mempertaruhkan nyawa, tetapi juga berjuang sampai mati demi tegaknya keamanan NKRI dari ancamanancaman kapal perang negara lain, para perompak, penangkapan ikan, kayu ilegal, sampai pemberantasan
penyelundupan narkoba yang marak terjadi. Kontribusi tersebut turut melahirkan sejumlah register
(ragam) bahasa di bidang kemaritiman.
Ragam (register) bahasa menjadi salah satu topik dari penelitian sosiolinguistik yang mengkaji
variasi bahasa dari segi pemakaian ataupun penuturnya (Chaer dan Agustina, 2010). Variasi bahasa
merupakan ragam bahasa yang muncul dalam suatu kolektif masyarakat (langue) karena ada perbedaan
penutur dan penggunaan bahasa (Chaer dan Agustina, 2010: 62). Dalam hal ini, sosiolinguistik
berkompeten untuk mengungkap wilayah penggunaan bahasa, khususnya di bidang kemaritiman yang
mencerminkan siapa penuturnya, bahasa apa yang digunakannya, kepada siapa, dan apa tujuan tuturan
tersebut (who speak, what language, to whom, when, and what end) (Fishman dalam Chaer dan Agustina,
2010: 49). Keragaman tersebut turut memengaruhi variasi bahasa yang muncul dalam masyarakat bahasa,
yang secara umum dipahami sesama penuturnya (speech community) (Wardaugh, 2006). Hal ini sejalan
dengan pendapat Holmes (2013) bahwa melalui pilihan kata tersebut berpotensi menunjukkan identitas
sosial suatu kolektif masyarakat.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini tampak pada penelitian Liebner (1993), Suliyati dan
Murni (tanpa tahun), dan Galih (tanpa tahun). Liebner (1993) meneliti istilah kemaritiman pada bahasa
Buton. Penelitian tersebut berfokus pada etimologi dan fonologi yang berkaitan dengan kemaritiman
seperti perkapalan dan pelayaran. Sementara itu, Suliyati dan Murni (tanpa tahun) mengkaji beberapa
lagu, baik lagu anak-anak, lagu daerah, maupun lagu pop yang memiliki aspek kemaritiman. Aspek
kemaritiman ini terkait dengan kehidupan di laut, keindahan laut dan pantai serta sikap manusia
memperlakukan laut. Penelitian yang mengarah pada aspek kemaritiman dalam struktur bahasa itu
menunjukkan adanya semangat kemaritiman di balik bahasa yang digunakan pada lagu-lagu tersebut.
Adapun penelitian yang bertema sosiolinguistik tampak pada penelitian Galih (tanpa tahun). Dalam
penelitiannya, Galih meneliti identitas militer dalam bahasa slang pada komunitas Kadet Akademi
Angkatan Laut di Surabaya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bahasa slang muncul karena adanya
interaksi sehingga komunitas kadet menciptakan bahasanya sendiri. Berbeda dengan penelitian
sebelumnya, penelitian ini akan mengungkap pemertahanan kedaulatan laut NKRI dalam register
kemaritiman di Mess TNI AL R.E. Martadinata Bandung. Penelitian ini penting dilakukan karena
berpotensi mengungkap kolektivitas penutur dalam bidang pemakaian yang dituturkannya (bidang
kemaritiman).
TEMUAN & PEMBAHASAN
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) terbagi atas dua bidang utama, yakni pelaut
dan marinir. Keduanya tetap berintegrasi dalam struktur kepengurusan TNI AL. Pelaut lebih difokuskan
menjaga kedaulatan perairan laut di berbagai wilayah Nusantara dari ancaman perompak ataupun dari
negara lain, sedangkan marinir lebih difokuskan mengawal persiapan pasukan TNI AL seperti pelatihan
dan pembekalan di bidang tertentu seperti komunikasi, permesinan, administrasi, dan logistik. Sejumlah
aktivitas TNI AL dalam bidang kemaritiman turut melahirkan sejumlah ragam bahasa (register) yang
berkenaan dengan konteks tertentu. Berikut ini akan dipaparkan temuan register kemaritiman di Mess
TNI AL R.E. Martadinata, Bandung yang diklasifikasikan berdasarkan konteks tertentu.
Klasifikasi dan Deskripsi Register Kemaritiman di Mess TNI AL R.E. Martadinata, Bandung
1) Kepangkatan TNI AL
a. Tamtama (Nomina) pangkat paling rendah di TNI AL
Prada (Prajurit Dua) (Akronim) pangkat tamtama peringkat ketiga
Praptu (Prajurit Satu) (Akronim) pangkat tamtama peringkat kedua
Prajurit kepala (Frasa Nomina) pangkat tamtama peringkat pertama
b. Bintara (Nomina) pangkat di atas tamtama
Pelda (Pembantu Letnan Dua) (Akronim) pangkat di bawah peltu
Peltu (Pembantu Letnan Satu) (Akronim) pangkat di atas pelda, di bawah letda
c. Pama (Perwira Pertama) (Akronim) pangkat di atas bintara
Letda (Letnan Dua) (Akronim) peringkat ketiga dalam perwira pertama
Leptu (Letnan satu) (Akronim) peringkat kedua dalam perwira pertama
Kapten (Akronim) peringkat pertama dalam perwira pertama
d. Pamen (Perwira Menengah) (Akronim) pangkat di atas pama
2
e.
b.
c.
d.
e.
h. Lemar Selat Sunda (Frasa Nomina) Penanda TNI AL yang pernah mengarungi Selat Sunda,
penghargaan kepada TNI AL yang mengarungi Selat Sunda
i. Lemar Selat Madura (Frasa Nomina) Penanda TNI AL yang pernah mengarungi Selat Madura,
penghargaan kepada TNI AL yang mengarungi Selat Madura
j. Piagam Seroja (Frasa Nomina) Penanda TNI AL yang paling berjasa, penghargaan atas kasus
Timor-Timor 1990-an
Klasifikasi 6) menggambarkan kedisiplinan TNI AL dalam berlatih, melaksanakan upacara
tertentu dengan pakaian dan atribut yang berbeda-beda, serta keahlian dan penghargaan yang diraih dalam
mengemban misi tertentu. Keragaman tersebut turut melahirkan sejumlah variasi bahasa yang dipakai
seperti PDU untuk menyatakan pakaian yang dipakai pada saat upacara; bripet sebagai penanda keahlian
TNI AL di bidang tertentu seperti bripet tembak ulung, bripet sekuba; dan penanda penghargaan yang
disematkan seperti lemar selat Sunda, lemar selat Madura, ataupun piagam Seroja. Dari segi bentuk
lingualnya, variasi bahasa tersebut menggunakan singkatan (abreviasi) dan gabungan kata yang
didominasi frasa nomina.
Pemertahanan Kedaulatan Laut NKRI dalam Register Kemaritiman
Ragam bahasa militer TNI AL di Mess TNI AL R.E. Martadinata, Bandung identik dengan
cirinya yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas kemiliteran yang penuh disiplin dan instruksi.
Register kemaritiman yang terbentuk atas pemendekan (singkatan dan akronim) dan gabungan kata yang
didominasi nomina, menunjukkan bahwa ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang memerlukan
keringkasan dan ketegasan. Singkatan dan akronim memang sukar dipahami oleh masyarakat awam
karena hanya terbatas digunakan pada kolektifnya yang bergiat di Angkatan Laut (Chaer dan Agustina,
2010: 69). Hal ini relevan dengan fakta variasi bahasa bahwa register kemaritiman secara khusus hanya
akan diketahui oleh penggunanya. Dalam hal ini, TNI AL di Mess TNI AL R.E. Martadinata
menggunakan sejumlah register tersebut dalam aktivitasnya di bidang kemaritiman, baik yang bertugas di
sektor marinir maupun di sektor kelautan (pelaut).
Kedaulatan laut NKRI yang menjadi fokus utama TNI AL tercermin dalam register kemaritiman
yang digunakan ketika menjalankan misi/operasi. Hal ini tampak pada register operasi armada jaya
ataupun operasi cendrawasih yang menunjukkan perjuangan TNI AL dalam mengamankan NKRI.
Perjuangan itu terbangun melalui strategi tertentu, baik itu di sektor marinir maupun pelaut dengan satuan
seperti hidros, satuan ampibi, satuan ranjau (satran), satuan bantu (satban), satuan kapal cepat
(satkorpet) (register sektor pelaut) yang dihuni oleh para prajurit yang berpengalaman sebagaimana
terungkap dalam register marinir dan pelaut yang menunjukkan kompi/pasukan tertentu seperti kopaska
(komando pasukan katak), denjaka (inteligen khusus),taipi/kipan, infanteri, kavaleri, dan artileri.
Kemampuan ini tidak terlepas dari pendidikan dan pelatihan yang dilakukan, dimulai dari pantohir,
dasmil, hingga diktubar (register di Mess TNI AL R.E. Martadinata). Hal itu semata-mata dilakukan
untuk mempertajam mental dan kesiapan para TNI AL untuk menumpas para pembajak/prokem yang
mengancam kedaulatan NKRI, khususnya di wilayah kepulauan Nusantara.
Perjuangan itupun ditandai dengan pencapaian misi atau operasi sehingga seseorang prajurit TNI
AL memiliki keahlian khusus dan diberikan penghargaan seperti yang terungkap dalam register atribut
TNI AL. Sejumlah penghargaan yang disematkan kepada para TNI AL berkaitan dengan keberhasilan atas
misi yang dijalankan seperti bripet tembak ulung dan piagam Seroja. Hal inilah yang kemudian
menentukan kepangkatan dalam TNI AL yang menghargai jasa TNI AL berdasarkan prestasi dan
pengabdiannya pada bangsa dan negara, sehingga memunculkan register tamtama, pama, pamen, pati
yang menunjukkan suatu struktur hierarkis kepangkatan dalam dunia militer. Tampaknya hal ini
dihadirkan untuk memotivasi para TNI AL agar terus mengasah diri dan memperkuat loyalitasnya untuk
NKRI, khususnya di sektor kelautan Indonesia yang diproyeksikan menjadi poros maritim dunia.
SIMPULAN
Register kemaritiman di Mess TNI AL R.E. Martadinata terbentuk atas enam register yakni
1) register kepangkatan, 2) register operasi laut, 3) register pelaut, 4) register marinir, 5) register
kepelatihan di Mess TNI AL, dan 6) register pakaian dan atribut TNI AL. Keenam register tersebut
digunakan untuk penyebutan hal tertentu, yang disesuaikan dengan konteks tertentu. Dari bentuk
lingualnya, keenam register tersebut didominasi oleh pola abreviasi: akronim dan singkatan. Hal ini
sejalan dengan karakteristik ragam bahasa militer yang memerlukan keringkasan dan ketegasan dalam
instruksi atau misi yang dijalankan. Selain itu, terdapat pula gabungan kata yang didominasi frasa nomina
yang digunakan untuk menunjukkan penghargaan ataupun nama operasi yang dijalankan oleh TNI AL
5
ketika terdapat ancaman di wilayah kepualauan Nusantara. Keragaman register di bidang kemaritiman
tersebut menunjukkan bahwa ragam bahasa yang digunakan di Mess TNI AL R.E. Martadinata, Bandung
berkaitan dengan siapa penuturnya (TNI AL), kode bahasa seperti apa yang digunakannya (singkatan,
akronim, gabungan kata), dan apa tujuan register itu digunakan. Hal ini berpotensi mencerminkan
semangat pemertahanan kedaulatan laut NKRI dari ragam bahasa yang digunakan di Mess TNI AL R.E.
Martadinata. Ragam bahasa (register) tersebut menjadi bagian yang menarik dalam upaya menjaga
kedaulatan laut NKRI oleh TNI AL untuk kebaharian Nusantara yang lestari.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A. dan Leonie, A. (2010). Sosiolinguistik perkenalan awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Dewan Kelautan Indonesia. (2008). Evaluasi kebijakan dalam rangka implementasi konvensi hukum laut
internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Galih, B. (tanpa tahun). Identitas militer dalam bahasa slang pada komunitas kadet akademi angkatan
laut di Surabaya. Jurnal Komunikasi, 4 (1), hlm. 411--425.
Holmes, J. (2013). An introduction to sociolinguistics. Edisi keempat. London dan Newyork:
Routledge.
Liebner, H. (1993). Istilah-istilah kemaritiman dalam bahasa Buton. Jurnal Masyarakat Linguistik
Indonesia, 11 (2), hlm.51--72.
Setneg RI.
(2015).
Indonesia sebagai
poros
maritim dunia.
[daring]. Tersedia:
http://presidenri.go.id/maritim/indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia.html. Diakses pada 19
Desember 2016.
Suliyati, T. dan Murni, R. (tanpa tahun). Ekspresi kemaritiman dalam lagu. [daring]. Tersedia:
http://academia.edu. Diakses pada 18 Desember 2016.
Wardaugh, R. (2006). An introduction to sociolinguistics. Edisi kelima. Australia: Blackwell Publishers.