BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, guru dan murid merupakan elemen dalam
mendukung terciptanya kegiatan belajar dan mengajar. Baik dalam
pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dapat dihormati oleh
masyarakat karena kewibawaannya, sehingga masyarakat tidak meragukan
figur guru. Masyarakat percaya bahwa dengan adanya guru, maka dapat
mendidik dan membentuk kepribadian anak didik mereka dengan baik agar
mempunyai intelektualitas yang tinggi serta jiwa kepemimpinan yang
bertanggungjawab.
Seorang guru mempunyai kepribadian yang khas. Disatu pihak guru
harus ramah, sabar, menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan dan
menciptakan suasana aman. Akan tetapi di lain pihak, guru harus memberikan
tugas, mendorong siswa untuk mencapai tujuan, menegur, menilai, dan
mengadakan koreksi. Dengan demikian, kepribadian seorang guru seolaholah terbagi menjadi 2 bagian. Di satu pihak bersifat empati, di pihak lain
bersifat kritis. Di satu pihak menerima, di lain pihak menolak. Maka seorang
guru yang tidak bisa memerankan pribadinya sebagai guru, ia akan berpihak
kepada salah satu pribadi saja. Dan berdasarkan hal-hal tersebut, seorang guru
harus bisa memilah serta memilih kapan saatnya berempati kepada siswa,
kapan saatnya kritis, kapan saatnya menerima dan kapan saatnya menolak.
Dengan perkatan lain, seorang guru harus mampu berperan ganda. Peran
ganda ini dapat diwujudkan secara berlainan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi.
Tugas guru sebagai suatu profesi, menuntut kepada guru untuk
mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru
sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik, meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik.
porno di telepon genggamnya saat jam pelajaran, dituntut hukuman tiga bulan
penjara dengan masa percobaan enam bulan.4
Dari contoh kasus diatas, dapat dilihat bagaimana perbuatan pemberian
hukuman yang dilakukan oleh guru berujung pada dilaporkannya guru
tersebut kepada pihak yang berwajib, padahal apa yang dilakukan oleh guru
tersebut bertujuan untuk menegakkan disiplin kepada anak didik. Hal ini
menyebabkan eksistensi guru berada pada posisi sangat pasif dan menjadi
sosok yang serba salah dalam melaksanakan tugas keprofesiannya,
dikarenakan takut dilaporkan kepada pihak yang berwajib apabila guru
tersebut memberikan hukuman guna memberikan didikan tegas kepada anak
murid. Sehingga guru apabila seorang murid melakukan beberapa
pelanggaran terhadap peraturan disekolah cenderung melakukan pembiaran
terhadap anak didik tersebut.
Pada saat ini guru seperti kehilangan kewenangannya di sekolah dalam
melakukan pengajaran dan seperti acuh terhadap tingkah laku siswa di
sekolah. Efeknya sangat jelas ketika hal tersebut berimbas kepada sikap,
perilaku dan moral siswa dalam kesehariannya seperti siswa akhirnya berani
melawan guru, siswa melakukan aksi ugal-ugalan dijalanan, bahkan siswa
seperti tidak takut pada apapun dalam kesehariannya.5
Penulis sepakat, guru bukan malaikat, bisa saja melakukan pelanggaran
hukum. Jika memang benar melakukan tindakan kriminal harus dihukum.
Tetapi dalam konteks kasus tersebut di atas, baik guru maupun keluarga anak
didik tidak menghendaki adanya peristiwa tersebut.
Peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh guru ini terjadi diakibatkan
oleh akumulasi beberapa faktor, baik dari guru ataupun murid itu sendiri,
4 http://www.antaranews.com/berita/175346/guru-tampar-siswa-dituntut-tigabulan-percobaan Judul artikel : Guru Tampar Siswa Dituntut 3 bulan Percobaan,
diakses pada Senin, 7 Mei 2015, Pukul 13.13 WIB
5 http://w.analisadaily.com/opi ni/news/perlunya-perli ndungan-hukum guru /
129680/2015/ 05/02 Judul artikel : Perlunya Perlindungan Hukum Guru, diakses
pada Senin 18 Mei 2015, Pukul 13.05 WIB
misalnya tekanan beban kerja oleh guru, keadaan keluarga dari si guru, pola
pengajaran yang masih terpaku pada budaya lama, yaitu sistem pengajaran
satu arah yang masih menekankan pola otoritas dari guru tersebut, serta
kurangnya komunikasi antara guru dengan orang tua murid terhadap perilaku
atau tindakan anak didik selama proses belajar mengajar. Namun juga
tindakan ini tidak terlepas dari sikap murid dan kualitas murid dimana terjadi
degradasi kualitas etika, tata krama, dan sopan santun di kalangan pelajar di
negeri ini yang sewaktu-waktu bisa memicu tindakan spontanitas yang dinilai
sebagai kekerasan oleh guru, seperti menampar, mencubit, dan sejenisnya.
Anak yang merupakan tunas generasi bangsa perlu diberikan suatu
usaha perlindungan dalam tumbuh dan berkembangnya dan guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Dalam melaksanakan tugasnya guru mendapat
perlindungan. Perlindungan guru yang dimaksud sebagaimana dimaksud pada
UU Guru dan Dosen adalah perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuannya agar guru tenang
dalam melaksanakan tugas dan mampu bekerja dengan baik. Sejauh mana
perlindungan tersebut sudah dilaksanakan? Sampai sejauh ini memang belum
ada evaluasi yang menyeluruh. Tetapi secara umum, memang perlindungan
bagi guru dinilai masih rendah.
Maka dari itu penulis membuat judul makalah tentang Penerapan
Hukum Pidana Terhadap Pelaku Kekerasan Kepada Anak Didik Dalam Kegiatan
Belajar Mengajar.
B. Rumusan Masalah
Berbicara mengenai guru cakupan sangat luas, maka dari itu penulis
membatasi permasalahan pada :
1.
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap guru pelaku
kekerasan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar.
D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari segi :
1.
2.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
DAS SOLLEN
DA
UU Perlindungan Anak UU No. 23 Tahun 2002 pasal 54 bagian ke-tiga (anak di dalam dan dilingkungan sekolah wajibGur
dil
PERU
Baga
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam
hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit
Terdapat perbedaan pandangan oleh para ahli dalam pemberian
pengertian dari strafbaar feit, yaitu pandangan dualistis, adalah
pandangan yang memisahkan antara perbuatan dan orang yang
melakukan dan pandangan monistis, yakni pandangan yang tidak
memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatan dengan unsur-unsur
mengenai diri orangnya.
Menurut ajaran dualistis pertanggungjawaban pidana itu terpisah
dengan tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana bukanlah unsur tindak
pidana. Pertanggungjawaban pidana berkenaan dengan syarat atau tidak
dipidananya seorang pelaku yang terbukti telah melakukan tindak pidana
atau melanggar larangan berbuat dalam hukum pidana.6
Adapun pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum
yang digolongkan menganut pandangan monistis, yaitu7 :
1.
2.
6 Ibid., hal 83
7 Ibid., hal 85
zekerheidsbewustzijn);
3)
(dolus evantualis)
2. Unsur Objektif
Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri
atas :
i. Perbuatan manusia, berupa :
1)
Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif;
2)
Onmission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negatif, yaitu
perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan;
ii. Akibat (result) perbuatan manusia
Aki bat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghi
langkan kepenti ngan-kepenti ngan yang di pertahankan ol eh
hukum, misalnya nyawa, badan, hak milik, kehormatan, dan sebagai
nya.
8 Ibid., hal 193
9 Ibid., hal 10
10 Diakses dari www.wikipedia.com
untuk mencegahnya, tidak mustahil hal ini menjadi faktor kerugian bagi
kita sebagai bangsa yang besar .
Secara yuridis, apa yang dimaksud dengan kejahatan dengan
kekerasan tidak secara otentik dijelaskan dalam Kitab Undang- Undang
Hukum Pidana (KUHP), hanya saja dalam Bab IX Pasal 89 KUHP
dinyatakan bahwa membuat orang pingsan atau membuat orang tidak
berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Dengan demikian
kejahatan kekerasan merupakan kejahatan yang dilakukan dan disertai
dengan menggunakan kekuatan fisik yang mengakibatkan korban pi
ngsan atau tidak berdaya.11
Dalam kehidupan nyata dalam masyarakat, kita dapat menjumpai
beberapa bentukbentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota
masyarakat yang satu terhadap anggota masyarakat lainnya. Oleh karena
itu, ada empat jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi :12
1.
2.
3.
4.
3.
4.
5.
c.
d.
e.
Evaluator belajar, dalam arti guru sebagai penilai yang objektif dan
komprehensif. Sebagai evaluator, guru berkewajiban mengawasi,
memantau proses pembelajaran peserta didik dan hasil belajar yang
dicapainya. Guru juga berkewajiban untuk melakukan upaya
perbaikan proses belajar peserta didik, menunjuk kelemahan dan
cara memperbaikinya, baik secara individual, kelompok, maupun
secara klasikal.17
BAB III
KESIMPULAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Perlindungan bagi guru dinilai masih rendah dalam penerapan
hukum pidana terhadap pelaku kekerasan kepada anak didik
dalam kegiatan belajar mengajar
B. SARAN
1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
seharusnya dapat menjadi dasar payung hukum bagi guru dalam hal
perlindungan hukum profesi keguruan agar guru tenang dalam
melaksanakan tugas dan mampu bekerja dengan baik.
2. Membentuk organisasi profesi guru untuk mengawasi, mengevaluasi,
dan melindungi sesama profesi terhadap kasus-kasus hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi
Pendidikan Pierre Bourdieu, Penerbit PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012,
hal. 1
R.Soesilo, Kitab UndangUndang Hukum Pidana ( KUHP ) Serta Komentar
Komentar Lengkap dengan Pasal demi pasal Politea, Bogor, 1994, hlm 98
H. Hamzah B .Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal 15
http://admelia.blogspot.com/2013/12/ polemik-pemberian-hukumanpunishment.html Judul Artikel : Polemik Pemberian Hukuman (Punishment)
Problematika Pendidikan, diakses pada Senin, 7 Mei 2015, pukul 12.54 WIB
http://www.kompasiana.com/post/read/501624/1/uu-perlindungan-anak-deritaguru.html Judul Artikel : UU Perlindungan Anak : Derita Guru, Diakses pada
Minggu1 Februari 2015, pukul 21.00 WIB
http://www.solopos.com/2011/02/09/aniaya-murid-guru-smk-gm-1-terancamhukuman-35-tahun-85302 Judul Artikel : Aniaya Murid, Guru SMK GM 1
Terancam Hukuman 3,5 Tahun, Diakses pada Jumat, 24 April 2015, Pukul 00.48
WIB
http://www.antaranews.com/berita/175346/guru-tampar-siswa-dituntut-tiga-bulanpercobaan Judul artikel : Guru Tampar Siswa Dituntut 3 bulan Percobaan, diakses
pada Senin, 7 Mei 2015, Pukul 13.13 WIB
http://w.analisadaily.com/opi ni/news/perlunya-perli ndungan-hukum guru /
129680/2015/ 05/02 Judul artikel : Perlunya Perlindungan Hukum Guru, diakses
pada Senin 18 Mei 2015, Pukul 13.05 WIB