BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Seiring dengan terjadinya transisi epidemiologi saat ini, terjadi perubahan
pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi non infeksi (penyakit degeneratif)
seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke yang akhir-akhir ini banyak
terjadi di masyarakat. Penyakit-penyakit diatas digolongkan kedalam penyakit
tidak menular yang frekuensi kejadiannya mulai meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi, perubahan pola makan, gaya hidup serta kemajuan
ekonomi bangsa (Bustan,2000).
Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang
sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di
Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila
penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar
terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung.
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension(ISH), saat ini
terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi
cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat
menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%,dan
MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban
adalah 31,7% (Rahajeng,2009).
Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita
hipertensi mengenai tekanan darah tinggi.
1.3.2
Tujuan Khusus
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pendidikan
Penelitian Kedokteran
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya
yang ingin melakukan penelitian tentang hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo,2007). Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara
terencana, yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Budiharto,2010).
Tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6, yaitu:
a. Tahu (know)
b. Memahami (comprehension)
c. Aplikasi (application)
d. Analisis (analysis)
e. Sintesis (synthesis)
f. Evaluasi (evaluation)
Apabila materi atau objek yang ditangkap pancaindera adalah tentang gigi,
penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut, maka pengetahuan yang diperoleh
adalah mengenai gigi, penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut
(Budiharto,2010).
Pengukuran pengetahuan dilakukan menggunakan kuesioner dengan
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.
Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,2007).
2.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan di atas dapat
disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo,2007).
Ciri sikap yang terutama adalah memiliki arah, dan dengan arah ini sikap dapat
bersifat positif dan negatif. Sikap positif mendekatkan diri seseorang terhadap
objek, sedangkan sikap negatif menjauhkan dari objek (Budiharto,2010).
Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan
bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi dari suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek (Notoatmodjo,2007).
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (Receiving)
2. Merespon (Responding)
3. Menghargai (Valuing)
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Pengukuran sikap dilakukan menggunakan kuesioner dengan membuat
suatu pernyataan tentang bagaimana pendapat subjek terhadap kesehatan mulut.
Sikap yang baik akan dipengaruhi oleh pengetahuan mahasiswa terhadap
kesehatan mulut. Misalnya, mahasiswa yang selalu mencari pengetahuan
mengenai pemeliharaan kesehatan mulut atau mendiskusikan mengenai kesehatan
mulut dengan dokter gigi, ini adalah bukti bahwa mahasiswa tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap kesehatan mulut (Notoatmodjo,2007).
2.3. Perilaku
Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan.
Perilaku tersebut dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit
(Ramadhan,2012).
a. Perilaku sehat yang dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan
meningkatkan kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup perilakuperilaku dalam mencegah atau menghindari penyakit dan penyebab
penyakit atau masalah dan penyebab masalah (perilaku preventif). Contoh
perilaku sehat antara lain makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga
secara teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.
b. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena
masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan
masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan
kesehatan. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil
seseorang bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan
melalui sarana pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.
Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yakni :
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption,
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
< 120
dan
< 80
120-139
atau
80-89
Derajat 1
140-159
atau
90-99
Derajat 2
160
atau
100
Prehipertensi
Hipertensi
10
mana perempuan akan mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi (Carol, 2005).
Berdasarkan satu kajian dari Framingham study mengusulkan bahawa individu
yang memiliki tensi yang normal (normotensive) sehingga umur 55 tahun 90%
cenderung untuk menghidapi hipertensi pada waktu yang akan datang (Vassan,
2001).
2.4.2. Penyebab Hipertensi
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik
(hipertensi esensial), yaitu suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang
dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa
penyebab sekunder yang jelas (Mervin, 1995). Hipertensi esensial dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau
keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam
berlebih dan sebagainya (Depkes, 2007).
Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan
hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya, meliputi
kurang lebih 5% dari total enderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi
sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang (
Astawan, 2010). Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu,
glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria
renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem
endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi
adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal
kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan
yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase),
feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan
pada sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa,
peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta
juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan neurologik
11
seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Cohen,
2008).
2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan
asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus
simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan
vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin dan aldosteron. Pasien prehipertensi beresiko mengalami
peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya
berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki
dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular
daripada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari
50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang
lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah
diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit
kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko
lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
hipertensi (Yogiantoro, 2006).
Tabel 2.2. Faktor Risiko Kardiovaskular
Dapat Dimodifikasi
Hipertensi
Merokok
Physical Inactivity
Dislipidemia
12
Diabetes mellitus
13
menyebabkan
meningkatnya
volume
cairan,
curah
jantung,
dan
14
bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi dapat merupakan
kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma (Riyadina,
2002).
2.4.6. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi menimbulkan stres pada jantung dan pembuluh darah. Jantung
mengalami peningkatan beban kerja karena harus memompa melawan resistensi
perifer yang meningkat, sementara dinding pembuluh darah akan melemah akibat
proses degeneratif arteriosklerosis. Penyulit hipertensi antara lain adalah gagal
jantung kongestif akibat ketidakmampuan jantung memompa darah melawan
peningkatan tekanan arteri, stroke akibat rupturnya pembuluh di otak, atau
serangan jantung akibat ruptur pembuluh koroner. Perdarahan spontan akibat
pecahnya pembuluh-pembuluh kecil di bagian tubuh lain juga dapat terjadi, tetapi
dengan akibat yang relatif lebih ringan, misalnya ruptur pembuluh darah di hidung
mengakibatkan mimisan. Penyulit serius lainnya pada hipertensi adalah gagal
ginjal akibat gangguan progresif aliran darah melalui pembuluh-pembuluh ginjal
yang rusak. Selain itu, kerusakan retina yang disebabkan oleh perubahan
pembuluh yang memperdarahi mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan
progresif. Sampai terjadi penyulit, hipertensi tidak menimbulkan gejala karena
jaringan mendapat pasokan darah yang adekuat. Dengan demikian, kecuali apabila
dilakukan pengukuran tekanan darah secara berkala, hipertensi dapat berlangsung
tanpa terdeteksi sampai timbul penyulit. Jika seseorang menyadari penyulit yang
mungkin terjadi pada hipertensi dan mempertimbangkan bahwa 25 % orang
dewasa di Amerika Serikat diperkirakan mengidap hipertensi kronik, ia dapat
membayangkan besarnya masalah kesehatan masyarakat yang ditimbulkan
penyakit ini (Sherwood, 2001).
2.4.7. Diagnosis Hipertensi
Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya
hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang
mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui
15
penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target
organ dan penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).
Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia) (2003), terdiri atas:
1. Riwayat penyakit
a. Lama dan klasifikasi hipertensi
b. Pola hidup
c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular (Tabel 2.2)
d. Riwayat penyakit kardiovaskular
e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi
f. Target organ yang rusak
g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan
2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit
b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
c. Tinggi badan dan berat badan
d. Pemeriksaan funduskopi
e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas
f. Refleks saraf
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa
b. Darah : platelet, fibrinogen
c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto rontgen dada
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi
16
17
18
19
sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah
(Kotchen, 2008).
Tabel 2.3. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi
Modifikasi
Rekomendasi
Penurunan
potensial TD
sistolik
Diet natrium
Penurunan
Badan
18,5-24,9 kg/
kg penururnan berat
badan
Olahraga aerobik
Olahraga
aerobik
secara
Membatasi
konsumsi alkohol
20
21
Indikasi
Kontraindikasi
Mutlak
Diuretika
(Thiazide)
Gout
Tidak Mutlak
Kehamilan
(Loop)
jantung kongestif
Gagal ginjal,
aldosteron)
hiperkalemia
Penyekat
Asma, penyakit
Penyakit
paru obstruktif
pembuluh darah
jantung kongestif,
menahun, A-V
perifer,
kehamilan, takiaritmia
block (derajat 2
intoleransi
atau 3)
glukosa, atlit
atau pasien yang
aktif secara fisik
Calcium
Takiaritmia,
Antagonist
hypertension, angina
gagal jantung
(dihydropiridi
kongestif
ne)
Calcium
Angina pektoris,
A-V block
Antigonist
aterosklerotis karotis,
(derajat 2 atau
(verapamil,
takikardia supraventrikuler
3), gagal
diltiazem)
jantung
22
kongestif
Pengahambat
Kehamilan,
ACE
hiperkalemia,
stenosis arteri
non-diabetik nefropati
renalis bilateral
Angiotensin II
Nefropati DM tipe 2,
Kehamilan,
receptor
mikroalbuminuria diabetik,
hiperkalemia,
antagonist
proteinuria, hipertropi
stenosis arteri
(AT1-blocker)
renalis bilateral
ACEI
-Blocker
Hipotensi
Gagal jantung
hiperlipidemia
ortostatis
kongestif
Perbaikan
Pola
Hidup
Normal
(TDS < 120
dan TDD < 80)
Prehipertensi
(TDS 120-139
atau TDD 8089)
Hipertensi
derajat 1
(TDS 140-159
atau TDD 9099)
Dianjurkan
ya
Hipertensi
derajat 2
ya
Obat-obatan untuk
indikasi yang memaksa
ya
Diuretika jenis
Thiazide untuk
sebagian besar kasus
dapat
dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB,
CCB, atau kombinasi
Kombinasi 2 obat
untuk sebagian besar
Obat-obatan untuk
indikasi yang memaksa
obat antihipertensi lain
(diuretika, ACEI, ARB,
BB, CCB) sesuai
kebutuhan
ya
23
(TDS 160
atau TDD
100
kasus umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan ACEI
atau ARB atau BB
atau CCB
24
25
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Sikap
Hipertensi
Perilaku
3.2.1
Pengetahuan
26
Sikap
Sikap adalah suatu bentuk reaksi atau respon masyarakat yang masih
27
Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >75% dari nilai
tertinggi yaitu > 22
Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-75% dari nilai
tertinggi yaitu 12-22
Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari nilai
tertinggi yaitu < 12
Skala pengukuran : Ordinal
3.2.3
Perilaku
Perilaku adalah respon masyarakat dalam menghadapi masalah hipertensi
yang dialaminya.
Cara ukur : Perilaku diukur dengan skala Likert
28
: Skor 5
- Jarang
: Skor 4
- Kadang-kadang
: Skor 3
- Sering
: Skor 2
- Selalu
: Skor 1
Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >75% dari nilai
tertinggi yaitu > 15
Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-75% dari nilai
tertinggi yaitu 8-15
Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari nilai
tertinggi yaitu < 8
BAB 4
METODE PENELITIAN
29
4.3.
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang
datang berobat ke Puskesmas Amplas.
Kriteria Inklusi :
-
30
Kriteria Eksklusi :
-
Masyarakat
yang
menderita
hipertensi
namun
menolak
untuk
4.3.2 . Sampel
Pengambilan sampel dilakukan teknik total sampling dimana setiap
individu yang memasuki kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam
penelitian sampai kurun waktu yang tertentu.
4.4.
31
4.5.
memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap
ataupun ada kesalahan, dapat dilengkapi dengan mewawancarai ulang responden.
Selanjutnya data yang lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara manual
sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam program
komputer dan dilakukan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kesalahan
dalam pemasukan data. Setelah itu data disimpan, lalu hasilnya disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi. Program statistik yang digunakan untuk
mengolah dan menganalisis data penelitian ini berupa Statistical Package for
Social Sciences (SPSS).
32
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M., 2008. Hipertensi Akibat Gangguan Ginjal, Guru Besar Teknologi
Pangan dan Gizi IPB. Available from: http/www.yahoo.com. [Accesed 27
Agustus 2010].
Budiharto. 2010. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan
Gigi. Jakarta: EGC, 1-23.
Bustan, N.M., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . Jakarta. PT. Rineka
Cipta.
Carol, M.P., 2005. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States
7thEdition. Lippincott Williams & Wilkins Production.
Cohen, L.D., Townsend, R.R., 2008. In the Clinic Hypertension. Available from:
www.annals.org/intheclinic/. [Accesed 5 Maret 2010].
Depkes RI., 2007. InaSH Menyokong Penuh Penanggulangan Hipertensi,
Intimedia, Jakarta.
Dinas Kesehatan., 2007. Profil Kesehatan Kota Medan, Dinas Kesehatan Kota
Medan.
Dinas Kesehatan., 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan.
European Society of Hypertension-European Society of Cardiology Guidelines
Committee. 2003 European Society of Hypertension-European cardiology
Guidelines for Management of Arterial Hypertension. J Hypertens.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12777938
33
Grim, C.E., Henry J.P., Myers, H., 1995. High Blood Pressure in Blacks dalam
Laragh, J.H., Brenner, B.M., Hypertension: Pathophysiology, Diagnosis,
and Management. New York: Raven Press.
Hapsara, H., 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip Dasar,
Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depannya, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Kaplan, N.M., dan Stamler, J., 1991. Hipertensi dan Pencegahan Penyakit
Jantung Koroner. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kotchen, T.A., 2008. Hypertensive Vascular Disease. In: Fauci, A.S., et al, ed.
Harrisons Principles of Internal Medicine. United States of America: Mc
Graw Hill, 1549.
Mervin, L., 1995. Hipertensi Pengendalian lewat Vitamin ,Gizi dan Diet, Jakarta.
Penerbit Arcan.
National Institutes of Health, 2003. The Seventh Report of the Joint National
Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood
Pressure.
Available
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/.[Accesed
from:
16
Maret
2010].
Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2003. Pedoman
Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia.
Rasmaliah, dkk. 2004. Gambaran Epidemiologi Penyakit Hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota
Medan Propinsi Sumatera Utara. FKM USU. Medan. Info Kesehatan
Masyarakat Vol.IX No.2.
34
http://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2012/06/01/perilaku-masyarakat-