Anda di halaman 1dari 23

DISIPLIN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKALAH
NOVEMBER 2016

ASPEK K3 ( KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA )


PADA PERAWAT DI POLI KLINIK UMUM PUSKESMAS
MACCINI SAWAH

HUBUNGAN RIWAYAT KONTAK DENGAN PASIEN ISPA DAN


PENGGUNAAN APD MASKER TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA
PERAWAT DI POLI KLINIK UMUM PUSKESMAS MACCINI
SAWAH

OLEH:
Andi Tenri Andromeda
111 2015 0045
PEMBIMBING:
dr. Sultan Buraena, MS, Sp.OK
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
DISIPLIN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
Hazard lingkungan kerja (environmental hazard) dapat berupa faktor fisik,
kimia, dan biologik. Faktor fisik, kimia dan biologik yang berada ditempat kerja
berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bila kadarnya atau intensitas
pajanannya tinggi melampaui toleransi kemampuan tubuh pekerja.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.
Pola penyebaran ISPA yang utama adalah melalui droplet yang keluar dari
hidung/mulut penderita saat batuk atau bersin. Penularan juga dapat terjadi
melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan oleh sekret saluran pernapasan,
hidung, dan mulut) dan melalui udara dengan jarak dekat saat dilakukan tindakan
yang berhubungan dengan saluran napas. Penting bagi petugas kesehatan untuk
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat saat menangani
pasien ISPA untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi
kepada diri sendiri, petugas kesehatan yang lain.
Tujuan
1) Tujuan Umum
Penulis mampu membuat penanganan pada pasien dengan ISPA
yang merupakan Penyakit Akibat Kerja.

2) Tujuan Khusus
2

Penulis diharapkan dapat :


a. Memahami tentang penyakit ISPA ( definisi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan
pengobatan pada kasus ISPA).
b. Memahami Penyakit Akibat Kerja
Manfaat
Setelah membaca makalah tentang varicella ini diharapkan dapat
memberikan manfaat :
a. Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan
pengobatan pada kasus ISPA.
b. Mahasiswa mampu memahami penanganan pada pasien dengan ISPA.
c. Mahasiswa mampu memahami penanganan Penyakit Akibat Kerja.

BAB II
LAPORAN KASUS DAN LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS
OKUPASINYA
I.

ANAMNESIS
A. Anamnesis Klinis
1) Identitas
-

Nama

: Ny. S

Umur

: 28 tahun

Jenis kelamin

: perempuan

Pekerjaan

: Perawat Puskesmas Maccini Sawah

Kedudukan keluarga

: isteri

Status pernikahan

: Sudah menikah

Alamat

: Jl. maccini

Agama

: islam

Pendidikan terakhir

: AMD Keperawatan

2) Keluhan utama

: batuk

3) Anamnesis terpimpin
Dialami sejak kurang lebih 3 hari yang lalu , lendir (+),
warna hijau, sakit tenggorokan (-), pilek (+) sejak 5 hari yang lalu.
Sesak (-). Demam (-), riwayat demam (+) dirasakan 3 hari yang lalu,
tidak terus menerus, lebih tinggi pada malam hari. Sakit kepala (+).
Riwayat nyeri dada (-). Mual (-), muntah (-). NUH (-), nafsu makan
di rasakan berkurang. BAB = biasa, BAK = lancer.
Riwayat pemberian terapi tidak ada. Riwayat trauma tidak
ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat keluarga dan lingkungan
sekitar tempat tinggal, dengan gejala yang sama disangkal. Riwayat

kontak dengan penderita ISPA (+) pada waktu melayani pasien di


Poli Umum Puskesmas Maccini Sawah.
1) Anamnesis sistemik
-

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal

Riwayat trauma mata

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

A. Anamnesis Okupasi
1. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan bahan/materia
l yang

tempat kerja
(perusahaan)

digunakan
Perawat

Tangan

Masa kerja
(dalam bulan /
tahun)

Puskesmas Maccini

3 (Sejak tahun

Sawah Kota akassar

2013)

2. Uraian tugas/pekerjaan
Pasien adalah pekerja Perawat Puskesmas Maccini Sawah kota
makassar. Jam kerja setiap hari dimulai jam 08.00-14.00 WITA.
Jam 05.00
Jam 07.50
Jam 08.00 12.00

Uraian Tugas Rutin


Bangun, sholat, mandi, sarapan
Berangkat ke tempat kerja
Mulai melakukan pekerjaan Perawat Puskesmas

Jam 12.00 13.00

Maccini Sawah
Istirahat dan makan siang pulang

Bangun, sholat,
mandi, sarapan
Jam 05.00-07.50

Bangun
Jam 05.00

Berangkat ke
tempat kerja
Jam 07.50
Tiba di tempat
kerja

Istirahat
Jam 22.00
Dirumah : pukul
14.00-22.00
berkumpul
dengan keluarga

Dan bersiap
untuk pulang
13.00

Istirahat
dan makan
siang
Jam 12.0013.00

Mulai
melakukan
pekerjaan
sebagai perawat

Bahaya Potensial (potential hazard) dan risiko kecelakaan kerja pada


pekerja serta pada lingkungan kerja

Urutan

Bahaya Potensial

kegiatan
Fisik

Kimia

Biologi

Membantu Bising dari Disinfekt Bakteri,


Dokter Poli
melayani
pasien

Kipas
Angin dan

an

Ergon
omi
Posisi

Psiko
Berhadapan

virus dan duduk dengan pasien


jamur

Gangguan

Risiko

kesehatan yang

kecelak

mungkin

aan
kerja

- Konjungtivitis
- ISPA
- LBP

AC

Hubungan pekerjaan dengan penyakit yang dialami


Pasien mengalami keluhan batuk. Pasien memiliki riwayat kontak

dengan pasien penderita ISPA. Pasien merupakan Perawat Puskesmas


Maccini Sawah kota makassar yang setiap harinya pasien terpapar faktor

biologi berupa Agen penyebab penyakit infeksi yang dibawa oleh Pasien
yang berobat ke Poli Umum Puskesmas Maccini Sawah. Pada saat
melakukan pekerjaan pasien jarang menggunakan masker sebagai bagian
dari APD saat bekerja.
5

Body Discomfort Map:

Keterangan :
1. Tanyakan kepada pekerja atau pekerja dapat mengisi sendiri
2. Isilah : keluhan yang sering dirasakan oleh pekerja dengan
memberti tanda/mengarsir
bagian- bagian sesuai dengan gangguan muskulo skeletal yang
dirasakan
pekerja
Tanda pada gambar area yang dirasakan :
Kesemutan = x x x
Pegal-pegal = / / / / /
Baal
= vvv
Nyeri
= ////////

v
v
vv

II.

PEMERIKSAAN FISIK

1) Keadaan umum

: Sakit ringan

2) Kesadaran

: Compos mentis

3) Tanda-tanda vital
-

Tekanan darah
- Pernapasan

Nadi
- Suhu

: 130/80 mmHg
: 18x/mnt
: 89x/mnt
: 36,9o C

3) Status Gizi
Tinggi Badan : 160cm Berat Badan: 55 Kg IMT = 22,0kg/m2(Normoweight)
KEPALA
LEHER

Anemis

: (-)

MT

Ikterus

: (-)

Pembesaran

Sianosis

: (-)

Edema

: (-)

: (-)

Tiroid : (-)
KGB : (-)
DVS : R+ 0 MmH20
MATA KIRI

MATA KANAN

Persepsi Warna : Normal

Persepsi Warna : Normal

Kelopak Mata : Edema ringan

Kelopak Mata : Edema ringan

Konjungtiva : Hiperemis

Konjungtiva : Hiperemis

gerak bola mata : Normal

gerak bola mata : Normal

Sklera : Normal (putih)

Sklera : Normal (putih)

Lensa mata : Normal

Lensa mata : Normal

Bulu Mata : Normal (simetris

Bulu Mata : Normal (simetris


distribusi merata)

distribusi merata)

Penglihatan 3 dimensi : (-)

Visus mata :

Penglihatan 3 dimensi : (-)

Visus mata :
tanpa koreksi : Normal
Dengan koreksi: (-)

tanpa koreksi : Normal


Dengan koreksi: (-)
THORAX

JANTUNG

Simetris

Massa Tumor : (-)

NyeriTekan : (-)

Perkusi

: (D) = (S)

: Sonor

: IC tidak tampak

P : IC tidak teraba
P : Batas Jantung : dalam batas normal
A : BJ : I/II murni regular

Auskultasi

Bising : (-)

BP : Vesikuler
Rh : - / - ; Wh : - / ABDOMEN

EKSTREMITAS, dll

Datar

Edema

: (-)

Peristaltik (+) Kesan normal

Deformitas

: (-)

MT

Hepar : Tidak teraba

Lien

Perkusi : Timpani

: (-) NT (-)

: Tidak teraba

III. RESUME KELAINAN YANG DIDAPAT


Seorang wanita berusia 28 tahun, bekerja sebagai Perawat di
Puskesmas Maccini Sawah Kota Makassar mengeluhkan Dialami sejak
kurang lebih 3 hari yang lalu , lendir (+), warna hijau, pilek (+) sejak 5 hari
yang lalu. Riwayat demam (+) dirasakan 3 hari yang lalu, tidak terus
menerus, lebih tinggi pada malam hari. Sakit kepala (+)., nafsu makan di
rasakan berkurang. BAB = biasa, BAK = lancer. Riwayat kontak dengan
penderita ISPA (+) pada waktu melayani pasien di Poli Umum Puskesmas
Maccini Sawah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 N: 89, R
18x/menit, S: 36,90 C. Pemeriksaan fisis lainnya dalam keadaan normal.
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

V.

DIAGNOSIS KERJA :
ISPA

VI.

DIFFERENTIAL DIAGNOSE
10

Rhinitis Alergi
VII. DIAGNOSIS OKUPASI
Langkah
1. Diagnosis Klinis
Dasar diagnosis

Diagnosis Pertama
ISPA
Seorang wanita berusia 28 tahun, bekerja sebagai Perawat

(anamnesis,

di Puskesmas Maccini Sawah Kota Makassar mengeluhkan

pemeriksaan fisik,

Dialami sejak kurang lebih 3 hari yang lalu , lendir (+),

pemeriksaan penunjang,

warna hijau, pilek (+) sejak 5 hari yang lalu., riwayat

body map, brief survey)

demam (+) dirasakan 3 hari yang lalu, tidak terus


menerus, lebih tinggi pada malam hari. Sakit kepala (+).
Nafsu makan di rasakan berkurang. BAB = biasa, BAK =
lancer. Riwayat kontak dengan penderita ISPA (+) pada
waktu melayani pasien di Poli Umum Puskesmas Maccini
Sawah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 N:
89, R 18x/menit, S: 36,90 C. Pemeriksaan fisis lainnya
dalam keadaan normal.
Setiap harinya pasien terpapar factor biologic berupa
bakteri, virus dan jamur yang dibawa oleh pasien Poli
Umum dalam melakukan pekerjaannya sebagai Perawat.
Pada saat melakukan pekerjaan pasien jarang menggunakan
masker sebagai alat pelindung diri. Lingkungan kerja yang
hanya

memiki

ventilasi

yang

baik

namun

ukuran

ruangannya sempit yang juga dapat menjadi pemicu


2. Pajanan di tempat

terpaparnya pasien dengan factor biologik.


Faktor biologic ( bakteri, virus, jamur )

kerja
3 . Evidence Based

Hubungan Kontak dengan Pasien ISPA dan Penggunaan


APD Masker terhadap Kejadian ISPA pada Petugas
Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

11

Pola penyebaran ISPA yang utama adalah melalui droplet


yang keluar dari hidung/mulut penderita saat batuk atau
bersin. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak
(termasuk

kontaminasi

tangan

oleh

sekret

saluran

pernapasan, hidung, dan mulut) dan melalui udara dengan


jarak dekat saat dilakukan tindakan yang berhubungan
dengan saluran napas. Penting bagi petugas kesehatan
untuk melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi
yang

tepat

saat

menangani

pasien

ISPA

untuk

meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi


kepada diri sendiri, petugas kesehatan yang lain. Petugas
kesehatan harus memakai masker bedah saat memberikan
perawatan dengan jarak dekat. Jaga jarak antarpasien
minimal 1 meter. Cohorting dapat memfasilitasi penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi. Diambil dari Infeksi
Jurnal WHO. Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang
Cenderung Epidemi dan Pandemi, Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Survey nasional di 2.600 rumah sakit di USA rata-rata tiap
rumah sakit 68 karyawan cedera dan 6 orang sakit (NIOSH
1974-1976).

Penyakit

tersering

adalah

gangguan

pernapasan. Hasil identifikasi hazard RS ditemukan pada


Perawat, Karyawan Dapur, Pemeliharaan Alat, Laundry,
Cleaning Service, Dan Teknisi. Penyakit yang biasa terjadi
antara lain: hypertensi, varises, anemia, ginjal (karyawan
wanita), dermatitis, low back pain, saluran pernapasan, dan
12

saluran pencernaan. Risiko bahaya dalam kegiatan Rumah


Sakit dalam aspek kesehatan kerja, antara lain berasal dari
sarana kegiatan di Poliklinik. Terpaparnya Tenaga Kerja
(Tenaga Medis, Paramedis, dan Nonmedis) di sarana
kesehatan pada lingkungan tercemar bibit penyakit yang
berasal dari penderita yang berobat atau dirawat, adanya
transisi epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan.
Risiko bahaya potensial di rumah sakit penyakit akibat
kerja di sarana kesehatan umumnya berhubungan dengan
berbagai factor biologis (kuman patogen; pyogenic, colli,
baccilli, stapphylococci, yang umumnya berasal dari
pasien). Diambil dari Jurnal FK Universitas Sriwijaya.
Manajemen Hiperkes Dan Keselamatan Kerja Di Rumah
Sakit. Tinjauan Kegiatan Keselamatan Dan Kesehatan
4. Apakah pajanan

Kerja Di Institusi Sarana Kesehatan.


-

cukup
Masa kerja
Jumlah jam terpajan/

3 tahun
7 jam

hari
Pemakaian APD
Konsentrasi pajanan
Lainnnya...........
Kesimpulan jumlah

Sulit dinilai
-

pajanan dan dasar


perhitungannya
5. Apa ada faktor

Sering kontak langsung dengan penderita ISPA

individu yang
berpengaruh thd
timbulnya diagnosis

13

klinis? Bila ada,


sebutkan.
6 . Apa terpajan bahaya

potensial yang sama spt


di langkah 3 luar tempat
kerja?
Bila ada, sebutkan
7 . Diagnosis Okupasi
ISPA dan merupakan Penyakit Akibat Kerja
VIII. KATEGORI KESEHATAN
Kesehatan baik (sehat untuk bekerja = physical fitness),
IX.

PROGNOSIS
1

Klinik

ad vitam

dubia ad ad bonam

ad sanasionam
ad fungsionam

dubia ad ad bonan
dubia ad ad bonam

Okupasi

: dubia ad bonam

X. PERMASALAHAN PASIEN & RENCANA PENATALAKSANAAN


Jenis

Rencana Tindakan (materi &

permasalahan

metoda); Tatalaksana

Target

Hasil yang

Medis & non

medikamentosa; non medika

waktu

diharapkan

medis dll)

mentosa(nutrisi, olahraga, konseling


Segera

Keluhan

dan OKUPASI)
ISPA dan

Okupasi:

Penyakit

Eliminasi : sulit dilakukan

Akibat Kerja

Subsitusi : sulit dilakukan

Isolasi

Administrative control : tidak

berkurang

: sulit dilakukan

dilakukan rolling
-

APD : diperlukan penggunaan


14

masker saat bekerja


Terapi Medikamentosa:
-

Cefadroksil 500 mg 2 x 1

Ambroxol 3 x 1

Vitamin C 1 x 1

Terapi non medikamentosa


-

Menggunakan masker

Persetujuan Pembimbing
Pembimbing : dr. Sultan Buraena, MS, SpOK
Tanda Tangan :

Nama Jelas
Tanggal

: Andi Tenri Andromeda


: 16 November 2016

BAB III
PEMBAHASAN
DEFINISI
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.1
INSIDEN
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular
di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya

15

disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat


tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara
dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA
merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas
pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.1
Populasi yang memiliki risiko tertinggi kematian akibat penyakit
pernapasan adalah pada usia muda dan usia lanjut, serta orang dengan penurunan
kekebalan tubuh. Sementara infeksi saluran pernapasan atas sering terjadi namun
tidak berbahaya, infeksi saluran pernapasan bawah lebih sering menyebabkan
kematian. 2
Insiden dari infeksi saluran pernapasan akut pada anak-anak di bawah 5
tahun diperkirakan 29 % dan 5 % kejadian pada anak-anak di negara berkembang
dan industry. Kebanyakan kasus terjadi di India (43 juta kasus), Cina (21 juta
kasus), Pakistan (10 juta kasus), Bangladesh, Indonesia dan Nigeria (masingmasing 56 kasus). 21 % dari seluruh kematian pada anak-anak di bawah lima
tahun disebabkan oleh pneumonia, yang diperkirakan dari setiap 1000 kelahiran
hidup, 12-20 akan meninggal sebelum umur lima tahun.2,3
Menurut Departemen kesehartan Republik Indonesia pada akhit tahun
2000, diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama infeksi
saluran pernapasan akut di Indonesia mencapoai 6 kasus di antara 1000 bayi dan
balita. 1
ETIOLOGI
Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan
Streptococcus pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum
pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri.
laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta,
Surabaya, Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai
berikut Klebsiella

pneumoniae 45,18

%,Streptococcus

pneumoniae 14,04
16

%, Streptococcus viridans 9,21 %, Staphylococcus aureus 9 %, Pseudomonas


aeruginosa 8,56 %, Streptococcus haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %,
dan Pseudomonas spp 0,9 %.Laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di
Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, Makasar) didapatkan hasil
pemeriksaan

sputum

%,Streptococcus

sebagai

berikut Klebsiella

pneumoniae 14,04

%, Streptococcus

pneumoniae 45,18
viridans 9,21

%, Staphylococcus aureus 9 %, Pseudomonas aeruginosa 8,56 %, Streptococcus


haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %, dan Pseudomonas spp 0,9 % .Namun
demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah virus, atau
infeksi gabungan virus-bakteri. Respiratory Synctial Virus (RSV) merupakan
penyebab penyakit yang serius pada anak-anak. Selain pada anak-anak, RSV juga
memiliki peranan penting penyebab penyakit pada orang tua dan orang dewasa.
Hampir semua infeksi RSV simptomatik dan cenderung menyebabkan morbiditas
dan mortalitas serta penggunaan pelayanan kesehatan. 2,4
FAKTOR RESIKO
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran
dan dampak penyakit berkaitan dengan:
1. kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga),
kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);
2. ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan
infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi);
3. faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau
infeksi serentak yang disebabkan oleh

17

4. patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan karakteristik patogen, seperti


cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen penyandi toksin),
dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).1
Faktor pejamu yang spesifik juga mempengaruhi risiko infeksi dengan
mikroba spesifik. Misalnya perokok dan penderita PPOK lebih memiliki risiko
tinggi terinfeksi oleh S.pneumoniae, H.influenzae, Moraxella catarrhalis, dan
Legionella.5
KLASIFIKASI ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA
sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia, terbagi dua yaitu community acquired pneumonia
(pneumonia komunitas) dan hospital acquired pneumonia (pneumonia
nosokomial)
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam. Rinofaringitis, faringitis
dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.6
GEJALA KLINIK
Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza
(pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Infeksi saluran pernapasan
akut dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. Gejala klinik yang membedakan
apakah penyebab dari ISPA adalah virus atau bakteri sulit dibedakan.6,7
PENGOBATAN
1.

Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit,


diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.

2.

Pneumonia: diberi obat sesuai dengan organism


penyebab.
18

3.

Bukan

pneumonia:

tanpa

pemberian

obat

antibiotic, terapinya berupa terapi simptomatik. Diberikan perawatan di


rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Uji klinik dari manfaat Zinc, Vitamin C, dan terapi
alternative lain tidak mempunyai manfaat yang konsisten untuk
terapi.6,7
Pemberian antibiotic yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernapasan
akut dapat menyebabkan peningkatan prevalensi dari resistensi antibiotic. Lebih
dari setengah dari seluruh pemberian resep antibiotic untuk ISPA tiadk perlu
karena infeksi ini lebih sering disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan
antibiotic. Mengetahui apakah ISPA yang terjadi ini karena infeksi bakteri atau
virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yang akan diberikan
nantinya.8
Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotic yang dapat diberikan adalah
antibiotic spectrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kltur
sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta
dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit
pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Ketentuan untuk
memberikan makrolid pada pasien pneumonia komunitas berat di daerah Asia
perlu penelitian lebih lanjut. Penelitian di Malaysia terhadap pasien pneumonia
komuniatas yang diberikan makrolod dan tidak diberika makrolid tidak didapta
perbedaan manfaat yang bermakna.Hal ini berkaitan dengan perbedaan jenis dan
kepekaan patogen penyebab pneumonia komunitas.10
PENCEGAHAN

19

Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien


ISPA meliputi pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan
pengendalian infeksi rutin untuk semua pasien , tindakan pencegahan tambahan
pada pasien tertentu (misalnya, berdasarkan diagnosis presumtif), dan
pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian infeksi bagi fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:1
1. Reduksi dan Eliminasi
Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di
fasilitas pelayanan kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari
sumbernya harus dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan dan
penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan dan etika batuk
dan tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius. 8
2. Pengendalian administratif
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin
sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian
infeksi. Ini meliputi pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang berkelanjutan, kebijakan yang jelas
mengenai

pengenalan

dini

ISPA

yang

dapat

menimbulkan

kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai ,


persediaan yang teratur dan pengorganisasian pelayanan (misalnya,
pembuatan sistem klasifikasi dan penempatan pasien). Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan staf
untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan
pelatihan staf, dan mengadakan program kesehatan staf (misalnya,

20

vaksinasi, profilaksis) untuk meningkatkan kesehatan umum petugas


kesehatan. 8
3. Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi
konsentrasi aerosol pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di
udara dan mengurangi keberadaan permukaan dan benda yang
terkontaminasi

sesuai

dengan

epidemiologi

infeksi.

Contoh

pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah


ventilasi lingkungan yang memadai ( 12 ACH) dan pemisahan tempat
(>1m) antar pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak,
pembersihan dan disinfeksi permukaan dan benda yang terkontaminasi
merupakan metode pengendalian lingkungan yang penting. 8
4. Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan
kemungkinan pajanan terhadap risiko biologis. Karena itu, untuk lebih
mengurangi risiko ini bagi petugas kesehatan dan orang lain yang
berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, APD harus
digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu yang
menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan
APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara
khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi
(misalnya, kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD tergantung pada
persediaan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai,
membersihkan tangan secara benar, dan yang lebihpenting, perilaku
manusianya. 8
Semua jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan.
Semua

jenis

pengendalian tersebut harus

diselaraskan untuk

21

menciptakan budaya keselamatan kerja institusi, yang menjadi


landasan bagi perilaku yang aman. 8

DAFTAR PUSTAKA
1.

WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut


(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.2007.

2.

WHO. Acute Respiratory Infections (Update Oktober 28). [serial


online].

2015.

[cited

2015

Nov

4].

Available

from:

www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html
3.

Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran


Napas Akk Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I
Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004.[serial online].
2015. [cited 2015 Nov 2]. Available from: http://mfi.farmasi.ugm.ac.id

22

4.

Falsey, Ann R et al. respiratory Synctial Virus Infection in Elderly and


High Risk Adults. 2015. [cited 2015 Nov 2].Availabele from : www.nejm.org.

5.

Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition.USA


: Elsevier Inc. 2008.

6.

Rasmaliah.

Infeksi

Penanggulangannya.

2015.

Saluran
[cited

Pernapasan
2015

Nov

Akut

(ISPA)

2].Available

dan

from

http://library.usu.ac.id/
7.

McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical


Diagnosis & Treatment 2008. San Fransisco : McGraw Hill.

8.

Dahlan Z. Pneumonia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai