Bab 1
Bab 1
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
DAFTAR ISI
Daftar Isi..................................................................................................................... 1
Daftar Gambar............................................................................................................ 3
Daftar tabel................................................................................................................. 4
Pengantar................................................................................................................... 5
Bab I: Pendahuluan....................................................................................................6
1.1.
1.2.
Rumusan Permasalahan..................................................................9
1.3.
1.4.
Sistematika Pembahasan..............................................................10
1.5.
Landasan Teoritis..........................................................................13
2.2.
Kajian Teoritis................................................................................ 15
a.
SUSTAINABLE HOUSING...................................................................15
b.
TIPOLOGI.......................................................................................... 17
c.
d.
Hunian Vertikal................................................................................. 19
e.
Pemukiman Kumuh..........................................................................23
f.
URBAN HOUSING.............................................................................. 25
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
|1
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
1.2.
Kerangka Teoritis...........................................................................27
3.2.
3.3.
3.4.
Kesimpulan................................................................................... 35
Pendekatan Metode......................................................................37
4.2.
Tahapan Penelitian........................................................................40
4.3.
Lokasi............................................................................................ 41
4.4.
1.
Populasi............................................................................................ 43
2.
Sampel............................................................................................. 43
4.5.
Instrumen Penelitian.....................................................................44
4.6.
a.
b.
Daftar Pustaka..........................................................................................................47
|2
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
DAFTAR GAMBAR
|3
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Data Kepadatan Penduduk Tambora (Statistik Daerah Tambora 2015, 2015)
................................................................................................................................... 6
Tabel 2 : Jakarta terdapat di peringkat pertama dalam kepadatan penduduk...........27
Tabel 3 : Angka Kriminalitas Jakarta Barat (BPS, 2013)...........................................29
|4
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
PENGANTAR
Pusat kota merupakan jantung dari sebuah perputaran ekonomi maupun aktivitas
yang ada disuatu daerah. Dengan begitu, masyarakat memiliki ketertarikan yang
cukup tinggi untuk tinggal di pusat kota suatu daerah. Tinggal dipusat kota banyak
memiliki keuntungan seperti aksesibilitas menuju kantor ataupun sekolah yang dekat,
maupun fasilitas umum yang lengkap.
Namun berbagai keuntungan tersebut tidak menghindari banyaknya permasalahan di
pusat kota, baik kriminalitas, kepadatan penduduk dan masalah lainnya. Hal ini
disebabkan banyaknya jumlah transmigrasi tiap tahunnya sehingga masyarakat
urban yang datang ke pusat kota banyak menempati ruang-ruang yang seharusnya
tidak dijadikan tempat tinggal. Sehingga dengan banyaknya jumlah transmigrasi dan
pusat kota memiliki lahan yang tidak bertambah tiap tahunnya menyebabkan
masyarakat urban banyak membuat rumah-rumah ilegal tanpa izin pembangunan
yang jelas.
Dengan begitu ibukota semakin padat dengan bangunan-bangunan tinggal. Akhirnya
pemerintah sadar akan lahan yang semakin menipis dan memberi solusi dengan
banyaknya pembangunan-pembangunan rusunawa bagi masyarakat yang tinggal di
daerah padat penduduk. Namun apakah rusunawa yang sudah tersedia kini dapat
memenuhi kebutuhan masyarakatnya?
|5
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
BAB I: PENDAHULUAN
Apabila dibandingkan tahun 2010 yaitu 14.518 jiwa per km 2 maka terjadi
peningkatan rata-rata sebesar 655 jiwa per km2 per tahunnya. (BPS, 2014)
Pada persebarannya penduduk di wilayah Jakarta juga tidak rata, Jakarta
Pusat merupakan daerah yang paling padat menurut urutan kota dengan kepadatan
18.569 jiwa per km2. Namun kecamatan yang memiliki penduduk terpadat se-Asia
Tenggara justru terdapat di wilayah Jakarta Barat, tepatnya di kecamatan Tambora,
Jakarta Barat. (Tempo, 2008)
Tabel 1 : Data Kepadatan Penduduk Tambora (Statistik Daerah Tambora 2015, 2015)
|6
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
|7
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Kompas (2009), sebelumnya warga Tambora yang tinggal dirumah susun ini,
sudah menetap di lokasi yang sama dan pemukimannya mengalami pembongkaran
oleh pemerintah untuk dijadikan rumah susun. Rusun ini dibangun kali pertama oleh
Pemda DKI Jakarta tahun 1983 secara sederhana berdinding batako tanpa diplester.
Peremajaan ini baru terjadi pada tower 1 sedangkan tower 2 dan 3 belum mengalami
renovasi dan peremajaan.
Menurut
hasil
wawancara
peneliti
dengan
warga
setempat
peneliti
menemukan perbedaan dilokasi bahwa fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
tersedia di rumah susun lama tidak begitu menunjang seperti tower yang sudah di
renovasi tidak tersedianya ruang puskesmas, bank sampah, PAUD, taman bermain,
ruang pengelola, dan ruang wirausaha. Sedangkan pada rumah susun lama hanya
menyediakan rumah tinggal dan ruang wirausaha yang terdapat pada lantai 1.
Namun dalam hal ini warga rumah susun sebenarnya tidak keberatan rumah susun
yang lama tidak mengalami peremajaan meskipun dirumah susun yang lama tidak
begitu menunjang dari segi kebutuhan sense of community and sense of belongings
karena para penghuni rumah susun yang mayoritas merupakan GMBR (Golongan
Masyarakat Berpenghasilan Rendah) memikirkan biaya yang nantinya akan
dikeluarkan menjadi lebih tinggi dibanding sebelum rumah susun direnovasi.
Sehingga dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk mengevaluasi rumah susun
yang sudah di renovasi apakah sesuai dengan kebutuhan pengguna yang memiliki
sifat sense of community and sense of belongings yang tinggi dan nantinya hasil
evaluasi ini dapat dijadikan sebagai saran atau acuan bagi perancang untuk
merenovasi rumah susun selanjutnya.
|8
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Memberikan
kontribusi
bagi
pemerintah
agar
dapat
mengevaluasi
2.
|9
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Menguraikan mengenai landasan teori: Definisi teori terkait kaitan Evaluasi Pasca
Huni (Post Occupancy Evaluation) RUSUNAWA Tambora
BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
Bab ini menjelaskan letak lokasi studi dan subjek yang akan dituju untuk penelitian
yang dilakukan.
BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dari awal
sampai akhir dan bagaimana data di peroleh.
BAB V: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menganalisis dan meneliti Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)
RUSUNAWA Tambora melalui hasil studi lapangan lalu dibandingkan dengan
pengamatan berdasarkan literatur atau teori untuk memperoleh kesimpulan.
BAB VI: KESIMPULAN
Menguraikan hasil dari kesimpulan kasus Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy
Evaluation) RUSUNAWA Tambora yang dijadikan objek kajian dengan teoritis
sebagai landasan.
| 10
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 11
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 12
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
perumahan yang sesuai untuk diterapkan setelah bencana. Sedangkan Asfour dan
Ghali (2014) pada penelitiannya berfokus pada strategi pembangunan perkotaan dari
pusat kota, dengan fokus pada kota Rafah yang terletak di Jalur Gaza, Wilayah
Palestina.
Suhaeni (2010) mengklasifikasi untuk mempermudah pengorganisasian, perbaikan
dan pembangunan kawasan perumahan kumuh dengan kepadatan penduduk yang
tergolong tinggi di perkotaan.
Murbaintoro, dkk (2009) mengkaji untuk mengembangkan model hunian vertikal
menuju pembangunan perumahan berkelanjutan dan implikasinya terhadap
kebijakan pembangunan perumahan bagi MBR.
| 13
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
yang dimotori oleh United Nations Centre for Human Settlements (UNCHS)
| 14
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
lain
adalah
pembangunan
mempertimbangkan
berkelanjutan
secara
seimbang
yakni
tiga
pembangunan
dimensi
yang
telah
berkelanjutan
yaitu
| 15
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
kategori kota berwawasan lingkungan (sustainable city) antara lain : tetap terjaga
ketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup di kawasan perkotaan (sustainable
land use planning and management serta sustainable housing and urban
development), terpenuhinya kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau bagi
seluruh masyarakat (affordable low cost housing) dan terwujudnya kehidupan sosial
kemasyarakatan
yang
harmonis
dan
masih didominasi oleh pengembangan hunian tapak (landed). Sudah banyak terjadi
perubahan fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan perumahan yang pada
gilirannya akan mengakibatkan degradasi lingkungan.
b. TIPOLOGI
Menurut Kamus Sosiologi yang disusun oleh Marshall (1994) dalam Suhaeni (2010)
tipologi diartikan sebagai klasifikasi. Dalam ensiklopedia tipologi diterjemahkan
sebagai klasifikasi sistematis. The Great Soviet Encyclopedia (1979) tipologi dapat
didefinisikan sebagai klasifikasi sistematis berdasarkan karakteristik tertentu. Dalam
konteks perkotaan istilah tipologi diartikan oleh Lozano (1990) sebagai pengenalan
suatu objek atau elemen yang inti dasarnya mempunyai kemungkinan untuk dapat
ditemukan di tempat lain yang sejenis. Istilah tipologi ini biasa digunakan dalam
mengidentifikasi pola-pola ruang perkotaan Lozano (1990). Tipologi dapat terbentuk
dari berbagai varian dengan berbagai kombinasi tanpa kehilangan ciri atau
karakteristik utama dari objek tersebut dan dibentuk melalui proses selektif
berdasarkan pada objek atau elemen dasar.
Lozano (1990) dalam Suhaeni (2010) Dalam perkembangannya tipologi tidak hanya
dapat terbentuk dari objek atau elemen fisik, tetapi juga kondisi-kondisi sosial,
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 16
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 17
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Aspek ini sangat penting, tinjauan aspek ekonomi sebagai salah satu pilar
pembangunan berkelanjutan mejadi sangat penting untuk dikaji secara mendalam
dan komprehensif. Oleh karena itu indeks keterjangkauan yang selama ini telah
dikembangkan oleh beberapa lembaga di beberapa negara menjadi salah satu hal
yang penting untuk dipertimbangkan.
Indeks keterjangkauan (median multiple) yang merupakan perbandingan antara
median harga rumah (median house price) dan median pendapatan keluarga
setahun (median household income multiple) telah mengalami kenaikan secara
tajam di beberapa negara (Wendell Cox and Hugh Pavletich, 2007).
d. Hunian Vertikal
Di Indonesia, kehadiran rumah susun sudah sejak lama ada, tetapi hanya terbatas
dikota - kota besar dengan jumlah satuan rumah susun yang terbatas, sehingga
belum dikenal secara merata oleh seluruh masyarakat. Sementara itu, masyarakat
selama ini sudah sejak lama terbiasa membangun unit hunian secara individual dan
mandiri. Hampir 70% penduduk membangun sendiri rumah yang ditempatinya
dengan pola hunian 80% merupakan rumah tunggal tidak bertingkat (Statistik
Perumahan dan Permukiman (2004) dalam Suhaeni (2009)).
Tahun 1990, ketika pembangunan rumah susun untuk kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah dikenalkan melalui program urban renewal, hasilnya
menunjukkan bahwa pembangunan rumah susun menghadapi banyak kendala.
Pusat Litbang Permukiman (1999) dalam Suhaeni (2009), kendala-kendala tersebut
mulai dari proses sosialisasi, land re-adjustment, pematangan lahan, biaya
konstruksi sampai pengelolaan dan pemeliharaan bangunan rumah susun paska
konstruksi serta cara penghuniannya menghadapi kesulitan dan hambatan. Status
kepemilikan unit hunian pun yang merupakan komponen paling penting untuk dapat
memberikan kepastian hukum masih merupakan hal yang sulit teratasi, karena waktu
itu belum memiliki ketentuan-ketentuan dasar hukum, sehingga seringkali hal
| 18
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
tersebut tidak dapat dirumuskan dan diantisipasi sejak awal perencanaan, sehingga
menjadi masalah dikemudian hari.
Pada sisi calon penghuni, secara finansial unit hunian rumah susun memerlukan
biaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumah yang selama ini biasa dibangun
oleh penduduk secara individual karena perbedaan standar yang dipakai. Selain itu,
biaya konstruksi, operasional dan pemeliharaan rumah susun pada dasarnya lebih
tinggi daripada rumah biasa. Pusdata (2008) dalam Suhaeni (2009), padahal ratarata upah pekerja wilayah perkotaan yang penghasilannya mencapai Rp 2 juta atau
lebih hanya 4,3%.
Hambatan lainnya dalam pembangunan rumah susun adalah masalah kebiasaan,
budaya, atau gaya hidup masyarakat untuk beradaptasi dengan ruang vertikal yang
ruang geraknya serba terbatas.
Suhaeni (2009) Akan tetapi sejak kebijakan percepatan pembangunan perumahan
seribu tower yang dituangkan dalam Kepres nomor 22 tahun 2006 mengenai Tim
Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun dan disertai dengan lahirnya
model konsolidasi lahan perkotaan horizontal menjadi vertikal berserifikat, maka
pembangunan rumah susun perkotaan dapat diharapkan bukan hanya mampu
menciptakan penataan ruang yang menghasilkan kualitas lingkungan yang aman
dan sehat, tetapi juga mampu mendukung aktivitas-aktivitas ekonomi perkotaan
secara optimal dan terutama menguntungkan bagi semua pihak.
Dalam hal ini Murbaintoro (2009) meneliti pengembangan vertical housing yang
akhirnya terdapat 2 faktor diantaranya, ketersediaan RTH dan juga tingkat
masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal :
1. RTH
Pengembangan hunian vertikal pada suatu wilayah kota dikaitkan dengan
ketersediaan RTH sangat terkait erat dengan indikator pembangunan perumahan,
permukiman dan perkotaan. Oleh karena itu untuk menilai suatu kota diperlukan
| 19
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 20
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
industri. Data empiris juga menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian terbesar
adalah wilayah Jawa Barat yang merupakan salah satu lumbung padi nasional
(Hatmoko, 2004 dalam Murbaintoro, 2009). Kondisi tersebut di atas merupakan
konsekuensi dari lebih tingginya nilai ekonomi lahan (land rent) untuk industri,
perumahan dan permukiman dibandingkan untuk penggunaan lainnya (Barlowe,
1986 dalam Murbaintoro, 2009).
Disamping itu, pengembangan properti selama ini menggunakan konsep highest and
best use (Jarchow, 1991 dalam Murbaintoro 2009) yaitu pemanfaatan lahan
didasarkan pada kegunaan yang paling menguntungkan secara ekonomi dan
memiliki tingkat pengembalian usaha (return) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
fungsi lain. Teori lain menyatakan bahwa dalam konteks land economics, land value
sangat dipengaruhi oleh hubungan komplementer antara land rent dengan
transportation cost (Alonso, 1964 dalam Murbaintoro, 2009). Kondisi tersebut dapat
dilihat juga dari tren kenaikan harga tanah di Perum Perumnas Depok pada tahun
1990 an, dalam waktu dua tahun mencapai 75 % (Winarso, 2001 dalam Murbaintoro,
2009).
2. Tingkat Minat Masyarakat untuk Tinggal di Hunian Vertikal
Minat menghuni rumah bagi setiap individu dan keluarga tidak hanya dilihat bahwa
mereka tinggal secara fisik di rumah, tetapi merupakan proses pembentukan jatidiri
manusia secara utuh dan merupakan tempat persemaian keluarga dan budaya
masyarakat. Oleh karena itu menghuni rumah sangat terkait dengan proses
pembentukan ruang (Crowe, 1997 dalam Murbaintoro, 2009), sehingga menghuni
rumah merupakan fungsi dari tempat/ lokasi, waktu dan temporal (secara fungsional
dapat dirumuskan sebagai berikut: pembentukan ruang = f (place, locality, time,
temporal)). Jadi sangat tergantung dari persepsi dan makna yang dirasakan oleh
manusia (Santosa, 2001 dalam Murbaintoro 2009). Proses pembentukan ruang juga
akan menemukan konflik antara tradisi dan modernitas sehingga pada gilirannya
akan memudarkan identitas kota yang sangat terkait dengan aspek lokalitas
(Santosa, 2001 dalam Murbaintoro, 2009). Jadi identitas kota sangat dipengaruhi
| 21
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
oleh bentuk kota (urbanform), kultur dan kepadatan kota. Pada beberapa pendapat
terdahulu fenomena sosio kultural dan fisikal merupakan kekuatan yang membentuk
arsitektur tradisional (Oliver, 1987 dalam Murbaintoro, 2009) dan pada kenyataannya
arsitektur tradisional merupakan proses yang mampu menunjukkan interaksi antara
manusia dan lingkungannya, dan bentuk interaksi tersebut secara gradual berubah
karena terkait dengan konteksnya (Rapoport, 1994 dalam Murbaintoro, 2009).
Sehingga
dalam
mempertimbangkan
mengembangkan
hunian
faktor-faktor ketersediaan
vertikal
perancang
harus
ketertarikan
e. Pemukiman Kumuh
Kleniewski (2006) dalam Suhaeni (2010) jumlah penduduk yang terus bertambah
dan lahan perkotaan
yang
dimanfaatkan
| 22
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Pacione (2001) dalam Suhaeni (2010), standar unit hunian sehat untuk satu keluarga
yang dihuni oleh 4 orang mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) selayaknya
berukuran 36 m2 dengan ukuran kapling 60 m2. Akan tetapi, pada banyak kasus,
seringkali penduduk terpaksa harus tinggal dengan menempati ruang-ruang yang
sempit. Satu unit rumah dihuni oleh lebih dari 5 orang anggota keluarga. Apabila
kondisi tersebut tidak ditunjang oleh asupan makanan yang memadai berakibat pada
daya tahan tubuh yang lemah dan rentan sakit.
Suhaeni (2010), kondisi tersebut di atas dapat dilihat sebagai masalah yang
kompleks, karena berbagai faktor saling terkait dan sulit teruraikan benang
merahnya, sehingga akhirnya penanganannya dinilai tidak tepat sasaran. Oleh
sebab itu diperlukan proses identifikasi yang seksama dan klasifikasi atas beberapa
faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kawasan perumahan, terutama
pada kawasan perumahan yang memiliki kemudahan akses yang tinggi terhadap
pusat kegiatan ekonomi, karena lokasi tersebut secara sosial seringkali menjadi
tempat yang disukai sebagai tempat berkehidupan dan secara ekonomi sebagai
tempat mencari nafkah keluarga.
f. URBAN HOUSING
Kleniewski (2006) dalam Suhaeni (2010), proses urbanisasi yang terjadi di
negara-negara sedang berkembang bukan disebabkan oleh faktor revolusi industri
seperti yang terjadi di negara-negara barat, akan tetapi proses urbanisasi yang
terjadi karena migrasi penduduk.
Menurut Pacione(2001) dalam Suhaeni (2010) Migrasi penduduk merupakan
sebuah respon penduduk terhadap pembangunan yang tidak merata.Drakakis-Smith
(2000) dalam Suhaeni (2010) terdapat dua faktor mengapa migrasi penduduk terjadi,
yaitu faktor pendorong dan penarik.
1. Faktor pendorong terjadi karena adanya tekanan yang memaksa
penduduk untuk berpindah.
| 23
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
settlements
yaitu
rumah-rumah
yang
terbangun
tanpa
| 24
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
tipologi
diartikan
sebagai
klasifikasi.
Dalam
ensiklopedia
tipologi
melakukan
sesuatu
secara
terarah
karena
kepentingan
atau
kebutuhannya.
Lozano (1990), tipologi dapat dibedakan antara satu tipologi dengan tipologi
lainnya berdasarkan masanya (waktunya). Dalam masa pembentukan, sebuah
tipologi dibangun untuk memenuhi suatu standar serta beradaptasi dengan beragam
kondisi dan persyaratan. Selama periode tersebut konsep tipologi yang ditampilkan
akan diperjelas menjadi sebuah model yang dibangun berdasarkan ciri dan pola
yang memenuhi persyaratan/standar yang diminta. Akan tetapi, pada masa transisi
| 25
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
seringkali menuntut adanya perubahan dan aturan baru yang perlu dimodifikasi.
Contohnya fenomena meningkatnya jumlah kendaraan pribadi menuju pusat kota
merupakan sebuah proses perubahan sosial yang berimplikasi terhadap community
design. Kondisi tersebut merupakan proses perubahan sosial yang perlu dipahami
oleh para designer atau planner, bagaimana proses tersebut akan berlangsung dan
berpengaruh terhadap komunitas, apakah tipologi yang diciptakan masih akan tetap
sama seperti semula dengan konsekuensi menimbulkan konflik-konflik internal,
ataukah harus mencari tipologi yang adaptif dengan perubahan baru.
| 26
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 27
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Menurut data BPS (2014) DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat di Indonesia
dengan kepadatan 15.173 jiwa per km2. Sedangkan untuk daerah Jakarta sendiri
Jakarta Pusat merupakan daerah terpadat di Ibukota DKI Jakarta dengan kepadatan
18.569 jiwa per km2.
| 28
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Hanya saja, wilayah terpadat se-Asia Tenggara justru diduduki oleh Kecamatan
Tambora yang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Jakarta Barat
(Tempo, 2008). Di kecamatan Tambora sendiri terdapat kelurahan Kali Anyar yang
merupakan kawasan terpadat se-Asia (Tribunnews, 2014).
Selain padat, lokasi ini cukup banyak memiliki masalah karena kepadatan penduduk
tersebut. Seperti kebakaran, penyakit pernapasan ataupun kriminalitas. Berikut
catatan angka kriminalitas yang terjadi sepanjang tahun 2009-2013 menurut Badan
Pusat Statistik yang diambil dari Polres Metro Jakarta Barat (2013).
| 29
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Dari
berbagai
macam
permasalahan
kepadatan
penduduk
maka
peneliti
memutuskan untuk meneliti beberapa Jalan di Kelurahan Kali Anyar untuk dijadikan
sampel Penelitian.
| 30
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Lokasi Penelitian
Gambar 6 : Lokasi Penelitian (Google Maps, 2016)
| 31
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Di Jl. Kali Anyar VIII ini terdapat gang-gang kecil yang berisi pemukiman yang cukup
padat dengan sirkulasi jalanan yang tidak menentu. Ada beberapa jalan yang dapat
dilalui 2 motor, ada juga yang hanya satu motor ataupun jalan yang hanya dapat
dilewati oleh orang saja. Selain itu sirkulasi bangunan pada area ini sangat
memperihatinkan dan sangat padat. Karena atap-atap bangunan yang saling beradu,
dan tidak ada batas antara koridor bangunan dengan bangunan lainnya.
Gambar 8 : Gang didalam Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Selain itu pada gang ini juga tidak terdapat saluran air yang baik karena semua berisi
jalan tanpa ada batas koridor. Meskipun terdapat saluran-saluran air, tidak adanya
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 32
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Gambar 9 : Gang didalam Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)
Sirkulasi bangunan yang buruk menyebabkan sinar matahari yang tidak cukup
masuk ke dalam bangunan. Sehingga menjadikan suasana saat memasuki gang
cukup lembab dan gelap.
Selain itu, sirkulasi bangunan yang cukup buruk dan tidak terdapatnya hydrant
dilokasi ini mengharuskan warga apabila terjadi kebakaran harus menarik selang dari
jalan besar ataupun masjid terdekat. Tidak hanya saat kebakaran melanda, namun
banyak rumah warga yang tidak memiliki fasilitas MCK yang memadai sehingga
warga mendapatkan sumber air hanya dari masjid atau mushola setempat.
| 33
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Di Jl. Kali Anyar VIII ini juga memiliki gang yang menghubungkan dengan Jl.
Kampung Deret. Kampung Deret ini merupakan subsidi dari pemerintah Jakarta
pada tahun 2014 (Kompas, 2014). Di kampung deret ini memiliki sirkulasi bangunan
yang cukup baik dibanding dengan gang dalam lainnya.
Sebelum adanya kampung deret, rumah warga lebih rendah daripada jalanan dan
tidak memiliki MCK yang baik serta sirkulasi bangunan yang cukup buruk karena
jalan hanya dapat dilewati oleh orang saja.
3.4. Kesimpulan
Dari berbagai permasalahan yang terdapat pada gambaran umum, peneliti tertarik
untuk meneliti ruang-ruang sirkulasi bangunan yang ada, seperti jalanan yang dilalui
kendaraan, jarak antar tembok rumah, jarak antara atap rumah, dan kenyamanan
masyarakat sekitar dengan kondisi tersebut. Sehingga diharapkan dari hal-hal yang
diteliti tersebut menghasilkan data yang nantinya dapat mencari kenyamanan
sirkulasi bangunan yang ideal untuk rumah padat penduduk.
| 34
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 35
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
pengumpulan
data
dalam
pendekatan
kualitatif
menurut
Maxwell
dokumen
(dokumentasi),
atau
disebut
juga
content
peraturan-peraturan,
hukum,
dan
keputusan.
Pada
| 36
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 37
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
di
penelitian
lainnya,
Suhaeni
(2010),
dalam
penelitiannya
yang
| 38
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 39
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
4.3. Lokasi
Lokasi penelitian ini diambil di wilayah kelurahan Kali Anyar, Tambora, Jakarta Barat.
Peneliti menentukan beberapa titik jalan yang sekiranya mewakili kelurahan ini untuk
dijadikan sampel. Diantaranya, Jl. Kali Anyar VIII, Jl. Kali Anyar X, dan Jl. Kampung
Deret.
Jl. Kali Anyar VIII ini dipilih untuk mewakili sirkulasi bangunan yang cukup baik diluar
namun memiliki gang-gang dalam dengan sirkulasi yang sangat tidak baik, Jl. Kali
Anyar X dipilih untuk mewakili banyaknya aktifitas yang terjadi disini karena dilokasi
ini terdapat pasar dan juga stasiun Duri, sedangkan Jl. Kampung Deret dipilih karena
merupakan lokasi yang bertransformasi dari sirkulasi bangunan yang tidak baik
menjadi sirkulasi bangunan yang cukup baik.
| 40
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 41
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
2. Sampel
Sampel yang digunakan merupakan jalan-jalan yang memenuhi kriteria, diantaranya:
Jl. Kali Anyar VIII, Jl. Kali Anyar X, dan Jl. Kampung Deret.Dalam menentukan
sampel, peneliti menggunakan jalan yang lebar dengan sirkulasi cukup baik (Jl. Kali
Anyar VIII dan Jl. Kali Anyar X), jalan agak lebar dengan sirkulasi yang tidak terlalu
baik (Jl. Kampung Deret), dan jalan sempit dengan sirkulasi yang tidak baik (gang di
dalam Jl. Kali Anyar VIII).Sehingga dengan beberapa sampel yang berbeda lokasi
peneliti dapat mengetahui dan membandingkan hasil sampling.
| 42
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 43
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 44
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
| 45
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
DAFTAR PUSTAKA
Asfour, Omar S., Samar Abu Ghali., (2014), URBAN DEVELOPMENT STRATEGIES
OF CITYCENTERS:The Case of Rafah City, Palestinian Territories, International
Journal of Architectural Research Volume 8 Issue 3 November 2014, 195-206.
Atanur, Gl., (2015), SPACE AND MEANING CHANGE IN URBANIZATION AND
MODERNIZATIONPROCESS: An Urban Park in the First Capital of the Ottoman
Empire, International Journal of Architectural ResearchVolume 9 Issue 1 March
2015, 247-260.
Murbaintoro, Tito., M. Syamsul Maarif, Surjono H. Sutjahjo, Iskandar Saleh., (2009),
Model
Pengembangan
Hunian
Vertikal
Menuju
Pembangunan
Perumahan
| 46
Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora
Heni.,
(2010),
Tipologi
Kawasan
Perumahan
| 47