Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU KEKERASAN

KEPADA ANAK DIDIK DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Kejahatan Profesi
Dosen :
Prof. Dr. Liliana Tedjosaputro, SH. MH. MM
Oleh:
Amrin Nurfieni, S.ST 151003741010302
dr. Nurul Ummi Rofiah 151003741010321
Retnaning Muji Lestari, S.ST 151003741010322
dr. Riani Dewi Ariyanti 151003741010323
Tety Suestiyowati, S.ST 151003741010328
PROGRAM MAGISTER STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, guru dan murid merupakan elemen dalam
mendukung terciptanya kegiatan belajar dan mengajar. Baik dalam
pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dapat dihormati oleh
masyarakat karena kewibawaannya, sehingga masyarakat tidak meragukan
figur guru. Masyarakat percaya bahwa dengan adanya guru, maka dapat
mendidik dan membentuk kepribadian anak didik mereka dengan baik agar
mempunyai intelektualitas yang tinggi serta jiwa kepemimpinan yang
bertanggungjawab.
Seorang guru mempunyai kepribadian yang khas. Disatu pihak guru
harus ramah, sabar, menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan dan
menciptakan suasana aman. Akan tetapi di lain pihak, guru harus memberikan
tugas, mendorong siswa untuk mencapai tujuan, menegur, menilai, dan
mengadakan koreksi. Dengan demikian, kepribadian seorang guru seolaholah terbagi menjadi 2 bagian. Di satu pihak bersifat empati, di pihak lain
bersifat kritis. Di satu pihak menerima, di lain pihak menolak. Maka seorang
guru yang tidak bisa memerankan pribadinya sebagai guru, ia akan berpihak
kepada salah satu pribadi saja. Dan berdasarkan hal-hal tersebut, seorang guru
harus bisa memilah serta memilih kapan saatnya berempati kepada siswa,
kapan saatnya kritis, kapan saatnya menerima dan kapan saatnya menolak.
Dengan perkatan lain, seorang guru harus mampu berperan ganda. Peran
ganda ini dapat diwujudkan secara berlainan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi.
Tugas guru sebagai suatu profesi, menuntut kepada guru untuk
mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru
sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik, meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik.

Dunia pendidikan mengenal adanya pemberian penghargaan (reward)


dan hukuman (punishment), sebagai salah satu alat pendidikan pemberian
hukuman (punishment) kepada siswa yang melanggar bertujuan untuk
mendidik siswa tersebut. Hukuman yang diberikan bisa dalam bentuk teguran
lisan ataupun tertulis, bisa juga dalam bentuk hukuman lain yang bersifat
mendidik, memberikan efek jera untuk tidak mengulanginya. Tujuannya
adalah agar siswa tahu akan norma dan aturan yang berlaku.1
Pemberian hukuman yang dilakukan oleh guru ini yang sering diartikan
sama dengan tindakan kekerasan, penganiayaan, penyiksaan dan tindakan
tidak manusiawi oleh orang tua murid. Kekerasan merupakan satu istilah
yang tidak asing ditelinga kita dan ketika kita mendengar kata kekerasan.
Fenomena kekerasan saat ini telah mewarnai hampir seluruh aspek kehidupan
sosial kita baik politik, budaya, bahkan hingga dunia pendidikan.2 Dalam
dunia pendidikan kekerasan tersebut dapat dilakukan baik oleh sesama siswa,
maupun dari guru kepada siswa.
Sejak UU Perlindungan Anak (UU No. 23 Tahun 2002) diundangkan
oleh Pemeri ntah Republik Indonesia, praktis sejak saat itu adanya pemberian
hukuman terhadap anak di sekolah menjadi sensasi berita yang hangai3 Salah
satu contoh kasus yaitu Ahmad Guntur, guru SMPN 20 Kota Jambi, terdakwa
kasus menampar siswanya, M. Tandriadi yang tertangkap menonton film

1 http://admelia.blogspot.com/2013/12/ polemik-pemberian-hukumanpunishment.html Judul Artikel : Polemik Pemberian Hukuman (Punishment)


Problematika Pendidikan, diakses pada Senin, 7 Mei 2015, pukul 12.54 WIB
2 Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi
Pendidikan Pierre Bourdieu, Penerbit PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012,
hal. 1
3 http://www.kompasiana.com/post/read/501624/1/uu-perlindungan-anak-deritaguru.html Judul Artikel : UU Perlindungan Anak : Derita Guru, Diakses pada
Minggu1 Februari 2015, pukul 21.00 WIB

porno di telepon genggamnya saat jam pelajaran, dituntut hukuman tiga bulan
penjara dengan masa percobaan enam bulan.4
Dari contoh kasus diatas, dapat dilihat bagaimana perbuatan pemberian
hukuman yang dilakukan oleh guru berujung pada dilaporkannya guru
tersebut kepada pihak yang berwajib, padahal apa yang dilakukan oleh guru
tersebut bertujuan untuk menegakkan disiplin kepada anak didik. Hal ini
menyebabkan eksistensi guru berada pada posisi sangat pasif dan menjadi
sosok yang serba salah dalam melaksanakan tugas keprofesiannya,
dikarenakan takut dilaporkan kepada pihak yang berwajib apabila guru
tersebut memberikan hukuman guna memberikan didikan tegas kepada anak
murid. Sehingga guru apabila seorang murid melakukan beberapa
pelanggaran terhadap peraturan disekolah cenderung melakukan pembiaran
terhadap anak didik tersebut.
Pada saat ini guru seperti kehilangan kewenangannya di sekolah dalam
melakukan pengajaran dan seperti acuh terhadap tingkah laku siswa di
sekolah. Efeknya sangat jelas ketika hal tersebut berimbas kepada sikap,
perilaku dan moral siswa dalam kesehariannya seperti siswa akhirnya berani
melawan guru, siswa melakukan aksi ugal-ugalan dijalanan, bahkan siswa
seperti tidak takut pada apapun dalam kesehariannya.5
Penulis sepakat, guru bukan malaikat, bisa saja melakukan pelanggaran
hukum. Jika memang benar melakukan tindakan kriminal harus dihukum.
Tetapi dalam konteks kasus tersebut di atas, baik guru maupun keluarga anak
didik tidak menghendaki adanya peristiwa tersebut.
Peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh guru ini terjadi diakibatkan
oleh akumulasi beberapa faktor, baik dari guru ataupun murid itu sendiri,
4 http://www.antaranews.com/berita/175346/guru-tampar-siswa-dituntut-tigabulan-percobaan Judul artikel : Guru Tampar Siswa Dituntut 3 bulan Percobaan,
diakses pada Senin, 7 Mei 2015, Pukul 13.13 WIB
5 http://w.analisadaily.com/opi ni/news/perlunya-perli ndungan-hukum guru /
129680/2015/ 05/02 Judul artikel : Perlunya Perlindungan Hukum Guru, diakses
pada Senin 18 Mei 2015, Pukul 13.05 WIB

misalnya tekanan beban kerja oleh guru, keadaan keluarga dari si guru, pola
pengajaran yang masih terpaku pada budaya lama, yaitu sistem pengajaran
satu arah yang masih menekankan pola otoritas dari guru tersebut, serta
kurangnya komunikasi antara guru dengan orang tua murid terhadap perilaku
atau tindakan anak didik selama proses belajar mengajar. Namun juga
tindakan ini tidak terlepas dari sikap murid dan kualitas murid dimana terjadi
degradasi kualitas etika, tata krama, dan sopan santun di kalangan pelajar di
negeri ini yang sewaktu-waktu bisa memicu tindakan spontanitas yang dinilai
sebagai kekerasan oleh guru, seperti menampar, mencubit, dan sejenisnya.
Anak yang merupakan tunas generasi bangsa perlu diberikan suatu
usaha perlindungan dalam tumbuh dan berkembangnya dan guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Dalam melaksanakan tugasnya guru mendapat
perlindungan. Perlindungan guru yang dimaksud sebagaimana dimaksud pada
UU Guru dan Dosen adalah perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuannya agar guru tenang
dalam melaksanakan tugas dan mampu bekerja dengan baik. Sejauh mana
perlindungan tersebut sudah dilaksanakan? Sampai sejauh ini memang belum
ada evaluasi yang menyeluruh. Tetapi secara umum, memang perlindungan
bagi guru dinilai masih rendah.
Maka dari itu penulis membuat judul makalah tentang Penerapan
Hukum Pidana Terhadap Pelaku Kekerasan Kepada Anak Didik Dalam Kegiatan
Belajar Mengajar.

B. Rumusan Masalah
Berbicara mengenai guru cakupan sangat luas, maka dari itu penulis
membatasi permasalahan pada :
1.

Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap pelaku kekerasan


kepada anak didik dalam kegitan belajar mengajar

C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap guru pelaku
kekerasan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar.
D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari segi :
1.

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan

2.

pengkajian dalam melaksanakan perlindungan guru dan anak.


Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi kepada
masyarakat terutama kalangan guru dan orang tua murid, dalam
menghadapi masalah guru melakukan kekerasan dalam kegiatan belajar
mengajar.

E. KERANGKA PEMIKIRAN
DAS SOLLEN

DA

UU Perlindungan Anak UU No. 23 Tahun 2002 pasal 54 bagian ke-tiga (anak di dalam dan dilingkungan sekolah wajibGur
dil

PERU

Baga

BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam
hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit
Terdapat perbedaan pandangan oleh para ahli dalam pemberian
pengertian dari strafbaar feit, yaitu pandangan dualistis, adalah
pandangan yang memisahkan antara perbuatan dan orang yang
melakukan dan pandangan monistis, yakni pandangan yang tidak
memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatan dengan unsur-unsur
mengenai diri orangnya.
Menurut ajaran dualistis pertanggungjawaban pidana itu terpisah
dengan tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana bukanlah unsur tindak
pidana. Pertanggungjawaban pidana berkenaan dengan syarat atau tidak
dipidananya seorang pelaku yang terbukti telah melakukan tindak pidana
atau melanggar larangan berbuat dalam hukum pidana.6
Adapun pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum
yang digolongkan menganut pandangan monistis, yaitu7 :
1.

Wirjono Prodjodikoro, menyatakan tindak pidana berarti suatu

2.

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.


J.Bauman dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana
merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat
melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

6 Ibid., hal 83
7 Ibid., hal 85

Setiap tindak yang terdapat dalam Kitab UndangUndang Hukum


Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan kedalam unsurunsur yang
pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur
unsur subjektif dan unsurunsur objektif.8
Terhadap unsur-unsur tersebut dapat diutarakan sebagai berikut :
1. Unsur subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri
pelaku. Asas hukum pidana menyatakan tidak ada hukuman kalau
tidak ada kesalahan (An act does not make a person guilty unless
the mind is guilty or actus non facit reum nisi mens sit rea).
Kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan
oleh kesengajaan (intention/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence
or schuld). Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa
kesengajaan terdiri atas tiga bentuk, yakni :
1)

Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk);


2)

Kesengajaan dengan keinsafan pasti (opzet als

zekerheidsbewustzijn);
3)

Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan

(dolus evantualis)
2. Unsur Objektif
Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri
atas :
i. Perbuatan manusia, berupa :
1)
Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif;
2)
Onmission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negatif, yaitu
perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan;
ii. Akibat (result) perbuatan manusia
Aki bat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghi
langkan kepenti ngan-kepenti ngan yang di pertahankan ol eh
hukum, misalnya nyawa, badan, hak milik, kehormatan, dan sebagai
nya.
8 Ibid., hal 193

iii. Keadaan-keadaan (circumstances)


Pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain :
1) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan;
2) Keadaan setelah perbuatan dilakukan.
iv. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum
Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang
membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan
hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum,
yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.
Semua unsur delik tersebut merupakan satu kesatuan. Salah
satu unsur saja tidak terbukti, biasa menyebabkan terdakwa
dibebaskan dari pengadilan.9
B. Pengertian dan Jenis-Jenis Kekerasan
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran
(penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang akan
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga mengandung
kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan
dengan kekerasan terhadap orang.
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan
sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak
terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinir, yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak seperti yang
terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.10
Kondisi perilaku kekerasan dewasa ini sangat mengganggu ketentraman
hidup kita. Jika hal ini dibiarkan, dengan tidak ada upaya sistematik

9 Ibid., hal 10
10 Diakses dari www.wikipedia.com

untuk mencegahnya, tidak mustahil hal ini menjadi faktor kerugian bagi
kita sebagai bangsa yang besar .
Secara yuridis, apa yang dimaksud dengan kejahatan dengan
kekerasan tidak secara otentik dijelaskan dalam Kitab Undang- Undang
Hukum Pidana (KUHP), hanya saja dalam Bab IX Pasal 89 KUHP
dinyatakan bahwa membuat orang pingsan atau membuat orang tidak
berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Dengan demikian
kejahatan kekerasan merupakan kejahatan yang dilakukan dan disertai
dengan menggunakan kekuatan fisik yang mengakibatkan korban pi
ngsan atau tidak berdaya.11
Dalam kehidupan nyata dalam masyarakat, kita dapat menjumpai
beberapa bentukbentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota
masyarakat yang satu terhadap anggota masyarakat lainnya. Oleh karena
itu, ada empat jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi :12
1.
2.

Kekerasan terbuka, kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian;


Kekerasan tertutup, kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan

3.

langsung, sperti perilaku mengancam;


Kekerasan agresif, kekerasan yang dilakukan tidak untuk

4.

perlindungan, tetapi untuk mendapatkan sesuatu, seperti penjabalan;


Kekerasan defensif, kekerasan yang dilakukan sebagai perindungan
diri.
Sedangkan dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana
mengemukakan jenisjenis kejahatan yang disertai dengan kekerasan,
yaitu :
1.Kejahatan terhadap nyawa orang lain pasal 338 350.
2.

Kejahatan penganiayaan pasal 351 358

3.

Kejahatan seperti pencurian, penodongan, perampokan pasal 365

4.

Kejahatan terhadap kesusilaan pasal 285, 289

11 R.Soesilo, Kitab UndangUndang Hukum Pidana ( KUHP ) Serta Komentar


Komentar Lengkap dengan Pasal demi pasal Politea, Bogor, 1994, hlm 98
12 Thomas Santoso, loc.cit

5.

Kejahatan yang menyebabkan kematian atau luka karena kealpaan


359-361
Berdasarkan pembagian diatas, maka secara garis besarnya,

kejahatan kekerasan terdiri dari pembunuhan, perkosaan, perampokan,


dan penganiyaan berat.13
C. Peran dan Fungsi Guru
Definisi yang kita kenal seharihari adalah bahwa guru merupakan
orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki
kharisma atau wibawa.14 Harus digugu artinya segala sesuatu yang
disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai
kebenaran oleh semua murid. Sedangkan ditiru arti nya seorang guru
harus menjadi suri teladan (panutan) bagi semua muridnya. Untuk itulah
guru harus dapat menjadi contoh bagi peserta didik, karena pada
dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu
komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang
dapat digugu dan ditiru.15
Tugas guru sebagai suatu profesi meliputi mendidik dalam arti
meneruskan dan mengembangkan nilai hidup. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan iptek, sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan peserta didik. Tugas guru dalam bidang
kemanusiaan meliputi bahwa guru disekolah harus dapat menjadi orang
tua kedua, dapat memahami peserta didik dengan tugas
perkembangannya mulai dari sebagai makhluk bermain (homoludens),
sebagai makhluk remaja/berkarya (Homopither), dan sebagai makhl uk
berpikir dewasa (Homosapiens) .16
13 Ibid, hal. 7
14 H. Hamzah B .Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal 15
15 Ibid, hal. 17
16 Ibid, hal. 20

Terdapat beberapa peran guru dalam proses pembelajaran tatap


muka, yaitu sebagai berikut :
a.Pemimpin belajar, dalam arti guru sebagai perencana, pengorganisasi,
pelaksana, dan pengontrol kegiatan belajar peserta didik.
b.

Fasilitator belajar, dalam arti guru sebagai pemberi kemudahan


kepada peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya melalui
upaya dalam berbagai bentuk.

c.

Moderator belajar, dalam arti guru sebagai pengatur arus kegiatan


belajar peserta didik. Guru sebagai moderator tidak hanya mengatur
arus kegiatan belajar, tetapi juga bersama peserta didik harus menari
kesimpulan atau jawaban masalah sebagai hasil belajar peserta didik,
atas dasar semua pendapat yang telah dibahas dan diajukan peserta
didik.

d.

Motivator belajar, dalam arti guru sebagai pendorong peserta didik


agar mau melakukan kegiatan belajar kegiatan belajar. Sebagai
motivator guru harus dapat menciptakan kondisi kelas yang
merangsang peserta untuk mau melakukan kegiatan belajar, baik
individual maupun kelompok.

e.

Evaluator belajar, dalam arti guru sebagai penilai yang objektif dan
komprehensif. Sebagai evaluator, guru berkewajiban mengawasi,
memantau proses pembelajaran peserta didik dan hasil belajar yang
dicapainya. Guru juga berkewajiban untuk melakukan upaya
perbaikan proses belajar peserta didik, menunjuk kelemahan dan
cara memperbaikinya, baik secara individual, kelompok, maupun
secara klasikal.17

D. Kode Etik Profesi Guru


Kode etik merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik juga dapat diartikan
sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan
17 Ibid, hal. 27-28

suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik umumnya termasuk dalam


norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang
agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
pasal 28, dan Kongres Guru ke XVI tahun 1989 di Jakarta, kode etik profesi guru
adalah sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkandan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan Sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

BAB III
KESIMPULAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Perlindungan bagi guru dinilai masih rendah dalam penerapan
hukum pidana terhadap pelaku kekerasan kepada anak didik
dalam kegiatan belajar mengajar
B. SARAN
1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
seharusnya dapat menjadi dasar payung hukum bagi guru dalam hal
perlindungan hukum profesi keguruan agar guru tenang dalam
melaksanakan tugas dan mampu bekerja dengan baik.
2. Membentuk organisasi profesi guru untuk mengawasi, mengevaluasi,
dan melindungi sesama profesi terhadap kasus-kasus hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi
Pendidikan Pierre Bourdieu, Penerbit PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012,
hal. 1
R.Soesilo, Kitab UndangUndang Hukum Pidana ( KUHP ) Serta Komentar
Komentar Lengkap dengan Pasal demi pasal Politea, Bogor, 1994, hlm 98
H. Hamzah B .Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal 15
http://admelia.blogspot.com/2013/12/ polemik-pemberian-hukumanpunishment.html Judul Artikel : Polemik Pemberian Hukuman (Punishment)
Problematika Pendidikan, diakses pada Senin, 7 Mei 2015, pukul 12.54 WIB
http://www.kompasiana.com/post/read/501624/1/uu-perlindungan-anak-deritaguru.html Judul Artikel : UU Perlindungan Anak : Derita Guru, Diakses pada
Minggu1 Februari 2015, pukul 21.00 WIB
http://www.solopos.com/2011/02/09/aniaya-murid-guru-smk-gm-1-terancamhukuman-35-tahun-85302 Judul Artikel : Aniaya Murid, Guru SMK GM 1
Terancam Hukuman 3,5 Tahun, Diakses pada Jumat, 24 April 2015, Pukul 00.48
WIB
http://www.antaranews.com/berita/175346/guru-tampar-siswa-dituntut-tiga-bulanpercobaan Judul artikel : Guru Tampar Siswa Dituntut 3 bulan Percobaan, diakses
pada Senin, 7 Mei 2015, Pukul 13.13 WIB
http://w.analisadaily.com/opi ni/news/perlunya-perli ndungan-hukum guru /
129680/2015/ 05/02 Judul artikel : Perlunya Perlindungan Hukum Guru, diakses
pada Senin 18 Mei 2015, Pukul 13.05 WIB

Anda mungkin juga menyukai