Anda di halaman 1dari 47

Proposal Penelitian

Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

DAFTAR ISI

Daftar Isi..................................................................................................................... 1
Daftar Gambar............................................................................................................ 3
Daftar tabel................................................................................................................. 4
Pengantar................................................................................................................... 5
Bab I: Pendahuluan....................................................................................................6
1.1.

Latar Belakang Masalah..................................................................6

1.2.

Rumusan Permasalahan..................................................................9

1.3.

Maksud, Tujuan dan Manfaat Penelitian..........................................9

1.4.

Sistematika Pembahasan..............................................................10

1.5.

Kerangka Pikir Penelitian...............................................................12

Bab II: Kajian Pustaka..............................................................................................13


2.1.

Landasan Teoritis..........................................................................13

2.2.

Kajian Teoritis................................................................................ 15

a.

SUSTAINABLE HOUSING...................................................................15

b.

TIPOLOGI.......................................................................................... 17

c.

MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).....................................19

d.

Hunian Vertikal................................................................................. 19

e.

Pemukiman Kumuh..........................................................................23

f.

URBAN HOUSING.............................................................................. 25
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|1

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

1.2.

Kerangka Teoritis...........................................................................27

Bab III: Gambaran Umum Lokasi Studi.....................................................................28


3.1.

Kriteria Pemilihan Objek Penelitian...............................................28

3.2.

Deskripsi Umum Objek Penelitian.................................................32

3.3.

Data Fisik Objek Penelitian............................................................32

3.4.

Kesimpulan................................................................................... 35

Bab IV: Metode Penelitian........................................................................................37


4.1.

Pendekatan Metode......................................................................37

4.2.

Tahapan Penelitian........................................................................40

4.3.

Lokasi............................................................................................ 41

4.4.

Populasi dan Sampel.....................................................................43

1.

Populasi............................................................................................ 43

2.

Sampel............................................................................................. 43

4.5.

Instrumen Penelitian.....................................................................44

4.6.

Teknik Pengumpulan Data.............................................................44

a.

Observasi lapangan, pengamatan langsung....................................44

b.

Pengambilan data primer (wawancara dengan kuisioner)...............45

c. Pengambilan data sekunder, yaitu kegiatan pencarian data dari


pustaka.................................................................................................. 45
4.7.

Teknik Pengolahan Data................................................................45

Daftar Pustaka..........................................................................................................47

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|2

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Peta Jakarta (Google Maps, 2016)........................................................26


Gambar 2 : Peta Kecamatan Tambora (Google Maps, 2016)...................................28
Gambar 3 : Peta Kelurahan Kali Anyar (Google Maps, 2016)...................................29
Gambar 4 : Lokasi Penelitian (Google Maps, 2016).................................................30
Gambar 5 : Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)......................................31
Gambar 6 : Gang didalam Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)...............31
Gambar 7 : Gang didalam Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)...............32
Gambar 8 : Jl. Kampung Deret Tambora (Dokumentasi Pribadi, 2016).....................33
Gambar 9 : Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)......................................37
Gambar 10 : Gang didalam Jl. Kali Anyar VIII...........................................................38
Gambar 11 : Jl. Kampung Deret di Kecamatan Tambora..........................................38
Gambar 12 : Jl. Kali Anyar X.....................................................................................39

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|3

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Data Kepadatan Penduduk Tambora (Statistik Daerah Tambora 2015, 2015)
................................................................................................................................... 6
Tabel 2 : Jakarta terdapat di peringkat pertama dalam kepadatan penduduk...........27
Tabel 3 : Angka Kriminalitas Jakarta Barat (BPS, 2013)...........................................29

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|4

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

PENGANTAR

Pusat kota merupakan jantung dari sebuah perputaran ekonomi maupun aktivitas
yang ada disuatu daerah. Dengan begitu, masyarakat memiliki ketertarikan yang
cukup tinggi untuk tinggal di pusat kota suatu daerah. Tinggal dipusat kota banyak
memiliki keuntungan seperti aksesibilitas menuju kantor ataupun sekolah yang dekat,
maupun fasilitas umum yang lengkap.
Namun berbagai keuntungan tersebut tidak menghindari banyaknya permasalahan di
pusat kota, baik kriminalitas, kepadatan penduduk dan masalah lainnya. Hal ini
disebabkan banyaknya jumlah transmigrasi tiap tahunnya sehingga masyarakat
urban yang datang ke pusat kota banyak menempati ruang-ruang yang seharusnya
tidak dijadikan tempat tinggal. Sehingga dengan banyaknya jumlah transmigrasi dan
pusat kota memiliki lahan yang tidak bertambah tiap tahunnya menyebabkan
masyarakat urban banyak membuat rumah-rumah ilegal tanpa izin pembangunan
yang jelas.
Dengan begitu ibukota semakin padat dengan bangunan-bangunan tinggal. Akhirnya
pemerintah sadar akan lahan yang semakin menipis dan memberi solusi dengan
banyaknya pembangunan-pembangunan rusunawa bagi masyarakat yang tinggal di
daerah padat penduduk. Namun apakah rusunawa yang sudah tersedia kini dapat
memenuhi kebutuhan masyarakatnya?

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|5

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

BAB I: PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


DKI Jakarta merupakan daerah paling padat penduduk dibandingkan dengan
provinsi lain di Indonesia, pada tahun 2010 tercatat sebesar 14.518 jiwa per km 2dan
tahun 2014 kepadatan penduduk di Provinsi DKI Jakarta sebesar 15.173 jiwa per
km2.

Apabila dibandingkan tahun 2010 yaitu 14.518 jiwa per km 2 maka terjadi

peningkatan rata-rata sebesar 655 jiwa per km2 per tahunnya. (BPS, 2014)
Pada persebarannya penduduk di wilayah Jakarta juga tidak rata, Jakarta
Pusat merupakan daerah yang paling padat menurut urutan kota dengan kepadatan
18.569 jiwa per km2. Namun kecamatan yang memiliki penduduk terpadat se-Asia
Tenggara justru terdapat di wilayah Jakarta Barat, tepatnya di kecamatan Tambora,
Jakarta Barat. (Tempo, 2008)

Tabel 1 : Data Kepadatan Penduduk Tambora (Statistik Daerah Tambora 2015, 2015)

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|6

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Dalam menangani kepadatan penduduk di wilayah Jakarta ini, rusun menjadi


jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman di daerah perkotaan. Karena
mahalnya harga tanah di kota besar maka masyarakat terpaksa membeli rumah di
luar kota. Rumah Susun atau disingkat Rusun, kerap dikonotasikan sebagai
apartemen versi sederhana, walaupun sebenarnya apartemen bertingkat sendiri bisa
dikategorikan sebagai rumah susun. (Wikipedia, 2014)
Tempo (2008), dalam hal ini peneliti mengambil sampel pada rumah susun
Tambora yang merupakan rumah susun yang terletak pada daerah kepadatan
penduduk tertinggi se-Asia. Rumah susun Tambora ini telah mengalami renovasi
yang dimulai pada Oktober 2013 yang dihuni oleh 470 kepala keluarga (liputan 6,
2013) sehingga peneliti mencoba mengevaluasi terkait kebutuhan pengguna rumah
susun (Post Occupancy Evaluation).

Gambar 1. Rumah Susun Setelah Peremajaan


(Sumber, Dokumentasi Pribadi)

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|7

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Kompas (2009), sebelumnya warga Tambora yang tinggal dirumah susun ini,
sudah menetap di lokasi yang sama dan pemukimannya mengalami pembongkaran
oleh pemerintah untuk dijadikan rumah susun. Rusun ini dibangun kali pertama oleh
Pemda DKI Jakarta tahun 1983 secara sederhana berdinding batako tanpa diplester.
Peremajaan ini baru terjadi pada tower 1 sedangkan tower 2 dan 3 belum mengalami
renovasi dan peremajaan.
Menurut

hasil

wawancara

peneliti

dengan

warga

setempat

peneliti

menemukan perbedaan dilokasi bahwa fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
tersedia di rumah susun lama tidak begitu menunjang seperti tower yang sudah di
renovasi tidak tersedianya ruang puskesmas, bank sampah, PAUD, taman bermain,
ruang pengelola, dan ruang wirausaha. Sedangkan pada rumah susun lama hanya
menyediakan rumah tinggal dan ruang wirausaha yang terdapat pada lantai 1.
Namun dalam hal ini warga rumah susun sebenarnya tidak keberatan rumah susun
yang lama tidak mengalami peremajaan meskipun dirumah susun yang lama tidak
begitu menunjang dari segi kebutuhan sense of community and sense of belongings
karena para penghuni rumah susun yang mayoritas merupakan GMBR (Golongan
Masyarakat Berpenghasilan Rendah) memikirkan biaya yang nantinya akan
dikeluarkan menjadi lebih tinggi dibanding sebelum rumah susun direnovasi.
Sehingga dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk mengevaluasi rumah susun
yang sudah di renovasi apakah sesuai dengan kebutuhan pengguna yang memiliki
sifat sense of community and sense of belongings yang tinggi dan nantinya hasil
evaluasi ini dapat dijadikan sebagai saran atau acuan bagi perancang untuk
merenovasi rumah susun selanjutnya.

1.2. Rumusan Permasalahan


Dari pernyataan diatas yaitu Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)
Rumah Susun Tambora. Maka dari uraian tersebut peneliti mendapatkan sebuah
pertanyaan, antara lain:

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|8

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Apakah rumah susun Tambora yang sudah direnovasi dapat memenuhi


kebutuhan sense of community and sense of belongings pada penghuninya?

1.3. Maksud, Tujuan dan Manfaat Penelitian


Maksud dan tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk meninjau kembali terkait
evaluasi pasca huni di rumah susun Tambora (Post Occupancy Evaluation) dalam
hal kebutuhan ruang bersama (community space) para penghuninya yang bersifat
sense of community and sense of belongings. Manfaat yang diharapkan dari hasil
penelitian dengan evaluasi pasca huni di rumah susun Tambora diantaranya:
1.

Memberikan

kontribusi

bagi

pemerintah

agar

dapat

mengevaluasi

2.

masalah-masalah di Rumah Susun Tambora


Peneliti berharap proposal ini nantinya dapat menjadi referensi bagi para
perancang kota untuk mengetahui kebutuhan para pengguna rumah susun
baik dari segi perilaku sosial penghuninya maupun dari segi kebutuhan
fisik bangunan

1.4. Sistematika Pembahasan


Sistematika penulisan pada laporan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bab.
Masing-masing bab membahas bagian-bagian tertentu dari keseluruhan isi laporan
berdasarkan jenis bahasannya. Adapun sistematika pembahasan dalam penulisan ini
meliputi:
BAB I: PENDAHULUAN
Menguraikan tentang Latar belakang, Pernyataan masalah, Tujuan penulisan, dan
Sistematika pembahasan mengenai Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy
Evaluation) RUSUNAWA Tambora
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

|9

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Menguraikan mengenai landasan teori: Definisi teori terkait kaitan Evaluasi Pasca
Huni (Post Occupancy Evaluation) RUSUNAWA Tambora
BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
Bab ini menjelaskan letak lokasi studi dan subjek yang akan dituju untuk penelitian
yang dilakukan.
BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dari awal
sampai akhir dan bagaimana data di peroleh.
BAB V: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menganalisis dan meneliti Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)
RUSUNAWA Tambora melalui hasil studi lapangan lalu dibandingkan dengan
pengamatan berdasarkan literatur atau teori untuk memperoleh kesimpulan.
BAB VI: KESIMPULAN
Menguraikan hasil dari kesimpulan kasus Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy
Evaluation) RUSUNAWA Tambora yang dijadikan objek kajian dengan teoritis
sebagai landasan.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 10

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

1.5. Kerangka Pikir Penelitian


Kota Jakarta merupakan
Ibukota negara. Hal ini
menjadikan banyak Ibukota
merupakan sasaran bagi
kaum urban untuk mencari
nafkah. Sehingga ibukota
kian memadat setiap
tahunnya. Namun tak
banyak dari masyarakat
tersebut merupakan orang
yang tidak memiliki
pekerjaan dan tempat
tinggal. Sehingga banyak
dari mereka yang tinggal di
lokasi kumuh mengingat
tingginya harga tanah di
ibukota.

Penduduk rantau yang tinggal


di ibukota ini banyak
menyebabkan permasalahan
dari segi pertambahan
penduduk sehingga
menjadikan Jakarta sebagai
Ibukota terpadat di Indonesia
(BPS, 2014)

Hal ini menjadikan


pemerintah
membangun banyak
vertical housing
(rumah susun).

Penduduk kumuh memiliki jiwa


sense of community and sense
of belongings yang tinggi.
Menjadikan perancang kota
harus memikirkan sifat ini agar
kebutuhan penduduk tersalur
dengan baik
Namun baru 1 tower yang
mengalami peremajaan sehingga
peneliti bermaksud untuk
mengkomparasi dan
mengevaluasi ruang bersama
rusun yang sudah direnovasi dan
belum di renovasi untuk nantinya
dijadikan referensi untuk
membangun tower selanjutnya

Tempo (2008), Tambora


merupakan kecamatan
terpadat se-Asia. Sehingga
peneliti memilih lokasi
Tambora sebagai
permasalahan kepadatan
penduduk yang cukup
kompleks.

Rumah susun Tambora


merupakan rumah susun yang
sudah harus diberi peremajaan
sehingga pada tahun 2015
mengalami peremajaan.

Namun apakah rumah susun


yang ada sudah sesuai
kebutuhan penggunanya yang
bersifat sense of community
and sense of belongings?

Oleh karena itu peneliti


mengevaluasi pasca huni rumah
susun Tambora dan untuk nantinya
dapat memberikan referensi bagi
para perancang kota dalam
merancang vertical housing

Gambar 2 : Kerangka Pikir Penelitian

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 11

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis


Pusat kota atau downtown merupakan bagian yang sangat penting bagi masyarakat.
Karena jantung kota memiliki nilai yang sangat tinggi, dimana kebutuhan dan
layanan banyak disediakan (Asfour dan Ghali, 2014). Di kota modern, pusat kota
umumnya ditandai dengan konsentrasi jasa, kepadatan lalu lintas tinggi, harga tanah
yang tinggi menyebabkan bangunan ekspansi vertikal, dan variasi tinggi kepadatan
penduduk antara siang dan malam waktu.
Namun pusat kota tidak terlepas dari banyaknya masalah-masalah yang cukup
polemik seperti kriminalitas, kepadatan penduduk, dan kebakaran. Menurut Tucunan
dkk. (2013) Permasalahan kriminalitas merupakan fenomena sosial yang tidak lepas
dari problema perkotaan yang selama ini masih jarang menjadi bahasan utama
dalam perencanaan kota di Indonesia.
Selain masalah kriminalitas (Suhaeni, 2010) juga menjelaskan bahwa jumlah
penduduk yang terus bertambah dan lahan perkotaan yang dimanfaatkan semakin
penuh sesak, sehingga kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi di kawasan
perkotaan terbentuk tanpa dapat dihindari.
Terlepas dari masalah kepadatan penduduk masalah pedagang-pedagang informal
juga menjadikan ruang sirkulasi terganggu, (Sarwadi, 2013) keberadaan pedagang
informal yang menggunakan area yang tidak diperkenankan secara hukum untuk
bangunan merupakan kenyataan yang hampir selalu ada di wilayah perkotaan di
Indonesia. (Sarwadi & Wibisono, 2013) dalam penelitiannya mengungkap proses

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 12

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

menempati dan kecenderungan penggunaan ruang pada suatu area perdagangan


informal yang secara peraturan dilarang untuk didirikan bangunan.
Dalam menyelesaikan masalah tersebut Demir (2006) dalam Atanur (2015)
menyebutkan bahwa, pemerintah kota berusaha daerah terbuka yang sehat sebagai
balasan terhadap lingkungan sempit dari kelas pekerja dan kaum miskin, dan
fenomena waktu luang menyebar ke semua lapisan masyarakat.
Hal ini menjadikan para peneliti dalam bidang arsitektur meneliti tentang arsitektur
kota dalam bidang perilaku masyarakat kota, tatanan ruang kota dan pemukiman.
Diantaranya, Asfour dan Ghali (2014); Sarwadi & Wibisono (2013); Tucunan dkk.
(2013); Atanur (2015); Purwanto (2012); Fayazi dan Lizarralde (2013); Bruen dkk.
(2013); Suhaeni (2010); Suhaeni (2009); Murbaintoro, dkk (2009)
Tucunan dkk. (2013) dalam penelitiannya melakukan pendalaman aspek kultural dan
struktural yang mempengaruhi tingkat dan jenis kriminalitas di Kota Surabaya serta
mengidentifikasi aspek ruang yang mendukung untuk kedua motif tersebut.
Fayazi dan Lizarralde (2013); Bruen dkk. (2013) mengkaji informasi berguna yang
dapat

membantu arsitek dan pembuat keputusan mengidentifikasi strategi

perumahan yang sesuai untuk diterapkan setelah bencana. Sedangkan Asfour dan
Ghali (2014) pada penelitiannya berfokus pada strategi pembangunan perkotaan dari
pusat kota, dengan fokus pada kota Rafah yang terletak di Jalur Gaza, Wilayah
Palestina.
Suhaeni (2010) mengklasifikasi untuk mempermudah pengorganisasian, perbaikan
dan pembangunan kawasan perumahan kumuh dengan kepadatan penduduk yang
tergolong tinggi di perkotaan.
Murbaintoro, dkk (2009) mengkaji untuk mengembangkan model hunian vertikal
menuju pembangunan perumahan berkelanjutan dan implikasinya terhadap
kebijakan pembangunan perumahan bagi MBR.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 13

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Dari beragam pengelompokan problem statement dan diskusi maka dapat


disimpulkan banyaknya kata kunci yang didapat diantaranya : sustainable housing,
urban housing, tipologi, MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), hunian vertikal
dan pemukiman kumuh. Oleh karena itu proposal penelitian ini berjudul : Pengaruh
Kepadatan Penduduk Terhadap Kenyamanan Sirkulasi Bangunan di Kecamatan
Tambora.

2.2. Kajian Teoritis


a. SUSTAINABLE HOUSING
Pemenuhan kebutuhan rumah bagi setiap keluarga (shelter for all) dan
pengembangan perumahan yang berkelanjutan (sustainable housing development)
sudah menjadi agenda global yang harus diwujudkan oleh setiap negara. Persoalan
lain yang sangat mendasar adalah pemenuhan kebutuhan rumah yang terjangkau
oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini juga menjadi perhatian
berbagai pemangku kepentingan di dunia sebagaimana dicanangkan pada The 12th
Session of the Commission on Sustainable Development (CSD 12) tanggal 14-30
April 2004 di New York, yakni to achieve significant improvements in the living
conditions of the poorest population groups, in particular slum inhabitants, by the
year 2020 (Butters, 2003).
Perwujudan pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan, tidak dapat
dilepaskan dari pembangunan perkotaan secara keseluruhan, apalagi bila dikaitkan
dengan ketersediaan lahan yang merupakan sumberdaya alam yang tidak
terbarukan. Murbaintoro, dkk (2009)
Terdapat beberapa indikator pembangunan berkelanjutan, diantaranya :
1.

Murbaintoro, dkk (2009), salah satu indikator pembangunan berkelanjutan

yang dimotori oleh United Nations Centre for Human Settlements (UNCHS)

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 14

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

memberikan rekomendasi tentang bagaimana menetapkan indikator lingkungan


untuk pembangunan perumahan, permukiman dan perkotaan.
2.

Junaidi (2000) dalam Murbaintoro, dkk (2009), indikator lingkungan perkotaan

yang terkait dengan sustainibilitas lingkungan perkotaan adalah terpenuhinya luas


ruang terbuka (km2)/%.
3.

Murbaintoro, dkk (2009), ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) merupakan

salah satu indikator utama penelitian dalam melakukan analisis pembangunan


perumahan berkelanjutan
4.

Munasinghe (1993) dalam Murbaintoro, dkk (2009), indikator

lain

adalah

tingkat keterjangkauan masyarakat untuk menyewa atau membeli hunian serta


pendapat masyarakat tentang hunian yang diminati. Hal ini terkait dengan tiga pilar
konsep

pembangunan

mempertimbangkan

berkelanjutan

secara

seimbang

yakni
tiga

pembangunan
dimensi

yang

telah

berkelanjutan

yaitu

ekologi/lingkungan, ekonomi dan sosial.

Meneg LH (2000) dalam Murbaintoro, dkk (2009), sejalan dengan upaya


pembangunan perumahan, permukiman dan perkotaan berkelanjutan Kementerian
Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) bekerjasama dengan UNDP (United Nations
Development Programme) telah menerbitkan Agenda 21 Sektoral (nasional), yaitu
agenda permukiman untuk pengembangan kualitas hidup secara berkelanjutan yang
salah satunya mengamanatkan perlu upaya melindungi masyarakat dari praktekpraktek spekulasi dan monopoli penguasaan tanah.
Ini menunjukkan komitmen pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia untuk
mewujudkan pembangunan perumahan, permukiman dan perkotaan berkelanjutan.
Murbaintoro, dkk (2009), Beberapa pemikiran tersebut diatas sudah tentu
memberikan konsekuensi logis pada pengendalian pembangunan perumahan dan
permukiman di perkotaan agar dapat memenuhi persyaratan kota yang termasuk
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 15

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

kategori kota berwawasan lingkungan (sustainable city) antara lain : tetap terjaga
ketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup di kawasan perkotaan (sustainable
land use planning and management serta sustainable housing and urban
development), terpenuhinya kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau bagi
seluruh masyarakat (affordable low cost housing) dan terwujudnya kehidupan sosial
kemasyarakatan

yang

harmonis

dan

efisien (compact city) melalui

pengembangan hunian vertikal.


Murbaintoro, dkk (2009), pengembangan hunian vertikal di kota besar dan metro
sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, problem ketersediaan lahan
merupakan faktor pendorong bagi berbagai pemangku kepentingan untuk segera
memikirkan pola pengembangan perumahan

dan permukiman yang selama ini

masih didominasi oleh pengembangan hunian tapak (landed). Sudah banyak terjadi
perubahan fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan perumahan yang pada
gilirannya akan mengakibatkan degradasi lingkungan.

b. TIPOLOGI
Menurut Kamus Sosiologi yang disusun oleh Marshall (1994) dalam Suhaeni (2010)
tipologi diartikan sebagai klasifikasi. Dalam ensiklopedia tipologi diterjemahkan
sebagai klasifikasi sistematis. The Great Soviet Encyclopedia (1979) tipologi dapat
didefinisikan sebagai klasifikasi sistematis berdasarkan karakteristik tertentu. Dalam
konteks perkotaan istilah tipologi diartikan oleh Lozano (1990) sebagai pengenalan
suatu objek atau elemen yang inti dasarnya mempunyai kemungkinan untuk dapat
ditemukan di tempat lain yang sejenis. Istilah tipologi ini biasa digunakan dalam
mengidentifikasi pola-pola ruang perkotaan Lozano (1990). Tipologi dapat terbentuk
dari berbagai varian dengan berbagai kombinasi tanpa kehilangan ciri atau
karakteristik utama dari objek tersebut dan dibentuk melalui proses selektif
berdasarkan pada objek atau elemen dasar.
Lozano (1990) dalam Suhaeni (2010) Dalam perkembangannya tipologi tidak hanya
dapat terbentuk dari objek atau elemen fisik, tetapi juga kondisi-kondisi sosial,
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 16

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

ekonomi dan budaya mempengaruhi terbentuknya tipologi. Sebagai contoh


komponen teknologi berperan penting dalam membentuk tipologi perkotaan, karena
teknologimerupakansalahsatudarikomponen budaya masyarakat dan penggerak
utama yang membangun tipologi perkotaan. Teknologi adalah fasilitator yang
mendorong seseorang atau kelompok masyarakat mengerjakan sesuatu, contohnya
gedung-gedung bertingkat adalah produk teknologi dan trend budaya yang
mendorong pola-pola perilaku masyarakat melakukan sesuatu secara terarah karena
kepentingan atau kebutuhannya.
Tipologi dapat dibedakan antara satu tipologi dengan tipologi lainnya berdasarkan
masanya (waktunya). Dalam masa pembentukan, sebuah tipologi dibangun untuk
memenuhi suatu standar serta beradaptasi dengan beragam kondisi dan
persyaratan. Selama periode tersebut konsep tipologi yang ditampilkan akan
diperjelas menjadi sebuah model yang dibangun berdasarkan ciri dan pola yang
memenuhi persyaratan/standar yang diminta.
Akan tetapi, pada masa transisi seringkali menuntut adanya perubahan dan aturan
baru yang perlu dimodifikasi. Contohnya fenomena meningkatnya jumlah kendaraan
pribadi menuju pusat kota merupakan sebuah proses perubahan sosial yang
berimplikasi terhadap community design. Kondisi tersebut merupakan proses
perubahan sosial yang perlu dipahami oleh para designer atau planner, bagaimana
proses tersebut akan berlangsung dan berpengaruh terhadap komunitas, apakah
tipologi yang diciptakan masih akan tetap sama seperti semula dengan konsekuensi
menimbulkan konflik-konflik internal, ataukah harus mencari tipologi yang adaptif
dengan perubahan baru (Lozano, 1990).

c. MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)


Murbaintoro, dkk (2009), kebutuhan akan hunian harus disesuaikan dengan
kemampuan untuk memiliki atau menyewa hunian yang ditunjukkan oleh tingkat
keterjangkauan masyarakat untuk memiliki rumah melalui kredit / pembiayaan
pemilikan rumah (KPR) atau membayar sewa.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 17

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Aspek ini sangat penting, tinjauan aspek ekonomi sebagai salah satu pilar
pembangunan berkelanjutan mejadi sangat penting untuk dikaji secara mendalam
dan komprehensif. Oleh karena itu indeks keterjangkauan yang selama ini telah
dikembangkan oleh beberapa lembaga di beberapa negara menjadi salah satu hal
yang penting untuk dipertimbangkan.
Indeks keterjangkauan (median multiple) yang merupakan perbandingan antara
median harga rumah (median house price) dan median pendapatan keluarga
setahun (median household income multiple) telah mengalami kenaikan secara
tajam di beberapa negara (Wendell Cox and Hugh Pavletich, 2007).

d. Hunian Vertikal
Di Indonesia, kehadiran rumah susun sudah sejak lama ada, tetapi hanya terbatas
dikota - kota besar dengan jumlah satuan rumah susun yang terbatas, sehingga
belum dikenal secara merata oleh seluruh masyarakat. Sementara itu, masyarakat
selama ini sudah sejak lama terbiasa membangun unit hunian secara individual dan
mandiri. Hampir 70% penduduk membangun sendiri rumah yang ditempatinya
dengan pola hunian 80% merupakan rumah tunggal tidak bertingkat (Statistik
Perumahan dan Permukiman (2004) dalam Suhaeni (2009)).
Tahun 1990, ketika pembangunan rumah susun untuk kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah dikenalkan melalui program urban renewal, hasilnya
menunjukkan bahwa pembangunan rumah susun menghadapi banyak kendala.
Pusat Litbang Permukiman (1999) dalam Suhaeni (2009), kendala-kendala tersebut
mulai dari proses sosialisasi, land re-adjustment, pematangan lahan, biaya
konstruksi sampai pengelolaan dan pemeliharaan bangunan rumah susun paska
konstruksi serta cara penghuniannya menghadapi kesulitan dan hambatan. Status
kepemilikan unit hunian pun yang merupakan komponen paling penting untuk dapat
memberikan kepastian hukum masih merupakan hal yang sulit teratasi, karena waktu
itu belum memiliki ketentuan-ketentuan dasar hukum, sehingga seringkali hal

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 18

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

tersebut tidak dapat dirumuskan dan diantisipasi sejak awal perencanaan, sehingga
menjadi masalah dikemudian hari.
Pada sisi calon penghuni, secara finansial unit hunian rumah susun memerlukan
biaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumah yang selama ini biasa dibangun
oleh penduduk secara individual karena perbedaan standar yang dipakai. Selain itu,
biaya konstruksi, operasional dan pemeliharaan rumah susun pada dasarnya lebih
tinggi daripada rumah biasa. Pusdata (2008) dalam Suhaeni (2009), padahal ratarata upah pekerja wilayah perkotaan yang penghasilannya mencapai Rp 2 juta atau
lebih hanya 4,3%.
Hambatan lainnya dalam pembangunan rumah susun adalah masalah kebiasaan,
budaya, atau gaya hidup masyarakat untuk beradaptasi dengan ruang vertikal yang
ruang geraknya serba terbatas.
Suhaeni (2009) Akan tetapi sejak kebijakan percepatan pembangunan perumahan
seribu tower yang dituangkan dalam Kepres nomor 22 tahun 2006 mengenai Tim
Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun dan disertai dengan lahirnya
model konsolidasi lahan perkotaan horizontal menjadi vertikal berserifikat, maka
pembangunan rumah susun perkotaan dapat diharapkan bukan hanya mampu
menciptakan penataan ruang yang menghasilkan kualitas lingkungan yang aman
dan sehat, tetapi juga mampu mendukung aktivitas-aktivitas ekonomi perkotaan
secara optimal dan terutama menguntungkan bagi semua pihak.
Dalam hal ini Murbaintoro (2009) meneliti pengembangan vertical housing yang
akhirnya terdapat 2 faktor diantaranya, ketersediaan RTH dan juga tingkat
masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal :
1. RTH
Pengembangan hunian vertikal pada suatu wilayah kota dikaitkan dengan
ketersediaan RTH sangat terkait erat dengan indikator pembangunan perumahan,
permukiman dan perkotaan. Oleh karena itu untuk menilai suatu kota diperlukan

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 19

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan suatu


kota, antara lain mengukur kinerja; mengkaji tren; memberi informasi; menetapkan
target; membandingkan kondisi atau tempat; peringatan dini; dan menyusun pilihan
strategis dalam pembangunan kota (Junaidi, 2000 dalam Murbaintoro, 2009).
Kajian indikator pembangunan perkotaan di beberapa negara menunjukkan bahwa
salah satu indikator yang terkait dengan aspek lingkungan adalah ketersediaan RTH
yang memadai bagi penduduk kota. Indikator lingkungan perkotaan yang terkait
dengan sustainibilitas lingkungan perkotaan adalah terpenuhinya luas ruang terbuka
dalam km2 (Junaidi, 2000 dalam Murbaintoro 2009). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Zoeraini, fungsi hutan kota sebagai bagian dari RTH dapat menyerap
hasil negatif dari kota antara lain: suhu kota, kebisingan, debu, dan hilangnya habitat
burung (Zoeraini, 2005 dalam Murbaintoro, 2009).
Belum ada standar baku yang mengatur tentang kebutuhan RTH di suatu kota, tetapi
data empiris di beberapa kota dunia menunjukkan bahwa kebutuhan RTH di suatu
kota antara 6-10 m2/kapita (Ditjen Penataan Ruang, 2005 dalam Murbaintoro,
2009)., Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang telah
mengamanatkan untuk menyediakan RTH publik minimal 20 % dari luas kota dan
RTH privat minimal 10 % dari luas kota.
Secara umum kondisi RTH kota-kota di Indonesia menunjukkan tingkat ketersediaan
yang belum optimal. Kurang optimalnya pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau
(RTH) dapat dilihat dari luas RTH di beberapa kota di Indonesia yang mengalami
penurunan secara signifikan dalam 30 tahun terakhir, dari 35 % pada awal tahun
1970-an menjadi kurang dari 10 % terhadap luas kota secara keseluruhan (Kirmanto,
2005 dalam Murbaintoro, 2009). Apabila ditinjau dari kondisi kuantitas RTH di
beberapa negara, rasio RTH kota-kota metro di Indonesia sangat jauh lebih rendah
dibandingkan dengan kota-kota di Jepang (5 m2 / penduduk), Inggris (7-11.5 m2 /
penduduk) dan Malaysia (2 m2 / penduduk).
Fakta lain yang terkait dengan ketersediaan RTH adalah cukup tingginya lahan
pertanian yang beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan permukiman serta
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 20

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

industri. Data empiris juga menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian terbesar
adalah wilayah Jawa Barat yang merupakan salah satu lumbung padi nasional
(Hatmoko, 2004 dalam Murbaintoro, 2009). Kondisi tersebut di atas merupakan
konsekuensi dari lebih tingginya nilai ekonomi lahan (land rent) untuk industri,
perumahan dan permukiman dibandingkan untuk penggunaan lainnya (Barlowe,
1986 dalam Murbaintoro, 2009).
Disamping itu, pengembangan properti selama ini menggunakan konsep highest and
best use (Jarchow, 1991 dalam Murbaintoro 2009) yaitu pemanfaatan lahan
didasarkan pada kegunaan yang paling menguntungkan secara ekonomi dan
memiliki tingkat pengembalian usaha (return) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
fungsi lain. Teori lain menyatakan bahwa dalam konteks land economics, land value
sangat dipengaruhi oleh hubungan komplementer antara land rent dengan
transportation cost (Alonso, 1964 dalam Murbaintoro, 2009). Kondisi tersebut dapat
dilihat juga dari tren kenaikan harga tanah di Perum Perumnas Depok pada tahun
1990 an, dalam waktu dua tahun mencapai 75 % (Winarso, 2001 dalam Murbaintoro,
2009).
2. Tingkat Minat Masyarakat untuk Tinggal di Hunian Vertikal
Minat menghuni rumah bagi setiap individu dan keluarga tidak hanya dilihat bahwa
mereka tinggal secara fisik di rumah, tetapi merupakan proses pembentukan jatidiri
manusia secara utuh dan merupakan tempat persemaian keluarga dan budaya
masyarakat. Oleh karena itu menghuni rumah sangat terkait dengan proses
pembentukan ruang (Crowe, 1997 dalam Murbaintoro, 2009), sehingga menghuni
rumah merupakan fungsi dari tempat/ lokasi, waktu dan temporal (secara fungsional
dapat dirumuskan sebagai berikut: pembentukan ruang = f (place, locality, time,
temporal)). Jadi sangat tergantung dari persepsi dan makna yang dirasakan oleh
manusia (Santosa, 2001 dalam Murbaintoro 2009). Proses pembentukan ruang juga
akan menemukan konflik antara tradisi dan modernitas sehingga pada gilirannya
akan memudarkan identitas kota yang sangat terkait dengan aspek lokalitas
(Santosa, 2001 dalam Murbaintoro, 2009). Jadi identitas kota sangat dipengaruhi

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 21

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

oleh bentuk kota (urbanform), kultur dan kepadatan kota. Pada beberapa pendapat
terdahulu fenomena sosio kultural dan fisikal merupakan kekuatan yang membentuk
arsitektur tradisional (Oliver, 1987 dalam Murbaintoro, 2009) dan pada kenyataannya
arsitektur tradisional merupakan proses yang mampu menunjukkan interaksi antara
manusia dan lingkungannya, dan bentuk interaksi tersebut secara gradual berubah
karena terkait dengan konteksnya (Rapoport, 1994 dalam Murbaintoro, 2009).
Sehingga

dalam

mempertimbangkan

mengembangkan

hunian

faktor-faktor ketersediaan

vertikal

perancang

RTH dan tingkat

harus

ketertarikan

masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal.

e. Pemukiman Kumuh
Kleniewski (2006) dalam Suhaeni (2010) jumlah penduduk yang terus bertambah
dan lahan perkotaan

yang

dimanfaatkan

semakinpenuh sesak, sehingga

kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi di kawasan perkotaan terbentuk tanpa


dapat dihindari. Kota-kota di negara sedang berkembang cenderung membentuk
ukuran kota yang semakin besar melebar dan proporsi penduduk terkonsentrasi
pada satu kota utama.
Pacione (2001) dalam Suhaeni (2010) kondisi-kondisi tersebut pada akhirnya dapat
memperburuk kualitas lingkungan internal pada skala unit neigbourhood kawasan
perumahan perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi pasokan air bersih yang tidak
memadai dan kurang memenuhi standar kesehatan. Keberadaan polutan karena
saluran air kotor, sampah dan drainase yang tidak mendapatkan perlakukan yang
tepat. Kondisi tempat berkehidupan yang penuh sesak mengganggu sirkulasi dan
kualitas udara serta kesehatan penduduk yang berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan dan keselamatan penduduk. Beberapa penyakit yang mudah menular
dalam kondisi tersebut seperti Tubercolose (TBC), influenza, diare yang merupakan
penyakit menular melalui ruang udara yang sempit, atau menular melalui air yang
tidak mencukupi.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 22

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Pacione (2001) dalam Suhaeni (2010), standar unit hunian sehat untuk satu keluarga
yang dihuni oleh 4 orang mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) selayaknya
berukuran 36 m2 dengan ukuran kapling 60 m2. Akan tetapi, pada banyak kasus,
seringkali penduduk terpaksa harus tinggal dengan menempati ruang-ruang yang
sempit. Satu unit rumah dihuni oleh lebih dari 5 orang anggota keluarga. Apabila
kondisi tersebut tidak ditunjang oleh asupan makanan yang memadai berakibat pada
daya tahan tubuh yang lemah dan rentan sakit.
Suhaeni (2010), kondisi tersebut di atas dapat dilihat sebagai masalah yang
kompleks, karena berbagai faktor saling terkait dan sulit teruraikan benang
merahnya, sehingga akhirnya penanganannya dinilai tidak tepat sasaran. Oleh
sebab itu diperlukan proses identifikasi yang seksama dan klasifikasi atas beberapa
faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kawasan perumahan, terutama
pada kawasan perumahan yang memiliki kemudahan akses yang tinggi terhadap
pusat kegiatan ekonomi, karena lokasi tersebut secara sosial seringkali menjadi
tempat yang disukai sebagai tempat berkehidupan dan secara ekonomi sebagai
tempat mencari nafkah keluarga.

f. URBAN HOUSING
Kleniewski (2006) dalam Suhaeni (2010), proses urbanisasi yang terjadi di
negara-negara sedang berkembang bukan disebabkan oleh faktor revolusi industri
seperti yang terjadi di negara-negara barat, akan tetapi proses urbanisasi yang
terjadi karena migrasi penduduk.
Menurut Pacione(2001) dalam Suhaeni (2010) Migrasi penduduk merupakan
sebuah respon penduduk terhadap pembangunan yang tidak merata.Drakakis-Smith
(2000) dalam Suhaeni (2010) terdapat dua faktor mengapa migrasi penduduk terjadi,
yaitu faktor pendorong dan penarik.
1. Faktor pendorong terjadi karena adanya tekanan yang memaksa
penduduk untuk berpindah.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 23

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

2. Faktor penarik, yaitu dasar-dasar yang memberikan daya tarik tempat


tujuan migrasi, contohnya, kehidupan perkotaan.
Suhaeni (2010), beberapa bukti menunjukkan bahwa migrasi penduduk ke
kota banyak disebabkan oleh peluang penghasilan, pekerjaan, pendidikan dan
kehidupan sosial yang lebih dinamis di perkotaan daripada di perdesaan yang
cenderung statis.
Hartshorn (1992) dan Pacione (2001) dalam Suhaeni (2010), secara umum
terdapat 4 (empat) sumber utama penyediaan perumahan sebagai tempat hunian
keluarga, yaitu:
1. Public housing dibangun secara konvensional oleh pemerintah atau oleh
swasta, bersifat formal dan merupakan adopsi dari bentuk penyediaan
perumahan yang mengacu pada berbagai standar negara maju.
2. Squatter

settlements

yaitu

rumah-rumah

yang

terbangun

tanpa

perencanaan dengan status illegal, karena dibangun tanpa prosedur


dasar hukum yang berlaku dan seringkali melahirkan rasa tidak aman
bagi para penghuninya.
3. Private housing yaitu perumahan yang dibangun oleh swasta dan
umumnya berorientasi pada harga pasar. Di negara-negara sedang
berkembang umumnya private housing ini tidak populer karena harga
unit yang ditawarkan tidak terjangkau oleh kebanyakan penduduknya.
4. Slum settlements atau permukiman kumuh pada umumnya merupakan
perumahan permanen dengan status kepemilihan yang legal, akan tetapi
menjadi kumuh karena kurangnya pemeliharaan, perbaikan dan usia
bangunan yang sudah tua, sehingga menjadi kumuh. Biasanya jenis
permukiman kumuh ini tersebar luas dan mudah ditemukan di negaranegara sedang berkembang. Permukiman kumuh ini sering menjadi
tempat favorit sebagai tempat pertama untuk bertahan dan berkehidupan
di perkotaan oleh orang-orang yang bermigrasi atau pindah ke kota

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 24

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

terutama untuk mencari penghasilan tetapi tidak memiliki keahlian,


pengetahuan atau keterampilan dalam bekerja.
Menurut Kamus Sosiologi yang disusun oleh Marshall (1994) dalam Suhaeni
(2010)

tipologi

diartikan

sebagai

klasifikasi.

Dalam

ensiklopedia

tipologi

diterjemahkan sebagai klasifikasi sistematis. The Great Soviet Encyclopedia (1979)


tipologi dapat didefinisikan sebagai klasifikasi sistematis berdasarkan karakteristik
tertentu. Dalam konteks perkotaan istilah tipologi diartikan oleh Lozano (1990)
sebagai pengenalan suatu objek atau elemen yang inti dasarnya mempunyai
kemungkinan untuk dapat ditemukan di tempat lain yang sejenis. Istilah tipologi ini
biasa digunakan dalam mengidentifikasi pola-pola ruang perkotaan (Lozano, 1990).
Tipologi dapat terbentuk dari berbagai varian dengan berbagai kombinasi tanpa
kehilangan ciri atau karakteristik utama dari objek tersebut dan dibentuk melalui
proses selektif berdasarkan pada objek atau elemen dasar.
Lozano (1990), dalam perkembangannya tipologi tidak hanya dapat terbentuk
dari objek atau elemen fisik, tetapi juga kondisi-kondisi sosial, ekonomi dan budaya
mempengaruhi terbentuknya tipologi. Sebagai contoh komponen teknologi berperan
penting dalam membentuk tipologi perkotaan, karena teknologi merupakan salah
satu dari

komponenbudaya masyarakat dan penggerak utama yang membangun

tipologi perkotaan. Teknologi adalah fasilitator yang mendorong seseorang atau


kelompok masyarakat mengerjakan sesuatu, contohnya gedung-gedung bertingkat
adalah produk teknologi dan trend budaya yang mendorong pola-pola perilaku
masyarakat

melakukan

sesuatu

secara

terarah

karena

kepentingan

atau

kebutuhannya.
Lozano (1990), tipologi dapat dibedakan antara satu tipologi dengan tipologi
lainnya berdasarkan masanya (waktunya). Dalam masa pembentukan, sebuah
tipologi dibangun untuk memenuhi suatu standar serta beradaptasi dengan beragam
kondisi dan persyaratan. Selama periode tersebut konsep tipologi yang ditampilkan
akan diperjelas menjadi sebuah model yang dibangun berdasarkan ciri dan pola
yang memenuhi persyaratan/standar yang diminta. Akan tetapi, pada masa transisi

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 25

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

seringkali menuntut adanya perubahan dan aturan baru yang perlu dimodifikasi.
Contohnya fenomena meningkatnya jumlah kendaraan pribadi menuju pusat kota
merupakan sebuah proses perubahan sosial yang berimplikasi terhadap community
design. Kondisi tersebut merupakan proses perubahan sosial yang perlu dipahami
oleh para designer atau planner, bagaimana proses tersebut akan berlangsung dan
berpengaruh terhadap komunitas, apakah tipologi yang diciptakan masih akan tetap
sama seperti semula dengan konsekuensi menimbulkan konflik-konflik internal,
ataukah harus mencari tipologi yang adaptif dengan perubahan baru.

1.2. Kerangka Teoritis


Dari beragam pengelompokan statement dan hasil diskusi dari berbagai literatur
maka peneliti bermaksud untuk meneliti empty space yang ada dari berbagai
permasalahan pemukiman. Sehingga judul penelitian yang muncul adalah Pengaruh
Kepadatan Penduduk Terhadap Kenyamanan Sirkulasi Bangunan.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 26

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

3.1. Kriteria Pemilihan Objek Penelitian


Dalam urutan Provinsi, DKI Jakarta tiap tahunnya menempati posisi pertama dalam
hal kepadatan penduduk. Hal ini dikarenakan DKI Jakarta merupakan Ibukota
Negara, merupakan pusat perputaran ekonomi terbesar di Indonesia dan merupakan
jantung Negara Indonesia.

Gambar 3 : Peta Jakarta (Google Maps, 2016)

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 27

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Tabel 2 : Jakarta terdapat di peringkat pertama dalam kepadatan penduduk


Data Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi (BPS, 2014)

Menurut data BPS (2014) DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat di Indonesia
dengan kepadatan 15.173 jiwa per km2. Sedangkan untuk daerah Jakarta sendiri
Jakarta Pusat merupakan daerah terpadat di Ibukota DKI Jakarta dengan kepadatan
18.569 jiwa per km2.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 28

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Gambar 4 : Peta Kecamatan Tambora (Google Maps, 2016)

Hanya saja, wilayah terpadat se-Asia Tenggara justru diduduki oleh Kecamatan
Tambora yang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Jakarta Barat
(Tempo, 2008). Di kecamatan Tambora sendiri terdapat kelurahan Kali Anyar yang
merupakan kawasan terpadat se-Asia (Tribunnews, 2014).
Selain padat, lokasi ini cukup banyak memiliki masalah karena kepadatan penduduk
tersebut. Seperti kebakaran, penyakit pernapasan ataupun kriminalitas. Berikut
catatan angka kriminalitas yang terjadi sepanjang tahun 2009-2013 menurut Badan
Pusat Statistik yang diambil dari Polres Metro Jakarta Barat (2013).

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 29

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Tabel 3 : Angka Kriminalitas Jakarta Barat (BPS, 2013)

Dari

berbagai

macam

permasalahan

kepadatan

penduduk

maka

peneliti

memutuskan untuk meneliti beberapa Jalan di Kelurahan Kali Anyar untuk dijadikan
sampel Penelitian.

Gambar 5 : Peta Kelurahan Kali Anyar (Google Maps, 2016)

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 30

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

3.2. Deskripsi Umum Objek Penelitian


Kali Anyar sendiri terbagi menjadi 101 RT dan 9 RW (Wikipedia, 2016). Dalam
penelitian ini peneliti mengambil beberapa sampel pada Jalan Kali Anyar X, Kali
Anyar VIII, gang dalam Kali Anyar VIII dan Jl Kampung Deret.

Lokasi Penelitian
Gambar 6 : Lokasi Penelitian (Google Maps, 2016)

3.3. Data Fisik Objek Penelitian


Pada Jl. Kali Anyar VIII kondisi sirkulasi bangunan cukup baik karena mobil, motor,
dan mobil besar dapat dilalui meskipun harus bergantian. Selain itu atap bangunan
juga tidak saling beradu karena jalan yang cukup lebar. Jalan ini termasuk cukup
besar dan nyaman diantara jalan lain yang ada di Jl. Kali Anyar.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 31

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Gambar 7 : Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)

Di Jl. Kali Anyar VIII ini terdapat gang-gang kecil yang berisi pemukiman yang cukup
padat dengan sirkulasi jalanan yang tidak menentu. Ada beberapa jalan yang dapat
dilalui 2 motor, ada juga yang hanya satu motor ataupun jalan yang hanya dapat
dilewati oleh orang saja. Selain itu sirkulasi bangunan pada area ini sangat
memperihatinkan dan sangat padat. Karena atap-atap bangunan yang saling beradu,
dan tidak ada batas antara koridor bangunan dengan bangunan lainnya.

Gambar 8 : Gang didalam Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)

Selain itu pada gang ini juga tidak terdapat saluran air yang baik karena semua berisi
jalan tanpa ada batas koridor. Meskipun terdapat saluran-saluran air, tidak adanya
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 32

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

penanganan limbah-limbah dapur sehingga menambah buruknya sirkulasi pada


bangunan-bangunan gang tersebut.

Gambar 9 : Gang didalam Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)

Sirkulasi bangunan yang buruk menyebabkan sinar matahari yang tidak cukup
masuk ke dalam bangunan. Sehingga menjadikan suasana saat memasuki gang
cukup lembab dan gelap.
Selain itu, sirkulasi bangunan yang cukup buruk dan tidak terdapatnya hydrant
dilokasi ini mengharuskan warga apabila terjadi kebakaran harus menarik selang dari
jalan besar ataupun masjid terdekat. Tidak hanya saat kebakaran melanda, namun
banyak rumah warga yang tidak memiliki fasilitas MCK yang memadai sehingga
warga mendapatkan sumber air hanya dari masjid atau mushola setempat.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 33

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Gambar 10 : Jl. Kampung Deret Tambora (Dokumentasi Pribadi, 2016)

Di Jl. Kali Anyar VIII ini juga memiliki gang yang menghubungkan dengan Jl.
Kampung Deret. Kampung Deret ini merupakan subsidi dari pemerintah Jakarta
pada tahun 2014 (Kompas, 2014). Di kampung deret ini memiliki sirkulasi bangunan
yang cukup baik dibanding dengan gang dalam lainnya.
Sebelum adanya kampung deret, rumah warga lebih rendah daripada jalanan dan
tidak memiliki MCK yang baik serta sirkulasi bangunan yang cukup buruk karena
jalan hanya dapat dilewati oleh orang saja.

3.4. Kesimpulan
Dari berbagai permasalahan yang terdapat pada gambaran umum, peneliti tertarik
untuk meneliti ruang-ruang sirkulasi bangunan yang ada, seperti jalanan yang dilalui
kendaraan, jarak antar tembok rumah, jarak antara atap rumah, dan kenyamanan
masyarakat sekitar dengan kondisi tersebut. Sehingga diharapkan dari hal-hal yang
diteliti tersebut menghasilkan data yang nantinya dapat mencari kenyamanan
sirkulasi bangunan yang ideal untuk rumah padat penduduk.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 34

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 35

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

BAB IV: METODE PENELITIAN

4.1. Pendekatan Metode


Prihandono (2009) pada penelitiannya yang berjudul Peningkatan Peran Lembaga
Lokal Dalam Rangka Pembangunan Permukiman Di Perdesaan, menggunakan
metode

pengumpulan

data

dalam

pendekatan

kualitatif

menurut

Maxwell

(1996)dalam Soehartono (2002) banyak menggunakan apa yang disebut metode


trianggulasi, yakni pengumpulan data yang berasal dari berbagai sumber dan
menggunakan berbagai metode, seperti wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hal ini dimaksudkan untuk saling mengeliminasi kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam setiap metode pengumpulan data.
Arikunto (1998) dalam Prihandono (2009), merinci lebih lanjut metode pengambilan
data di atas, maka pengumpulan data pada studi ini akan menerapkan beberapa
metode yang lazim digunakan pada riset sosial, yakni:
a. Analisis

dokumen

(dokumentasi),

atau

disebut

juga

content

analysisyakni analisis yang menekankan pada pemahaman isi


dokumen,

peraturan-peraturan,

hukum,

dan

keputusan.

Pada

umumnya teknik ini dibantu dengan pedomen dokumentasi dan check


list.
b. Wawancara bebas terpimpin, yakni wawancara dengan pejabat,ahli,
danpemuka masyarakat/adat yang berkompeten dengan topik studi,
menggunakan panduan daftar pertanyaan terbuka. Peneliti dapat
mengembangkan topik-topik pertanyaan sesuai dengan kondisi
lapangan.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 36

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

c. Observasi sistematis, yaitu pengamatan suatu kejadian/obyek dengan


menggunakan pedomen sebagai instrumen pengamatan. Pedomen
observasi berisi sebuah daftar obyek atau kejadian yang akan diamati.
Lebih jauh daftar tersebut dapat berupa check list suatu obyek dimana
pengamat tinggal memberi tanda pada obyek yang muncul, atau
dapat pula peneliti menulis kejadian secara cermat pada kolom /
space yang sudah disediakan.
d. Panel (focuss group discussion), yaitu diskusi terpandu yang
melibatkan individu yang mempunyai otoritas atas informasi yang
diperlukan dalam studi ini. Dalam bahasa lain cara ini disebut juga
sarasehan, yang pada prinsipnya melakukan diskusi dengan gaya
yang tidak terlalu formal (misalnya bentuk forum duduk bersama
melingkar/ lesehan) namun mempunyai arah dan sasaran yang jelas
Maxwell (1996). Secara teknis metode analisa dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu memo, kategorisasi, dan kontektualisasi. Memo
merupakan catatan- catatan kecil diluar masalah data, namun dapat
membantu proses berpikir secara analitis, seperti catatan tentang
metode, teori, konsep, yang sekiranya terkait dengan data.
Sedangkan Suhaeni (2009) dan Murbaintoro, dkk. (2009), sama-sama meneliti
pengembangan hunian vertikal di daerah Jawa Barat. Namun memiliki tujuan yang
berbeda, Suhaeni (2009) bertujuan untuk menyusun konsep pembangunan rumah
susun yang dapat mendukung aktivitas ekonomi penduduk mayoritas perkotaan.
Sedangkan Murbaintoro (2009)mengembangkan model hunian vertikal menuju
pembangunan perumahan berkelanjutan dan implikasinya terhadap kebijakan
pembangunan perumahan bagi MBR.
Sehingga kajian yang dilakukan Suhaeni (2009) menggunakan metoda induktif, yaitu
metoda yang digunakan bertitik tolak dari data yang sifatnya spesifik untuk ditarik
suatu kesimpulan yang sifatnya umum dengan menggunakan data statitik Kota
Bandung tahun 2005. Kota Bandung dipilih sebagai studi kasus, karenaBandung
merupakansalah satu kota yang diusulkan dapat membangun rumah susun di
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 37

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

wilayahnya berkaitan dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Sedangkan


Murbaintoro, dkk. (2009) menggunakan metode analisis data yang digunakan
meliputi analisis deskriptif, analisis statistika, analisis finansial, analisis input-output
(I-O), dan analisis sistem dinamik.
Namun

di

penelitian

lainnya,

Suhaeni

(2010),

dalam

penelitiannya

yang

berjudulTipologi Kawasan Perumahan Dengan Kepadatan Penduduk Tinggi Dan


Penanganannya, Suhaeni menggunakan metodologi data primer yang dikumpulkan
dari lokasi penelitian di kawasan perumahan kumuh diolah melalui analisis statistik
SPSS (Statistical Package for the Social Sciences).
Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa untuk mengetahui pengaruh
kepadatan penduduk terhadap kenyamanan sirkulasi bangunan dapat mengadaptasi
dari metode yang digunakan Prihandono (2009) dengan wawancara bebas dan
observasi, dan focus group discussion. Dan mengolah data dengan mengadaptasi
metode yang digunakan Suhaeni (2010) menggunakan analisis statistik.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 38

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

4.2. Tahapan Penelitian


Mulai
Identifikasi Masalah
Survey
Membuat pertanyaan wawancara
Mengumpulkan data, metode sampling dan populasi
Menganalisa data

Data sekunder, jurnal dsb.


Data primer, wawancara dsb.
Pembahasan, olah data
Kesimpulan dan Saran
Selesai

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 39

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

4.3. Lokasi
Lokasi penelitian ini diambil di wilayah kelurahan Kali Anyar, Tambora, Jakarta Barat.
Peneliti menentukan beberapa titik jalan yang sekiranya mewakili kelurahan ini untuk
dijadikan sampel. Diantaranya, Jl. Kali Anyar VIII, Jl. Kali Anyar X, dan Jl. Kampung
Deret.

Gambar 11 : Jl. Kali Anyar VIII (Dokumentasi Pribadi, 2016)

Jl. Kali Anyar VIII ini dipilih untuk mewakili sirkulasi bangunan yang cukup baik diluar
namun memiliki gang-gang dalam dengan sirkulasi yang sangat tidak baik, Jl. Kali
Anyar X dipilih untuk mewakili banyaknya aktifitas yang terjadi disini karena dilokasi
ini terdapat pasar dan juga stasiun Duri, sedangkan Jl. Kampung Deret dipilih karena
merupakan lokasi yang bertransformasi dari sirkulasi bangunan yang tidak baik
menjadi sirkulasi bangunan yang cukup baik.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 40

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Gambar 12 : Gang didalam Jl. Kali Anyar VIII

Gambar 13 : Jl. Kampung Deret di Kecamatan Tambora

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 41

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Gambar 14 : Jl. Kali Anyar X

4.4. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Dalam menentukan populasi, peneliti menggunakan jalan di kelurahan Kali Anyar
dimana pemukiman daerah ini terpadat se-Asia (Tribunnews, 2014). Sehingga
nantinya diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi
perancang lainnya untuk merancang kota padat penduduk.

2. Sampel
Sampel yang digunakan merupakan jalan-jalan yang memenuhi kriteria, diantaranya:
Jl. Kali Anyar VIII, Jl. Kali Anyar X, dan Jl. Kampung Deret.Dalam menentukan
sampel, peneliti menggunakan jalan yang lebar dengan sirkulasi cukup baik (Jl. Kali
Anyar VIII dan Jl. Kali Anyar X), jalan agak lebar dengan sirkulasi yang tidak terlalu
baik (Jl. Kampung Deret), dan jalan sempit dengan sirkulasi yang tidak baik (gang di
dalam Jl. Kali Anyar VIII).Sehingga dengan beberapa sampel yang berbeda lokasi
peneliti dapat mengetahui dan membandingkan hasil sampling.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 42

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

4.5. Instrumen Penelitian


Kebutuhan akan instrumen penelitian sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah
adanya instrumen berupa: peneliti, pedoman wawancara, alat perekam film, alat
perekam foto, alat perekam suara, scanner, dan alat-alat tulis.
Dalam hal ini peneliti menggunakan alat perekam film dan foto untuk merekam
kondisi lokasi sekitar, alat perekam suara untuk merekam hasil wawancara, dan alat
tulis untuk mencatat hasil wawancara dan juga kejadian-kejadian penting.

4.6. Teknik Pengumpulan Data


Meliputi pembuatan proposal penelitian yang didahului dengan mengadakan survey
untuk menjajaki fenomena yang terjadi yang diangkat sebagai masalah penelitian.
Tahap penelitian lapangan meliputi:

a. Observasi lapangan, pengamatan langsung


Observasi dilakukan dengan berulang-ulang, lokasi penelitian benar-benar diteliti
disetiap keadaannya baik pagi hari, siang hari, maupun sore hari. Hal ini diperlukan
agar observasi yang dilakukan bernilai objektif dan perspektif yang lebih luas untuk
penelitian sehingga penelitian menghasilkan hasil yang baik. Selain itu dalam
observasi, peneliti juga dapat mencatat kejadian apa saja yang terjadi dilokasi
penelitian. Dalam hal ini peneliti dapat mencatat baik berupa data ataupun gambar,
serta dapat menggunakan alat berupa video, foto ataupun sketsa. Perbandingan
lokasi sekitar juga dapat dilakukan dengan membandingkan sirkulasi bangunan
antara Jl. Kali Anyar X, Jl. Kali Anyar VIII, dan Jl. Kampung Deret. Sehingga
observasi yang didapat lebih bersifat objektif.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 43

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

b. Pengambilan data primer (wawancara dengan


kuisioner)
Hal ini dilakukan agar peneliti mengetahui kejadian yang tidak dapat peneliti ketahui
dari observasi yang sudah dilakukan. Sehingga data yang didapat lebih bersifat
mendalam. Peneliti selain memberi kuisioner, dapat juga mewawancarai hal-hal yang
sifatnya pendapat yang tidak hanya list checklist seperti kuisioner, contohnya seperti
kenyamanan yang dirasakan warga dengan kepadatan di Kali Anyar ataupun keluh
kesah yang warga rasakan dengan minimnya sirkulasi di Kali Anyar ini. Selain itu
dalam menentukan sampel penelitian, peneliti menggunakan beberapa warga yang
tinggal di Jl. Kali Anyar VIII, Jl. Kali Anyar X, dan Jl. Kampung deret. Dengan kriteria
setidaknya 5 tahun atau lebih tinggal di lokasi tersebut.

c. Pengambilan data sekunder, yaitu kegiatan


pencarian data dari pustaka.
Dalam studi kepustakaan peneliti harus mencocokkan teori-teori apa saja yang baik
dalam melakukan penelitian kuantitatif ini.

4.7. Teknik Pengolahan Data


Suhaeni (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Tipologi Kawasan Perumahan
Dengan Kepadatan Penduduk Tinggi Dan Penanganannya melakukan teknik
pengumpulan data dengan cara pemilihan sampel digunakan stratifikasi yang
proporsional untuk setiap kelompok sampel. Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Adapun data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer, yakni data yang diperoleh peneliti secara langsung dari
sumbernya. Data primer dalam penelitian ini adalah data hasil dari
wawancara pada responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 44

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

2. Data Sekunder, yakni buku-buku pendukung, dokumen dan sumber referensi


lainnya yang relevan dengan penelitian dimana peneliti dapat memperoleh
data secara tidak langsung dari sumbernya. Kemudian dari hasil wawancara
yang dilakukan di lapangan.
Suhaeni (2010), Kuisioner yang digunakan adalah kuisioner terstruktur yang
dirancang untuk dapat menjaring karakteristik fisik perumahan serta karakteristik
sosial dan ekonomi penduduk. Setiap kuisioner yang sudah diisi secara lengkap
dikompilasi dengan format excel untuk mempermudah dalam mengolah data menjadi
informasi dalam bentuk format excel ataupun SPSS.
Hasil kompilasi data divalidasi dengan cara crosscheck melalui metode focus group
yang dilakukan di kantor kelurahan yang dihadiri oleh mantri statistik, tenaga
lapangan, beberapa orang penduduk setempat dan tokoh masyarakat. Pada tahap
berikutnya, data diberikan coding, nominal angka atau pembobotan. Pengolahan
untuk analisis data dilakukan dengan beberapa cara, descriptive statistics frequency,
two step cluster, dan K-mean cluster. Pada dasarnya ketiga cara tersebut sama yaitu
proses identifikasi data melalui klasifikasi sampel data atas dasar kesamaan
karakteristik dan faktordominan.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 45

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

DAFTAR PUSTAKA

Asfour, Omar S., Samar Abu Ghali., (2014), URBAN DEVELOPMENT STRATEGIES
OF CITYCENTERS:The Case of Rafah City, Palestinian Territories, International
Journal of Architectural Research Volume 8 Issue 3 November 2014, 195-206.
Atanur, Gl., (2015), SPACE AND MEANING CHANGE IN URBANIZATION AND
MODERNIZATIONPROCESS: An Urban Park in the First Capital of the Ottoman
Empire, International Journal of Architectural ResearchVolume 9 Issue 1 March
2015, 247-260.
Murbaintoro, Tito., M. Syamsul Maarif, Surjono H. Sutjahjo, Iskandar Saleh., (2009),
Model

Pengembangan

Hunian

Vertikal

Menuju

Pembangunan

Perumahan

Berkelanjutan, Jurnal PemukimanVolume 4 No. 2 September 2009, 72-87.


Prihandono, Aris., (2009),Peningkatan Peran Lembaga Lokal Dalam Rangka
Pembangunan Permukiman Di Perdesaan, Jurnal PemukimanVolume 4 No. 2
September 2009, 88-101.
Purwanto, Edi., (2012), Merancang Ulang Kota: Langkah Adaptasi Dalam
Menciptakan Kota Berkelanjutan, Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor
1, April 2012.
Sarwadi, Ahmad., Bambang Hari Wibisono (2013), Proses Menempati dan
Kecenderungan Penggunaan Ruang Pada Area Perdagangan Informal, Jurnal
Arsitektur Dan PerencanaanVol.6-No.1-2013, 1-10.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 46

Proposal Penelitian
Evaluasi Pasca Huni Kebutuhan Ruang Publik (Komunitas) di Rumah Susun Tambora

Suhaeni, Heni., (2009), Pembangunan Rumah Susun Dalam Mendukung Aktivitas


Ekonomi Perkotaan (Studi Kasus Kota Bandung). Jurnal PemukimanVolume 4 No. 2
September 2009, 102-109.
Suhaeni,

Heni.,

(2010),

Tipologi

Kawasan

Perumahan

denganKepadatanPendudukTinggidanPenanganannya. Jurnal Permukiman Volume


5 No. 3 November 2010, 116-123.
Tucunan, Karina Pradinie., Bakti Setiawan, Yori Herwangi., (2013), Pola Ruang
Kriminalitas Kota: Studi Kasus Kota Surabaya, Jurnal Arsitektur Dan
PerencanaanVol.6-No.1-2013, 39-48.

Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana

| 47

Anda mungkin juga menyukai