discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/295909059
CITATIONS
READS
296
2 authors, including:
Alfian Nur Rosyid
Airlangga University
6 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Alfian Nur Rosyid on 26 February 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
Oleh:
Alfian Nur Rosyid
Pembimbing:
Daniel Maranatha
BAB 1
PENDAHULUAN
kardinal asma karena hampir didapati pada semua penderita Asma, namun
pada orang normal, perokok dan PPOK dapat pula ditemukan hiperresponsif
bronkus
dengan
hiperresponsif
mekanisme
bronkus
tidak
berbeda.18
yang
terkait
faal
Pada
paru
asma,
derajat
baseline18
namun
derajat
obstruksi
saluran
napas,18,20,21
sehingga
terjadinya
Uji hiperresponsif bronkus atau provokasi bronkus adalah tes yang aman,
cepat dan mudah dilakukan selama mengikuti prosedur dan menghindari
kontraindikasi,37 dapat dilakukan di laboratorium faal paru, klinik atau kantor
seorang dokter.38 Tes provokasi bronkus cara langsung dengan metakolin
merangsang kontraksi otot polos saluran napas.16,22 Tes provokasi bronkus
tidak langsung memerlukan jalur intermediet inflamasi untuk terjadinya
brokonkontriksi. Metakolin lebih disukai dibandingkan histamin karena tidak
menyebabkan inflamasi saluran nafas, eosinofilia, flushing / kemerahan dan
efek samping sistemik lainnya.16 Tes metakolin cukup sensitif (Sn=80,3,
Sp=65,2)37,39 dengan nilai prediksi negatif (NPV) yang tinggi, artinya tes ini
lebih mudah menyingkirkan diagnosis asma dibandingkan mendiagnosis
asma.16 Hasil tes positif bila didapati penurunan FEV1 lebih dari 20% pasca
inhalasi
metakolin
39
Concentration).
konsentrasi
tertentu
(PC20
Provocation
FDA
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan terdapat perbedaan hiperresponsif bronkus antara PPOK dan
bukan PPOK perokok.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat terhadap pengembangan ilmu
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan baru
tentang gambaran perbedaan hasil tes provokasi bronkus dengan metakolin pada
penderita PPOK dan bukan PPOK perokok terkait pajanan rokok. Penelitian ini
juga diharapkan dapat dipakai sebagai landasan penelitian lainnya yang
berhubungan dengan hiperresponsif bronkus, rokok, PPOK maupun hubungan
diantara ketiganya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PPOK
2.1.1 Definisi PPOK
PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya. Penyakit
ini disertai dengan efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit. Eksaserbasi dan berbagai komorbid berkontribusi terhadap severitas
penderita PPOK.1,2,3
PPOK terdiri dari emfisema, bronkitis kronis dan penyempitan saluran
napas kecil. Secara anatomis terjadi kerusakan dan pelebaran alveoli yang
disebut emfisema. Batuk dan dahak yang kronis secara klinis disebut sebagai
bronkitis kronis. Disebut sebagai PPOK bila terdapat obstruksi saluran napas
namun kondisi bronkitis kronis tanpa adanya obstruksi saluran napas tidak
disebut sebagai PPOK.3,4,5
Kerusakan parenkim
Hilangnya kaitan alveolar
Gambar 2.2 Faktor risiko PPOK terkait inhalasi berbagai zat berbahaya.3
Kebiasaan merokok menjadi satu-satunya penyebab terpenting dibanding
faktor yang lain. Risiko tersebut tergantung dosis rokok yang dihisap, usia
mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok.
Perokok pasif atau Environmental Tobacco Smoke (ETS) juga berkontribusi
timbulnya gejala respirasi dan PPOK. Indeks Brinkman dipakai untuk
mengukur derajat berat merokok yaitu perkalian rata-rata jumlah batang
rokok yang dihisap setiap hari dengan lama merokok dalam tahun. Perokok
dikelompokkan menjadi derajat merokok ringan (0-199), sedang (200-599)
dan berat (>600).2
Selain asap rokok, polusi udara dari berbagai partikel dan gas dengan
ukuran dan macam partikel berbeda akan memberikan efek yang berbeda
terhadap timbul dan beratnya PPOK. Polusi udara dapat berasal dari dalam
ruangan / indoor (asap rokok, asap kompor, kayu, serbuk gergaji, batu bara),
polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan) dan
polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun). Polusi udara
10
indoor dengan ventilasi kurang menjadi faktor penting PPOK bukan perokok
dengan
prevalensi
lebih
besar
daripada
polusi
kendaraan,
namun
11
12
13
Batuk kronik
Batuk kronik
berdahak
Riwayat terpajan
faktor risiko
Keterangan
Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya
waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa, perlu usaha untuk bernapas
Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan
PPOK
Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
14
Derajat
Nilai FEV1
GOLD 1
Ringan
GOLD 2
Sedang
GOLD 3
Berat
GOLD 4
Sangat berat
4
3
2
1
(C)
(D)
(A)
(B)
1
0
Risiko
Eksaserbasi
(tiap tahun)
Risiko
Derajat
GOLD
tahun.1
mMRC 0-1
mMRC 2
CAT <10
CAT 10
Gejala
(skor mMRC atau CAT)
Gambar 2.3 Penilaian PPOK dengan menggunakan kombinasi tiga faktor
yaitu gejala, derajat obstruksi dan tingkat eksaserbasi.1
Komorbid pada penderita PPOK yang dinilai yaitu penyakit kardiovaskuler,
depresi, ansietas, disfungsi otot rangka, sindroma metabolik dan kanker paru.
Faktor komorbid tersebut berpengaruh terhadap mortalitas dan morbiditas.1
15
16
17
hiperresponsif
pada
PPOK,
sehingga
diduga
bahwa
18
sedangkan
kronisitas
penyakit
menggambarkan
komponen
persisten.19
Komponen persisten terdiri dari penebalan subendotel, penebalan subbasemen, hipertrofi otot polos, deposisi matrik, deposisi kolagen (fibrosis)
dan perubahan vaskuler. Hal ini yang menyebabkan saluran napas menjadi
lebih tebal, kaku dan sempit. Perubahan struktur tersebut tampak pada
pemeriksaan histopatologi.45 Komponen persisten hiperresponsif bronkus
diperankan oleh kontraksi otot polos saluran napas (airway smooth muscle /
ASM), penebalan dinding saluran napas, penyempitan saluran napas dan
berbagai mekanisme yang terkait.19 Ada hipotesis yang menyebutkan bahwa
terdapat perubahan fenotip otot polos saluran napas (airway smooth muscle /
ASM) yang bertanggung jawab terjadinya hiperresponsif bronkus.18
19
Components
AHR
20
Terdapat tiga karakter klinis yang paling sering ditemui pada Asma,
PPOK, dan ACOS yaitu inflamasi saluran napas, obstruksi saluran napas dan
hiperresponsif bronkus.28
Chronic
inflammation
Airway Obstruction
Airway Remodeling
Airway Edema
Mucus Plugging
Airway
Hyperrsponsiveness
Bronchospasm
21
22
INFLAMMATORY
CELLS
Leukotrienes,
histamines,
cytokines, etc.
Endothelin,
etc.
Contraction
2+
Ca
Rho, ROCK
EPITHELIUM
Gambar 2.10 Skema jalur sinyal kontraksi otot polos saluran napas.50
Inflamasi pada epitel saluran napas akan menghasilkan endothelin yang
akan merangsang kontraksi otot polos saluran napas. Sitokin dan mediator
inflamasi seperti leukotrien, histamin juga akan merangsang reseptor pada sel
otot polos saluran napas untuk berkontraksi. Histamin akan merangsang
melalui reseptor H1. Selain itu melalui jalur neurogenik akan merilis
substansi P, asetilkolin yang juga merangsang kontraksi otot polos melalui
reseptor muskarinik. Rangsangan pada reseptor tersebut akan mengaktifasi
kaskade phosphoinositida yang akan menyebabkan influk Calsium ke intrasel
dan jalur Rho/Rho Kinase sehingga terjadi kontraksi.5,50
Kontraksi otot polos saluran napas dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatik. Asetilkolin dirilis oleh fiber pasca ganglionik kolinergik dan
23
24
Epithelium
ASM
ECM
Thickened Epithelium
Immune Cell Infiltration
Fibroblasts
Gambar 2.11 Skematik saluran napas orang normal dan penderita asma.
ASM: Airway smooth muscle, ECM: Extracellular Matrix.49
Pada kasus asma akut, terjadi peningkatan respons otot polos terhadap
stimuli kontraksi dari luar melalui peningkatan sinyal Calsium. Sedangkan
pada asma kronis yang terjadi bukan hanya peningkatan sinyal Calsium untuk
berkontraksi saja, namun terjadi hipertrofi dan hiperplasi yang juga
meningkatkan rilis sitokin dan kemokin.5
Inflamasi eosinofilik dan neutrofilik yang ditemukan pada sputum
penderita asma berperan dalam patogenesis obstruksi saluran napas dengan
ditandai penurunan FEV1. Inflamasi eosinofilik cenderung didapati pada
asma akut atau eksaserbasi. Inflamasi neutrofil diduga berperan dalam
penebalan kaliber saluran napas penderita asma kronis.54
Severitas hiperresponsif bronkus berkorelasi kuat terhadap gejala yang
berat dan penurunan FEV1 yang hebat pada pasien Asma. Hiperresponsif
bronkus terkait dengan risiko peningkatan gejala pernapasan seperti batuk
kronis, dahak, sesak napas, mengi menetap, serangan asma dan bronkitis.28
Pemicu eksaserbasi seperti infeksi virus, pajanan alergen, pajanan inhalasi di
tempat kerja dapat meningkatkan hiperresponsif bronkus. Hiperresponsif
bronkus pada penderita asma bervariasi tiap waktu, mengalami peningkatan
saat eksaserbasi dan berkurang dengan pemberian terapi anti inflamasi. Disisi
25
22
faktor
menjelaskan
efek
rokok
terhadap
terjadinya
26
saluran napas yang makin menyempit pada usia tua sehingga menyebabkan
lebih mudah terjadinya hiperresponsif bronkus.29
Rokok
selain
menginduksi
PPOK
juga
berkontribusi
terhadap
MAPK
(Mitogen-activation
Protein
Kinase)
intrasel
diduga
27
atau tanpa asma, dengan hasil skin tes positif) yang menjalani program
berhenti merokok (n=30 orang). Didapati 16 orang berhasil berhenti merokok
selama periode pengamatan 12 bulan. Tes provokasi bronkus langsung
(metakolin) dan tidak langsung (adenosine 5-monophosphat / AMP)
dilakukan pada 6 bulan dan 12 bulan dengan hasil teradapat perbaikan
hiperresponsif bronkus pada perokok yang berhasil berhenti. Pada
pengamatan 6 bulan, hasil tes provokasi bronkus dengan AMP lebih
bermakna dibandingkan dengan metakolin, namun pada pengamatan 12 bulan
keduanya terdapat perbaikan yang bermakna.33
28
respons
terhadap
bronkodilator.
Keduanya
dibedakan
berdasarkan riwayat klinis seperti usia penderita, riwayat merokok, alergi dan
pemicu.16
Dilaporkan bahwa setengah sampai dua pertiga penderita PPOK memiliki
hiperresponsif bronkus.18,23,25 Sebuah studi multisenter penderita PPOK (the
Lung Health study) menyebutkan tes metakolin positif sebesar 63% sampel
laki-laki dan 87% sampel wanita. Hal ini terkait kaliber saluran napas wanita
yang diduga lebih sempit dari laki-laki.22 Penelitian GLUCOLD (Groningen
Leiden Universities Corticosteroids in Obstructuive Lung Disease) terhadap
114 subjek PPOK didapati 94% dengan tes metakolin yang positif dan
berhubungan dengan jenis kelamin wanita, eosinofilia, penutupan saluran
napas (rasio RV/TLC), respons terhadap bronkodilator, dan penurunan faal
paru.24
29
Pada penelitian Hantera 2013, dua puluh empat (48%) dari 50 penderita
PPOK GOLD 1 atau GOLD 2 didapatkan hasil tes provokasi bronkus dengan
metakolin yang positif. Pada penelitian ini dipakai batas PC20 1-4mg/ml
sebagai hiperresponsif bronkus sedang.25 Pada sebagian kecil penderita PPOK
terdapat hiperresponsif bronkus dengan derajat ringan.2 Hiperresponsif
bronkus ringan sampai sedang pada PPOK tersebut terkait pengurangan
diameter kaliber saluran napas yang disebabkan pemendekan otot polos
saluran napas.26
Pada pasien PPOK bisa didapati hasil uji provokasi bronkus yang positif.
Hal ini disebabkan karena secara klinis tidak jarang didapati tumpang tindih
antara PPOK dengan dengan penyakit paru lainnya terutama asma. Terdapat
penderita PPOK dengan fenotip terkait hiperresponsif bronkus.25 Dan
sebaliknya terdapat penderita asma dengan fenotip yang menyerupai PPOK
sehingga ada peneliti yang mengistilahkan sebagai smoking asthmatic dan
PPOK reversible.31 Tumpang tindih tersebut akhir-akhir ini sering
diistilahkan sebagai ACOS (Asthma-COPD overlap syndrome) terutama pada
pasien tua dengan prevalensi kejadian sekitar 15-25% kasus. Panduan PPOK
Spanyol membagi fenotip PPOK menjadi empat untuk kepentingan terapi
yaitu non-eksaserbator dengan emfisema dan bronkitis kronis, campuran
asma-PPOK, eksaserbator dengan emfisema dan eksaserbator dengan
bronkitis kronis.28
Mekanisme yang mendasari hiperresponsif bronkus pada asma berbeda
dibandingkan pada PPOK.18,23 Pada asma dan PPOK terdapat obstruksi,
remodeling dan inflamasi saluran napas, namun keduanya memiliki klinis,
patofisiologi, sel inflamasi dan mediator yang berbeda. Remodeling pada
asma dan PPOK berbeda, pada asma dimulai sejak dini dan pada PPOK
dimulai pada umur yang lebih tua.44 Remodeling saluran napas mengacu pada
perubahan struktur yang kronis dan irreversibel yang didasari oleh inflamasi
kronis.19 Remodeling terdiri dari edema mukosa, inflamasi, hipersekresi
mukus, pembentukan plug mukus, hipertrofi dan hiperplasi otot polos saluran
napas yang berakibat penebalan dinding saluran napas.28
30
31
32
33
34
9. Total lung capacity (TLC) yaitu jumlah udara yang ada di dalam paru
pada akhir inspirasi maksimal, yakni gabungan IRV + TV + ERV +
RV.
Sedangkan volume dinamik faal paru terdiri dari:57
1. Forced expiratory volume 1 (FEV1) yaitu jumlah udara yang dapat
dikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam 1 detik pertama pada waktu
ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. Dalam 1 detik pertama,
sekitar 80% udara yang diinhalasi dapat dikeluarkan.
2. Forced vital capacity ( FVC )
Adalah volume gas yang dapat dikeluarkan dengan sekuat - kuatnya dan
secepat-cepatnya setelah suatu inspirasi maksimal. Udara ekspirasi akan
habis dalam waktu 4-6 detik.
3. Forced expiratory volume ( FEVT)
Forced expiratory volume adalah volume gas yang dikeluarkan selama
interval waktu yang ditentukan , diukur pada saat melaksanakan pengukuran
forced vital capacity/ FVC. Interval dapat 0.5 , 1 , 2, atau 3 detik sehingga
diperoleh FEV 0.5 , FEV1.0 , FEV 2.0 dan FEV 3.0.
4. Forced expiratory flow200-1200 /FEF 200-1200
Adalah flow rate rata - rata untuk liter gas yang dikeluarkan setelah 200 ml
gas yang pertama, diukur saat melaksanakan manuver forced expiratory
volume dan disebut juga sebagai maximal expiratory flow rate / MEFR
200-
1200.
35
FVC
Gambar 2.16 Grafik faal paru dinamik volume perwaktu dan Flow
pervolume.56
36
Prosedur pengukuran
Akseptabilitas
Repetabilitas
Nilai rujukan / intepretasi
Penilaian klinis
Penilaian
kualitas
37
dan tidak ada terminasi awal waktu ekspirasi (minimal ekshalasi 6 detik
dengan tidak ada perubahan volume dalam waktu 1 detik terakhir).59
38
Diagnosis
Obstruksi
Restriksi
Campuran
Gambar 2.18 Skema sederhana untuk menilai faal paru pada penggunaan
klinis.60
39
Derajat obstruksi
>80%
Ringan
50-79%
Sedang
30-49%
Berat
<30%
Sangat berat
Hasil tes spirometri dapat ditampilkan dalam bentuk grafik volume per waktu
atau flow per volume.
reproducible,
aman,
cepat
dan
mudah
dilakukan
selama
napas
yang
lebih
responsif
terhadap
stimulasi
dari
luar.
40
yang optimal karena terapi berdasarkan gejala dan faal paru saja tidak cukup.
Derajat hiperresponsif bronkus pada asma dapat memberikan informasi
tentang prognosis. Kejadian eksaserbasi lebih tinggi pada penderita asma
dengan hiperresponsif bronkus yang berat.23
Ada dua jenis tes provokasi bronkus yaitu cara langsung dan tidak
langsung. Cara langsung dengan menggunakan agen farmakologi seperti
histamin dan metakolin (analog asetilkolin). Sedangkan cara tidak langsung
dengan stimulus fisik (latihan, hiperventilasi eukapnik, udara dingin, salin
hipertonis,
air
suling)
dan
stilmulus
kimiawi
(manitol,
adenosine
seperti
metakolin
monophosphate).22
Stimulus
bahan
tidak
spesifik
pada
bronkus
41
tanda awal asma. Oleh karena itulah beberapa peneliti sering menggunakan
tes kombinasi untuk mendiagnosis atau menyingkirkan asma. Tes latihan ini
sering digunakan pada atlit, pemadam kebakaran, penyelam, perokok, anak,
evaluasi batuk, konfirmasi asma dan menilai terapi (seperti kortikosteroid).39
Tes Provokasi bronkus
Langsung
Tidak Langsung
Latihan
Salin Hipertonik
Adenosin monophosphat (AMP)
Manitol
Hiperventilasi Eukapnik Volunter (EVH)
Metakolin
Histamin
Gambar 2.19 Diagram tes provokasi bronkus langsung dan tidak langsung.16
Tes provokasi bronkus dengan metakolin atau dikenal dengan Metacholine
Challenget Test (MCT) dan kita singkat sebagai tes metakolin merupakan
salah satu tipe dari tes provokasi bronkus langsung. Metakolin adalah
termasuk
agonis
muskarinik
yang
sangat
sensitif
mengidentifikasi
negatif
(NPV) lebih tinggi dibanding nilai prediksi positif (PPV), artinya tes ini lebih
mudah dalam menyingkirkan diagnosis asma dibandingkan mendiagnosis
asma.16,40 Penderita dengan hasil tes metakolin yang negatif akan mendukung
diagnosis bahwa penderita bukan asma sedangkan hasil yang positif tidak
selalu penderita memiliki asma. Hasil tes metakolin positif menggambarkan
adanya jejas saluran napas yang bukan hanya didapati pada penderita asma
42
saja.39 Tes metakolin merupakan tes yang telah terbukti lebih baik dibanding
yang lainnya.37
Tes provokasi bronkus dapat digantikan dengan tes bronkodilator
khususnya pada obstruksi berat. Penderita dengan obstruksi berat dengan
FEV1<50% prediksi merupakan kontraindikasi dilakukan tes provokasi
bronkus.46
43
44
45
46
Waktu minimal
sebelum tes
8 jam
24 jam
48 jam*)
12 jam
47
Intermediate-acting theophyllines 24 h
Long-acting theophyllines 48 h
Tablet standar 2-agonis 12 h
Tablet Long-acting 2-agonis
Natrium Kromolin
Nedokromil
Hidroxazin, Cetirizine
Leukotrien modifier
Makanan
Kopi, Teh, Cola, Coklat
Keterangan:
24 jam
48 jam
12 jam
24 jam
8 jam
48 jam
3 hari
24 jam
Pada hari tes
metakolin
Durasi efek
1-3 minggu
Beberapa bulan
3-6 minggu
1 minggu
Belum pasti (lebih baik dihindari beberapa
jam)
Beberapa hari sampai bulan
Faktor yang meningkatkan hiperresponsif tersebut akan menyebabkan tes
metakolin menjadi positif palsu.16
Sebelum tes dilakukan penderita harus dijelaskan tentang metode tes dan
gejala efek samping ringan seperti batuk dan sesak napas yang dapat terjadi.
Kebanyakan penderita tanpa gejala sampingan. Hanya sedikit penderita yang
terjadi gejala berat. Penderita diminta menandatangani informed consent
sebelum tes. Kuisioner tentang kontraindikasi dan obat-obatan yang
digunakan penderita dievaluasi sebelum tes. Penderita diminta buang air kecil
sebelum tes.37
Saat tes, penderita harus mengetahui dan memahami prosedur pemeriksaan
baik spirometri maupun tes metakolin. Penderita diuji dalam posisi duduk dan
48
(acetyl--methylcholine
chloride)
adalah
sintetik
dari
49
50
tidak
FEV1 >70%
prediksi?
ya
beri pengencer atau dosis
metakolin pertama, lalu tes
spirometri setelah beberapa menit
ya
FEV1 turun
>20%
tidak
beri dosis metakolin
selanjutnya, lalu tes spirometri
setelah beberapa menit
ya
FEV1 turun
>20%
tidak
tidak
beri dosis
16mg/ml ?
ya
FEV1 turun
>10%
tidak
ya
Tes selesai
Gambar 2.21 Alur pemeriksaan tes metakolin.37
51
Ambil
Tambah NaCl
Larutan yang
0,9%
diharapkan
100mg
100mg
6,25 ml
E: 16mg/ml
3 ml larutan E
9 ml
D: 4mg/ml
3 ml larutan D
9 ml
C: 1mg/ml
3 ml larutan D
9 ml
B: 0,25mg/ml
3 ml larutan B
9 ml
A: 0,0625mg/ml
Metode five-breath dosimeter sering dipakai dalam penelitian. Dosis yang
digunakan merupakan kelipatan 4 yaitu 0,0625; 0,25; 1; 4; dan 16 mg/ml.
Langkah dari metode five-breath dosimeter adalah:37
1. Siapkan dan cek dosimeter
2. Siapkan lima konsentrasi metakolin dalam vial steril dan simpan dalam lemari
es suhu 40C
3. Keluarkan vial isi metakolin dari lemari es 30 menit sebelum tes metakolin
dimulai
4. Ambil 2ml metakolin dosis terendah dari vial steril dengan menggunakan
spuit steril dan masukkan ke dalam nebulizer
5. Pasien dalam posisi duduk saat dilakukan tes
6. Pasien diminta memegang nebuliser dengan mouth piece di mulut dank lip
hidup.
7. Pasein diminta menghirup aerosol metakolin secara pelan dan dalam
kemudian pasien diminta menahan napas selama 5 detik (napas TLC / Total
Lung Capacity) lalu ekshalasi. Langkah 7 ini diulangi sebanyak 5 kali namun
tidak boleh melebihi 2 menit.
8. Lakukan tes spirometri setelah 30-90 detik kemudian. Tes spirometri harus
adekuat dan dapat diulang 3-4 kali namun tidak boleh melebihi 3 menit. Untuk
52
menjaga efek kumulatif dari metakolin maka jarak tiap inhalasi metakolin
sekitar 5 menit.
9. Tiap konsentrasi inhalasi metakolin diberikan harus dilakukan tes spirometri
untuk menilai FEV1
10. Jika FEV1 turun >20% FEV1 awal / baseline maka tes metakolin dihentikan,
catat gejala dan tanda yang terjadi lalu diberi inhalasi salbutamol. Lakukan tes
spirometri 10 menit setelah inhalasi salbutamol untuk melihat peningkatan
FEV1 >90% baseline.
Penderita dengan hasil tes metakolin positif memiliki kecenderungan
terjadi mengi, penurunan saturasi oksigen, takikardi. Tekanan darah dan nadi
harus dimonitor selama pemeriksaan. Setelah didapati hasil tes metakolin
yang positif harus segera diberikan bronkodilator (misalnya salbutamol) dan
diulangi faal paru setelah 10 menit. Bronkospasme segera membaik dengan
bronkodilator. Bila hasil faal paru kembali >90% dibandingkan sebelum
inhalasi salbutamol, maka tes dinyatakan selesai. Namun bila FEV1 belum
melebihi 90% maka inhalasi bronkodilator dapat diulangi lagi untuk
meyakinkan fungsi pernapasan kembali seperti semula.38
53
54
Keterangan:37
PC20 : Provocation concentration / konsentrasi provokasi yang menyebabkan
penurunan FEV1>20%
C1 : konsentrasi metakolin sebelum terakhir (konsentrasi sebelum c2)
C2 : konsentrasi metakolin terakhir yang menghasilkan penurunan FEV1
>20%
R1 : persentase penurunan FEV1 setelah konsentrasi C1
-10
-20
-30
PC20= 3,7
AHR ringan
-40
-50
-60
-70
0,0625
1
0,25
konsentrasi metakolin (mg/ml)
16
55
>16
Normal
4-16
1-4
<1
terkait
bronkokonstriksi
saluran
napas
dan
dapat
mengalami keluhan selama atau pasca inhalasi metakolin. Efek samping yang
bronkokonstriksi yang berat dapat terjadi sehingga tes ini tidak boleh
dilakukan pada penderita dengan kondisi eksaserbasi akut terutama asma.
Efek samping yang pernah dilaporkan adalah nyeri kepala, iritasi
tenggorokan,
gatal,
kepala
terasa
ringan
dan
dapat
menyebabkan
56
lanjut
berupa
pemberian
inhalasi
glukokortikoid
(fluticasone
57
58
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
Usia
bertambah
Rokok
Amplifikasi
Genetik
(Fenotip,
Atopi)
Inflamasi
Imunitas
menurun
Respons
imunitas
Respons
Th1
Infeksi Mikroba
Inflamasi
Remodeling
Saluran
Napas Kecil
Edema saluran
napas
Hipersekresi
mukus
Kerusakan
Parenkim
Paru
Emfisema
paru
Aktivasi
T-reg
Air trapping
Hiperresponsif
bronkus
Faktor
persisten
Faktor
variabel
Obstruksi
saluran
napas
Inflamasi
tanpa
amplifikasi
Bronko
spasme
Gejala
pernapasan
Penurunan
Faal Paru
PPOK
Variabel diteliti
Variabel tidak diteliti
57
59
3.2 Keterangan
Pajanan asap rokok menyebabkan inflamasi pada paru serta penurunan
sistem imunitas seseorang. Terjadinya inflamasi paru terkait rokok dipengaruhi
oleh faktor genetik seseorang seperti fenotip dan atopi. Faktor genetik ini
mempengaruhi amplifikasi respons inflamasi seseorang. Pada perokok yang
suseptibel, maka terjadi amplifikasi yang menyebabkan terjadinya inflamasi
berulang.
Bertambahnya usia menyebabkan sistem imunitas seseorang cenderung
turun. Imunitas yang turun disebabkan faktor pajanan asap rokok dan
pertambahan usia mempermudah terjadinya infeksi mikroba (virus dan bakteri)
pada paru. Infeksi ini akan memicu terjadinya inflamasi berulang selain faktor
pajanan asap rokok. Pada kondisi PPOK, infeksi mikroba akan memicu terjadinya
eksaserbasi dengan manifestasi kambuhnya gejala pernapasan.
Inflamasi berulang pada paru menyebabkan gangguan pada saluran napas
dan parenkim paru. Terjadi perubahan berupa edema saluran napas, hipersekresi
mukus, remodeling saluran napas kecil dan kerusakan parenkim paru. Remodeling
saluran napas kecil menyebabkan penyempitan kaliber saluran napas kecil yang
merupakan faktor persisten hiperresponsif bronkus. Sementara edema saluran
napas dan hipersekresi mukus merupakan faktor variabel hiperresponsif bronkus.
Adanya remodeling faktor persisten dan variabel ditambah dengan faktor genetik
maka
hiperresponsif
bronkus
akan
menyebabkan
lebih
mudah
terjadi
bronkospasme dan hal ini berhubungan dengan faal paru. Faktor variabel akan
berperan pada gejala pernapasan kronis pada penderita PPOK. Obstruksi saluran
napas yang persisten disebabkan oleh perubahan faktor persiten. Semakin lama
merokok maka remodeling akan terus berjalan disertai dengan hiperresponsif yang
semakin berat. Kerusakan dinding alveoli dan parenkim paru akan berakibat
terjadinya emfisema paru dan air trapping yang menyebabkan terjadinya
peningkatan residual volume dan penurunan faal paru.
Pada perokok yang tidak terjadi PPOK, inflamasi dapat direspons oleh
imunitas tubuh penderita melalui respons Th1 yang akan mengaktivasi sel limfosit
T-reg. Inflamasi karena asap rokok yang kronis oleh tubuh masih dapat
60
61
BAB 4
METODE PENELITIAN
Sampel
Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi diambil dari masingmasing kelompok populasi dengan jumlah yang sama.
Besar sampel
Besarnya sampel pada penelitian ditentukan berdasarkan rumus rumus uji
hipotesis terhadap dua proporsi:66
n1 = n2 = ( Z1-/2 2PQ + Z1- P1Q1 + P2Q2) 2
(P1-P2)2
60
62
Di mana P = P1 + P2
2
Q = Q1 + Q2
2
n = jumlah sampel
Interval kepercayaan 95% sehingga tingkat kemaknaan = 0,05
Z1-/2= 1,96
Kuat uji (1-) = 80% sehingga power =20%
Z1- = 0,842
Proporsi hiperresponsif bronkus pada perokok = 11-14%.22
P1 = 0,11 Q1= 1-P1 = 0,86
Proporsi hiperresponsif bronkus pada PPOK = 48-94%.18
P2 = 0,48 Q2= 1-P2 = 0,52
P = 0,295
Q = 0,205
n1 = n2 = 22,63 ~ 23
pengambilan
sampel
penelitian
dilakukan
non-probability
63
Variabel penelitian independen yaitu rokok yang dinilai sebagai PPOK dan
bukan PPOK perokok. Hasil ditampilkan sebagai data nominal (PPOK dan
bukan PPOK perokok).
Variabel perancu yaitu asma, alergi, infeksi virus maupun bakteri dan
pajanan polusi udara pabrik yang telah dieksklusi.
64
4.8.2.
Bukan PPOK perokok adalah orang yang saat penelitian masih merokok
berapapun banyaknya, baik disertai dengan keluhan maupun tanpa
keluhan yang bukan termasuk dalam diagnosis PPOK
4.8.3.
10 pack years adalah merokok 1 pak (20 batang rokok) per hari selama
10 tahun atau 2 pak (40 batang rokok) per hari selama 5 tahun. Bila 1 pak
isi 12 batang rokok maka membutuhkan waktu 16 tahun. Bila 1 pak isi
16 batang rokok maka membutuhkan waktu 12 tahun.
4.8.4.
4.8.5.
Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
65
Pada penelitian ini hanya diambil pasien PPOK kategori A dan B saja
(GOLD 1 dan GOLD 2)
4.8.6.
4.8.7.
4.8.8.
4.8.9.
4.8.10. FEV1 (Force Expiratory Volume) adalah volume udara ekspirasi paksa
selama 1 detik pertama
66
4.8.11. FVC (Force Vital Capacity) adalah volume udara paksa maksimal
setelah dilakukan inspirasi maksimal
4.8.12. FEV1/FVC adalah rasio volume udara ekspirasi paksa selama 1 detik
pertama dengan volume udara paksa maksimal setelah dilakukan
inspirasi maksimal yang digunakan untuk menilai derajat obstruksi
saluran napas
4.8.13. Tes metakolin adalah tes provokasi bronkus dengan menggunakan
metakolin dimulai dengan dosis terendah 0,0625 sampai tertinggi
16mg/ml. Setiap selesai inhalasi metakolin, sampel penelitian dilakukan
tes faal paru untuk melihat perubahan terhadap FEV1. Dosis metakolin
yang diberikan adalah 0,0625; 0,25; 1; 4; dan 16 mg/ml. Tes metakolin
akan dihentikan bila terdapat penurunan FEV1>20% dibandingkan
baseline.
4.8.14. PC20 adalah konsentrasi provokasi yang menyebabkan penurunan FEV1
>20% dibandingkan dengan FEV1 baseline.
4.8.15. FEV1 baseline adalah FEV1 dasar yang dihasilkan oleh sampel populasi
sebelum diberikan inhalasi metakolin dan setelah diberikan inhalasi
pelarut (Normal salin / NaCl 0,9%).
67
Kriteria inklusi
Menandatangani
persetujuan mengikuti
penelitian
Sampel penelitian
PPOK
(GOLD 1, 2)
Bukan PPOK
Perokok
Analisis Data
Karya akhir
Gambar 4.1 Alur penelitian perbedaan hiperresponsif bronkus antara PPOK dan
bukan PPOK perokok.
68
Prosedur penelitian
Sampel yang terpilih dalam penelitian akan menjalani pemeriksaan faal paru dan
tes metakolin. Tes faal paru dilakukan berdasarkan panduan dari ATS dan dinilai
FEV1, FVC, rasio FEV1/FVC. Setidaknya dilakukan 3-4 manuver tiap tes faal
paru, lalu dinilai akseptabilitas dan reprodusibilitasnya.
Sampel akan diberikan inhalasi normal salin (NaCl 0,9%) lalu diuji faal parunya.
Hasil faal paru pasca inhalasi normal salin dicatat sebagai FEV1 baseline. Bila
terdapat penurunan FEV1>10% dibandingkan sebelum inhalasi normal salin,
maka sampel diekslusi dari penelitian. Sampel dengan hasil FEV1 baseline <50%
atau <1 liter sebelum pemberian inhalasi metakolin dieksklusi dari penelitian.
Penderita akan diberikan inhalasi metakolin bertahap dimulai dengan konsentrasi
terendah 0,0625mg/ml sampai tertinggi 16mg/ml. Peneliti menggunakan tehnik
five-breathing dalam pemberian inhalasi metakolin. Sampel penelitian diminta
menghisap inhalasi metakolin melalui mulut (dengan hidung dijeput klip hidung)
secara pelan dan dalam. Lalu sampel diminta untuk menahan napas selama 5 detik
kemudian menghembuskan napas secara perlahan. Pola bernapas ini diulang
sebanyak 5 kali, namun inhalasi metakolin tidak boleh melebihi 2 menit.
Penderita diberi waktu 30-90 detik sebelum dilakukan tes faal paru.
Setelah diberikan inhalasi metakolin, sampel akan diuji faal paru lagi dan dinilai
perubahan FEV1. Tes faal paru dilakukan 3-4 kali untuk menilai FEV1 dan tidak
boleh melebihi 3 menit. Setelah didapati hasil faal paru, penderita istirahat
sebentar selama 5 menit sebelum diberikan inhalasi metakolin konsentrasi di
atasnya. Hal ini agar terjadi konsentrasi kumulatif metakolin. Tes metakolin dan
faal paru diulangi seperti di atas.
Tes metakolin akan dihentikan bila terdapat penurunan FEV1>20% dibandingkan
dengan FEV1 baseline. Konsentrasi metakolin yang menyebabkan penurunan
FEV1>20% tersebut akan dimasukkan rumus untuk menghasilkan nilai PC20.
Kemudian dinilai derajat hiperresponsif bronkus sampel tersebut.
69
ekslusi
ya
Faal paru
awal
FEV1<50?
tidak
Inhalasi
NaCl0,9% 2cc
20 menit
tidak
ekslusi
Inhalasi metakolin
0,0625mg/ml 2 menit
Inhalasi metakolin
0,25mg/ml 2 menit
Inhalasi metakolin
1mg/ml 2 menit
Inhalasi metakolin
16mg/ml 2 menit
AHR sedang
-berat
ya
AHR ringan
tidak
ya
tidak
metakolin
D Inhalasi
4mg/ml 2 menit
AHR sedang
-berat
ya
ya
AHR borderline
ya
Normal AHR
Normal AHR
Inhalasi Salbutamol
Rawat Inap
tidak
Tes selesai
ya
Gambar 4.2 Alur pemeriksaan metakolin dengan tehnik five-breath, inhalasi metakolin
diberikan 5 kali hisap dan masing-masing ditahan 5 detik, 5 kali inhalasi tidak boleh
melebihi 2 menit. Tes Faal paru untuk menilai FEV1<20% baseline dinilai 30-90 detik
setelah inhalasi metakolin selesai. Tes faal paru diulang 3-4 kali, tidak melebih 3 menit. Lalu
dinilai penurunan FEV1 dan ditentukan langkah selanjutnya. Inhalasi metakolin konsentrasi
berikutnya diberikan 5 menit setelah selesai tes faal paru. Tes faal paru setelah inhalasi
salbutamol dilakukan setelah 10 menit inhalasi, inhalasi salbutamol dapat diulang 3 kali.
Tes metakolin memerlukan waktu sekitar 90 menit tiap orang.
70
ditentukan
derajat
hiperresponsif
bronkus.
Data
PC20
dan
penelitian
merupakan
pemeriksaan
yang
aman
dengan
71
saluran
napas
(FEV1/FVC)
antara
50-70%
yang
mengalami
melalui
penggunaan
mouth
piece
personal
dengan
72
73
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rai IB. Inflamasi Kronik Jalan Napas dan eksaserbasi pada Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). In Wibisono MJ, Maranatha D, & Marhana IA,
Majalah Kedokteran Respirasi. 2012; Vol. 3 Supl: pp. 71-77. Surabaya: PDPI
Jatim.
7.
8.
9.
dan
74
75
26. Walker PP, Hadcroft J, Costello RW, & Calverley PM. Lung function
changes following methacholine inhalation in COPD. Respiratory Medicine,
2009; 103: 535-541.
27. Brutsche M, Downs S, Schindler C, et al. Bronchial hypperresponsiveness
and the development of asthma and COPD in asymptomatic individuals:
SAPALDIA Cohort study. Thorax, 2006; 61: 671-677.
28. Papaiwannou A, Zarogoulidis P, Porpodis K, et al. Asthma - chronic
pulmonary disease overlap syndrome (ACOS): current literature review. J
Thorac Dis, 2014; 6(SI): S146-S151.
29. Scichilone N, Messina M, Battaglia S, Catalano F, & Bellia V. Airway
hyperresponsiveness in the elderly: prevalence and clinical implication. Eur
Respir J, 2005; 25: 364-375.
30. Willemse B, ten Hacken N, Rutgers B, Lesma-Leegte I, Timens W & Postma
D. Smoking cessation improves both direct and indirect airway
hyperresponsiveness in COPD. Eur Respir J, 2004; 24: 391-196.
31. Dima E, Rovina N, Gerassimou C, Roussos C, & Gratziou C. Pulmonary
fuction tests, sputum induction and brochial provocation tests: diagnostic
tools in the challenge of distinguishing asthma and COPD phenotypes in
clinical practice. International Journal of Chronic Obstructive Pulmonary
Diseases, 2010; 5: 287-296.
32. van den Berge M, Vonk J, Gosman M, et al. Clinical and inflammatory
determinants of bronchial hyperresponsiveness in COPD. Eur.Respir.J, 2012;
40: 1098-1105.
33. Piccilo G, Caponnetto P, Barton S, et al. Changes in airway
hyperresponsivenss following smoking cessation: comparisons between Mch
and AMP. Respiratory Medicine, 2008; 102: 256-265.
34. Wise R, Kenner R, Lindgren P, et al. The effect of smoking intervention and
an inhaled bronchodilator on airways reactivity in COPD: the Lung Health
Study. Chest, 2003; 1242: 449-58 (Abstract)
35. Verhoeven G, Hegmans J, Bogaard J, Hoogsteden H, & Prins J. Effects of
fluticasone
proprionate
in
COPD
patients
with
bronchial
hyperresponsiveness. Thorax, 2000; 57: 694-700.
36. Vestbo J, & Hansen E. Airway hyperresponsiveness and COPD mortality.
Thorax, 2001; 56 (Suppl II): ii11-ii14.
37. Crapo R, Casaburi R, Coates A, Enright P, Hankinspon J, & Irvin C.
Guidelines for methacholie and exercise challenge testing - 1999. Am J
Respir Crit Care Med, 2000; 161: 309-329.
76
77
52. Roth M & Tamm M. Airway smooth muscle cells respond directly to inhaled
environmental factors. Swiss Med Wkly, 2010; 140: 1-6.
53. JamesA & Carrol N. Airway smooth muscle cells respond directly to inhaled
environmental factors. Swiss Med Weekly, 2010; 140: 1-6.
54. Woodruff P, Khashayar R, Lazarus SC, et al. Relationship between airway
inflammation, hyperresponsiveness, and obstruction in asthma. A Allergy Clin
Immunol, 2001; 108: 753-758.
55. Miller M, Hankinson J, Brusasco V, et al. Standardisation of spirometry. Eur
Respir J, 2005; 26: 319-338.
56. Hyatt RE, Scanlon PD, & Nakamura M. Interpretation of pulmonary function
test: a practical guide (third ed.), 2009. Philadelphia: Lippincot Williams &
Wilkins.
57. Grippi MA & Tino G. Pumonary function Test. In A. P. Fishman JA, Elias
JA, Fishman MA, Grippi RM, Senior & Pack AI, Fishman's Pulmonary
Diseases and Disorders (forth ed., pp. 567-609), 2008. New York:
McGrawHill Medical.
58. Ranu H, Wilde M, & Madden B. Pulmonary function tests. Ulster Med J,
2011; 802: 84-90.
59. Maranatha D. Lung function and clinical excercise Test. In M. Wibisono, D.
Maranatha, & I. Marhana, Majalah Kedokteran Respirasi (Vols. 3, Supl., pp.
43-54), 2012. Surabaya: PDPI Jatim.
60. Pellegrino R, Viegi G, Brusasco V, et.all. Interpretative strategies for lung
function tests. Eur Respir J 2005; 26: 948968.
61. Townley RG, Bewtra AK, Nair NM, et al. Methacholine inhalation challenge
studies. J Allergy Clin Immunol 1979; 64: 569-74.
62. Ramsell JW, Nachtwey F, Moser KM. Bronchial hyperreactivity in chronic
obstructive bronchitis. A Rev Respir Dis 1982; 26: 829-32.
63. Pratter MR, Barrter TC, Dubois J. Bronchodilator reversal of bronchospasm
and symptoms incurred during methacholine bronchoprovocation challlenge.
Documentation of safety and time course. Chest 1993; 104: 1342-1345.
64. Martin RJ, Wanger JS, Irvin CG, et al. Methacholine challenge testing, safety
for low starting FEV1. Chest 1997; 112: 53-56.
65. Tashkin DP, Altose Md, Bleecker ER, et al. The Lung Health Study: Airway
responsiveness to inhaled methacholine in smokers with mild to moderate
airflow limitation. Am Rev Respir Dis 1992; 145: 301-310.
78
66. Dahlan M Sopiyudin. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika,
2009.
79
Lampiran 1
FORM INFORMATION FOR CONSENT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DEPARTEMEN / SMF PULMONOLOGI DAN
ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
Jl.Mayjen Prof.Dr.Moestopo no.6-8, telp.031-5501661
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr.SOETOMO
SURABAYA 60286
Penjelasan penelitian untuk disetujui (Information for consent)
NamaPeneliti
Alamat
Telepon
: 081350125649
Judul Penelitian
80
Persiapan diperlukan
81
iritasi saluran napas dan risiko alergi. Risiko efek samping tersebut dapat
terjadi saat tes metakolin berlangsung, setelah selesai tes atau dua sampai tiga
hari kemudian.
82
G. Jaminan kerahasiaan
Identitas dan hasil pemeriksaan dari subjek penelitian akan dijamin
kerahasiaannya dengan tidak mencantumkan identitas dalam hasil penelitian
maupun publikasi ilmiah.
83
L. Biaya
Biaya pemeriksaan metakolin sepenuhnya ditanggung oleh penelitian. Bila
terdapat efek samping maka tatalaksana efek samping serta biayanya akan
ditanggung oleh peneliti. Subjek penelitian tidak dikenakan biaya apapun
untuk tes metakolin.
Setelah subjek menjalani tes metakolin sekitar 1-2 jam, maka akan diberikan
obat pelonggar saluran napas (bronkodilator inhalasi) guna mengembalikan
fungsi faal paru kembali ke kondisi semula. Kemudian dilakukan monitor
evaluasi selama 1 jam pasca tes untuk menilai efek samping yang lain. Bila
tidak ada efek samping maka penderita diperbolehkan pulang. Penderita atau
keluarga diberikan nomor telepon peneliti (dr.Alfian Nur Rosyid
081350125649), bila selama 3 hari kemudian terjadi efek samping saat di
84
Peneliti
(..)
Mengetahui,
Saksi 1 (dari pihak peneliti)
(..)
(..)
85
Lampiran 2
: ..
Umur
: .tahun
Alamat
: ..
Telepon / Email
: ..
Instansi
: ..
(..)
Mengetahui,
Saksi 1 (dari pihak peneliti)
(..)
(..)
86
: ..
Umur
: .tahun
Alamat
: ..
Telepon / Email
: ..
Instansi
: ..
(..)
Mengetahui,
Saksi 1 (dari pihak peneliti)
(..)
(..)
87
: ....
Umur
: .tahun
Alamat
Telepon / Email
Instansi
(..)
Mengetahui,
Saksi 1 (dari pihak peneliti)
(..)
(..)
88
: ..
Umur
: .tahun
Alamat
: .
Telepon / Email
: ....
Instansi
: ....
(..)
Mengetahui,
Saksi 1 (dari pihak peneliti)
(..)
(..)
89
Lampiran 3
Lembar Pengumpul data Penelitian
Lembar Pengumpul Data Penelitian
Identitas Pasien PPOK /
bukan PPOK
1 Nama
2
3
4
5
Usia
Tgl tes:
PPOK /
Bukan PPOK
No.RM:
Telp:
Tahun
(40-65 tahun)
Kelamin:
Laki-laki
Alamat
Pajanan: debu / asap pabrik /
rokok pasif / kayu bakar
Mengi Nyeri
Batuk Darah
dada
Pekerjaan
Gejala*)
Dahak (warna)
Sesak
Waktu
(hari)
(bulan)
(tahun)
Tambahan
keluhan
Riwayat
Merokok
Batuk
Perokok aktif
Sejak usia:
thn
Rata2:
batang/hari
Indek Brinkman:
thn
batang/hari
bln/thn
tahun
Tidak merokok
Perokok pasif
(Ya / Tidak)
Pack Years
Batang rokok/hari:
Lama merokok:
Komorbid **)
DM
PJK
Pemeriksaan
Fisik
HT
GGK
Stroke
Liver
FVC=
RR:
TB:
cm
Wheezing:
l
FEV1/FVC=
***
11 Riw.Pengobatan
% prediksi=
% prediksi=
Bronkodilator:
Steroid:
t:
BMI:
%
Antikolinergik:
Ket.
Obstruksi
Restriksi
Xantin:
Symbicort 80
Berotec MDI
Seretide
Symbicort 160
Ventolin MDI
Spiriva Handihaler
Nb: *) mohon diisi lama keluhan penderita. Bila tidak ada keluhan berikan tanda minus (-). Pada
kolom dahak, dapat ditulis lama dan warna dahaknya (putih, kuning, hijau dll)
**) Lingkari bila terdapat komorbid
Pemeriksaan Penunjang dasar: Faal paru FEV1/FVC >50% atau > 1liter MEMEHUNI SYARAT:
Pengobatan lain
INKLUSI / EKSLUSI
90
Lampiran 4
Lembar hasil pemeriksaan tes metakolin
Lembar Hasil Pemeriksaan Tes Metakolin
Identitas Pasien Bukan PPOK / PPOK
1
Nama
2
Usia
3
Alamat
Penghentian
obat
Penghindaran
pajanan
Khusus sampel
PPOK
Faal paru
Tgl tes:
Kelamin:
Laki-laki
Tahun (40-65)
RM:
Telp:
Bukan PPOK
/ PPOK
(1)=
X=
X/(1)=
0,0625
(2)=
A=
A/(2)=
A/X=
inhalasi
0,25
(3)=
B=
B/(3)=
B/X=
metakolin
(4)=
C=
C/(4)=
C/X=
(5)=
D=
D/(5)=
D/X=
16
(6)=
E=
E/(6)=
E/X=
FEF25-75
FEV6
Awal
F=
M=
Penurunan
FEF25-75
-
Penurunan
FEV6
-
Baseline
G=
N=
G/F=
N/M=
0,0625
H=
O=
H/F=
O/M=
0,25
I=
P=
I/F=
P/M=
J=
Q=
J/F=
Q/M=
K=
R=
K/F=
R/M=
16
L=
S=
L/F=
S/M=
Penilaian Faal
paru tambahan
91
Hiperresponsif bronkus
Kesimpulan
PC20 (mg/ml) =
Efek samping
pasca tes
Tidak ada
efek samping
Tindak lanjut
pasca tes
<1
Sedang- berat
Batuk
Sesak napas
Mengi
14
ringan
Pusing
Sakit kepala
Dada terasa
berat
Tidak
4 - 16
bordeline
Nyeri dada
Reaksi alergi
Anafilaktik
>16
Iritasi
tenggorokan
Gagal Napas
Injeksi
Aminofilin iv
Infus drip
Aminofilin
FEV1 post
bronkodilator
KRS
MRS RPI
ICU on
Ventilator
Durasi tes
metakolin
Keterangan
menit
92
Lampiran 5
Aplikasi tes metakolin
93
94
Lampiran 6
Perlengkapan dan obat penelitian
No. Alat
1.
Tensimeter Air Raksa
2.
Stetoskop
3.
Saturasi Oksigen
4.
Timbang Badan
5.
Tinggi Badan
6.
Spirometri / Faal Paru + kertas
cetak
7.
Mouth Piece + penjepit hidung
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Merk
ABN
ABN
SIMC
SIMC
Koko
Legend
PARI
Anekagas
Philip
Terumo
Keterangan
Satuan mm/Hg
Satuan %
Satuan kg
Satuan cm
Dilakukan manuver FVC
saja untuk menilai FEV1
Mouth piece sekali pakai
tiap subjek
Provocation test
95
Lampiran 7
Penyediaan metakolin
1. Peracikan metakolin
Metakolin yang digunakan adalah Acetil -Metil Choline produksi dari Sigma
Aldrich 25 gram yang akan diracik menjadi beberapa konsentrasi tertentu.
Metakolin ini tersedia dalam bentuk bubuk / powder. Proses peracikan harus
steril dan dengan konsentrasi yang tepat. Peracikan akan dilakukan di Unit
Produksi
Instalasi
Farmasi
RSUD
Dr.Soetomo
Surabaya.
Untuk
96
2. Konsentrasi metakolin
Konsentrasi metakolin yang dipakai setiap pemeriksaan makin meningkat.
Metakolin yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima
konsentrasi obat metakolin yaitu:
Tabung
Konsentrasi (mg/ml)
0,0625
0,25
16
3. Penyimpanan metakolin
Metakolin yang sudah diracik dan dibagi dalam bentuk bubuk / powder ke
dalam botol steril harus disimpan dalam lemari es dengan suhu 40C.
Metakolin yang belum atau sudah diencerkan dengan pelarut NaCl 0,9%
harus disimpan dalam lemari es dengan suhu 40c. Metakolin tidak boleh
dipakai lagi bila telah diencerkan lebih dari tiga (3) minggu. Khusus
metakolin dengan konsentrasi 16 mg/ml hanya boleh diencerkan bila akan
dilakukan pemeriksaan.
4. Pemakaian metakolin
Metakolin yang akan dipakai, dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut
NaCl 0,9% secara steril. Lalu metakolin diambil 2 mililiter tiap sekali
pemakaian. Dilakukan inhalasi dengan menggunakan Alat tes Provokasi
merk PARI yang tersedia di Laboratorium Faal Paru RSUD Dr.Soetomo.
97
Lampiran 8
Persiapan dan metode pemeriksaan metakolin
Istirahat
3 menit
30-90
detik
Istirahat
5 menit
20 menit
Faal Paru
Baseline
Istirahat
Manuver
FVC
Dinilai
FEV1/FVC
Diulang 34 kali
3 menit
Bila terjadi
penurunan
FEV1
baseline
dibanding
FEV1 awal
10%
Hentikan
berikan
bronkodilator
5 menit
Faal Paru I
Istirahat
Manuver
FVC
Dinilai
FEV1/FVC
Diulang 34 kali
Bila terjadi
penurunan
FEV1 I
dibanding
FEV1
baseline
20%
Hentikan
98
napas 5 detik.
berikan
bronkodilator
napas 5 detik.
2 menit
30-90
detik
3 menit
5 menit
Istirahat
Faal Paru
II
Manuver
FVC
Dinilai
FEV1/FVC
Diulang 34 kali
Istirahat
30-90
detik
3 menit
5 menit
C.Metakolin konsentrasi 1
mg/ml
Teknik five-breathing.
1. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
2. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
3. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
4. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
5. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
2 menit
Istirahat
Faal Paru
III
Manuver
FVC
Dinilai
FEV1/FVC
Diulang 34 kali
Istirahat
30-90
detik
3 menit
5 menit
D.Metakolin konsentrasi 4
mg/ml
Istirahat
Faal Paru
IV
Istirahat
Bila terjadi
penurunan
FEV1 II
dibanding
FEV1 I
20%
Hentikan
berikan
bronkodilator
Bila terjadi
penurunan
FEV1 III
dibanding
FEV1 II
20%
Hentikan
berikan
bronkodilator
99
Teknik five-breathing.
1. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
2. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
3. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
4. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
5. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
2 menit
E.Metakolin konsentrasi 16
mg/ml
Teknik five-breathing.
1. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
2. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
3. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
4. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
5. Inspirasi dalam lalu tahan
napas 5 detik.
2 menit
Manuver
FVC
Dinilai
FEV1/FVC
Diulang 34 kali
Bila terjadi
penurunan
FEV1 IV
dibanding
FEV1 III
20%
Hentikan
berikan
bronkodilator
30-90
detik
3 menit
5 menit
Istirahat
Faal Paru
V
Manuver
FVC
Dinilai
FEV1/FVC
Diulang 34 kali
Istirahat
3 menit
5 menit
30-90
detik
Bila terjadi
penurunan
FEV1 IV
dibanding
FEV1 III
20%
Hentikan
berikan
bronkodilator
Bila terdapat efek samping, maka akan dilakukan tatalaksana seperti pada
lampiran 9.
100
Lampiran 9
Tatalaksana efek samping subjek penelitian
1. Efek samping tes metakolin
Tidak ada efek samping tes metakolin yang serius bahkan disebutkan
tanpa gejala. Meskipun begitu tetap harus diwaspadai terjadinya efek
samping pemberian bronkokonstriktor metakolin. Dari laporan tidak
diketahui terdapat kematian terkait tes metakolin, namun bronkospasme
berat dapat terjadi. Dua pertiga penderita tidak bergejala ketika
meninggalkan klinik.
Penelitian melaporkan gejala pasca tes metakolin di antaranya:
o batuk (25%)
o sesak (21%)
o mengi (10%)
o pusing (6%)
o sakit kepala (2%)
o Efek samping lambat jarang terjadi (0,3% penderita), mengeluhkan
nyeri dada beberapa hari kemudian
Efek samping dapat terjadi bukan hanya pada subjek penelitian, namun
juga terhadap tehnisi. Sehingga perlunya pencegahan untuk menghindari
kebocoran gas metakolin yang diinhalasikan.
2. Tatalaksana efek samping
Efek samping yang terjadi dapat akut atau lambat. Bila gejala akut maka
dapat segera ditangani sebelum subjek penelitian pulang. Namun bila
setelah inhalasi metakolin tidak didapatkan maka subjek penelitian dapat
pulang dan diberitahukan bahwa bila terdapat keluhan seperti batuk, sesak
napas, mengi, pusing, sakit kepala dapat segera menghubungi peneliti atau
langsung menuju UGD RSUD dr.Soetomo.
a. Tatalaksana efek samping akut
Metakolin dapat menyebabkan bronkokonstriksi dan memberikan
gejala sesak, batuk, pusing, sakit kepala. Tatalaksana efek samping
bronkokonstriksi dengan pemberian:
101
102
Lampiran 10
Rencana anggaran dana penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
Keterangan
Penyusunan, penggandaan proposal dan revisi
Penyusunan, penggandaan laporan hasil penelitian
dan revisi
Pemeriksaan Spirometri 46 pasien x @133.000
Pemeriksaan Metakolin 46 pasien x @ 300.000
Pengelolaan Statistik
Pembelian peralatan tatalaksana efek samping (1
paket)
Pembelian perlengkapan bahan penelitian (1 paket)
Total
Biaya
Rp 1.500.000,Rp 1.500.000,Rp 6.118.000,Rp 13.800.000,Rp 1.500.000,Rp 3.000.000,Rp
750.000,-
Rp 28.168.000,-