Anda di halaman 1dari 34

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Seiring dengan terjadinya transisi epidemiologi saat ini, terjadi perubahan

pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi non infeksi (penyakit degeneratif)
seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke yang akhir-akhir ini banyak
terjadi di masyarakat. Penyakit-penyakit diatas digolongkan kedalam penyakit
tidak menular yang frekuensi kejadiannya mulai meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi, perubahan pola makan, gaya hidup serta kemajuan
ekonomi bangsa (Bustan,2000).
Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang
sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di
Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila
penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar
terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung.
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension(ISH), saat ini
terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi
cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat
menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%,dan
MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban
adalah 31,7% (Rahajeng,2009).

Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2007, bahwa berdasarkan penyakit


penyebab kematian pasien rawat inap di Rumah Sakit di seluruh Indonesia,
hipertensi menduduki peringkat keempat dengan proporsi kematian 2,1% (1.620
orang). Sedangkan menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2009 jumlah
kematian penyakit tidak menular tertinggi umumnya terjadi pada kasus
komplikasi diantaranya pada kasus jantung dan ginjal hipertensi (16,66%), ginjal
hipertensi (14,86%) dan hipertensi esensial (3,33%).

Profil kesehatan Kota

Medan tahun 2007 menunjukkan penyakit hipertensi menduduki peringkat kedua


penyakit terbanyak penderitanya di kota Medan, dengan jumlah penderita
sebanyak 423.656 orang (proporsi 26,3%) (Hapsara,2004).
Hasil penelitian Hanim (2003) proporsi penderita hipertensi rawat inap di
RSUP H. Adam Malik Medan adalah 1,78%, proporsi laki-laki lebih besar
daripada perempuan yaitu sebesar 53,1% (Rasmaliah,2004).
Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20
35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi
membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan
mortalitas penyakit kardiovaskular. Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus
dicegah dan diobati (Rahajeng, 2009). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
untuk mendapatkan data mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku
penderita hipertensi mengenai tekanan darah tinggi agar penyuluhan yang benar
dapat dilakukan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat
hipertensi di masyarakat.
1.2

Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi

mengenai tekanan darah tinggi di Puskesmas Amplas?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita
hipertensi mengenai tekanan darah tinggi.

1.3.2

Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:


1. Untuk mengetahui jumlah penderita hipertensi yang datang berobat di
Puskesmas Amplas.
2. Untuk mengetahui dari mana sumber informasi penderita hipertensi di
Puskesmas Amplas tentang tekanan darah tinggi.
3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas
Amplas tentang tekanan darah tinggi.
4. Untuk mengetahui sikap penderita hipertensi di Puskesmas Amplas
tentang tekanan darah tinggi.
5. Untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi di Puskesmas Amplas
tentang tekanan darah tinggi.
6. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan penderita hipertensi dalam
mengonsumsi obat darah tinggi.
1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pendidikan

kedokteran, praktek kedokteran dan penelitian kedokteran.


1.

Dinas Kesehatan Kota Medan


Sebagai sumber informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota
Medan mengenai tingkat pengetahuan penderita hipertensi yang datang
berobat di Puskesmas Amplas sehingga dapat diberikan penyuluhan yang

efektif sehingga dapat mengurangi prevalensi hipertensi dan mengurangi


angka mobiditas dan mortalitas akibat komplikasi dari hipertensi.
2.

Penelitian Kedokteran
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya
yang ingin melakukan penelitian tentang hipertensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo,2007). Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara
terencana, yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Budiharto,2010).
Tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6, yaitu:
a. Tahu (know)
b. Memahami (comprehension)
c. Aplikasi (application)
d. Analisis (analysis)
e. Sintesis (synthesis)
f. Evaluasi (evaluation)
Apabila materi atau objek yang ditangkap pancaindera adalah tentang gigi,
penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut, maka pengetahuan yang diperoleh
adalah mengenai gigi, penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut
(Budiharto,2010).
Pengukuran pengetahuan dilakukan menggunakan kuesioner dengan
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.
Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,2007).

2.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan di atas dapat
disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo,2007).
Ciri sikap yang terutama adalah memiliki arah, dan dengan arah ini sikap dapat
bersifat positif dan negatif. Sikap positif mendekatkan diri seseorang terhadap
objek, sedangkan sikap negatif menjauhkan dari objek (Budiharto,2010).
Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan
bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi dari suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek (Notoatmodjo,2007).
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (Receiving)
2. Merespon (Responding)
3. Menghargai (Valuing)
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Pengukuran sikap dilakukan menggunakan kuesioner dengan membuat
suatu pernyataan tentang bagaimana pendapat subjek terhadap kesehatan mulut.
Sikap yang baik akan dipengaruhi oleh pengetahuan mahasiswa terhadap
kesehatan mulut. Misalnya, mahasiswa yang selalu mencari pengetahuan
mengenai pemeliharaan kesehatan mulut atau mendiskusikan mengenai kesehatan
mulut dengan dokter gigi, ini adalah bukti bahwa mahasiswa tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap kesehatan mulut (Notoatmodjo,2007).

2.3. Perilaku
Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan.
Perilaku tersebut dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit
(Ramadhan,2012).
a. Perilaku sehat yang dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan
meningkatkan kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup perilakuperilaku dalam mencegah atau menghindari penyakit dan penyebab
penyakit atau masalah dan penyebab masalah (perilaku preventif). Contoh
perilaku sehat antara lain makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga
secara teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.
b. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena
masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan
masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan
kesehatan. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil
seseorang bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan
melalui sarana pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.
Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yakni :
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption,

dimana subjek telah berperilaku

baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.


Menurut Rogers, apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng (long
lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,2007).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau berpendapat (sikap), proses selanjutnya adalah
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya dan
disikapinya (dinilai baik). Dalam memutuskan perilaku tertentu akan dibentuk
atau tidak, seseorang selain mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang
keuntungan atau kerugian yang akan didapat, juga akan mempertimbangkan
sejauh mana dia dapat mengatur perilaku tersebut. Menurut Bandura, pengaturan
diri dalam hal berperilaku secara efektif tidak akan dicapai hanya dengan
kehendak atau sikap saja akan tetapi dituntut juga memiliki pengetahuan yang
baik (Smet,1994).
Kebersihan mulut merupakan hal mendasar untuk pemeliharan kesehatan
mulut. Orang yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan mulut akan lebih
cenderung mengadopsi perilaku perawatan diri (Budiharto,2010).
2.4. Hipertensi
2.4.1. Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap
pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas
pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume
darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan
menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010).

Pada tahun 2003, National Institutes of Health Amerika telah


mengeluarkan suatu laporan lengkap berkenaan hipertensi yang dikenali sebagai
The Seventh Report of Joint National Committee on Detection, Evaluation, and
Treatment for High Blood Pressure (JNC-7). Berdasarkan rekomendasi (Joint
National Committee 7 (JNC-7), tekanan darah yang normal seharusnya berkisar di
bawah 120 mmHg sistolik dan di bawah 80 mmHg diastolik. Tekanan darah
sistolik di antara 120 dan 139 mmHg dan tekanan darah diastolik di antara 80 dan
89 mmHg dianggap pre-hipertensi.
Diagnosa hipertensi hanya akan dibuat apabila tekanan darah sistolik
melebihi 140 mmHg dan tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg. Untuk orang
dewasa dengan Diabetes Mellitus, tekanan darah individu tersebut haruslah berada
di bawah 130/80 mmHg. Hipertensi kemudiannya dibagikan lagi kepada
hipertensi derajat 1 dan 2 berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastoliknya.
Pembagian hipertensi berdasarkan Joint National Committee 7 seperti yang
tercantum dalam tabel di bawah:
Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC-VII 2003
Kategori
Normal

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

< 120

dan

< 80

120-139

atau

80-89

Derajat 1

140-159

atau

90-99

Derajat 2

160

atau

100

Prehipertensi
Hipertensi

Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, dianggap merupakan masalah paling


utama yang dihadapi oleh orang dewasa di seluruh dunia dan merupakan salah
satu faktor resiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler. Hipertensi lebih
sering dijumpai pada laki-laki muda berbanding wanita muda (Grim, 1995), pada
orang berkulit gelap berbanding orang berkulit cerah, pada orang dengan
sosioekonomi rendah dan pada orang tua (Gillum, 1996). Laki-laki mempunyai
tekanan darah yang lebih tinggi berbanding perempuan sehingga menopause, di

10

mana perempuan akan mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi (Carol, 2005).
Berdasarkan satu kajian dari Framingham study mengusulkan bahawa individu
yang memiliki tensi yang normal (normotensive) sehingga umur 55 tahun 90%
cenderung untuk menghidapi hipertensi pada waktu yang akan datang (Vassan,
2001).
2.4.2. Penyebab Hipertensi
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik
(hipertensi esensial), yaitu suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang
dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa
penyebab sekunder yang jelas (Mervin, 1995). Hipertensi esensial dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau
keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam
berlebih dan sebagainya (Depkes, 2007).
Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan
hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya, meliputi
kurang lebih 5% dari total enderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi
sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang (
Astawan, 2010). Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu,
glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria
renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem
endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi
adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal
kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan
yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase),
feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan
pada sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa,
peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta
juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan neurologik

11

seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Cohen,
2008).
2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan
asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus
simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan
vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin dan aldosteron. Pasien prehipertensi beresiko mengalami
peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya
berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki
dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular
daripada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari
50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang
lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah
diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit
kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko
lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
hipertensi (Yogiantoro, 2006).
Tabel 2.2. Faktor Risiko Kardiovaskular
Dapat Dimodifikasi

Tidak dapat Dimodifikasi

Hipertensi

Merokok

Obesitas (BMI 30)

Physical Inactivity

kardiovaskular prematur (pria < 55

Dislipidemia

tahun, wanita < 65 tahun)

Umur (pria > 55 tahun, wanita > 65


tahun)

Riwayat keluarga dengan penyakit

12

Diabetes mellitus

Mikroalbuminemia atau GFR < 60


ml/min

Sumber : Yogiantoro, 2006.


2.4.4. Mekanisme Hipertensi
Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh
interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi
dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi perifer. Total curah
jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat
bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama ditentukan
di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus
vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi
humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk
kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat). Resistensi pembuluh juga memperlihatkan
autoregulasi; peningkatan aliran darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi
hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi
saraf (sistem adrenergik - dan -), mungkin penting. Ginjal berperan penting
dalam pengendalian tekanan darah, melalui sistem renin-angiotensin, ginjal
mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Angiontensin II
meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resitensi perifer (efek
langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi
aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga
mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin
melawan efek vasopresor angiotensin. Bila volime darah berkurang, laju filtrasi
glomerulus (glomerular filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan
reabsorbsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume
darah meningkat (Kumar, et al, 2007).
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik
(hipertensi esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada

13

hipertensi esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan.


Penurunan ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan
peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian
dapat

menyebabkan

meningkatnya

volume

cairan,

curah

jantung,

dan

vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan


darah yang lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah
retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady
state (penyetelan ulang natriuresis tekanan). Namun, hal ini menyebabkan
peningkatan stabil tekanan darah. Hipotesis alternatif menyarankan bahwa
pengaruh vasokonstriktif (faktor yang memicu perubahan struktural langsung di
dinding pembuluh sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab
primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang
dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor lingkungan
mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan,
merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar
dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi (Kumar, et al, 2007).
2.4.5. Gejala Klinis Hipertensi
Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit
kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin
jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, dan telinga berdengung (Kaplan,
1991).
Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejalagejala sebagai berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas,
rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur
merupakan gejala yang banyak dijumpai (Riyadina, 2002).
Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan,
gangguan saraf, gejala gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal
sering di jumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada
hipertensi maligna, yang umumnya disertai pula dengan gangguan pada ginjal

14

bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi dapat merupakan
kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma (Riyadina,
2002).
2.4.6. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi menimbulkan stres pada jantung dan pembuluh darah. Jantung
mengalami peningkatan beban kerja karena harus memompa melawan resistensi
perifer yang meningkat, sementara dinding pembuluh darah akan melemah akibat
proses degeneratif arteriosklerosis. Penyulit hipertensi antara lain adalah gagal
jantung kongestif akibat ketidakmampuan jantung memompa darah melawan
peningkatan tekanan arteri, stroke akibat rupturnya pembuluh di otak, atau
serangan jantung akibat ruptur pembuluh koroner. Perdarahan spontan akibat
pecahnya pembuluh-pembuluh kecil di bagian tubuh lain juga dapat terjadi, tetapi
dengan akibat yang relatif lebih ringan, misalnya ruptur pembuluh darah di hidung
mengakibatkan mimisan. Penyulit serius lainnya pada hipertensi adalah gagal
ginjal akibat gangguan progresif aliran darah melalui pembuluh-pembuluh ginjal
yang rusak. Selain itu, kerusakan retina yang disebabkan oleh perubahan
pembuluh yang memperdarahi mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan
progresif. Sampai terjadi penyulit, hipertensi tidak menimbulkan gejala karena
jaringan mendapat pasokan darah yang adekuat. Dengan demikian, kecuali apabila
dilakukan pengukuran tekanan darah secara berkala, hipertensi dapat berlangsung
tanpa terdeteksi sampai timbul penyulit. Jika seseorang menyadari penyulit yang
mungkin terjadi pada hipertensi dan mempertimbangkan bahwa 25 % orang
dewasa di Amerika Serikat diperkirakan mengidap hipertensi kronik, ia dapat
membayangkan besarnya masalah kesehatan masyarakat yang ditimbulkan
penyakit ini (Sherwood, 2001).
2.4.7. Diagnosis Hipertensi
Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya
hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang
mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui

15

penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target
organ dan penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).
Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia) (2003), terdiri atas:
1. Riwayat penyakit
a. Lama dan klasifikasi hipertensi
b. Pola hidup
c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular (Tabel 2.2)
d. Riwayat penyakit kardiovaskular
e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi
f. Target organ yang rusak
g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan
2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit
b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
c. Tinggi badan dan berat badan
d. Pemeriksaan funduskopi
e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas
f. Refleks saraf
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa
b. Darah : platelet, fibrinogen
c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto rontgen dada
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi

16

Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang


akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan
ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2
pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama
2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik 140 mmHg atau 90 mmHg
untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau
kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi
stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah
diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah
sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 100 mmHg (Cohen, 2008).
2.4.8. Penatalaksanaan Hipertensi
2.4.8.1. Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan
darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk
pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah 130/80 mmHg. American
Heart Association (AHA) merekomendasikan target tekanan darah yang harus
dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal
kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan 120/80
mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney
Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg
untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg
untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen, 2008).
2.4.8.2. Algoritme Penanganan Hipertensi
Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7 (2003), dijelaskan pada
skema dibawah ini:

17

Gambar 2.1. (Sumber : National Institutes of Health, 2003)


2.4.8.3. Modifikasi Gaya Hidup

18

Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah


memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi
kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan prahipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi.
Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak
intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan
hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan
pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan
hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak
menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi
obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah
dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah
mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium,
mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan
(Kotchen, 2008).
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan
tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan
darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg.
Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam
seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal
sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki
dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan
membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan
penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan
lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang
mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g
etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi
alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH
(Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan,

19

sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah
(Kotchen, 2008).
Tabel 2.3. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi
Modifikasi

Rekomendasi

Penurunan
potensial TD
sistolik

Diet natrium

Membatasi diet natrium tidak lebih 2-8 mmHg


dari 2400 mg/hari atau 100 meq/hari

Penurunan

Berat Menjaga berat badan normal; BMI = 5-20 mmHg per 10

Badan

18,5-24,9 kg/

kg penururnan berat
badan

Olahraga aerobik

Olahraga

aerobik

secara

teratur, 4-9 mmHg

bertujuan untuk melakukan aerobik


30 menit
Latihan sehari-hari dalam seminggu.
Disarankan pasien berjalan-jalan 1
mil per hari di atas tingkat aktivitas
saat ini
Diet DASH

Diet yang kaya akan buah-buahan, 4-14 mmHg


sayuran, dan mengurangi jumlah
lemak jenuh dan total

Membatasi

Pria 2 minum per hari, wanita 1 2-4 mmHg

konsumsi alkohol

minum per hari

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan


darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan
efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular
(National Institutes of Health, 2003).
2.4.8.4. Terapi Farmakologi

20

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang


dianjurkan oleh JNC 7 adalah:
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah
memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi
dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan
darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan
dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah.
Tatalaksana, indikasi dan kontraindikasi pemberian obat antihipertensi dapat
dilihat pada tabel 2.4. dan 2.5.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,
baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi
obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi
dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena
jumlah obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006).
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB

21

e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Tabel 2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi


Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003).
Kelas Obat

Indikasi

Kontraindikasi
Mutlak

Diuretika

Gagal jantung kongestif,

(Thiazide)

usia lanjut, isolated systolic

Gout

Tidak Mutlak
Kehamilan

hypertension, ras Afrika


Diuretika

Insufisiensi ginjal, gagal

(Loop)

jantung kongestif

Diuretika (anti Gagal jantung kongestif,

Gagal ginjal,

aldosteron)

pasca infark miokardium

hiperkalemia

Penyekat

Angina pektoris, pasca

Asma, penyakit

Penyakit

infark miokardium, gagal

paru obstruktif

pembuluh darah

jantung kongestif,

menahun, A-V

perifer,

kehamilan, takiaritmia

block (derajat 2

intoleransi

atau 3)

glukosa, atlit
atau pasien yang
aktif secara fisik

Calcium

Usia lanjut, isolated systolic

Takiaritmia,

Antagonist

hypertension, angina

gagal jantung

(dihydropiridi

pektoris, penyakit pembuluh

kongestif

ne)

darah perifer, aterosklerosis


karotis, kehamilan

Calcium

Angina pektoris,

A-V block

Antigonist

aterosklerotis karotis,

(derajat 2 atau

(verapamil,

takikardia supraventrikuler

3), gagal

diltiazem)

jantung

22

kongestif
Pengahambat

Gagal jantung kongestif,

Kehamilan,

ACE

disfungsi ventrikel kiri,

hiperkalemia,

pasca infark miokardium,

stenosis arteri

non-diabetik nefropati

renalis bilateral

Angiotensin II

Nefropati DM tipe 2,

Kehamilan,

receptor

mikroalbuminuria diabetik,

hiperkalemia,

antagonist

proteinuria, hipertropi

stenosis arteri

(AT1-blocker)

ventrikel kiri, batuk karena

renalis bilateral

ACEI
-Blocker

Hiperplasia prostat (BPH),

Hipotensi

Gagal jantung

hiperlipidemia

ortostatis

kongestif

Tabel 2.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7


Klasifikasi
Tekanan
Darah (mmHg)

Perbaikan
Pola
Hidup

Normal
(TDS < 120
dan TDD < 80)
Prehipertensi
(TDS 120-139
atau TDD 8089)
Hipertensi
derajat 1
(TDS 140-159
atau TDD 9099)

Dianjurkan
ya

Hipertensi
derajat 2

Terapi Obat Awal


Tanpa Indikasi yang
Memaksa

Dengan Indikasi yang


Memaksa

ya

Tidak indikasi obat

Obat-obatan untuk
indikasi yang memaksa

ya

Diuretika jenis
Thiazide untuk
sebagian besar kasus
dapat
dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB,
CCB, atau kombinasi
Kombinasi 2 obat
untuk sebagian besar

Obat-obatan untuk
indikasi yang memaksa
obat antihipertensi lain
(diuretika, ACEI, ARB,
BB, CCB) sesuai
kebutuhan

ya

23

(TDS 160
atau TDD
100

kasus umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan ACEI
atau ARB atau BB
atau CCB

24

25

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi mengenai tekanan darah
tinggi di Puskesmas Amplas dari tanggal 29 April hingga 17 Mei 2013.
Pengetahuan

Sikap

Hipertensi

Perilaku

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian


3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional bermanfaat untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel tersebut diberi batasan yang bermanfaat untuk
mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel
yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur (Notoatmodjo,
2007).

3.2.1

Pengetahuan

26

Pengetahuan mencakup bagaimana tingkat pengetahuan responden tentang


hipertensi yang mencakup pengertian hipertensi, faktor resiko hipertensi, gejala
hipertensi, komplikasi hipertensi, penanganan dan pencegahan hipertensi.
Cara ukur : Pengetahuan diukur dengan skala Guttman
Alat ukur : Pengetahuan diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan
sebanyak 15 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban.
- Jawaban yang benar diberi skor 1
- Jawaban yang salah atau tidak tahu diberi skor 0
Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode presentasi
scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut:
- Pengetahuan Baik bila >75 % pertanyaan dijawab benar oleh
responden atau total nilai > 11.
- Pengetahuan Cukup bila 40-75 % pertanyaan dijawab benar oleh
responden atau total nilai 6-11.
- Pengetahuan Kurang bila <40 % pertanyaan dijawab benar oleh
responden atau total nilai < 6.
Skala pengukuran : Ordinal
3.2.2

Sikap
Sikap adalah suatu bentuk reaksi atau respon masyarakat yang masih

tertutup terhadap hipertensi.


Cara ukur : Sikap diukur dengan skala Likert
Alat ukur : Sikap diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak
10 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban

27

a. Untuk pernyataan positif (favorable) diberi skor :


3 : Jawaban sangat setuju (SS)
2 : Jawaban setuju (S)
1 : Jawaban tidak setuju (TS)
b. Untuk pernyataan negatif (Unfavorable) diberi skor :
1 : Jawaban sangat setuju (SS)
2 : Jawaban setuju (S)
3 : Jawaban tidak setuju (TS)
Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode presentasi
scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut :

Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >75% dari nilai
tertinggi yaitu > 22

Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-75% dari nilai
tertinggi yaitu 12-22

Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari nilai
tertinggi yaitu < 12
Skala pengukuran : Ordinal

3.2.3

Perilaku
Perilaku adalah respon masyarakat dalam menghadapi masalah hipertensi

yang dialaminya.
Cara ukur : Perilaku diukur dengan skala Likert

28

Alat ukur : Perilaku diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan


sebanyak 4 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban.
Pemberian skor adalah seperti berikut :
- Tidak pernah

: Skor 5

- Jarang

: Skor 4

- Kadang-kadang

: Skor 3

- Sering

: Skor 2

- Selalu

: Skor 1

Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode presentasi


scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut :

Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >75% dari nilai
tertinggi yaitu > 15

Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-75% dari nilai
tertinggi yaitu 8-15

Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari nilai
tertinggi yaitu < 8

Skala pengukuran : Ordinal

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

29

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (penelitian yang diarahkan untuk


menguraikan keadaan) yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku penderita hipertensi mengenai tekanan darah tinggi. Desain penelitian
yang digunakan adalah desain potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian
yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat atau subjek diobservasi
hanya sekali saja.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini mulai dilaksanakan dari tanggal 29 April hingga 17 Mei 2013.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Amplas Lingkungan II, Kelurahan
Harjosari, Kecamatan Medan Amplas. Lokasi penelitian ini dipilih dengan alasan
bahwa puskesmas ini merupakan salah satu puskesmas rujukan yang dipilih oah
Dinas Kesehatan Kota Medan.

4.3.

Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang
datang berobat ke Puskesmas Amplas.

Kriteria Inklusi :
-

Masyarakat yang menderita hipertensi

Masyarakat yang bersedia menjadi responden

30

Kriteria Eksklusi :
-

Masyarakat yang tidak menderita hipertensi.

Masyarakat

yang

menderita

hipertensi

namun

menolak

untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini.

4.3.2 . Sampel
Pengambilan sampel dilakukan teknik total sampling dimana setiap
individu yang memasuki kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam
penelitian sampai kurun waktu yang tertentu.
4.4.

Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer


Pada penelitian ini, digunakan data primer yang didapat langsung dari
responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan
alat pengumpulan data berupa kuesioner yang telah diuji coba sebelumnya.
Peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada pihak berwenang terkait dengan
tempat berkumpulnya dan waktu yang sesuai untuk melakukan penelitian. Peneliti
memberikan penjelasan secara ringkas tentang penelitian ini dan cara mengisi
kuesioner kepada responden sebelum kuesioner diberikan. Selanjutnya, responden
diminta mengisi kuesioner. Setelah selesai, kuesioner dikumpulkan.
4.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari Sub Bagian Pendidikan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berisikan data jumlah
mahasiswa FK USU.

31

4.5.

Pengolahan dan Analisa Data


Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah

memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap
ataupun ada kesalahan, dapat dilengkapi dengan mewawancarai ulang responden.
Selanjutnya data yang lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara manual
sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam program
komputer dan dilakukan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kesalahan
dalam pemasukan data. Setelah itu data disimpan, lalu hasilnya disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi. Program statistik yang digunakan untuk
mengolah dan menganalisis data penelitian ini berupa Statistical Package for
Social Sciences (SPSS).

32

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M., 2008. Hipertensi Akibat Gangguan Ginjal, Guru Besar Teknologi
Pangan dan Gizi IPB. Available from: http/www.yahoo.com. [Accesed 27
Agustus 2010].
Budiharto. 2010. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan
Gigi. Jakarta: EGC, 1-23.
Bustan, N.M., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . Jakarta. PT. Rineka
Cipta.
Carol, M.P., 2005. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States
7thEdition. Lippincott Williams & Wilkins Production.
Cohen, L.D., Townsend, R.R., 2008. In the Clinic Hypertension. Available from:
www.annals.org/intheclinic/. [Accesed 5 Maret 2010].
Depkes RI., 2007. InaSH Menyokong Penuh Penanggulangan Hipertensi,
Intimedia, Jakarta.
Dinas Kesehatan., 2007. Profil Kesehatan Kota Medan, Dinas Kesehatan Kota
Medan.
Dinas Kesehatan., 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan.
European Society of Hypertension-European Society of Cardiology Guidelines
Committee. 2003 European Society of Hypertension-European cardiology
Guidelines for Management of Arterial Hypertension. J Hypertens.
Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12777938

[Accesed 5 Maret 2010].


Gillum, R.F., 1996. Epidemiology of Hypertension in African-American Women
dalam American Heart Journal, USA.

33

Grim, C.E., Henry J.P., Myers, H., 1995. High Blood Pressure in Blacks dalam
Laragh, J.H., Brenner, B.M., Hypertension: Pathophysiology, Diagnosis,
and Management. New York: Raven Press.
Hapsara, H., 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip Dasar,
Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depannya, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Kaplan, N.M., dan Stamler, J., 1991. Hipertensi dan Pencegahan Penyakit
Jantung Koroner. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kotchen, T.A., 2008. Hypertensive Vascular Disease. In: Fauci, A.S., et al, ed.
Harrisons Principles of Internal Medicine. United States of America: Mc
Graw Hill, 1549.
Mervin, L., 1995. Hipertensi Pengendalian lewat Vitamin ,Gizi dan Diet, Jakarta.
Penerbit Arcan.
National Institutes of Health, 2003. The Seventh Report of the Joint National
Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood

Pressure.

Available

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/.[Accesed

from:
16

Maret

2010].
Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2003. Pedoman
Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia.
Rasmaliah, dkk. 2004. Gambaran Epidemiologi Penyakit Hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota
Medan Propinsi Sumatera Utara. FKM USU. Medan. Info Kesehatan
Masyarakat Vol.IX No.2.

34

Rahajeng E., Tuminah S., 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di


Indonesia. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009.
Ramadhan, I.P., 2010. Perilaku Masyarakat Terhadap Kesehatan. Available
from:

http://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2012/06/01/perilaku-masyarakat-

terhadap-kesehatan/. [Accesed 26 Juli 2012].


Riyadina, W., 2002. Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Pada Operator Pompa
Bensin di Jakarta, Media Litbang Kesehatan Vol.XII No 2
Ronny, S., Fatimah, S., 2010. Fisiologi kardiovaskular. Jakarta: EGC, 26-35.
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Pembuluh Darah dan
Tekanan Darah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 297-340.
Smet, B., 1994. Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Grafindo : 7-9.
Vassan, R.S., Larson, M.G., Leip E.P., et al. 2001. Assessment of Frequency of
Progression to Hypertension in Non-Hypertensive Participants in the
Framingham Heart Study: A Cohort Study dalam The Lancet, USA.
Yogiantoro Mohammad, 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, Aru.w., ed. Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 599-603.
Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai
Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas yang Datang Berobat dari
tanggal 29 April hingga 17 Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai