Anda di halaman 1dari 32

BAB I

OVERVIEW PERUSAHAAN
1.1 Sejarah Perusahaan
PT. PINDAD (persero) merupakan salah satu perusahaan industri peralatan
militer yang dikelola oleh Angkatan Darat. PT. PINDAD berubah status menjadi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berproduksi dalam manufaktur
indonesia yang mengkhususkan diri dalam produk-produk militer dan komersial.
Kegiatan ini mencakup desain, pengembangan, rekayasa dan fabrikasi serta
pemeliharaan.
Didirikan pada tahun 1808 sebagai bengkel peralatan militer di Surabaya
dengan nama Artillerie Constructie Winkel (ACW), bengkel ini berkembang
menjadi sebuah pabrik dan sesudah mengalami perubahan nama pengelola
kemudian dipindahkan lokasinya ke Bandung pada tahun 1923.
Orang Belanda menyerahkan pabrik kepada Pemerintah Indonesia pada 29
April 1950. Kemudian pihak pabrik secara resmi diberi nama Pabrik Senjata dan
Munisi (PSM), berarti pabrik senjata dan amunisi, dan terletak di mana PT.
PINDAD sekarang ini.
Sejak saat itu PT. PINDAD berubah menjadi sebuah industri alat peralatan
militer di bawah pengelolaan Angkatan Darat Indonesia. PT. PINDAD berubah
status menjadi perusahaan milik negara dengan nama PT. PINDAD (Persero) pada
29 April 1983, setelah itu berubah menjadi PT. Pakarya Industri (Persero) dan
kemudian berubah lagi menjadi PT. Bahana Pakarya Industri Strategis (Persero).
Pada tahun 2002 status PT. PINDAD (Persero) kembali diubah oleh
pemerintah, dan sejak itu perusahaan berada di bawah Kementerian BUMN.
1.1.1

Masa Kolonial Belanda dan Pendudukan jepang


Pada tahun 1808, William Herman Daendels, yaitu Gubernur Jenderal

Belanda yang tengah berkuasa saat itu mendirikan bengkel untuk pengadaan,
pemeliharaan dan perbaikan alat-alat perkakas senjata Belanda bernama
Contructie Winkel (CW) di Surabaya dan inilah awal mula PT. Pindad
(Persero) sebagai satu-satunya industri manufaktur pertahanan di Indonesia.
Selain bengkel senjata, Daendels kala itu juga mendirikan bengkel munisi

berkaliber besar bernama Proyektiel Fabriek (PF) dan laboratorium Kimia di


Semarang. Kemudian, pemerintah kolonial Belanda pun mendirikan bengkel
pembuatan dan perbaikan munisi dan bahan peledak untuk angkatan laut
mereka yang bernama Pyrotechnische Werkplaats (PW) pada tahun 1850 di
Surabaya.
Pada tanggal 1 Januari 1851, CW berubah nama menjadi Artilerie
Constructie Winkel (ACW). Kemudian pada tahun 1961, dua bengkel
persenjataan yang berada di Surabaya, ACW dan PW disatukan di bawah
bendera ACW. Kebijakan penggabungan ini, menjadikan ACW mempunyai
tiga instalasi produksi yaitu; unit produksi senjata dan alat-alat perkakasnya
(Wapen Kamer), munisi dan barang-barang lain yang berhubungan dengan
bahan peledak (Pyrotechnische Werkplaats), serta laboratorium penelitian
bahan-bahan maupun barang-barang hasil produksi.
ACW dipindahkan pertama kali ke Bandung, pada rentang waktu
1918-1920. Pada tahun 1932, PW dipindahkan ke Bandung, bergabung
bersama ACW dan dua instalasi persenjataan lain yaitu Proyektiel Fabriek
(PF) dan laboratorium Kimia dari Semarang, serta Institut Pendidikan
Pemeliharaan dan Perbaikan Senjata dari Jatinegara yang direlokasi ke
Bandung dengan nama baru, Geweemarker school. Keempat instalasi tersebut
bersatu di bawah benderta Artilerie Inrichtingen (AI).
Di era pendudukan Jepang, AI tidak mengalami perubahan,
penambahan instalasi, maupun proses produksinya. Perubahan hanya berada
pada segi perubahan administrasi dan organisasi sesuai dengan sistem
kekuasaan militer Jepang. Perubahan pun terjadi di segi nama menjadi Daichi
Ichi Kozo untuk ACW, Dai Ni Kozo untuk Geweemarkerschool, Dai San
Kozo untuk PF, Dai Shi Kozo untuk PW, serta Dai Go Kazo untuk Monrage
Artilerie, instalasi pecahan ACW.
1.1.2 Bagian TNI AD
Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda
menyatakan bahwa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia kepada Republik
Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 27 Desember 1949. Seiring dengan hal
itu, Belanda harus menyerahkan aset-asetnya secara bertahap pada

pemerintahan Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soekarno termasuk


LPB.
Setelah itu LPB kemudian diganti namanya menjadi Pabrik Senjata
dan Mesiu (PSM) yang pengelolaannya diserahkan kepada Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD). Sejak saat itu PSM mulai melakukan
serangkaian

percobaan

untuk

membuat

laras

senjata

dan

berhasil

memproduksi laras senjata berkaliber 9 mm dan pada bulan November 1950,


PSM berhasil membuat laras dengan kaliber 7,7 mm.
Dikarenakan PSM mengalami krisis tenaga ahli karena para pekerja
asing harus kembali ke negara asalnya berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Sehingga terjadi sentralisasi organisasi dengan merampingkan lini produksi
dari 13 menjadi 6 lini dengan lini baru Munisi Kaliber Kecil (MKK) yang
baru dibentuk Setelah delapan tahun berjalan, PSM pun berubah nama
menjadi Pabrik Alat Peralatan Angkatan Darat (Pabal AD) pada tanggal 1
Desember 1958. Pabal AD bukan sekedar memperoduksi senjata dan munisi
saja namun juga peralatan milter yang lain, untuk mengurangi ketergantungan
peralatan militer Indonesia pada negara lain.
Di era Pabal AD ini, telah terjadi beberapa perkembangan dalam
bidang teknologi persenjataan. Pabal AD menjalin kerjasama dengan
perusahaan senjata Eropa untuk pembelian dan pembangunan satu unit pabrik
senjata, yang berhasil membangun pabrik senjata ringan. Keberhasilan itu
membuat Pabal AD menjadi badan pelaksana utama di kalangan TNI-AD
sebagai instalasi industri. Berbagai produk pun berhasil diproduksi Pabal AD.
Di era ini pula, pemerintah Belanda menyerahkan Cassava Factory, pabrik
tepung ubi kayu yang berada di Turen, Malang, Jawa Timuryang kemudian
menjadi lokasi Divisi Munisi PT Pindad (Persero).
Pada tahun 1962, nama Pabal AD diubah menjadi Perindustrian TNI
Angkatan Darat (Pindad). Proses produksi Pindad pun dilakukan untuk
mendukung kebutuhan TNI AD.

Pada awal tahun 1972, pemerintah Indonesia melakukan penataan


departemen, termasuk Departeman Pertahanan dan Keamanan (Hankam).
Karena itu Pindad pun berubah nama menjadi Kopindad (Komando
Perindustrian TNI Angkatan Darat) pada tanggal 31 Januari 1972.
Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai realisasi Keputusan Menteri
Pertahanan

dan

Keamanan/Panglima

Angkatan

Bersenjata

No.

Kep/18/IV/1976 tertanggal 28 April 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi


dan Prosedur Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat nama Kopindad
dikembalikan menjadi Pindad. Pindad berubah dari komando utama
pembinaan menjadi badan pelaksana utama di lingkungan TNI-AD. Seiring
perubahan tersebut Pindad diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
teknologi dan produktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan logistik TNI-AD
sehingga mengurangi ketergantungan pada luar negeri.
1.1.3

Pindad Sebagai Perseroan


Pada Tahun 1980-an pemerintah

Indonesia

semakin

gencar

menggalangkan program alih teknologi, saat inilah muncul gagasan untuk


mengubah status pindad menjadi perusahaan berbentuk perseroan terbatas.
Berdasarkan keputusan Presiden RI No.47 Tahun 1981, Badan Pengkajian
Penerapan Teknologi (BPPT) yang sudah berdiri sejak tahun 1978, harus
lebih memperhatikan proses transformasi teknologi yang ditetapkan
pemerintah Indonesia itu, termasuk pengadaan mesin-mesin untuk kebutuhan
Industri.
Ketua BPPT saat itu Prof. DR. Ing. B.J. Habibie membentuk Tim
Corporate Plan (Perencana Perusahaan) Pindad melalui Surat Keputusan
BPPT No. SL/084/KA/BPPT/VI/1981. Tim Corporate Plan diketuai langsung
oleh Habibie dan terdiri dari unsur BPPT dan Departemen Hankam.
Sebagai sebuah perusahaan Pindad diharapkan dapat memproduksi
peralatan militer yang dibutuhkan secara efisien dan menghasilkan produkproduk komersial berorientasi bisnis.
1.2

Struktur Organisasi

Untuk meningkatkan daya saingnya, PT. PINDAD mengembangkan desain


organisasi yang fleksibel dan desentralistis sehingga meningkatkan divisi-divisi
untuk dapat lebih gesit dalam menjalankan usahanya. Berikut adalah struktur
keorganisasian PT. PINDAD :

Gambar 1.1 Struktur Organisasi PT. PINDAD (Persero)


1.3

Barang Produksi
1. Produksi Militer
PT Pindad telah sukses memproduksi berbagai senjata ringan yang sudah
digunakan TNI dan Polri, misalnya:
a. Kompensator Square
b. Kompensator Round
c. SS2-V5 KAL. 5.56 MM
d. SS2-V4 HB KAL. 5.56 MM
e. SS2-V1 KAL. 5.56 MM

f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
y.
z.

SS2-V2 KAL. 5.56 MM


SS2-V4 KAL. 5.56 MM
SS2-V1 HB KAL. 5.56 MM
SS2-V2 HB KAL. 5.56 MM
SS2-V5 A1 KAL. 5.56 MM
SS1-V1 KAL. 5,56 MM
SS1-V2 KAL. 5,56 MM
SS1-V5 KAL. 5.56 MM
SS1-M1 KAL. 5.56 MM
SS1-M2 KAL. 5.56 MM
SB-1 V1 KAL. 7.62 MM
SB1-V2 KAL. 7.62 MM
SPR-2 KAL. 12.7 MM
SPR-3 KAL. 7.62 MM
MO-1 KAL. 60 MM CO
R1-V2 KAL. .38
G2 ELITE KAL. 9 MM
SPG1-V3 KAL. 40 MM
PI KAL 25.4 MM
SMB-1 KAL. 12.7 MM
PM2-V2 KAL. 9 MM

2. Kendaraan Militer
a. ANOA 6 X 6 RCWS
b. ANOA 6 X 6 RECOVERY
c. APC 4 X 4
d. ANOA 6 X 6 APC
e. ANOA 6 X 6 LOGISTIC
f. ANOA 6 X 6 AMBULANCE
g. INTAI 4 X 4
3. Amunisi
a. MU3-TJ
b. MU17-TJ
c. GL66-AS A2
d. GT6-SUPAR
e. MU53-AR A1
f. MU53-AR
g. MU2-TJ-LINKED
h. DEMOLITION CHARGE
i. MORTAR KALIBER 60MM
j. MORTAR KALIBER 81MM
k. KALIBER 7.65 X 17 MM
l. KALIBER 9
4. Produksi non-Militer

Mesin industri dan jasa


1) lini produk Air brake prods
a. Air reservoir
b. Brake cylinder
c. Compressor set
d. Dual chamber air dryer
e. Dummy coupling
f. Isolating cock
g. distributor valve
h. Operating valve
i. Pipe brake coupling
j. Slack adjuster
2) Peralatan kelautan
a. Naval seat
b. Jasa Steering gears
c. Towing winch Kelautan
d. Tuna long line equipment
e. Crane
f. Dbl drum mooring winch
g. Electric anchor winch
3) Lain-lain
a. Generator alternator (elektronika)
b. Vacuum Circuit Breaker (elektronika)
c. Laboratorium (Multi-industri)
d. Palm Oil Refinery and Mill Plant (multi industri-EPC)
e. Motor traksi (Transportasi)
f. Perlengkapan rel kereta
g. Produk-produk cor
h. Produk-produk stamping
i. Produk-produk tempa
j. Eksavator

1.4 Anak Perusahaan


1. PT Cakra Mandiri Pratama Indonesia
Perusahaan yang membidangi pelayanan

kesehatan,

Industri

Manufaktur, niaga dan jasa. Perusahaan ini beralamat di Jl. Jend. Gatot
SubrotoNo.517 Bandung 40284.
2. PT MAN Diesel & Turbo Indonesia
Merupakan perusahaan yang membidangi penjualan spare parts,
instalasi dan perbaikan turbine engine, dan jasa electrical

power

plants & engineering design untuk compresor dan turbine. Perusahaan


ini beralamat di Jl. Mampang Prapatan97 Jakarta 12790
3. PT Inti Pindad Mitra Sejati (IPMS)
Bidang produksi terdiri dari Industri plastik, industri kontruksi baja, dan
pekerjaan jasa site acquisition (sitac) dan Civil Mechanical Electrical
(CME). Perusahaan ini beralamat di Jl. Jend. Gatot Subroto No. 517
Bandung 40284

BAB II
PROSES PENGUJIAN SPECIMEN PADA KOMPONEN EXCAVATOR DI
PT. PINDAD (PERSERO)

2.1 Pengertian Excavator


Excavator
adalah
alat berat yang biasa digunakan dalam industri konstruksi, pertanian atau
perhutanan. Mempunyai belalai yang terdiri dari dua tungkai; yang terdekat
dengan body disebut boom dan yang mempunyai bucket (ember keruk) disebut
dipper. Ruang pengemudi disebut House - terletak diatas roda (trackshoe), dan
bisa berputar arah 360 derajat.
Excavators ada yang mempunyai roda dari ban biasa digunakan untuk jalanan
padat dan rata disebut "Wheel Excavators" dan ada yang mempunyai roda dari
rantai besi yang akan memudahkan nya untuk berjalan di jalanan yang tidak padat
atau mendaki. Excavators beroda rantai besi ini disebut juga "Crawler Excavators"
Tungkai dari excavators dioperasikan dengan sistem engsel (winches) yang ditarik
oleh mesin hydraulic dengan menggunakan kawat baja.
Excavators memiliki fungsi utama untuk menggali dan memuat tanah galian
tersebut ke dalam truck atau lokasi penumpukan. Dalam industri perhutanan
Excavators digunakan untuk mengangkut kayu (logs). Selain itu Excavators juga

10

dapat digunakan untuk membuat kemiringan (sloping). Perlu operator berkeahlian


tinggi untuk dapat membuat sloping ini. (Saya pernah melihat seorang operator
excavators merapikan slope dengan rapi sekali tanpa bisa melihat apa yang
dikerjakan nya karena posisi excavators yang lebih tinggi dari slope dengan
hanya mengandalkan feeling).
Excavator diciptakan pertama kali pada tahun 1835 oleh seorang ahli mekanik
berusia 22 tahun asal Amerika Serikat yang bernama William Smith Otis.
Excavators ciptaan Otis pada awalnya digerakan oleh mesin uap dan
menggunakan rel kereta api untuk dapat berjalan. Hal ini dikarenakan excavators
tersebut awalnya diciptakan untuk memudahkan pekerjaan penggalian rel kereta
api.
Pada tahun 1939 Otis menerima hak paten atas mesin ciptaannya ini, namun pada
tahun yang sama ia meninggal dunia. Otis meninggalkan 7 unit excavators yang
kemudian dikembangkan oleh tehnologi modern.
Excavators kadang disingkat dengan sebutan "Exca" atau "PC"(untuk yang
bermerek Komatsu -singkatan dari Power Crane). Menyebutnya dengan sebutan
"Beko" tidak sepenuhnya benar, karena hanya mengacu kepada Backhoe - bagian
lengan yang mempunyai ember dan menggali kearah House.
2.2 Proses Pengujian Komponen Evcavator
Setelah proses produksi maka sebuah produk teresebut harus melewati proses
pengujian atau kelayakan agar hasil produk tersebut dapat diterima oleh
konsumen dan memenuhi standar pabrik tersebut. Dalam hal ini sudah menjadi
tugas divisi mutu untuk memeriksa produk yang akan menuju ke tangan
konsumen, dalam divisi mutu diperlukannya sebuah laboratorium untuk menguji
kelayakan produk tersebut. Di dalam PT PINDAD terdapat bermacam-macam
laboratorium,khususnya laboratorium lab uji yang dimana didalam laboratorium
ini menguji komponen-komponen yang dikirim dari divisi-divisi produksi.

11

Excavator ini sendiri merupakan hasil pembuatan dari divisi alat berat , untuk
menguji komponen-komponen excavator ini maka dilakukan tiga (3) metode
pengujian yaitu :
1. Uji Impak
2. Uji Kekerasan
3. Uji Tarik

2.3 Metode Uji Impak


Pada pengujian impak, dikenal dua metode pengujian impak yaitu metode
izot dengan batang kontiveler dan metode charpy denganbatang impak biasa.
2.3.1

Metode charpy

Batang impak biasa banyak digunakan di Amerika Serikat. Benda uji


Charpy mempunyai luas penampang lintang bujur sangkar (10x10 mm) dan
mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2
mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian
yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul (kecepatan impak
sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan
yang tinggi, kia-kira 103 detik. Berikut ini adalah gambar alat pengujian impak
secara charpy :

Gambar II.1 Pengujian impak dengan metode charpy [Avner, 1964]

12

Pada pengujian impak dengan metode charpy ini, spesimen ditaruh


secara horizontal, Ukuran spesimen adalah 10x10x55 mm3 dengan takikan
berada ditengah-tengah.

Gambar II.2 Spesimen pada uji impact dengan metode charpy [Avner, 1964]
2.3.2. Metode izot
Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izot lazim digunakan di
Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izot mempunyai
penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung
yang dijepit. Perbedaan cara pembebanan antara metoda Izot dan Metoda
Charpy, ditunjukkan pada gambar 4 :

Gambar II.3 Sketsa penggambaran metode uji impak Izot dan Charpy. [Avner,
1964]

Beban impa

13

Berikut ini adalah gambar dari pengujian impak logam dengan


menggunakan metode izot.

Gambar II.4 Pengujian impact metode izod [Avner, 1964]


2.4 Metode Uji Kekerasan
Uji kekerasan termasuk teknologi pengujian karena benda yang selalu
bergesekan dengan kekerasan yang rendah maka jelas akan lekas aus. Demikian
juga apabila benda yang diinginkan itu harus tajam maka harus mempunyai
kekerasan yang tinggi, kekerasan diperlukan untuk pemilihan jenis logam yang
tepat untuk keperluan suatu tujuan. Bagaimanapun, istilah ini boleh juga mengacu
pada kekakuan atau temper, atau ketahanan terhadap goresan, keausan, atau
pemotongan. Kekerasan merupakan sifat suatu logam, yang memberi kemampuan
logam tahan terhadap deformasi permanen (bengkok, rusak, atau bentuk yang
berubah), ketika suatu beban diterapkan. Pada umumnya, kekerasan menyatakan
ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan
ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. Untuk
orang yang berkecimpung dalam mekanika pengujian bahan, banyak yang
mengartikan kekerasan sebagai ukuran ketahanan terhadap lekukan. Untuk para

14

perancang bangunan, kekerasan sering diartikan sebagai ukuran kemudahan dan


kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan
panas dari suatu logam.[1]
Kekerasan suatu bahan adalah peristilahan kabur, yang mempunyai banyak
arti tergantung pada pengalaman pihak-pihak terlibat. Metal handbook
menggambarkan kekerasan sebagai ketahanan logam dari deformasi plastik, yang
pada umumnya dilakukan dengan metode indentasi.
Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan, yang tergantung pada
cara melakukan pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah:
1.

Kekerasan goresan (scratch hardness).

2.

Kekerasan lekukan (identation hardness).

3.

Kekerasan pantulan (rebound) dan kekerasan dinamik (dynamic hardness).

2.4.1

Kekerasan Goresan (Scratch Hardness)


Dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang

lain, disusun berdasarkan kemampuan goresan


yang satu terhadap yang lain.
3
Kekerasan goresan diukur dengan skala mohs. Skala ini terdiri atas sepuluh
standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores. Mineral yang
paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan goresan 1), kuku jari
mempunyai nilai kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3,
martensit 7, logam yang paling keras mempunyai harga kekerasan pada skala
mohs antara 4 sampai 8. Sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. kelemahan
dari penilaian kekerasan dengan skala mohs adalah penilaiannya tidak cocok
untuk logam karena interval skala pada nilai kekerasan.

15

Gambar II.5 Skala kekerasan mohs

2.4.2

Kekerasan Dinamis
Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan ke

permukaan logam dan kekerasan dinyatakan sebagai energi tumbuknya.


Skeleroskop shore yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji
kekerasan dinamik, mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan
atau tinggi pemantulan.
2.4.3. Kekerasan Indentasi
Pengujian kekerasan dengan metode indentasi adalah uji kekerasan dengan
menggunakan indentor. Indentor yang digunakan dapat berupa bola baja atau
intan (berbentuk kerucut). Indentor ditekan atau dapat juga ditumbukkan ke
permukaan benda uji hingga meninggalkan jejak. Nilai kekerasan dari suatu bahan
dilihat dari kedalaman jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan
menandakan bahwa logam tersebut telah terdeformasi plastis. Berikut adalah
macam-macam pengujian kekerasan dengan metode indentasi :
2.4.4. Kekerasan Brinell

16

Uji kekerasan brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan


logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000
kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, dan untuk
bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk
memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama waktu
tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop
daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Angka kekerasan brinell
(BHN) dinyatakan sebagai P dibagi luas permukaan lekukan. Rumus untuk
angka kekerasan tersebut adalah:

Gambar II.6 Parameter-parameter dasar pada pengujian brinell


2.4.5. Kekerasan Rockwell
Uji kekerasan rockwell ini paling banyak dipergunakan. Hal ini
disebabkan oleh sifatsifatnya yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia,
mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang
diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat
perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan
kerusakan. Metoda pengujian kekerasan rockwell yaitu mengindentasi material
contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. Nilai kekerasan pada
pengujian rockwell ditunjukan sebagai kombinasi antara angka kekerasan dan
simbol skala representatif dari indentor juga beban minor dan mayor. Sebagai
contoh, 64 HRC menunjukan angka kekerasan rockwell 64 dan skala rockwell
C. Untuk skala C dan B biasanya diaplikasikan untuk menguji baja, kuningan
atau logam lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan skala
adalah:

17

1. Jenis material.
2. Ketebalan spesimen uji.
3. Lokasi pengujian.
4. Batas limit dari skala.

.
Gambar II.7 Prinsip kerja pengujian kekerasan rockwell
2.5. Metode Uji Tarik
Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini
sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia,
misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki
cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand
terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah antara lain adalah Shimadzu, Instron
dan Dartec.

18

Gambar II.8 Mesin uji tarik


Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan atau material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan
arah. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa
teknik dan desain produk karena menghasilkan data kekuatan material. Pengujian
uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis
yang diberikan secara lambat. Sifat mekanis logam yang dapat diketahui setelah
proses pengujian ini seperti kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan. Pengujian
tarik ini merupakan salah satu pengujian yang penting untuk dilakukan, karena
dengan pengujian ini dapat memberikan berbagai informasi mengenai sifat-sifat
logam. Dalam bidang industri juga diperlukan pengujian tarik ini untuk
mempertimbangkan faktor metalurgi dan faktor mekanis yang tercakup dalam
proses perlakuan terhadap logam jadi, untuk memenuhi proses selanjutnya.

Gambar II.9 Gambar spesimen uji tarik standar ASTM E8.


2.5.1. Hukum Hooke (Hookes Law)
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik,
hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan
perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di
daerah ini, kurva pertambahan panjang terhadap beban mengikuti aturan hukum
Hooke sebagai berikut:

19

Rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan.


Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah
pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.
Stress: = F/A

.. (2.1)

Strain: = L/L

...(2.2)

Dimana :

L : pertambahan panjang,
L : panjang awal
F

: gaya tarikan,

A : luas penampang
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E=/

..(2.3)

Gambar II.10 Kurva regangan-tegangan.3


Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas
area dan panjang) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva teganganregangan seungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat
pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlalu besar
pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya

20

pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah titik luluh terlampaui.


[William D. Callister, 2004]
2.5.2. Bentuk Perpatahan Logam
Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan
perpatahan seperti ditunjukkan oleh Gambar di bawah ini :

Gambar II.11 Alur perpatahan sampel uji tarik.


Pengamatan kedua tampilan perpatahan ulet dan getas dapat dilakukan
baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan stereoscan macroscope.
Pengamatan lebih detil dimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning
Electron Microscope).

1. Perpatahan Ulet
Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya
lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya
kerusakan. Tampilan foto SEM dari perpatahan ulet diberikan oleh gambar
berikut:

Gambar II.12 Perpatahan ulet.


2. Perpatahan Getas

21

Perpatahan getas memiliki ciri-ciri mempunyai ciri-ciri yang berbeda


dengan perpatahan ulet. Pada perpatahan getas tidak ada atau sedikit sekali
terjadi deformasi plastis pada material. Perpatahan jenis ini merambat
sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atom material. Pada
material yang lunak dengan butir kasar akan ditemukan pola chevrons atau
fan like pattern yang berkembang keluar dari daerah kegagalan. Material
keras dengan butir halus tidak dapat dibedakan sedangkan pada material
amorphous memiliki permukaan patahan yang bercahaya dan mulus.

2.6. Data Hasil Pengujian komponen pada excavator :


Berikut adalah tabel komponen yang diuji :

Tabel II.1 Tabel produk-produk yang di uji


Berikut adalah hasil-hasil pengujian dari komponen di atas :

Pengujian Kekerasan
Metode : Hardness Brinell JIS Z 2243

22

Material : FCD 500


Uraian : Warping End
Spesifikasi : GG 25

Tabel II.2 Tabel Uji Kekerasan Warping End


Catatan : Hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan material GG 25

Pengujian Tarik

Metode : TENSILE TEST ASTM A370


Material : GG 25
Uraian : Warping end
Spesifikasi : GG 25

23

Tabel II.3 Tabel Uji Tarik Warping End


Catatan : Hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan material GG 25

Pengujian Kekerasan
Metode : Hardness test rockwell c HRC JIS Z 2245
Material : GG 25 CrMo4
Uraian : Warping end
Spesifikasi : GG 25 CrMo4

Tabel II.4 Uji Kekerasan Warping End


Catatan : Hasil tidak memenuhi persyaratan material GG 25CrMo4

24

Pengujian Impact
Metode : CHARPY IMPACT TEST JIS Z-2242
Material : GS 25 CrMo4
Uraian : Spesimen Uji Impact
Spesifikasi : GS 25 CrMo4

Tabel II.5 Tabel Uji Impak Side Cutter


Catatan : Hasil tidak memenuhi persyaratan material GG 25CrMo4

Pengujian Impact
Metode : CHARPY IMPACT TEST JIS Z-2242
Material : GS 25 CrMo4
Uraian : Spesimen Uji Impact

25

Spesifikasi : GS 25 CrMo4

Tabel II.6 Tabel Uji Impak Bucket Tooth


Catatan : Hasil tidak memenuhi persyaratan material GS 25CrMo4

Pengujian Tarik
Metode : ASTM A370
Material : BS 3100 GR A4
Uraian : SIDE FOOT BOSS BFB
Spesifikasi : BS 3100 GR A4

26

Tabel II.7 Tabel Uji Tarik Side Foot Boss BFB


Catatan : Hasil tidak memenuhi persyaratan material BS 3100 GR A4

Pengujian Tarik
Metode : ASTM A370
Material : BS 3100 GR A4
Uraian : SIDE FOOT BOSS BFB
Spesifikasi : BS 3100 GR A4

Tabel II.8 Tabel Uji Tarik Side Foot Boss BFB


Catatan : Hasil tidak memenuhi persyaratan material BS 3100 GR A4

Pengujian Tarik
Metode : ASTM A370
Material : BS 3100 GR A4
Uraian : SIDE FOOT BOSS BFB

27

Spesifikasi : BS 3100 GR A4

Tabel II.9 Tabel Uji tarik Side Foot Boss


Catatan : Hasil tidak memenuhi persyaratan material BS 3100 GR A4

Pengujian Tarik
Metode : ASTM A370
Material : BS 3100 GR A4
Uraian : SIDE FOOT BOSS BFB
Spesifikasi : BS 3100 GR A4

28

Tabel II.10 Tabel uji tarik Side foot boss


Catatan : Hasil tidak memenuhi persyaratan material BS 3100 GR A4
BAB III
INSTRUKSI KERJA UNTUK MENGHITUNG KEDALAMAN
DEKARBURISASI BAJA
1. Tujuan
Tujuan dari instruksi kerja ini adalah untuk memandu pelaksanaan
penghitungan kedalaman dekarburisasi baja
2. Ruang Lingkup
Instruksi kerja ini berlaku untuk menghitung kedalaman dekarburisasi baja
dalam pengerjaan.
3. Instruksi Kerja
Definisi
3.1 Berikut adalah definisi tentang dekarburisasi baja:
a. Dekarburisasi permukaan baja di mana kandungan karbon dikurangi
dengan kerja panas atau heat treatment
b. Jarak kedalaman dekarburisasi dari permukaan ke posisi di mana
perbedaan sifat kimia atau fisik antara lapisan dekarburisasi dan bahan inti
tidak lagi ditentukan
c. Dekarburisasi ferit mendalam dari jarak permukaan baja ke posisi dimana
secara eksklusif terbuatnya ferit oleh dekarburisasi.
d. kedalaman dekarburisasi ditentukan oleh jarak residual ratio karbon dari
permukaan ke posisi di mana rasio karbon sisa, yaitu kandungan karbon
sisa bahan inti, memiliki nilai tertentu. Rasio karbon sisa untuk kasus ini
akan ditentukan oleh struktur.
e. Praktis dekarburisasi kedalaman jarak dari permukaan ke posisi di mana
partkel kekerasan diperbolehkan telah diperoleh.
3.2 Sampel Uji

29

3.2.1

Sampel uji yang digunakan meliputi bentuk dan ukuran harus memenuhi
persyaratan yang diteteapkan dalam acuan atau referensi pengujian yang
disepakati British standars,ASTM,DIN,JIS dan sebagainya.

3.2.2. Proses Pengambilan sampel uji dan preparasinya seperti pelurusan harus
dilakukan dengan metode yang tidak mempengaruhi mekanis material.
3.3 Mesin Uji
3.3.1

Mesin Uji harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam acuan atau
referensi pengujian yang disepakati seperti British standras,ASTM,DIN
dan sebagainya.

3.3.2

Mesin Uji harus dipasang diatas pondasi yang kokoh

3.3.3

Mesin uji harus dikalibrasi ulang secara berkala

3.4 Tahapan Pengujian


3.4.1

Gunakan pakaian kerja (were pack), sepatu tahan benturan dan sarung
tangan sebelum melakukan pekerjaan.

3.4.2

Gunakan alat pengangkat atau bantuab operator tambahan untuk


mengangkat alat yang dianggap berat.

3.4.3

Mulailah berdoa sebelum melakukan pekerjaan

3.4.4

Mengukur kedalaman dekarburisasi dengan mikroskop pada bagian


potongan uji setelah tergores. Metode ini harus, secara umum. berlaku
terutama untuk sebagai timur. sebagai ditempa. atau sebagian digulung,
dinormalisasi atau anil negara.

3.4.5

Mengukur kedalaman dekarburisasi dengan uji kekerasan sepanjang


bidang penampang potongan uji setelah tanah. Metode ini akan secara
umum. ia berlaku negara terutama untuk sebagai padam dan dipadamkanmarah.

3.4.6

Potongan uji harus dipotong pada sudut kanan dan pesawat akan selesai
polishing untuk pengujian. Perawatan harus diambil dalam memotong dan
memoles bahwa proses ini mungkin tidak menumpulkan tepi tepi pesawat
uji.

30

3.4.7

Setelah etsa pesawat uji dengan metode approtiate untuk baja tertentu,
negara dekarburisasi yang harus diputuskan dari rasio daerah ferit, perlit
atau karbida.

3.4.8

Pembesaran mikroskop akan berkisar antara 100 hingga 500 dan


kedalaman dekarburisasi harus diukur dengan menggunakan sebuah
eye_piece dengan skala terpasang.

3.4.9

Potongan uji harus dipotong pada sudut kanan dan pesawat akan selesai
polishing untuk testing care harus diambil dalam memotong dan memoles
bahwa proses ini tidak dapat mempengaruhi kekerasan dan tidak
menumpulkan tepi ghe dari permukaan yang akan diuji.

3.4.10 Untuk penentuan total kedalaman dekarburisasi. Vickers uji kekerasan


harus diterapkan pada pesawat uji untuk mengukur kekerasan sepanjang
bidang dari permukaan ke titik di mana kekerasan mendekati nilai pada
bahan inti. Pada kasus ini. adalah lebih baik untuk menarik transisi
kekerasan curve.For baja Hipereutektoid. metode yang dijelaskan dalam
ayat 4, harus diterapkan.
3.4.11 Untuk penentuan kedalaman dekarburisasi praktis. jarak dari permukaan
ke posisi di mana kekerasan ditentukan diukur .sometimes praktis
dekarburisasi mendalam akan memutuskan atas dasar apakah kekerasan
tertentu diperoleh di tertentu kedalaman atau tidak.
3.4.12 Metode pengujian kekerasan harus seperti yang ditentukan dalam JIS Z
2244 atau akan mengikuti measurementon C skala JIS Z2245

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kerja praktek yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut;

31

1. Excavator adalah alat berat yang biasa digunakan dalam industri


konstruksi, pertanian atau perhutanan.
2. Pada pengujian di laboratorium uji PT.PINDAD dilakukan 3 proses
pengujian yaitu :
a. Pengujian tarik
b. Pengujian kekerasan
c. Pengujian impact
3. Sebelum melakukan proses pengujian terlebih dahulu dilakukan kalibrasi.
4. Selama proses pengujian digunakan 3 metode uji yaitu :
a. ASTM A370 methods
b. HRC JIS Z 2245 methods
c. JIS Z-2242 METHODS
5. . Semua data yang didapatkan tidak memenuhi syarat dari standarisasi.
4.2

Saran
Adapun saran yang kami berikan untuk PT. PINDAD (Persero)

kedepannya adalah:
1. Ketelitian, kedisiplinan dalam bekerja harus lebih ditingkatkan, agar
proses pengujian berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan mencapai
target.
2. Memprioritaskan K3 pada pekerja seperti sepatu safety, helm, masker, ear
pack, dan wear pack.
3. Memperbaiki alat uji yang sudah rusak, dikarenakan banyak alat uji yang
tidak bisa digunakan.
4. Melakukan perawatan secara rutin pada alat uji,agar kondisi mesin tetap
terjaga dengan baik.
5. Dalam proses pengambilan data harus dilakukan secara teliti agar hasil
yang didapatkan sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Chijiwa Kenji, Prof. Dr. Tata Surdia M. S. Met. E, Teknik Pengecoran Logam,
Cetakan Ketujuh, PT. Pradnya Paramita, Jakarta1996.

32

Febriantoro Dicky. 2012. Pengaruh Jumlah TDCR 5 Terhadap Sifat Mekanik


dan Struktur Mikro Pada Pembuatan Besi Cor Nodular FCD 450
(Produk Elastic Shoulder. Skripsi. Fakultas Teknik. TMM-ITS
Maulana, Andrie.2012. Proses Pengecoran Komponen Kereta Api Shoulder EClip Dengan Material FCD-500. Laporan KP. Bandung: Teknik Mesin
ITENAS.
Metaltechnologis.2010. DISAMATIC Molding Explained. Auburn US: Metal
Technologies

Inc.

Web

14

september

2016

http://www.metalt-

echnologies.com/docs/defaultsource/education/disamaticmolding.pdf?
sfvrsn=6
Pindad.2010. E-Clip Rail Fastening. Bandung: PT. Pindad (Persero). Web 13
september 2016 http://www.pindad.com/e-clip-rail-fastening
Tiwan, Drs. ST. MT. 2012. Pola dan Inti. Yogyakarta: FT UNY. Web.14
september 2016 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Tiwan,
%20Drs.,%20ST.,MT./3.%20Pola%20dan%20inti.pdf
Tiwan, Drs. ST. MT. 2012. Cacat Coran dan Pencegahanya. Yogyakarta: FT
UNY.

Web.

20

september

2016

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Tiwan,%20Drs.,
%20ST.,MT./11.%20Cacat%20coran%20dan%20pencegahannya.pdf
Widodo R. 2009. Forum Casting Defect. Bandung: POLMAN. Web. 25
september2016. https://hapli.wordpress.com/casting_defect_main/
Widodo R. 2010. Besi Cor Nodular. Bandung: POLMAN. Web. 15 september
2016. https://hapli.wordpress.com/forum-ferro/besi-cor-nodular/

Anda mungkin juga menyukai