sien dan dokter pada asasnya bertumpu pada hak menentukan nasib sendiri (the right to self-determination ) dan hak atas informasi (the right to infor mation ). Oleh karena itulah, dalam hal ini hak pasien dilindungi oleh kedua hak tersebut. Hak menentukan nasib
sendiri tidak mungkin terwujud secara
optimal apabila tidak didampingi oleh
hak atas informasi. Sebab, keputusan akhir mengenai penentuan nasib sen diri tersebut dapat diberikan apabila pengambilan keputusan itu setelah memperoleh informasi yang lengkap tentang segala untung ruginya bila suatu keputusan telah diambil. Dengan kedua hak itu pasien bersama-sama dengan dokter menemukan terapi yang paling tepat untuk kesehatannya, dan bila terapi yang paling tepat telah ditemukan oleh kedua belah pihak, maka dia berdualah yang bertanggungjawab atas segala akibat yang mungkin terjadi sebagai efek samping-an dari te rapi tersebut. Persetujuan pasien ini merupakan hak pasien, yang dalam
Hukum Kedokteran disebut Informed
Consent. Salah satu syarat agar tran
saksi terapeutik itu sah menurut hu
kum ialah adanya persetujuan pasien, yaitu persetujuan untuk dirawat de ngan menggunakan terapi tertentu yang sudah disepakati bersama berdasarkan informasi yang lengkap dan akurat tentang penyakit yang dideritanya beserta kemungkinan akibat yang bisa timbul. Akhirnya berdasarkan in formasi tersebut, pasien menentukan sendiri sikap terhadap salah satu dari sekian banyak terapi yang diinformasikan kepadanya.
Dalam transaksi terapeutik,
upaya penyembuhan merupakan perjanjian yang sifatnya memberi bantuan pertolongan. Dengan demikian meru pakan upaya yang hasilnya belum pasti, yang penting ialah bahwa bantuan pertolongan itu harus dengan hati-hati dan penuh ketenangan (med zorg on inspanning). Upaya penyembuhan hanyalah satu inspanningsverbinteniSy yaitu suatu perjanjian mengupayakan penyembuhan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh ketenangan. Akibatnya, bila upaya
40
ISSN : 0852-0941 Nomor 48 Tahun XIII Juni - Agustus 1999