Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang
berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas,
teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak
demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya
dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri
kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.
Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun
harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi
pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang
bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba
dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah
dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. pengolahan secara fisika
2. pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan
agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahanbahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara
yang efisien dan
murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan
Penapisan
tersuspensi
yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
Pemisahan
Presipitasi
pengendapan.
ParameterKlarifier
desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah
Cair - Padatan
kecepatan mengendap partikel Tipe
dankonvensional
waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Tipe resirkulasi berlumpur
Tipe selimut lumpur
Tipe pallet selimut lumpur
Pemekatan
Flotasi
Filtrasi
Filtrasi
Filtrasi lambat
Filtrasi cepat
Tipe bertekanan
Tipe gravitasi
Filtrasi precoat
Filter membran
Mikro filter
Ultra filter
Reverse osmosis
Dialisis elektris
Dewatering
Contrifugasi
Presipitasi sentrifugasi
Karbon aktif
Alumina aktif
Penukar ion
Koagulasi &
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah
dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl 2), kalsium permanganat, aerasi,
ozon hidrogen peroksida.
Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia,
akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan
sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan
efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi
dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam
keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor
jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain:
oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif
konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan
BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih
sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan
yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontakstabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki
kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan
pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam
jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi
hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak
diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang
ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung
dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah
banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses
ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1.
Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih
ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi
lebih ekonomis.
Pengolahan aerob
Pengolahan
Biologi
Metode standar
Aerasi
Proses bebas bulki
Saluran oksidasi
Proses nitrifikasi dan denitrifikasi
Pengolahan film biologi
Lagoon
Filter trikling
Cakram biologi
Aerasi kontak
Proses filter biologi diaerasi
Proses media unggun biologi
Anaerobic treatment
Pencerna anaerobi
Proses UASB
Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak lagi
sesederhana seperti dalam uraian di atas. Namun pada prinsipnya, semua limbah yang
dihasilkan harus melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan
atau kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat
dijadikan sebagai acuan. [DAW]
Pencemaran
Pencemaran air
Pencemaran udara
Pencemaran tanah
Limbah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berukuran mikro
Dinamis
Berdampak luas (penyebarannya)
Berdampak jangka panjang (antar generasi)
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada
dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1. pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. pengolahan menurut karakteristik limbah
Indikasi Pencemaran Air
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian.
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) Air normal yang
memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5
7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral,
akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggukehidupan organisme
didalamnya. Hal ini akan semakin parahjika daya dukung lingkungan rendah serta
debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap
logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa Air normak dan air bersih tidak akan berwarna,
sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut
merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air
lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat
berasal darilimba industri atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup
dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau
sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan bahan terlarut
berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang
berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendapdidsar sungai, dan yang
larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangibahan-bahan organik yang
sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun
dapat diukur menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya
terdiri dari :
Tampilan
Halaman
Pembicaraan
Sunting
Versi terdahulu
Peralatan pribadi
Navigasi
Halaman Utama
Perubahan terbaru
Peristiwa terkini
Halaman sembarang
Pencarian
Tuju ke
Cari
Komunitas
Warung Kopi
Portal komunitas
Bantuan
wikipedia
Perihal Wikipedia
Pancapilar
Kebijakan
Menyumbang
Kotak peralatan
Pranala balik
Perubahan terkait
Halaman istimewa
Versi cetak
Pranala permanen
Kutip artikel ini
Bahasa lain
English
Suomi
Franais
Portugus
Trke
Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang menggunakan plastic media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air limbah akan
mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa pelarut
atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan peralatan,
blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem air pendingin, serta
sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip
pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe
pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention).
Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan volume limbah
yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan
pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan
peencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah
ditetapkan.
Parameter
Konsentrasi (mg/L)
COD
100 - 300
BOD
50 - 150
Minyak nabati
5 - 10
Minyak mineral
10 - 50
Zat padat tersuspensi (TSS)
200 - 400
pH
6.0 - 9.0
Temperatur
Ammonia bebas (NH3)
Nitrat (NO3-N)
Senyawa aktif biru metilen
Sulfida (H2S)
Fenol
Sianida (CN)
38 - 40 [oC]
1.0 - 5.0
20 - 30
5.0 - 10
0.05 - 0.1
0.5 - 1.0
0.05 - 0.5
Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang dibayangkan
karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar dan biaya
operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan
cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah (UPL) yang
benar, serta pengoperasian yang cermat.
Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter kualitas yang
digunakan. Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
parameter organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik. Parameter organik
merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam limbah. Parameter ini
terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD),
biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G), dan total petrolum
hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari parameter
total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna, bau, dan potensial reduksi.
Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau
inorganik.
air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan
pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated
sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin,
rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah
coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange,
membrane separation, serta thickening gravity or flotation.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya
kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion,
pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed,
incineration, atau landfill.
Pemilihan Teknologi
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik
kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter yang sudah
ditampilkan di tabel di atas. Setelah kontaminan dikarakterisasikan, diadakan
pertimbangan secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan,
kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih
haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan
diolah. Setelah pertimbangan-pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi
kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk:
1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses-proses yang
sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah.
2. Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan
efisiensi pengolahan yang diharapkan.
3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan
skala sebenarnya.
T
eknologi Pengolahan Limbah B3
By Wahyu Hidayat on 2 January 2008 46 Comments Print this article Email this
article
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3)
karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau
jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak,
mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada
pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang
stabil dan mudah menguap
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan
flokulasi
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa
lumpur dari hasil proses tersebut
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan
digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan
cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya dapat
dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun oleh pihak
ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengolahan
dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar
teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi
terhadap jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat
menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula
berapa jumlah limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani
proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya
manusianya
peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan
Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat
memenuhi standar
Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan
incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
TUjuan utama dari chemical conditioning ialah:
o menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
lumpur
o mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
o mendestruksi organisme patogen
o memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada
proses digestion
o mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam
keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan
cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan
ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya
merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan dewatering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge,
beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal
ini.
2. Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan
menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui
1.
3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa
limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini
sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena
pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata
ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi
dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana
sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah
berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif
kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating
value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan
berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan
banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator
yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary
kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis
insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut
dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Penanganan Limbah B3
limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas
22 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak
antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat
dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung
dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik,
terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem
penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan
penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan
keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan
pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan
pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan
hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya.
Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi
kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah
ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas
yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah
gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya
sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu
yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga
adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di
setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktorfaktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak merusak lingkungan.
Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air
tidak terkontaminasi oleh limbah B3.
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi
kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang
mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika
Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur
baru yang dibangun setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat
sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes).
Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3
ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki
kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan
menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan
dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi
wilayah setempat.
Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah
lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan
impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah
tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan
tanah.
Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa
jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi
penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang
dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi,
bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas
dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3
ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan
oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:
1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara
vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan
sumber air tanah.
2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di
atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya
dan beracun.
Referensi: Pengelolaan Limbah Industri - Prof. Tjandra Setiadi, Wikipedia, US
EPA
Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang menggunakan plastic media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air limbah akan
mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa pelarut
atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan peralatan,
blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem air pendingin, serta
sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip
pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe
pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention).
Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan volume limbah
yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan
pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan
peencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah
ditetapkan.
Parameter
Konsentrasi (mg/L)
COD
100 - 300
BOD
50 - 150
Minyak nabati
5 - 10
Minyak mineral
10 - 50
Zat padat tersuspensi (TSS)
200 - 400
pH
6.0 - 9.0
Temperatur
38 - 40 [oC]
Ammonia bebas (NH3)
1.0 - 5.0
Nitrat (NO3-N)
20 - 30
Senyawa aktif biru metilen
5.0 - 10
Sulfida (H2S)
0.05 - 0.1
Fenol
0.5 - 1.0
Sianida (CN)
0.05 - 0.5
Batasan Air Limbah untuk Industri
Kepmen LH No. KEP-51/MENLH/10/1995
Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang dibayangkan
karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar dan biaya
operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan
cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah (UPL) yang
benar, serta pengoperasian yang cermat.
Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter kualitas yang
digunakan. Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
parameter organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik. Parameter organik
merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam limbah. Parameter ini
terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD),
biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G), dan total petrolum
hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari parameter
total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna, bau, dan potensial reduksi.
Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau
inorganik.
Pemilihan Teknologi
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik
kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter yang sudah
ditampilkan di tabel di atas. Setelah kontaminan dikarakterisasikan, diadakan
pertimbangan secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan,
kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih
haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan
diolah. Setelah pertimbangan-pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi
kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk:
Teknologi Membran
http://majarimagazine.com/2007/11/teknologi-membran/
By Wahyu Hidayat on 26 November 2007 39 Comments Print this article Email
this article
Definisi
Membrane separation yaitu suatu teknik pemisahan campuran 2 atau lebih komponen
tanpa menggunakan panas. Komponen-komponen akan terpisah berdasarkan ukuran
dan bentuknya, dengan bantuan tekanan dan selaput semi-permeable. Hasil pemisahan
berupa retentate (bagian dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeate
(bagian dari campuran yang melewati membran).
Struktur Membran
Berdasarkan jenis pemisahan dan strukturnya, membran dapat dibagi menjadi 3
kategori:
Membran. Sweep (berupa cairan atau gas) digunakan untuk membawa permeate hasil
pemisahan.
Porous membrane. Pemisahan berdasarkan atas ukuran partikel dari zat-zat
yang akan dipisahkan. Hanya partikel dengan ukuran tertentu yang dapat
melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan. Berdasarkan klasifikasi
dari IUPAC, pori dapat dikelompokkan menjadi macropores (>50nm),
mesopores (2-50nm), dan micropores (<2nm). Porous membrane digunakan
pada microfiltration dan ultrafiltration.
Non-porous membrane. Dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan
ukuran yang sama, baik gas maupun cairan. Pada non-porous membrane, tidak
terdapat pori seperti halnya porous membrane. Perpindahan molekul terjadi
melalui mekanisme difusi. Jadi, molekul terlarut di dalam membran, baru
kemudian berdifusi melewati membran tersebut.
Carrier membrane. Pada carriers membrane, perpindahan terjadi dengan
bantuan carrier molecule yang mentransportasikan komponen yang diinginkan
untuk melewati membran. Carrier molecule memiliki afinitas yang spesifik
terhadap salah satu komponen sehingga pemisahan dengan selektifitas yang
tinggi dapat dicapai.
Reverse Osmosis
Salah satu teknologi membran yang banyak digunakan saat ini yaitu reverse osmosis
(RO). Proses ini merupakan kebalikan dari osmosis. Pada osmosis, pelarut berpindah
dari daerah berkonsentrasi rendah (hipotonik) ke daerah berkonsentrasi tinggi
(hipertonik) sehingga konsentrasi di kedua daerah menjadi berimbang. Proses ini
terjadi secara alami sehingga tidak membutuhkan energi. Contoh osmosis yang terjadi
di alam yaitu penyerapan air oleh akar tanaman. Berbeda dengan osmosis, RO terjadi
dengan arah yang berlawanan yaitu dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Untuk melawan gradien konsentrasi, dibutuhkan energi eksternal berupa tekanan.
Secara umum, pengelolaan limbah nuklir yang lazim digunakan oleh negara-negara
maju meliputi tiga pendekatan pokok yang bergantung pada besar kecilnya volume
limbah, tinggi rendahnya aktivitas zat radioaktif yang terkandung dalam limbah serta
sifat-sifat fisika dan kimia limbah tersebut. Tiga pendekatan pokok itu meliputi:
<!--[if
!supportLists]-->1.
<!--[endif]-->Limbah
nuklir
dipekatkan
dan
!supportLists]-->3.
<!--[endif]-->Limbah
nuklir
diencerkan
dan
Pada PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas rendah (70
80
%). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan pada proses daur ulang elemen
bakar nuklir bekas, sehingga apabila elemen bakar bekasnya tidak didaur ulang,
limbah aktivitas tinggi ini jumlahnya sangat sedikit. Penangan limbah radioaktif
aktivitas rendah, sedang maupun aktivitas tinggi pada umumnya mengikuti tiga
prinsip, yaitu :
<!--[if !supportLists]-->
<!--[if !supportLists]-->
Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses
insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang
tidak dapat dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan
dipadatkan dalam drum/beton dengan semen. Sedangkan limbah yang tidak dapat
dibakar/dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian
dipadatkan dengan semen atau gelas masif (B,xxxx). Proses pemadatan bisa dilakukan
dengan semen (sementasi), aspal (bitumentasi), polimer (polimerisasi) maupun bahan
gelas (vitrifikasi) (Sofyan,1998)
Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10-50
tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara
lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih ditempat/lokasi khusus dengan
kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat (B,xxxx).
Tabel 2 berikut ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi sebagai
lokasi/tempat
penyimpanan
sementara
bahan
bakar
nuklir
bekas
maupun
Penyimpanan Lestari
Lokasi bebas banjir dan terhindar dari
erosi
Lokasi tahan terhadap gempa dan
memenuhi karakteristik materi bumi dan
sifat kimia air
Didesain sehingga terhindar dari terjadinya
kekritisan
Dilengkapi dengan sistem pemantau
radiasi dan radioaktivitas lingkungan
Dilengkapi dengan sistem pendingin
Dilengkapi dengan sistem penahan radiasi
Dilengkapi dengan sistem proteksi fisik
Memenuhi distribusi populasi penduduk
dan tata wilayah sekitar lokasi
penyimpanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan atau pengukungan limbah
antara lain:
a. Keselamatan terpasang
b. Penghalang ganda
Selain itu terdapat juga dua pendekatan utama dalam pengelolaan limbah radioaktif
yaitu pendekatan Dilute and Disperse dan pendekatan Concentrate and Contain.
Pada pendekatan Dilute and Disperse, limbah yang mengandung radionuklida dengan
konsentrasi rendah di buang secara langsung ke lingkungan. Pembuangan atau
pelepasan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui atmosfer (material gas dan
partikulat kasar) dan air pada lingkungan perairan maupun lingkungan air tawar
(cairan, substansi terlarut dan suspended solid). Biasanya dalam fase cair dan gas
yang disebut juga sebagai effluen. Keuntungan pendekatan Dilute and Disperse adalah
dimungkinkan untuk melakukan verifikasi dan kontrol. Pada pendekatan Concentrate
and Contain, limbah dalam fase padat di isolasi dari lingkungan manusia untuk
meminimalkan paparan yang mungkin terjadi. Untuk kasus radionuklida umur pendek
(hanya beberapa tahun), dimungkinkan untuk mengisolasi limbah di tempat
penyimpanan yang aman sampai waktu peluruhan radioaktif berkurang ke level
kurang berbahaya. Hal tersebut berlaku juga untuk limbah radionuklida dalam bentuk
cair dan gas. Limbah yang mengandung radionuklida dengan waktu paruh yang lama
dalam jumlah besar, harus di isolasi ke tempat penyimpanan (repository). Berbagai
alternatif harus di identifikasi dan diperhitungkan termasuk ketersediaan modal,
operasional, biaya perawatan, penerapan pengelolaan limbah, dan efek yang diberikan
baik secara individual maupun kolektif terhadap masyarakat dan pekerja
(Cooper,2003)
Limbah yang mengandung radionuklida dengan level rendah dapat dibuang ke landfill
dengan material limbah biasa. Limbah yang mengandung radionuklida level tinggi
memerlukan standar isolasi yang lebih besar terhadap lingkungan hidup (biosfer).
Limbah bahan nuklir bekas dan hasil belahan berkonsentrasi tinggi, yang mengalami
peningkatan selama reprocessing bahan bakar bekas, harus memenuhi standar
tertinggi pada saat melakukan isolasi limbah. Pembuangan atau penyimpanan limbah
radionuklida dilakukan pada kedalaman ratusan meter di bawah tanah dengan
mempertimbangkan pendekatan pengukungan berlapis. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan terhadap pembuangan limbah antara lain bentuk limbah, kontainer,
fasilitas lining disposal, formasi geologi dimana fasilitas ditempatkan, perlindungan
biosfer terhadap perpindahan radionuklida (Cooper,2003).
Limbah radioaktif dihasilkan dalam fase gas, cair dan padatan melalui proses industri
termasuk listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga nuklir. International Atomic
Energy Agency (IAEA) mengeluarkan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif, yaitu:
1. Limbah radioaktif harus dikelola dengan tingkat keamanan yang dapat melindungi
kesehatan manusia dan lingkungan
2. Limbah radioaktif harus dikelola dalam hal memberikan level yang dapat diterima
guna perlindungan lingkungan
3. Limbah radioaktif harus dikelola untuk menjamin bahwa efek yang mungkin terjadi
pada kesehatan manusia diluar batas standar nasional, turut diperhitungkan
4. Limbah radioaktif harus dikelola dalam memberikan prediksi bahwa dampak terhadap
kesehatan generasi masa depan tidak lebih besar dari yang sekarang di terima
5. Limbah radioaktif hars dikelola dengan cara tertentu yang tidak memberikan
pengaruh atau akibat fatal pada generasi berikutnya
6. Limbah radioaktif harus dikelola dengan tujuan yang sesuai frame work nasinal
termasuk pembagian tanggung jawab dan provisi untuk fungsi kelembagaan
independen.
7. Limbah radioaktif yang dihasilkan harus minimum practicable.
8. Keterkaitan antara seluruh tahapan dalam menghasilkan limbah radioaktif serta
pengelolaannya harus dapat diukur atau diperhitungkan.
9. Keamanan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan limbah radioaktif harus
dipastikan selama masa lifetime (Cooper, 2003)
Akan tetapi pelaksanaan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif tersebut tidak lepas
dari aturan perundangan yang berlaku di Indonesia sehingga butuh adaptasi sebelum
adanya aplikasi.
2. Pemilihan penukar ion dan proses pengolahan. Penukar ion harus memiliki
kecocokan dengan karakteristik limbah (pH dan ion) selain temperatur dan tekanan.
Ion exchange merupakan proses reaksi kimia bersifat reversibel dimana suatu ion
(atom atau molekul) yang telah hilang atau memperoleh suatu elektron dan dengan
demikian memperoleh suatu muatan elektrik dalam larutan yang digantikan dengan
ion yang bermuatan sama dari partikel butir padat immobile. Partikel padat ion
exchange ini bisa dalam bentuk anorganik zeolit (alami) dan juga sintetik dalam
bentuk resin organik. Resin organik buatan merupakan jenis yang banyak digunakan
saat ini, sebab memiliki karakteristik yang dapat dikhususkan pada aplikasi spesifik.
<!--[if !vml]-->
<!--[endif]-->
Gambar 1. Penukar Ion (Ion Exchanger)
Pada reaksi ini, ion nikel yang terdapat dalam larutan nikel sulfate ( NiSO 4) ditukar
ion kalsium dari molekul calsium hidroksida (Ca(OH)2). Hal yang serupa terjadi
dimana resin yang mengandung ion hidrogen akan mengalami pertukaran dengan ion
nikel dalam larutan. persamaan reaksi sebagai berikut:
R mengindikasikan bagian organik resin dan SO3 adalah bagian yang non-mobile dari
kelompok ion aktif. Diperlukan 2 resin untuk ion nikel valensi 2 ( Ni +2). Ion ferric
bervalensi tiga akan memerlukan tiga resin.
Resin pada ion exchange digolongkan sebagai kation exchanger, yang mana
mempunyai ion positif yang mobile digunakan untuk exchange, dan anion exchanger
yang mempunyai ion negatif yang mobile. Resin anion dan kation diproduksi dari
dasar polimer organik yang sama. Perbedaan terdapat pada kelompok ionizable yang
terikat dengan jaringan / ikatan hidrokarbon. Golongan fungsional ini yang
menentukan perilaku kimia resin. Resin secara luas digolongkan sebagai kation
exchanger asam kuat (contoh SO3H dengan pK=1-2) atau asam lemah (OH dengan
pK=9-10) dan anion exchanger basa kuat (N+ dengan pK=1-2) atau basa lemah (NH2
dengan pK=8-10).
<!--[if !vml]-->
<!--[endif]-->
2. Zeolit murni yang sudah diperoleh kemudian direndam dengan larutan KMnO 4
konsentrasi 0,1M selama 24 jam. Zeolit yang sudah direndam kemudian dicuci
dengan air demin sampai bersih dari larutan KMnO4
3. Zeolit yang sudah bersih tersebut merupakan material Mn-Zeolit, yang kemudian
dipanaskan dengan temperatur 100oC sampai kering.
Mn-Zeolit yang sudah diaktivasi dikontakkan dengan limbah Sr-90 dan Fe2+ dalam
berbagai variasi waktu. Beningan yang didapat kemudian dipisahkan dan dianalisis
menggunakan Liquid Scintillation Chromatography (LSC) dan Atomic Absorbsi
Spectrometer (AAS). Akan tetapi penelitian penerapan zeolit pada limbah radioaktif
perlu dikembangkan lebih lanjut untuk spesifikasi limbah PLTN dengan pertimbangan
struktur zeolit, mekanisme difusi ion, termodinamika dan kinetika reaksi pertukaran
ion, sehingga dapat diaplikasikan untuk jenis limbah radioaktif selain Sr-90.
karbonmonooksida,
air
tergantung kondisi operasi. Limbah logam tetap berada dibawah yang nantinya
berpotensi sebagai sisa/bekas logam yang akan di daur ulang. Fraksi anorganik pada
limbah akan membentuk lapisan di atas lapisan logam. Jenis limbah yang dapat diolah
dengan menggunakan teknologi plasma, yaitu tanah terkontaminasi debu batubara,
limbah organik padat dan cair yang mengandung unsur asbestos, limbah organik
medis terklorinasi, limbah radioaktif dan lainnya.
Plasma termal telah diaplikasikan pada proses industri di berbagai tempat. Plasma
termal adalah gas terionisasi pada suhu tinggi (diatas 10.000 oC) bila dibandingkan
dengan suhu yang ditemukan di pembakaran atau yang menggunakan pemanasan
elektrik. Plasma termal dibuat dengan menggunakan electric arc, yang diletakkan di
antara dua elektroda logam di dalam sebuah alat yang disebut plasma torch. Bila
sebuah gas, seperti udara, uap dan lainnya, diinjeksikan ke dalam, molekul / atom gas
tersebut akan bertubrukan dengan elektron pada electric arc (elektron terbentuk pada
satu elektroda dan diakselerasi dan dikumpulkan pada elektroda yang satunya). Proses
ini akan menyebabkan ionisasi gas, menghasilkan sebuah jet plasma yang mencapai
suhu tinggi yang disebutkan sebelumnya (Anonim, 1996).
Unit teknologi plasma terdiri dari beberapa unit produksi yaitu tempat masuknya
limbah, ruang proses, sistem penanganan dan pemisahan sisa padatan, sistem
pengelolaan gas, kontrol operasional dan pemantauan. Bagian ini sama untuk semua
jenis proses industri atau jenis limbah. Efisiensi penghancuran dan pemisahan dari
teknologi plasma ini mencapai 99,99%. Plasma termal memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan seperti yang terdapat pada tabel 3 berikut.
Kekurangan
pada pengolahan denga temperature
tinggi,volatile gas (halogen) akan ikut
terbawa bersama uap udara
grafit elektroda yang digunakan untuk
memproduksi arc dan lining treatment
chamber akan terdegradasi selama siklus
pelelehan limbah
diperlukan perawatan unit komponen
untuk menghindari penyebaran
kontaminasi dari unit tersebut
Reverse Osmosis mengaplikasikan tekanan yang lebih besar dari tekanan osmotik
(antara 2-10 Mpa) ke dalam larutan konsentrat sehingga menyebabkan larutan
mengalir dari sisi konsentrat membran semipermeabel ke dilute side. RO memiliki
kemampuan menyingkirkan total dissolved inorganic solid 95-99,5% dan dissolved
organic solid 95-97%. Teknologi tersebut telah digunakan untuk menyingkirkan
radionuklida dari limbah cair level rendah seperti limbah uap dari pembangkit tenaga
nuklir. RO dapat menyingkirkan hampir semua kontaminan sehingga produk air yang
dihasilkan dapat dipakai kembali dalam pembangkit tenaga. Air yang telah
dimurnikan tersebut memiliki tingkat aktivitas yang rendah sehingga dimungkinkan
untuk dibuang ke lingkungan (IAEA, 2004).
Kerugian
peningkatan volume dan densitas yang
tinggi for shipping dan disposal
dapat mengalami keretakan apabila
terekspos dengan air
Kerugian
dapat terbakar
proses memerlukan peningkatan temperature
adanya endapan partikulat selama
pendinginan
kemungkinan adanya reaksi kimia
Copyright 2008
Oleh :
Adolf Leopold SM Sihombing, ST, MT
Ion exchange resin beads (thousands per cubic inch) are placed in a pressure vessel to makeup the ion
exchange resin bed. As process water passes through the resin bed undesirable ions (contaminates) are
exchanged for the more desirable mobile ions in the resin. When the ion exchange resin has exchanged all
its mobile ions and can no longer remove undesirable ions it is deemed exhausted. Exhausted resins must
go through a simple regeneration process before they can remove ions again.