenai pencopotan. Tak ada yang bisa berbicara jika anda mengancam dengan berbagai
macam hal," kata menteri luar negeri Malaysia itu saat jumpa pers.

"Yang kedua, tidak ada mekanisme pencabutan keanggotaan di ASEAN. ASEAN tidak akan
pernah menempuh jalan itu," katanya sesudah bertemu dengan utusan khusus Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), Ibrahim Gambari.
Gambari sedang melakukan perjalanan regional untuk menambah tekanan kepada rezim di
Myanmar supaya mereka menghentikan penindasan terhadap para penentang, melepaskan
tahanan politik dan mengadakan pembicaraan dengan oposisi yang pro-demokrasi.
Malaysia mensponsori Myanmar untuk bergabung dengan ASEAN pada 1997, tetapi belum
lama ini mereka menjadi sangat kritis terhadap negara yang diperintah para jenderal itu,
setelah Syed Hamid diabaikan saat berkunjung ke negara itu tahun lalu.
Menteri tersebut mengatakan, para tetangga Myanmar harus berusaha mencegah bangsa
tertinggal itu dari semakin terisolasi secara internasional, khususnya dengan membina
dialog antara Myanmar dengan PBB.
"Tugas terpenting ASEAN adalah memberi dorongan dan dukungan, setiap kali kami dapat
berperan, untuk mengajaknya, yang sesama anggota ASEAN, untuk bekerja bersama
dengan PBB. Kami akan terus meminta Myanmar bekerjasama dengan PBB karena saya
pikir inilah saluran terbaik bagi mereka," ujarnya.
Syed Hamid tidak terlalu yakin dengan perkembangan di Myanmar sejak kunjungan
pertama Gambari pada awal bulan ini, mengingat situasi tetap tenang dan rezim tersebut
sudah mengangkat seorang pejabat untuk memelihara "hubungan" dengan pemimpin
demokrasi yang ditahan, Aung San Suu Kyi.
Dia mengatakan, masih banyak yang harus dilakukan, tetapi perubahan itu harus datang
dari dalam negara tersebut.
Myanmar, Selasa, mengisyaratkan akan terus bertahan dari tekanan luar, meski Jepang
memotong bantuan dan Uni Eropa memperluas sanksi.
Gambari mengatakan di Bangkok, Senin, bahwa laporan-laporan tentang berlanjutnya
penahanan para aktivis adalah "benar-benar sangat meresahkan."
Setelah percakapannya dengan Syed Hamid, Gambari mengatakan dia akan menemui
Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, di Kuala Lumpur, Rabu.
Pertemuan itu untuk menyampaikan pesan dari Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon,
mengenai cara yang bisa dilakukan negara-negara Asia Tenggara untuk meringankan krisis
tersebut.
Diplomat kelahiran Nigeria itu juga akan mengunjungi Indonesia, India, China dan Jepang.
Dia menyatakan dirinya bermaksud kembali ke Myanmar pada pertengahan November dan
berharap junta akan membolehkannya lebih cepat berkunjung

bnmASD Z c

Anda mungkin juga menyukai