Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PROSES KOROSIFITAS SHEET PILE


TERHADAP AIR LAUT

Oleh:
TOPIK
(NPM) 41155020130018

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
Bandung
2013

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
akan membahas mengenai PROSES KOROSIFITAS SHEET PILE

TERHADAP AIR LAUT.


Makalah ini telah dibuat dengan metode kepustakaan dan bantuan dari
beberapa pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Bandung, Oktober 2013


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1

Latar Belakang Masalah............................................................................1

1.2

Perumusan Masalah...................................................................................3

1.3

Tujuan........................................................................................................3

1.4

Metode Penulisan......................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................4
2.1

Korosifitas.................................................................................................4

2.2

Sheet Pile (Dinding Turap)........................................................................7

2.3

Komponen Kimia Air Laut......................................................................11

2.4

Proses Korosivitas Sheet Pile Terhadap Air Laut....................................12

2.5

Mekanisme Korosi..................................................................................15

2.6

Korosi Baja di lingkungan Air.................................................................17

2.7

Pengaruh garam terhadap proses korosi..................................................18

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................20

3.1

Kesimpulan..............................................................................................20

3.2

Saran........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................21

BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Besi tersedia dalam jumlah besar di alam, memiliki sifat mekanik yang

memadai, dan diperlukan biaya produksi yang relatif murah untuk digunakan
sebagai komponen utama dari struktur lepas pantai dan darat. Namun besi adalah
logam yang sangat tidak stabil, dan akan menimbulkan korosi mudah bila terjadi
kontak dengan udara lembab, air atau bahkan dengan beberapa bahan kimia yang
akan menimbulkan reaksi dengan baja.
Dengan kata lain dalam kondisi normal atmosfer lembab, proses baja untuk
membentuk oksida (Fe2O3 dan atau Fe(OH)3) akan berlangsung secara spontan.
Kondisi diatas dapat dengan mudah kita temui pada aplikasi baja di
zona splash zone suatu konstruksi laut seperti jacket platform, dimana di baja
akan timbul korosi lebih cepat karena:
1. Tingginya konsentrasi oksigen di daerah splash zone akibat berlimpah
Oksigen dari atmosfer.
2.

Deposit

garam akibat

siklus

basah

dan

kering

menciptakan

kecenderungan tinggi terjadinya korosi pitting (lubang) pada material.


Beberapa material akan terkorosi lebih cepat dari yang lainnya
saat terekspose dengan lingkungan tertentu. Misalnya baja karbon akan terkorosi
lebih cepat di air laut, sementara emas lebih inert (kebal) pada kondisi tersebut.
Reaksi yang terjadi begitu berbeda, hal itu dapat dilihat dari tingkat
potensial energi (galvanic potential) dari setiap logam. Pada dasarnya setiap
material secara alami berada pada kondisi level energinya yang terendah.
Untuk material berbahan logam, ini seperti mineral (bijih besi), oksida atau
yang serupa dan belum dalam bentuk logam (olahan) atau paduan (alloy) yang
biasa kita gunakan dalam keperluan konstruksi. Di alam kita hanya terdapat
beberapa logam murni yang ditemukan, logam ini biasa disebut logam mulia/
noble dan tidak perlu melalui energi pemurnian atau proses pengolahan

(refining) sebelum bisa kita gunakan. Dengan demikian, tingkat energi dari logam
mulia seperti emas adalah hampir sama dengan tingkat dalam bentuk yang paling
stabil yang ditemukan di alam.
Untuk Magnesium, Seng, Aluminium, Besi dan Baja situasinya sangat
berbeda. Logam ini (atau paduan mereka) tidak ditemukan bebas di alam.
Misalnya besi dan baja perlu diekstraksi dari bijih besi di dalam tungku sembur
(blast furnace) atau oven elektro di mana bijih besi bersama-sama dengan
batubara atau kokas dipanaskan sampai suhu yang sangat tinggi. Untuk
menghasilkan sejumlah besi atau baja, maka diperlukan cukup banyak energi ke
dalam proses. Dengan demikian, tingkat energi dari material logam yang kita
gunakan sehari-hari jauh lebih tinggi daripada tingkat energi dari bahan alami
logam tersebut saat ditemukan di alam. Kemudian secara natural, alam dengan
proses korosi akan memulai proses peleburan tingkat energi baru pada logam
tersebut dan membawa logam kembali ke asalnya. Logam akan terurai (korosi)
dan energi akan dirilis. Dalam pandangan termodinamika, reaksi spontan ini
(spontanueos reaction) adalah dimulainya sebuah proses korosi.
Dalam model yang sangat sederhana, kita dapat mengatakan bahwa lebih
banyak energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu logam atau paduannya,
maka potensi yang mendorong untuk memulai suatu proses korosi akan semakin
tinggi. Kita bisa melihat List of Galvanic Series sebagai panduan peringkat untuk
mengetahui mana logam yang lebih stabil dan mana yang mudah terkorosi.
Sebagaimana disebutkan di atas, Beberapa bahan logam bisa menjadi jauh
lebih stabil melalui proses pengolahan/ manufacturing/ alloying. Penambahan
unsur paduan akan memberikan sifat tertentu kepada logam. Misalnya baja tahan
karat (stainless steel) adalah paduan besi dengan kromium, nikel dan
Molybdenum. Bahan-bahan ini akan membuat baja lebih mulia dan akan
mempromosikan pembentukan suatu lapisan film yang kuat, padat, dan
menjadi pelindung (oxida) pada permukaan stainless steel. Pembentukan film
pelindung pada permukaan logam akan lebih resistif dari bahan dasarnya. (Film
oksida biasanya terbentuk pada baja stainless dan aluminium). Oleh karena alasan
diatas, kita akan mempelajari tentang proses korosifitas sheetpile terhadap air laut.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperoleh perumusan masalah

sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan korosi pada besi/ baja?
2. Apa saja tipe-tipe sheet pile?
3. Apa saja kandungan kimia air laut?
4. Bagaimana proses korosifitas sheet pile terhadap air laut?
3

Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini umumnya adalah untuk menambah

pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua. Namun secara khusus
pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan korosi pada besi/ baja.
2. Mengetahui tipe-tipe sheetpile.
3. Mengetahui kandungan air laut.
4. Mengetahui proses korosifitas sheetpile terhadap air laut.
4

Metode Penulisan
Penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan. Cara-cara yang

digunakan pada penelitian ini adalah: Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis
membaca artikel dan buku-buku yang berkaitan denga penulisan makalah ini.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Korosifitas
Korosifitas beasal dari kata korosi. Korosi adalah reaksi redoks antara suatu
logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawasenyawa yang tak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut
perkaratan.
Sebagian orang mengartikan korosi sebagai karat, yakni sesuatu yang
hampir dianggap sebagai musuh umum masyarakat. Karat (rust) adalah sebutan
yang belakangan ini hanya dikhususkan bagi korosi pada besi, padahal korosi
merupakan gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam.Walaupun
besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan oleh manusia, tidak perlu diingkari
bahwa logam itu paling banyak digunakan, dan karena itu, paling awal
menimbulkan masalah korosi serius. Karena itu tidak mengherankan bila istilah
korosi dan karat hampir dianggap sinonim (Chamberlain, 1991).
Korosi dapat digambarkan sebagai sel galvanik yang mempunyai
hubungan pendek dimana beberapa daerah permukaan logam bertindak sebagai
katoda dan lainnya sebagai anoda, dan rangkaian listrik dilengkapi oleh aliran
electron menuju besi itu sendiri. Sel elektrokimia terbentuk pada bagian logam
dimana terdapat pengotor atau di daerah yang terkena tekanan (Oxtoby, dkk.,
1999).
Pengertian lain korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi
dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan
yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia
dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah
kebalikan dari proses ekstraksi logam dari material.

Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi. Kita dapat
mengamati pagar besi di halaman rumah, paku-paku yang tertancap di kayu, besi
rongsokan, dan sebagainya. Seringkali ada noda coklat yang menempel pada besi
tersebut, semacam kerak yang berwarna coklat. Kerak itu tidak hanya sekedar
menutupi permukaan besi tadi, tapi juga menghancurkan besi tersebut seolah
memakan nya. Itulah Karat, atau disebut juga Korosi. Yaitu persenyawaan yang
terjadi karena unsur besi bereaksi dengan udara dan air.

Gambar: Korosi
Beberapa unsur kimia dapat dengan mudah berreaksi dengan oksigen (yang
ada di udara) membentuk senyawa oksida, peristiwa ini disebut oksidasi. Jadi
syarat terjadinya karat adalah adanya besi, udara dan air. Besi dan udara saja tidak
bisa menimbulkan karat, atau besi dan air saja. Namun di udara, kita akan

menemukan uap air dan di dalam air juga kita dapat menemukan udara terlarut.
Maka proses korosif tetap bias berlanjut. Pada peristiwa korosi, logam mengalami
oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya
adalah berupa oksida dan karbonat.
Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3. xH2O, suatu zat padat yang berwarna
coklat-merah. Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian
tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi.
Fe(s) Fe2+(aq) + 2e

E = +0.44 V

Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain besi itu yang
bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.
O2(g) + 2H2O(l) + 4e 4OH-(aq)

E = +0.40 V atau

O2(g) + 4H+(aq) + 4e 2H2O(l)

E = +1.23 V

Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk
ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe 2O3. xH2O,
yaitu karat besi. Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode
dan bagian mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor,
misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Korosi dapat semakin cepat terjadi dengan kehadiran garam. Misal air laut,
kamu tentu bisa melihat bagaimana kapal-kapal laut lebih mudah berkarat, dan
juga tiang-tiang pancang pelabuhan yang juga mudah berkarat.

2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi


a. Oksigen terlarut ( DO = Dissolved oxygen ) DO berperan dalam sebagian
proses korosi, bila konsentrasi DO naik, maka kecepatan korosi akan naik.

b. Zat padat terlarut jumlah ( TDS = total dissolved solid ) konsentrasi TDS
sangatlah penting, karena air yang mengandung TDS merupakan penghantar
arus listrik yang baik dibandingkan dengan air tanpa TDS. Aliran listrik
diperlukan untuk terjadinya korosi pada pipa logam, oleh karena itu jika TDS
naik, maka kecepatan korosi akan naik.
c. pH dan Alkalinitas mempengaruhi kecepatan reaksi, pada umumnya pH
dan alkalinitas naik, kecepatan korosi akan naik.
d. Temperatur makin tinggi temperatur, reaksi kimia lebih cepat terjadi dan
naiknya temperatur air pada umumnya menambah kecepatan korosi.
e. Tipe logam yang digunakan untuk pipa dan perlengkapan pipa logam yang
mudah memberikan elektron atau yang mudah teroksidasi, akan mudah
terkorosi.
f. Aliran listrik Aliran listrik yang diakibatkan oleh korosi sangat lemah dan
isolasi dapat menghalangi aliran listrik antara logam-logam yang berbeda,
sehingga korosi galvanis dapat dihindari. Bilamana aliran listrik yang kuat
melewati logam yang mudah terkorosi, maka akan menimbulkan aliran
nyasar dari sistem pemasangan listrik di pelanggan yang tidak menggunakan
aarde, hal ini menyebabkan korosi cepat terjadi.
g. B a k t e r i tipe bakteri tertentu dapat mempercepat korosi, karena mereka
akan menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan hidrogen sulfida (H2S), selama
masa putaran hidupnya. CO2 akan menurunkan pH secara berarti sehingga
menaikkan kecepatan korosi. H2S dan besi sulfida, Fe2S2, hasil reduksi sulfat
(SO42) oleh bakteri pereduksi sulfat pada kondisi anaerob, dapat
mempercepat korosi bila sulfat ada di dalam air. Zat-zat ini dapat menaikkan
kecepatan korosi. Jika terjadi korosi logam besi maka hal ini dapat
mendorong bakteri besi (iron bacteria) untuk berkembang, karena mereka
senang dengan air yang mengandung besi.
2.2

Sheet Pile (Dinding Turap)


Di dalam kontruksi dinding penahan tanah, dikenal kontruksi dinding

penahan tanah kaku (seperti dinding penahan tanah pasang batu kali/gravity walls

dan dinding penahan tanah beton/ counterfort walls) dan kontruksi dinding
penahan tanah lentur atau biasa disebut kontruksi dinding turap/ sheet pile.
Sheet Pile (Dinding Turap) adalah dinding vertikal relatif tipis yang
berfungsi untuk menahan tanah dan untuk menahan masuknya air ke dalam
lubang galian.
Definisi lain dari Sheet Pile (Dinding Turap) adalah konstruksi dinding

penahan tanah lentur yang dapat menahan tekanan tanah di sekelilingnya,


mencegah terjadinya kelongsoran.

Gambar: Sheet Pile


Sheet pile tidak cocok untuk menahan tanah yang sangat tinggi karena akan

memerlukan luas tampang bahan turap yang besar. Selain itu sheet pile juga tidak
cocok digunakan pada tanah yang mengandung banyak batuan, karena menyulitkan
pemancangan.

Gambar: Rancangan Sheet pile


Dinding turap biasanya digunakan sebagai proteksi terhadap beda tinggi
tanah dengan menahan tekanan tanah yang elevasinya lebih tinggi supaya
mencegah terjadinya kelongsoran.
Penggunaan dinding turap/ sheet pile antara lain adalah:
a. Dinding penahan tanah misalanya pada tebing jalan raya atau tebing sungai.
b. Dinding penahan galian misalnya pada pembuatan fundasi langsung atau
fundasi menerus, pembuatan basement dan lain-lain.
c. Dinding dermaga.
Tipe-tipe dinding turap:
Berdasarkan material yang digunakan dikenal beberapa jenis dinding turap,
seperti turap kayu, turap beton atau turap baja.
Penentuan jenis material dinding turap tergantung dari penggunaannya.
Pertimbangan untuk menggunakan jenis material tertentu pada dinding turap
antara lain adalah:
1) Turap Kayu
Biasa digunakan pada bangunan yang tidak seperti bangunan perancah untuk
penggalian pondasi dan sebagainya. Untuk bangunan permanen, pengawetan
bahan dan perlindungan bahan terhadap pelapukan harus benar-benar
diperhatikan. Penggunaan material kayu untuk dinding turap mempunyai
keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah bahan ini mudah dicari.

Sedangkan kerugiannya adalah masa pakai dari material ini relatif pendek,
serta diperlukannya tekhnik pengawetan.

Gambar: Turap Kayu


2) Turap Beton
Biasa digunakan pada bangunan permanen atau pada detail-detail konstruksi
yang agak sulit. Keuntungan pemakaian jenis turap ini adalah dinding bisa
dibuat ditempat, sehingga waktu pelaksanaan lebih cepat karena tanpa
tenggang waktu pemesanan dan pengangkutan. Sedangkan kerugiannya
adalah sulitnya pelaksanaan dilapangan karena sering terjadi kebocorankebocoran.

Gambar: Turap Beton


3) Turap Baja

10

Biasa digunakan pada bangunan permanen. Kontruksi dinding turap ini lebih
ringan, lebih mudah pelaksanaannya dilapangan serta hasilnya lebih baik.
Sedangkan kerugiannya adalah adanya tenggang waktu pemesanan serta
adanya bahaya korosi.

Gambar: Turap Baja/ Besi


Bahaya korosi pada kontruksi ini bisa dicegah dengan memberikan catodic
protection. Variasi kontruksi baja sangat tergantung pada pabrik pembuatan.
Jika tidak berdasarkan faktor ekonomi ataupun keterpaksaan pengadaan
jenis bahan, maka pada pemakaian kontruksi dinding turap (sheet pile) dianjurkan
untuk memilih kontruksi baja dengan alasan:
a. Lebih tahan driving stresses misal pemancangan pada tanah dengan lapisan
tanah keatas batuan,
b. Lebih tipis penampangnya,
c. Bisa digunakan berkali-kali,
d. Panjang pile bisa ditambah dan dikurangi dengan mudah,
e. Bisa digunakan baik dibawah maupun diatas air,
f. Penyambungan yang mudah memungkinkan untuk mendapatkan dinding
yang menerus lurus pada waktu pemancangan.
2.3

Komponen Kimia Air Laut


Sebagian besar komponen air laut adalah garam-garam yang beraneka

ragam. Jumlah masing-masing garam yang terkandung di dalam air laut berbedabeda. Bahkan, komposisi garam antara air laut di daerah satu dengan daerah
lainnya pun berbeda. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah
klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%),
11

potassium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida,
asam borat, strontium dan florida.
Komposisi kimia air laut telah diteliti oleh seorang ahli oseanografi yang
sangat terkenal, W. Dittmar pada tahun 1873. Peneliti ini menggunakan contoh air
laut sebanyak 77 contoh yang diambil dari beberapa perairan di Samudera Pasifik,
Hindia, dan Atlantik melalui suatu ekspedisi yang dilakukan oleh H.M.S.
Challenger. Ia mendeterminasi tentang garam-garam, sulfat, magnesium, kalsium,
dan kalium (potassium) dan jenis kimia lainnya dalam takaran miligram per
kilogram (ppm).
Penelitian kandungan kimia yang ada di laut terus berlangsung sejak abad
ke-18, dan hasil kajian terakhir yang diberitakan lewat buku yang dikeluarkan
oleh The Open University dan buku Marine Chemistry, komposisi kimia yang
terlarut di dalam air sebanyak 81 unsur. Kimia yang terkandung di air laut ada
yang merupakan unsur utama (mayor), unsur tambahan (minor), dan unsur yang
langka (trace). Kimia unsur utama adalah zat kimia yang melekat langsung
dengan salinitas. Komposisi air laut yang konstan tetap dipertahankan karena
kebanyakan unsur utama menunjukkan sifat konservatif, yaitu konsentrasi di air
laut tidak mengalami perubahan yang berarti akibat reaksi biologi dan kimia di
laut. Namun, secara umum di dalam air laut terdapat sejumlah unsur yang
dominan (bagian mayoritas) dan unsur pelengkap (bagian minoritas). Salah satu
unsur dominan komponen penyusun air laut adalah Klorin.
2.4

Proses Korosivitas Sheet Pile Terhadap Air Laut


Baja St. 37 adalah jenis baja yang penggunaannya sangat luas, karena

mempunyai keunggulan-keunggulan utama yang dimiliki, misalnya mudah


diperoleh di pasaran, sifat mampu bentuk untuk berbagai konstruksi, dan harganya
relatif murah.
Penggunaan baja St 37 yang yang begitu luas di suatu kondisi dan keadaan
tertentu, sering kali berinteraksi dengan alam misalnya seperti air laut, air sungai,
oksigen, nilai pH dan kondisi alam lainnya.
12

Air laut adalah suatu zat pelarut yang bersifat sangat berdaya guna, yang
mampu melarutkan zat-zat lain dalam jumlah yang lebih besar dari pada zat cair
lainnya. Proses korosi dalam air laut berlangsung karena adanya unsur-unsur
kimia, oksigen yang larut dan pengaruh bakteri. Korosi logam pada air laut
mengikuti mekanisme pada elektrokimia dimana pada logam yang mengalami
korosi terdapat tempat-tempat berupa anoda dan katoda. Plat baja karbon dalam
air laut mengalami laju korosi antara 0,1 sampai 0,15 mm pertahun, namun jika
serangannya berupa sumuran, penetrasi yang terjadi jauh lebih dalam.
Korosivitas air merupakan kemampuan suatu lingkungan dalam kondisi
tertentu menjadi penyebab proses korosi dengan laju tertentu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi korosivitas lingkungan air terbagi menjadi 3 karakteristik, yaitu:
1. karakteristik fisik meliputi kecepatan aliran dan temperatur air.
2. karakteristik kimia meliputi pH, konsentrasi karbon dioksida dan alkalinitas
air.
3. karakteristik biologi meliputi jumlah mikroorganisme aerob maupun
anaerob dalam lingkungan air.
Laju kimia termasuk reaksi korosi akan semakin besar dengan naiknya
temperatur sehingga mendorong terjadinya reaksi oksidasi pada logam atau
meningkatkan kemampuan lingkungan untuk mengoksidasi logam. Derajat
keasaman mempengaruhi proses korosi karena pH menunjukkan konsentrasi ion
H+ dalam air dan menghasilkan pelepasan elektron oleh logam pada reaksi
anodik. Pada saat air mempunyai pH < 5, tembaga terkorosi cepat dan merata,
sedangkan saat pH > 9 tembaga terproteksi. Antara 5 < pH < 9, korosi lubang
akan terjadi jika tidak terdapat lapisan film pelindung pada permukaan tembaga.
CO2 sangat mudah larut dalam air bertemperatur rendah dan membentuk
asam karbonat, dengan pH 5,5 hingga 6. Kelarutan kalsium karbonat dalam
rendah, karena itu lapisan kerak mengendap dari bikarbonat yang dihasilkan
melalui reaksi dengan CO2. Ketika temperatur larutan tinggi atau mengalami

13

kekurangan karbon dioksida dalam larutan maka reaksi akan bergeser ke kiri dan
kalsium karbonat akan mengendap.
CaCO3 + H2O + CO2

Ca (HCO3)2

(kalsium karbonat)

(kalsium bikarbonat)

Adapun syarat terjadinya korosi adalah:

Adanya katoda

Adanya anoda

Adanya lingkungan
Tanpa adanya salah satu syarat di atas maka korosi tidak akan terjadi.

Korosi

tidak

dapat

di

hilangkan

tetapi

hanya

dapat

di

minimalisir

pertumbuhannya.
Pada proses korosi ada dua reaksi yang menyebabakan terjadinya korosi
yaitu reaksi oksidasi dan reaksi reduksi. Pada reaksi oksidasi akan terjadi
pelepasan elektron oleh material yang lebih bersifat anodik. Sedangkan reaksi
reduksi adalah pemakaian elektron oleh material yang lebih bersifat katodik.
Proses korosi secara galvanis dapat kita lihat pada gambar berikut:

Pada reaksi di atas dapat kita lihat dimana Cu bertindak sebagai katoda
mengalami pertambahan massa dengan melekatnya electron pada Cu. Sedangkan
Zn bertindak sebagai anoda, dimana terjadinya pengurangan massa Zn yang di
tandai dengan lepasnya electron dari Zn. Peristiwa pelepasan dan penerimaan
elektron ini harus mempunyai lingkungan, dimana yang menjadi lingkungan

14

adalah Asam Sulfat. Jika ada dua buah unsur yang di celupkan dalam larutan
elektrolit yang di hubungkan dengan sumber arus maka yang akan mengalami
korosi adalah material yang lebih anodik.
Seandainya karbon dioksida yang terlarut terlalu sedikit, kerak tidak akan
terbentuk. Akan tetapi bila berlebihan, kerak yang sudah terbentuk terlarut
kembali dalam asam sehingga logam tidak terlindungi lagi.
Korosi logam melibatkan proses anodik, yaitu oksidasi logam menjadi ion
dengan melepaskan elektron ke dalam (permukaan) logam dan proses katodik
yang mengkonsumsi electron tersebut dengan laju yang sama : proses katodik
biasanya merupakan reduksi ion hidrogen atau oksigen dari lingkungan
sekitarnya. Untuk contoh korosi logam besi dalam udara lembab, misalnya proses
reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut:

Anode : Fe(s)

Fe2+(aq) + 2 e

x 2

Katode : O2(g)+ 4H+(aq)+ 4e- 2 H2O(l)

Redoks : 2Fe(s) + O2(g)+ 4H+(aq) 2 Fe2+(aq) + 2H2O(l)


Dari data potensial elektrode dapat dihitung bahwa emf standar untuk proses
korosi ini, yaitu Eosel =

+ 1,67 V ; reaksi ini terjadi pada lingkungan asam

dimana ion H+ sebagian dapat diperoleh dari reaksi karbon dioksida atmosfer
dengan air membentuk H2CO3. Ion Fe+2 yang terbentuk, di anode kemudian
teroksidasi lebih lanjut oleh oksigen membentuk besi (III) oksida:
4 Fe+2(aq)+ O2 (g) + (4 + 2x)H2O(l) 2 Fe2O3.xH2O + 8 H+(aq)
Hidrat besi (III) oksida inilah yang dikenal sebagai karat besi. Sirkuit
listrik dipacu oleh migrasi elektron dan ion, itulah sebabnya korosi cepat terjadi
dalam air garam.
Jika proses korosi terjadi dalam lingkungan basa, maka reaksi katodik yang
terjadi, yaitu:
O2 (g) + 2H2O(l) + 4e 4OH-(aq)
Oksidasi lanjut ion Fe2+ tidak berlangsung karena lambatnya gerak ion ini
sehingga sulit berhubungan dengan oksigen udara luar, tambahan pula ion ini

15

segera ditangkap oleh garam kompleks hexasianoferat (II) membentuk senyawa


kompleks stabil biru. Lingkungan basa tersedia karena kompleks kalium
heksasianoferat (III).
Korosi besi realatif cepat terjadi dan berlangsung terus, sebab lapisan
senyawa besi (III) oksida yang terjadi bersifat porous sehingga mudah ditembus
oleh udara maupun air. Tetapi meskipun alumunium mempunyai potensial reduksi
jauh lebih negatif ketimbang besi, namun proses korosi lanjut menjadi
terhambatkarena hasil oksidasi Al2O3, yang melapisinya tidak bersifat porous
sehingga melindungi logam yang dilapisi dari kontak dengan udara luar.
2.5

Mekanisme Korosi
Korosi dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa elektrokimia antara logam

dengan lingkungannya, dengan beberapa komponen sebagai syarat terjadinya,


yaitu:
1. anoda, sebagai tempat terjadinya reaksi oksidasi,
2. katoda, sebagai tempat terjadinya reaksi reduksi,
3. media elektrolit, sebagai penghantar arus listrik, dan
4. adanya hubungan arus listrik antara anoda dengan katoda.
Mekanisme korosi dalam elektrokimia dapat ditinjau dari potensial standar
(reduksi), di mana suatu logam yang memiliki potensial reduksi lebih rendah
dibandingkan dengan potensial reduksi sistem memiliki kecenderungan spontan
untuk beroksidasi. Sebagai contoh logam Zn yang dicelupkan dalam larutan asam
akan teroksidasi, karena potensial reduksi Zn lebih rendah dibandingkan potensial
reduksi H2.
Zn Zn2+ + 2e-

(2.1)

Setiap atom Zn akan kehilangan 2 elektron dan melepas ion positif (kation)
Zn2+, di mana kation terlepas dari logam dan terlarut sedangkan elektron akan
tetap berada dalam logam. Lingkungan asam kaya akan H+ terlarut yang memiliki
kecenderungan sebagai akseptor elektron, sehingga membatasi akumulasi elektron
dalam logam dengan cara bereaksi pada permukaan logam dengan membentuk
gas H2.

16

2H+ + 2e- H2

(2.2)

Jika melihat dalam berbagai sudut pandang dari keseluruhan proses oksidasi
dan reduksi, peristiwa korosi dapat digolongkan menjadi beberapa reaksi umum
seperti di bawah ini:
Anoda : M Mn+ + ne-

(2.3)

Katoda :
a) evolusi hidrogen (asam) : 2H+ + 2e- H2
b) reduksi air (netral/basa) : H2O + 2e- H2 + 2OH-

(2.4)

c) reduksi oksigen (asam) : O2 + 4H+ + 2e- 2H2O

(2.5)

d) reduksi oksigen (netral/basa) : O2 + 2H2O + 4e- 4OH-

(2.6)

e) reduksi ion logam : M3+ + e- M2+

(2.7)

f) deposisi logam : M+ + e- M

(2.8)

Reaksi anodik dalam setiap proses korosi adalah oksidasi logam menjadi
ionnya, sedangkan reaksi katodik dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Evolusi
hidrogen terjadi dalam asam atau media asam dan sebagai akibat dari elektrolisis
air reduksi oksigen sangat umum terjadi pada setiap larutan cair yang
mengandung banyak oksigen terlarut (aerated), sedangkan reduksi ion logam dan
deposisi logam hanya terjadi dalam proses kimia.
2.6

Korosi Baja di lingkungan Air


Teori elektrolisis menjelaskan proses korosi Baja dalam air. Pengujian

Laboratorium terhadap baja dalam air yang teraerasi memperlihatkan kenaikan


laju korosi dengan meningkatnya kandungan oksigen, dan mencapai nilai
maksimum pada sekitar 13 ml oksigen dalam 1 liter air. Selanjutnya peningkatan
kandungan Oksigen akan mempasifkan permukaan baja. Dan pada 20 ml oksigen
perliter (ppb, laju korosi akan turun menjadi 2 mpy (pada kondisi maksimum, laju
korosinya 11 mpy).
Seperti reaksi kimia pada umumnya, laju korosi baja pada aerated water
naik sebesar 2 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 55 oF. Efek pH
terhadap laju korosi adalah konstan (sekitar 10 mpy) untuk kisaran pH 4 pH 10.
Pada pH 3, laju korosi akan meningkat tajam. Dengan menaikkan pH diatas 10

17

menyebabkan laju korosi turun menjadi minimum (3 mpy pada pH 12,5),


kemudian mulai meningkat lagi pada saat pH meningkat diatas 14, seperti yang
diperlihatkan oleh diagram Pourbaix.
Korosi bisa ditemukan dalam berbagai bentuk, namun yang umum terjadi
pada lingkungan air dibagi menjadi korosi merata dan lokal (korosi galvanik dan
sumuran/pitting).

Korosi

merata

merupakan

jenis

yang

paling

banyak

mengkonsumsi logam, namun jenis korosi lokal lebih berbahaya serta sukar untuk
diprediksi dan dikendalikan. Walaupun korosi lokal tidak mengkonsumsi banyak
material, penetrasi dan kegagalan yang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan
yang merata.

Korosi Merata
Korosi merata ini tergantung pada faktor kecepatan reaksi oksidasi pada
permukaan logam, di mana kecepatan oksidasi yang terjadi relatif sama pada
seluruh permukaan yang terserang sehingga terjadi kehilangan logam secara
progresif seperti kondisi Sheet Jetty Pile. Produk korosi yang terjadi akan
mempengaruhi laju korosi selanjutnya. Lapisan produk korosi yang protektif akan
melindungi logam dasar sehingga laju korosi akan menurun.
Korosi ini dapat diamati pada logam Al dalam larutan basa, Zn dalam asam
sulfat, atau baja tulangan dalam beton.

18

Gambar: Korosi merata pada Sheet Jetty pile


2.7

Pengaruh garam terhadap proses korosi


Garam dalam larutan akan terurai menjadi anion dan kation pembentuknya,

sehingga dalam larutan tersebut akan terbentuk ion-ion yang kekurangan dan
kelebihan elektron. Ion-ion tersebut yang menjadikan larutan menjadi mudah
untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, nilai konduktifitas suatu larutan
akan berbanding lurus dengan nilai konsentrasi garam yang terlarut.
Proses korosi dalam satu sisi merupakan proses elektrokimia yang
bergantung kepada konduktifitas dari elektrolit tempat dia terjad. Air demineral
memiliki konduktifitas larutan yang lebih rendah dibandingkan air laut, sehingga
pada umumnya laju korosi logam dalam air laut lebih tinggi daripada air
demineral.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya kelarutan oksigen dalam air
mempengaruhi proses korosi logam, namun dengan adanya ion-ion terlarut
lainnya dalam air tersebut, kelarutan oksigen akan semakin berkurang. Sebagai
contoh, semakin tinggi ion Cl- akan semakin rendah kelarutan oksigen dalam
fluida tersebut. Pada beberapa literatur disebutkan bahwa kelarutan optimum
oksigen dalam air untuk terjadinya proses korosi berada pada konsentrasi ion Cl
3%. Kondisi tersebut ditunjukkan pada Gambar berikut, di mana suatu percobaan
membuktikan bahwa laju korosi optimum baja karbon berada pada konsentrasi
NaCl sebesar 33,5% berat.

19

Gambar: pengaruh kadar ion Cl- terhadap laju korosi


Pada beberapa jenis logam yang mengalami pembentukan lapisan pasif
oksida, ion Cl- dapat menyebabkan proses korosi lokal, seperti korosi sumuran
(pitting).

20

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
3.1.1

Proses korosi dipengaruhi banyak faktor, diantaranya; Oksigen terlarut (DO


= Dissolved oxygen ), Zat padat terlarut jumlah ( TDS = total dissolved
solid ), pH dan AlkalinitasTemperatur Tipe logam yang digunakan, Aliran
listrik, dan B a k t e r i.

3.1.2

Berdasarkan material yang digunakan dikenal beberapa tipe sheet pile


(dinding turap), seperti turap kayu, turap beton atau turap baja.

3.1.3

Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%),
natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potassium
(1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam
borak, strontium dan florida.

3.1.4

Proses korosi dalam air laut berlangsung karena adanya unsur-unsur kimia,
oksigen yang larut dan pengaruh bakteri. Korosi logam pada air laut
mengikuti mekanisme pada elektrokimia dimana pada logam yang
mengalami korosi terdapat tempat-tempat berupa anoda dan katoda.

3.2

Saran
Berdasarkan hasil kajian pustaka mengenai korosivitas sheet pile disarankan

untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai tingkat kerusakan karena korosi
tersebut dan langkah alternatif lain untuk mengatasi permasalahan korosi.

21

DAFTAR PUSTAKA

Aly

Zakaria.

(2012).

Perhitungan

Struktur

Dinding

Turap.

Online:

http://alizaka.blogspot.com/. 2 Oktober 2013.


Anonim.

(2010).

Kecepatan

Korosi.

Online:

http://pmahatrisna.wordpress.com/2010/12/30/kecepatan-korosi-materiallogam-part-2/. 2 Oktober 2013.


Apu

Juna.

(2013).

Sheet

Pile

(Dinding

Turap).

Online:

http://junaidawally.blogspot.com/. 2 Oktober 2013.


Fika Andina. (2011). Klorin Sebagai salah satu Komponen Air Laut. Online:
http://fika-star.blogspot.com/2011/03/klorin-sebagai-salah-satu-komponenair_20.html. 2 Oktober 2013.
Hardiyatmo, HC. (_____). Analisis Perancangan Pondasi Bagian II. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Press.
Hartono. (_____). Pengaruh Laju Korosi Pelat Baja Lunak Pada Lingkungan Air
Laut Terhadap Perubahan Berat. Semarang: Universitas Diponegoro.
Muh. Nabil. (2012). Analisa Tingkat Karat pada Plat baja. 37 dalam lingkungan
Air

laut

dan

Air

sungai.

Online:

http://pmahatrisna.wordpress.com/2010/12/30/kecepatan-korosi-materiallogam-part-2/. 2 Oktober 2013.

22

Anda mungkin juga menyukai