BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.1.1 Definisi Teknik Asepsis
Tingkat keparahan infeksi pada luka bergantung pada kuman penyebab serta perawatan
dengan prinsip asepsis. Pencegahan terjadinya suatu infeksi pada luka memerlukan tindakan
berupa asepsis dan antisepsis, terutama dalam persiapan operasi.
Asepsis adalah keadaan bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Oleh karena itu, perlu
dilakukan upaya melalui teknik asepsis.
Teknik asepsis adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi,
dengan cara
pengawasan.
Hindari batuk, bersin atau menjangkau suatu objek yang steril.
Jangan sampai menumpahkan larutan apapun pada kain atau kertas yang sudah
5.
steril.
Bukalah bungkusan yang steril sedemikian rupa, sehingga ujung pembungkusnya
6.
7.
steril.
Cairan mengalir menurut arah daya tarik bumi, jika forcep dipegang sehingga
cairan desinfektan menyentuh bagian yang steril, maka forcep itu sudah tercemar.
2.1.5
5. Tim bedah steril harus melakukan prosedur pemakaian topi, masker, cuci
tangan, dan pemakaian jas steril dengan cara sebagai berikut:
Cara memakai topi operasi
1. Topi dipasang bersamaan pada waktu mengganti pakaian dengan baju khusus
2. Topi harus menutupi seluruh rambut kepala
3. Tali diikat cukup kuat
Cara memakai masker
Masker harus dipakai baik dan benar, dan selama memakai masker bicara
seperlunya.
Cara memasangnya adalah sebagai berikut:
1. Memasang masker harus bercermin sehingga terpasang dengan tepat di
tengah dan menutupi bagian hidung dan mulut. Bila ada jambang/jenggot
harus tertutup bila perlu harus memakai topi khusus.
2. Topi dipasang bersamaan pada waktu mengganti pakaian dengan baju khusus
3. Tali ikatan cukup kuat
4. Satu masker untuk satu kali pemakaian
5. Bila masker lembab segera diganti.
Cuci Tangan
Yang dimaksud cuci tangan adalah membersihkan tangan dengan menggunakan sikat
dan sabun di bawah air mengalir dengan prosedur tertentu agar tangan dan lengan
bagian bawah bebas i mikroorganisme.
Metode cuci tangan bedah:
1. Tangan, lengan dan jari tangan dianggap mempunyai 4 sisi atau permukaan,
dan semuanya harus terkena pencucian mekanik dan antisepsis kimia.
2. Karena tangan merupakan anggota tubuh yang selalu kontak langsung
dengan daerah operasi yang steril, maka semua langkah prosedur cuci tangan
bedah harus dimulai dari tangan dan berakhir di siku.
3. Selama melakukan cuci tangan bedah harus menghindari percikan air pada
baju yang sedang
basah
atau
dipakai
(pakaian
kamar
bedah),
karena
keadaan
steril.
Prosedur cuci tangan bedah:
1. Time method complete surgical scrub (cuci tangan bedah sempurna dengan
menggunakan metode lamanya waktu cuci tangan).
Lama waktu yang diperlukan untuk cuci tangan ini adalah 5-7 menit.
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
a. Basahi tangan dan lengan
b. Cuci tangan dan lengan dengan antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm
diatas sikut
c.
Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari situ
sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari situ yang
d.
difleksikan
Ambil sikat yang steril, kemudian berilah 2-3 cc antiseptik. Sikatlah kuku,
tangan dan lengan masing-masing untuk sebelah kiri dan kanan setengah
e.
menit
Dengan sikat di tangan bersihkanlah daerah di bawah kuku dengan
f.
g.
h.
sudah disediakan
Gosok tangan yang satu oleh yang lainnya yang sudah memakai antiseptik
i.
j.
lagi dan
sebaliknya masing-masing satu setengah menit
Bilas tangan dan lengan
2. Brush
stroke
method
complete
surgical
scrub
(cuci
tangan
bedah
2-3 cc (6 tetes)
Dengan menggunakan pembersih kuku yang terbuat dari plastik atau metal,
d.
e.
f.
Tangan dan lengan dikeringkan atau di lap dengan cara sebagai berikut :
a. Ambil handuk/kertas tissue steril yang sudah disediakan
pada
tempatnya yang steril. Sewaktu mengambil handuk siku tidak boleh berada
diatas tempat penyimpanan handuk dan tissue tadi, karena air yang menetes
melalui siku dapat jatuh di tempat handuk tadi dan menyebabkan
kontaminasi.
b. Bukalah handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujungnya saja.
c. Cari tempat yang aman, yaitu dengan cara menjauh dari alat-alay yang steril.
d. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi, handuk dibagi menjadi 4 bagian,
permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri, permukaan kiri
bawah untuk mengelap tangan sebelah kiri, permukaan kanan atas untuk
mengelap tangan kanan, dan permukaan kanan bawah untuk lengan kanan.
e. Keringkan tangan kanan dan kiri dengan permukaan handuk yang sudah
disebutkan diatas.
f. Untuk mengeringkan lengan kiri, permukaan handuk kiri bawah diletakkan
diatas lengan kiri, kemudian digerakkan memutar sampai 5 cm diatas siku,
tetapi handuk tidak boleh melewati daerah 5 cm diatas siku karena dapat
terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci bedah.
g. Untuk lengan kanan, lakukan seperti langkah
dengan
untuk lengan
kiri
10
dijepit.
Orang
yang
memakai
jas
tersebut
memutarkan badannya
kemudian ambil tali dari jepitan serta ikatan tali tersebut. Pada saat memutar
tidak boleh terjadi kontaminasi.
C. Pasien
Pasien yang akan mengalami tindakan pembedahan pada daerah pembedahannya
harus bebas dari debu, mikroorganisme dan minyak yang menempel di kulit, guna
menekan semaksimal mungkin bahaya infeksi akibat sayatan kulit. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan:
1. Persiapan daerah operasi:
Daerah operasi dan sekitarnya harus dibersihkan dengan antiseptik sebelum ditutup
dengan alat tenun steril (sebelum dilakukan drafting)
Persyaratan antiseptik yang digunakan:
a. Bukalah peralatan steril untuk antiseptik kulit di atas meja steril, yang terdiri
dari :
Dua mangkok tempat cairan antiseptik
Satu mangkok
Forseps antiseptik
Deeper/kasa steril untuk antiseptik kulit
b. Sebelum cairan antiseptik dituangkan ke dalam mangkok, cairan pertama dari
botol harus dibuang terlebih dahulu
c. Pencurian daerah pembedahan dimulai dari tengah menuju ke perifer,
d.
11
dikelompokan dalam tiga kelompok yaitu tindakan operasional, tindakan organisasi, dan
tindakan struktural. Tindakan operasional mencakup kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan penularan/transmisi. Strategi pencegahan infeksi dirancang untuk memutuskan
akuisisi penyakit dengan membidik salah satu penghubung dalam rantai infeksi. Tujuan ini
dicapai difasilitas pelayanan kesehatan dengan menerapkan dua jenis prosedur yang dirancang
untuk mengurangi penularan kuman penyebab infeksi ke pasien atau petugas pelayanan
kesehatan: praktik keperawatan pasien rutin dan kewaspadaan isolasi khusus.
Kewaspadaan Standar Komponen utama standar pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial dalam tindakan operasional mencakup kegiatan sebagai berikut:
1. Mencuci tangan
2. Menggunakan alat pelindung diri/APD seperti: sarung tangan, masker, pelindung
wajah, kacamata dan apron pelindung
3. Praktik keselamatan kerja
4. Perawatan pasien
5. Penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan pasien dan kebersihan
lingkungan.
A. Mencuci tangan
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir dan dengan sabun
yang digosokkan selama 15 sampai 20 detik. Mencuci tangan dengan sabun biasa dan
air bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan sabun antimikroba.
Ada beberapa kondisi yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sabun
antiseptik ini, yaitu saat akan melakukan tindakan invasif. Mencuci tangan dilakukan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan invasif kontak langsung dengan pasien, saat
memakai melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah di disinfeksi tingkat tinggi
pada operasi serta pada pemeriksaan untuk prosedur rutin, saat menyiapkan,
mengkonsumsi dan setelah makan juga pada situasi yang membuat tangan
terkontaminasi (misal: memegang instrumen kotor, menyentuh membran mukosa,
cairan darah, cairan tubuh lain, melakukan kontak yang intensif dalam waktu yamg
lama dengan pasien, mengambil sampel darah, saat memeriksa tekanan darah, tanda
vital lainnya juga saat keluar masuk unit isolasi).
B. Penggunaan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah
diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus oleh cairan. Sarung tangan melindungi
tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan dapat melindungi pasien dari
mikroorganisme yang terdapat di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan
penghalang (barrier) yang paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Satu
12
pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien sebagai upaya menghindari
kontaminasi silang. Sarung tangan dipakai saat ada kemungkinan kontak dengan darah
atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas, saat akan melakukan
prosedur medis yang bersifat invasif (seperti: pemasangan kateter dan infus intravena),
saat menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh
permukaan yang tercemar, serta memakai sarung tangan bersih atau tidak steril saat
akan memasuki ruang pasien yang telah diketahui atau dicurigai mengidap penyakit
menular.
Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh memasuki
hidung atau mulut petugas kesehatan, juga menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan berbicara, bersin dan batuk. Masker dilepas setelah pemakaian
selama 20 menit secara terusmenerus atau masker sudah tampak kotor atau lembab.
Pelindung mata dan wajah harus dipakai pada prosedur yang memiliki kemungkinan
terkena percikan darah atau cairan tubuh. Pelindung mata harus jernih, tidak mudah
berembun, tidak menyebabkan distorsi, dan terdapat penutup disampingnya.
Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit petugas
kesehatan dari sekresi respirasi. Gaun pelindung juga harus dipakai saat ada
kemungkinan terkena darah, cairan tubuh. Apron terbuat dari karet atau plastik,
merupakan penghalang tahan air sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan.
Apron harus dikenakan dibawah gaun pelindung ketika melakukan perawatan langsung
pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur saat terdapat risiko terkena
tumpahan darah dan cairan tubuh. Hal ini penting jika gaun tidak tahan air.
C. Praktik keselamatan kerja
Praktik keselamatan kerja berhubungan dengan pemakaian instrumen tajam seperti
jarum suntik. Hal ini meliputi: hindari menutup kembali jarum suntik yang telah
digunakan. Bila terpaksa dilakukan, maka gunakan teknik satu tangan untuk menutup
jarum, hindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai, hindari
membengkokkan, menghancurkan atau memanipulasi jarum suntik dengan tangan serta
masukkan instrumen tajam ke dalam wadah yang tahan tusukkan dan tahan air.
D. Penggunaan antiseptik
Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan terutama pada tindakan
bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
Instrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan
kembali dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi
tingkat tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi. Dekontaminasi dan pembersihan
13
merupakan dua tindakan pencegahan dan pengendalian yang sangat efektif meminimalkan
risiko penularan infeksi. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi
alat tersebut. Dengan merendam dalam larutan kloron o,5 % selama 10 menit. Langkah ini
dapat menonaktifkan HBV, HCV dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang
membersihkan alat tersebut.
adalah pembersihan. Proses pembersihan penting dilakukan karena tidak ada prosedur
sterilisasi dan DTT yang efektif tanpa melakukan pembersihan terlebih dahulu.
Pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan sabun cair dan air untuk membunuh
mikroorganisme. Gunakan pelindung saat membersihkan alat. Sterilisasi harus dilakukan
untuk alat-alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau cairan tubuh lainnya dan
jaringan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap bertekanan tinggi
(autoclafe), pemanasan kering (oven), sterilisasi kimiawi dan fisik.
E. Perawatan pasien
Perawatan pasien yang sering dilakukan meliputi tindakan: pemakaian kateter urin,
pemakaian alat intravaskular, transfusi darah, pemasangan selang nasogastrik, pemakaian
ventilator dan perawatan luka bekas operasi. Kateterisasi kandung kemih membawa risiko
tinggi terhadap infeksi saluran kemih (ISK). Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan
ISK nosokomial terjadi akibat instrumentasi traktus urinarius, terutama pada tindakan
kateterisasi.
dilakukan di rumah sakit. Prosedur pemasangan hingga pencabutan kateter urin harus
dilakukan sesuai prinsip aseptik untuk mencegah dan mengendalikan ISK nosokomial.
Penggunaan alat intravaskular untuk memasukkan cairan steril, obat atau makanan serta
untuk memantau tekanan darah sentral dan fungsi hemodinamik meningkat tajam pada
dekade terakhir. Kateter yang dimasukkan melalui aliran darah vena atau arteri melewati
mekanisme pertahanan kulit yang normal dan penggunaan alat ini dapat membuka jalan
untuk masuknya mikroorganisme.
Transfusi darah memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan penggunaan
pemberian pengobatan melalui pembuluh darah. Terdapat risiko serius bagi pasien yang
menerima transfusi darah. Pedoman dalam melakukan proses seleksi, pemeriksaan serta
prosedur transfusi yang tepat dan aman telah dikembangkan mengingat resiko infeksi
HBV, HCV dan HIV. Prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dan
komplikasi transfusi meliputi: transfusi dilakukan jika dibutuhkan, seleksi donor potensial
secara penuh untuk menghindari penularan infeksi serius, donor darah diambil secara
aseptik dan dengan sistem tertutup, simpan darah pada suhu yang tepat, pastikan darah
14
cocok agar tidak membahayakan penerima donor, terapkan teknik aseptik saat melakukan
transfusi, pantau tanda vital dan reaksi pasien serta hentikan transfusi jika reaksi
berlawanan. Prosedur yang melibatkan traktus gastrointestinal (GI) harus memperhatikan
penerapan kewaspadaan di rumah sakit seperti prosedur lainnya untuk mencegah
penularan mikroorganisme yang berbahaya. Pemasangan selang nasogastrik merupakan
salah satu prosedur traktus GI yang paling sering dilakukan dalam perawatan pasien di
rumah sakit. Risiko infeksi dalam prosedur ini berasal dari trauma membran mukosa akibat
tekanan pada membran dan anoksia jaringan. Pengisapan dan gerakan selang dapat
menciderai jaringan. Pajanan terhadap mikroorganisme meningkat, agen infeksi dapat
masuk dari reservoir tangan petugas kesehatan, kulit yang rusak, selang, balutan dan dari
makanan. Prosedur-prosedur yang berhubungan dengan perawatan respiratori seperti
intubasi endotrakeal, pengisapan dan ventilasi mekanik memberi kesempatan transmisi
mikroorganisme dari bendabenda mati ke pasien (pada komponen humidifier, nebulizer
dan ventilator yang terkontaminasi) serta pemindahan mikroorganisme melalui tangan
petugas kesehatan yang terkontaminasi, dari satu pasien ke pasien lainnya. Prosedur lain
yang dapat membahayakan saluran pernapasan adalah pemberian oksigen, pengobatan
pernapasan tekanan positif intermitten, pemasangan dan pemeliharaan jalan napas buatan
dan pengisapan endotrakeal.
Cara yang paling penting untuk mencegah infeksi nosokomial adalah memutus cara
penularan yang berhubungan dengan prosedur perawatan peralatan. Dekontaminasi,
pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi harus diperhatikan sebelum
peralatan digunakan kembali. Infeksi luka paska operasi atau surgical site infection (SSI)
dapat terjadi akibat perawatan luka yang tidak memenuhi syarat aseptik. Transmisi
mikroorganisme mudah terjadi saat prosedur ganti balut luka operasi di ruangan
berlangsung. Cuci tangan, memakai sarung tangan dan alat pelindung diri, teknik ganti
balut secara aseptik dan peralatan steril merupakan prosedur perawatan luka paska operasi
yang sering diabaikan.
2.3 Pengelolaan Limbah
Limbah medis merupakan bahan infeksius dan berbahaya yang harus dikelola
dengan benar agar tidak menjadi sumber infeksius baru bagi masyarakat disekitar rumah
sakit maupun bagi tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit itu sendiri. Limbah medis
padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
15
benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, 2008). Pembuangan limbah dan penanganan
limbah kamar operasi, tergantung jenis limbah dengan prinsip, limbah padat ditangani
terpisah dengan limbah cair. Limbah cair dibuang di tempat khusus yang berisi larutan
disinfektan yang selanjutnya mengalir ketempat pengelolaan limbah cair rumah sakit.
Limbah non infeksi yang kering dan basah ditempatkan pada tempat yang tertutup serta
tidak mudah bertebaran dan selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan rumah sakit.
Limbah infeksi ditempatkan pada tempat yang tertutup dan tidak mudah bocor serta diberi
label warna merah untuk dimusnahkan.
Proses pengelolaan limbah medis dilakukan oleh perawat pada tahap
pemilahannya dan petugas kebersihan pada tahap pengangkatannya (Pruss, 2005).
A. Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit
Berdasarkan Perioperative Standards and Recommended Practices (2010),
kebersihan adalah ketiadaan dari debu yang tampak, sampah, kotoran atau substansisubstansi tubuh di dalam kamar operasi. Proses pembersihan yang terstandarisasi tidak
hanya melindungi keselamatan pasien, tetapi juga menjamin keselamatan dari para
petugas kesehatan (Neil et al, 2005).
Manfaat pengelolaan kesehatan dan kebersihan lingkungan di rumah sakit
adalah, perlindungan terhadap lingkungan, manajemen lingkungan rumah sakit yang
lebih baik, pengembangan sumber daya manusia, kontinuitas peningkatan performa
lingkungan rumah sakit, kepatuhan terhadap perundang-undangan, bagian dari
manajemen mutu terpadu, pengurangan/penghematan biaya dan dapat meningkatkan
citra rumah sakit (Adisasmito, 2007).
Pemeliharaan kamar operasi merupakan proses pembersihan ruang beserta alatalat standar yang ada di kamar operasi. Dilakukan teratur sesuai jadwal, tujuannya
untuk mencegah infeksi silang dari atau kepada pasien serta mempertahankan
sterilitas. Cara pembersihan kamar operasi ada 3 macam yaitu cara pembersihan
rutin/harian, cara pembersihan mingguan dan cara pembersihan sewaktu.
B. Kewaspadaan Berdasarkan Penularan atau Transmisi Kewaspadaan.
Kewaspadaan Berdasarkan Penularan atau Transmisi Kewaspadaan berdasarkan
transmisi diterapkan pada pasien yang menunjukkan gejala, dicurigai terinfeksi atau
mengalami kolonisasi dengan kuman yang sangat mudah menular. Kewaspadaan
berdasarkan transmisi perlu dilakukan sebagai tambahan kewaspadaan standar.
16
dan lingkungan.
2. Isolasi
Selain itu, pasien dengan penyakit menular melalui udara perlu dirawat
di ruang isolasi untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.
Beberapa persyaratan dalam pelaksanaan isolasi bagi pasien dengan
penyakit menular adalah sebagai berikut: kamar khusus yang selalu tertutup,
cuci tangan dengan sabun atau larutan antiseptik sebelum dan sesudah
masuk kamar, gunakan masker dan sarung tangan serta baju pelindung,
peralatan makan khusus untuk pasien, bahan pemeriksaan laboratorium
diletakkan pada tempat steril tertutup rapat, setelah dipakai alat suntik
dimasukkan pada tempat khusus dan dibuang, alat pemeriksaan lengkap,
penanganan instrumen secara tepat, jumlah pengunjung pasien dibatasi dan
kamar dibersihkan setiap hari.
2.4 Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Kamar Operasi
2.4.1
Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan di kamar operasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu pertama
adalah cuci tangan steril yang harus dilakukan oleh dokter dan perawat sebelum
melakukan tindakan operasi, sedangkan yang kedua adalah cuci tangan biasa yang
harus dilakukan oleh seluruh pegawai yang bekerja di kamar operasi sebelum dan juga
setelah melakukan kegiatan di kamar operasi. Pelaksanaan cuci tangan steril yang baik
sebelum melakukan tindakan operasi mampu menekan pembentukan koloni bakteri
17
pada tangan tim operasi, yang berdampak pada menurunnya tingkat kejadian infeksi
pada situs operasi (Tanner J, Swarbrook S, Stuart J, 2008).
Begitu juga dengan 6 langkah cuci tangan biasa sesuai pedoman WHO harus
selalu dilakukan sebelum dan setelah melakukan kegiatan atau tugas di kamar operasi.
Kebiasaan cuci tangan petugas merupakan perilaku mendasar sekali dalam upaya
mencegah cross infection (infeksi silang).
2.4.2 Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri
atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat
mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Peralatan pelindung
diri tidak menghilangkan bahaya ataupun mengurangi bahaya yang ada. peralatan ini
hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang
antara tenaga kerja dengan bahaya (Sumamur, 2009).
Alat pelindung diri yang menjadi komponen utama Personal Precaution beserta
penggunaannya yang biasa digunakan pekerja khususnya perawat sebagai kewaspadaan
standar (standard precaution) dalam melakukan tindakan keperawatan menurut
Departemen Kesehatan RI, 2007 yang bekerjasama dengan Perhimpunan Pengendalian
Infeksi Indonesia (PERDALIN).
Di kamar operasi, alat pelindung diri wajib untuk digunakan. Semua orang yang
masuk kamar operasi, tanpa kecuali wajib memakai baju khusus sesuai dengan
ketentuan. Alas kaki harus dibedakan untuk kamar operasi dan kegiatan di luar kamar
operasi. Harus memakai topi, masker dan sarung tangan (Depkes RI, 1993). Bagi dokter
dan perawat yang akan melakukan tindakan operasi, harus memakai tambahan
pelindung mata/pelindung wajah, apron, gaun pelindung bedah, dan juga sarung tangan
steril.
2.4.3 Pemrosesan Peralatan Pasien dan Pengelolaan Linen
Peralatan perawatan pasien selalu memegang prinsip: mencegah segala bentuk
pajanan ke permukaan kulit dan membran mukosa kulit, maka seluruh peralatan
perawatan pasien dilakukan pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi sesuai prosedur yang
benar, sebelum dipakai lagi. Pengelolaan alat-alat kesehatan bertujuan untuk mencegah
18
penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam
keadaan steril dan siap pakai (Depkes, 2003).
Menurut Tietjen (2004) bahwa pengelolaan alat kesehatan bekas pakai bertujuan
untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat
kesehatan tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Manajemen linen yang baik
merupakan salah satu upaya untuk menekan kejadian infeksi nosokomial. Selain itu
pengetahuan dan perilaku petugas kesehatan juga mempunyai peran yang sangat
penting.
2.4.4 . Pengelolaan Limbah
Limbah medis merupakan bahan infeksius dan berbahaya yang harus dikelola
dengan benar agar tidak menjadi sumber infeksius baru bagi masyarakat disekitar
rumah sakit maupun bagi tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit itu sendiri. Limbah
medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi (Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, 2008).
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri, kegiatan
rumah sakit berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan berbagai aktifitas
orang banyak sehingga potensial dalam menghasilkan sejumlah besar limbah.
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, 2008).
Pembuangan limbah dan penanganan limbah kamar operasi, tergantung jenis
limbah dengan prinsip, limbah padat ditangani terpisah dengan limbah cair. Limbah cair
dibuang di tempat khusus yang berisi larutan disinfektan yang selanjutnya mengalir
ketempat pengelolaan limbah cair rumah sakit. Dari hasil wawancara mendalam dan
observasi langsung pelaksanaan, limbah cair dibuang dari wastafel di spoelhoek yang
selanjutnya mengalir ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL), prosedur ini sudah
sesuai dengan pedoman. Begitu juga dengan SPO yang ada.
Limbah non infeksi yang kering dan basah ditempatkan pada tempat yang
tertutup serta tidak mudah bertebaran dan selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan
19
rumah sakit. Limbah infeksi ditempatkan pada tempat yang tertutup dan tidak mudah
bocor serta diberi label warna merah untuk dimusnahkan.
20
2012). Pengendalian penyebaran patogen dari sumber yang infeksius merupakan kunci
program pengendalian sumber penularan infeksi. Salah satu langkah pengendalian
sumber penularan infeksi adalah kebersihan pernapasan dan etika batuk yang
dikembangkan saat munculnya severe acute respiratory syndrome (SARS), kini
termasuk dalam Kewaspadaan Standar.
Peningkatan penerapan Kewaspadaan Standar ini di seluruh dunia akan secara
signifikan menurunkan risiko yang tidak perlu dalam pelayanan kesehatan. Peningkatan
lingkungan kerja yang aman sesuai dengan langkah yang dianjurkan dapat menurunkan
risiko transmisi (WHO, 2008). Hygiene respirasi/etika batuk adalah cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Khusus di kamar operasi,
penggunaan masker merupakan hal yang wajib. Hygiene respirasi atau etika batuk di
kamar operasi dilakukan melalui pemakaian masker.