Anda di halaman 1dari 29

BORANG PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP RSM JOMBANG

KASUS BEDAH
Topik :

Combustio

Tanggal MRS :

12 Maret 2016

Tanggal Periksa :

12 Maret 2016

Tanggal Presentasi :

Presenter :
dr. Mardhatillah Fuady
Pendamping :

dr. H. Arief Fathoni


Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan, Masalah, Diagnostik
Neonatus
Bayi
v Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Anak laki laki usia 3 tahun datang dengan keluhan bahu kiri bagian belakang
Deskripsi :

habis terkena air panas setengah jam sebelum masuk UGD RS Muhammadiyah.
Luka dirasakan nyeri.
Memaparkan kasus bedah yang telah ditangani di UGD. Mengumpulkan referensi

Tujuan :

ilmiah untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus yang


dihadapi dengan solusi yang terbaik

Bahan
Bahasan :
Cara
Membahas :
Data Pasien :

Tinjauan Pustaka

Presentasi dan Diskusi

Riset

Kasus

Audit

Diskusi

E-Mail

Pos

An.F / Laki Laki/ 3 tahun

Nama RS : RS Muhammadiyah Jombang

Telp : (0321) 853480

No. Registrasi : 16.12.40


Terdaftar sejak : 12 Maret
2016

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Pasien yang diantar oleh orangtuanya, yang mengeluhkan bahu kiri bagian belakang
anaknya nyeri setelah terkena air panas pada saat sang ibu sedang membuat susu di dapur
setengah jam sebelum masuk UGD RS Muhammadiyah. BAB (+) BAK (+) Keluhan
lainnya disangkal.
2. Riwayat Pengobatan :
Belum diberikan pengobatan
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :
Riw. penyakit sebelumnya disangkal

4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama
5. Riwayat pekerjaan:
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien berasal dari keluarga yang menengah kebawah
7. Riwayat imunisasi:
Orangtua pasien lupa
Daftar Pustaka :
1.

Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2008.

2.

Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,
Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles and Practice. 4 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.

3.

Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ,
Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smiths Plastic Surgery. 6 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.

4.

R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran.
EGC.

5.

Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care
Nursing Clinics of North America, 3(2),185

6.

Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.),
Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Combustio
2. Penatalaksanaan Combustio

BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien:
Nama pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku
Warga Negara
Bahasa
Pekerjaan
Status pernikahan

: An. F
: 3 tahun
: Laki Laki
: Butuh Pandan Wangi Diwek
: Islam
: Jawa
: Warga Negara Indonesia (WNI)
: Jawa, Indonesia
::-

B. Subjective:
Keluhan Utama: Nyeri
RPS:
8. Diagnosis/ Gambaran Klinis:

Pasien yang diantar oleh orangtuanya, yang mengeluhkan bahu kiri


bagian belakang anaknya nyeri setelah terkena air panas pada saat sang
ibu sedang membuat susu di dapur setengah jam sebelum masuk UGD

RS Muhammadiyah. BAB (+) BAK (+) Keluhan lainnya disangkal.


RPD: riwayat sakit seperti ini (-).
Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang

mengalami keluhan seperti pasien.


Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien berasal dari keluarga

yang menengah kebawah.


Lain-lain : -

C. Objective:
1. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: cukup
Kesadaran: compos mentis
GCS 456
Vital sign
o Nadi: 82 x/menit
o RR: 16 x/menit
o Temp: 37,0 C
o Tensi 120/80 mmHg
o BB : 19 Kg
Kepala leher:

o Conjunctiva anemis -/-, sklera icterik +/+, PBI 3cm/3cm


o Pembesaran KGB (-)
o JVP R+2cmH2O
Thorax:
o Pulmo:
Inspeksi : simetris
Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, fremitus TDE
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi: ves +/+, rh -/-, wh-/o Cor:
Inspeksi: hemithorax bulging
Palpasi: fremisment
Perkusi: ukuran jantung normal
Auskultasi: s1 s2 tunggal m- gAbdomen:
o Inspeksi: Flat
o Auskultasi: Bu + normal
o Palpasi: soefl, liver tidak teraba,
o Perkusi: timpani
Ekstrimitas : hangat kering, CRT<2 detik, terdapat luka bakar di regio
thorax posterior (S) dengan luas 1,5% , terdapat bula dan kulit
terkelupas

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

D. Problem List
Subyektif
1. Nyeri pada bahu
2. Riwayat terkena air panas
Obyektif
1. KU cukup
2. Terdapat bekas luka bakar
E. Assesment :
Combustio
F. Planning:

Planning therapy:
o Rawat luka
o Salep Burnazine
o Paracetamol syr 3x
o Amoxan 3x
Planning monitoring:
o
o
o
o

Keluhan subyektif
Keadaan umum dan kesadaran
Tanda vital
Perawatan luka

G. Edukasi: mengenai kondisi terkini pasien, tatalaksana apa yang akan


dilakukan, komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis
dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam
(Syamsuhidayat, 2007).
2.2 Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan sumber panas, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misalnya akibat terkena api terbuka atau
tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu,
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, suhu dingin maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan terjadinya luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya
luka bakar terbagi menjadi:
1. Sumber panas
Paparan sumber panas dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
a. Sumber panas secara langsung:
Paparan api
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Dapat diperparah
dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor
rumah tangga, cairan dari

tabung pemantik api, yang akan

menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit.


Scalds (air panas)
Akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulih yang sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam

pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.


Sunburn atau sinar matahari, terapi radiasi.
b. Sumber panas secara tidak langsung:
Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator


mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas
yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila
terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke

saluran napas distal di paru.


Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera termal pada saluran nafas bagian atas
dan oklusi jalan nafas akibat edema. Pada kebakaran dalam ruang
tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan
mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan
jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak
dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan

gas CO atau gas beracun lainnya.


2. Frost bife (suhu dingin)
Pada waktu suhu jaringan turun, akan terjadi vasokonstriksi arteriol
sehingga sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali,
terjadi vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah
meninggi dan timbul udem. Aliran darah melambat sehingga berturut-turut
terjadi stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan nekrosis jaringan.
Kerusakan jaringan terjadi karena cairan sel mengkristal. Kulit, fasia, dan
jaringan ikat lebih tahan terhadap suhu dingin, namun sel saraf, pembuluh
darah, dan otot lurik sangat peka. Oleh karena itu, kulit masih tampak sehat,
tetapi otot di bawahnya mati.
3. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot.
Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus
menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan
aurs listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka
bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC.
4. Zat kimia (asam atau basa)
Dapat terjadi akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja di
industri atau laboratorium, dan akibat penggunaan gas beracun dalam
peperangan. Kerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah
bahan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta sifat dan cara

kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan
tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh.
Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganat, dan asam kromat dapat
bersifat oksidator. Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan
basa, seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan
denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh
asam formiat, asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel
karena bersifat cepat menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan
menimbulkan luka bakar dan menyebabkan anoksia sel bila berkontak dengan
kulit atau mukosa. Beberapa zat dapat menyebabkan keracunan sistemik.
Asam fluorida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat,
kromat, formiat, pikrat, dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau
diabsorbsi. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.
2.3 Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru
lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Kulit secara histopatologik tersusun atas
lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Sel-sel kulit dapat menahan temperatur
sampai 44oC tanpa kerusakan bermakna. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu
tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali
pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah
kebocoran cairan intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya < 20%, mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (> 20%), dapat terjadi syok
hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah
yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas
beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga
hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah
lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat dapat
terjadi koma dan penderita dapat meninggal (bila lebih dari 60% hemoblogin
terikat dengan CO).
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis. Luka bakar pada awalnya adalah steril, tetapi kemudian
dapat terjadi kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium baik untuk
pertumbuhan kuman, yang akan mempermudah infeksi. Bila pencucian luka atau
debridement tidak dilakukan dengan adekuat, maka pertumbuhan kuman dapat
bersifat invasif berupa penetrasi lebih dalam ke jaringan dan masuk ke dalam
sistemik yang menyebabkan bakteremia.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman
di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya
karena kumannya banyak yang sudah resisten terdapat berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang
kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi
nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III.

Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang


terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya mati.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiakkan, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram positif, seperti
stafilokokus atau basil gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman
lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok
sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam
mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik
jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase
mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium. Stres atau
badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama
dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase

permulaan

luka

bakar

merupakan

fase

katabolisme

sehingga

keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena


eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang
rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase
ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan
demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka
bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah
sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi
prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.
2.4 Fase Luka Bakar

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka
bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan
adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan
gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang
timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan
(luka dan sepsis luka).
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi
jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan
jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan
berlangsung lama

2.5 Diagnosis
Diagnose luka bakar didasarkan pada:
a. Luas luka bakar
b. Derajat (kedalaman) luka bakar
c. Lokalisasi
d. Penyebab
2.5.1 Luas Luka Bakar
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya
kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi
kehilangan cairan secara evaporasi, dan viskositas plasma meningkat dengan
resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan syok
hipovolemik, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap

resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat
untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. luas luka
bakar hanya dhitung pada pasien dengan derajat luka II (IIA & IIB) atau III.

Rumus 9 atau Rule of Nine untuk orang dewasa.


Pada dewasa digunakan Rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas
kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri
masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.

Kepala dan leher


Lengan
Badan depan
Badan belakang
Tungkai
Genitalia
Total

9%
18%
18%
18%
36%
1%
100%

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal Rumus 10 untuk bayi, dan Rumus 10-15-20 untuk anak.

Gambar 5. Rumus menentukan luas luka bakar

Metode Lund and Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan
pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan
tubuh pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan
usia:
o Pada anak dibawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan presentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0,5% untuk tiap
tungkai dan turunkan presentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.

Gambar 6. Lund and Browder Chart

2.5.2 Derajat Luka Bakar


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu dan lama pajanan suhu
tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar karena
kontak dengan api atau listrik juga memperdalam luka bakar. Bahan pakaian yang
dipakai penderita seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah
meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman
luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu:

Luka Bakar Derajat I:


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit hiperemik
berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara
sempurna. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

Gambar 2. Luka bakar derajat I

Luka Bakar Derajat II:


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung
saraf sensorik teriritasi. Dibedakan menjadi 2 bagian:
A. Derajat II dangkal/superfisial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan

lapisan

atas

dari

corium/dermis. organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea


masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan
terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
Gejala yang timbul adalah sangat nyeri, terdapat lepuhan yang timbul
beberapa menit, bula atau blister yang berisi cairan eksudat yang keluar
dari pembuluh darah akibat permeabilitas dindingnya meningkat.
Komplikasi jarang terjadi, terkadang timbul infeksi sekunder pada luka.
B. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan
epitel hingga tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,

kelenjar keringat, kelenjar sebasea tinggal sedikit. Gejala yang timbul


berupa rasa nyeri pada luka yang lebih superfisial, warna merah muda,
hipoestesia (rasa nyeri sedikit), dan bula atau blister tidak karakteristik.
Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam ini tidak ditangani dengan baik,
dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga
cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat
III.

Gambar 3. Luka bakar derajat II

Luka Bakar Derajat III:


Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung saraf
sensorik rusak. Terjadi koagulasi protein dan epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai escar, yang dapat menyebabkan kompartemen sindrom.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan, pada
kebanyakan kasus untuk melindungi jaringan di bawah kulit dilakukan skin
graft.

Gambar 4. Luka bakar derajat III

3.5.3 Kriteria Berat Ringan luka bakar


1. Luka bakar ringan
Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa
Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut
Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum)
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat

III < 10%


Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa

> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%


Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar berat (major burn)


Derajat II-III > 20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas

usia 50 tahun
Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir

pertama
Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan

luas luka bakar


Luka bakar listrik tegangan tinggi
Disertai trauma lainnya
Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2.6 Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:
a. Terapi fase akut
1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan
-

luas luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).


Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan

kebutuhan cairan.
3. Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic

Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tandatanda infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien
dengan menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah
superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial. Luka
sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata topical.
Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal dapat diterapi
dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat penetrasi ke

dalam eschar dan mencegah infeksi purulen kartilago.


Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:
silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada
luka yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang
berikatan dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami
rekonstruksi sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi
bullae. Bulla ini paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum
yang bersih, memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka,
dan menutup dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini

dapat direndam.
Pasien dipindahkan ke tempat steril
Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk

menghindari gangguan pada gaster.


- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.
a. Terapi fase pasca akut
- Perawatan luka
- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose,

kuman yang mati, serum, darah kering)


Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome)

escharotomi atau fasciotomi


Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan

sesuai hasilnya
- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
- Kalau perlu pemberian Human Albumin
Keadaan umum penderita

Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti


kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan
penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini
menandakan adanya sepsis.
- Diet dan cairan
2.6.1 Penanganan Pernapasan
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi
dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam
waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran
dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka /
wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap
atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan
gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas
langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang
tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan
khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada
percabangan trakheobronkhial.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah
dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya
gas toksik seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida,
akreolin dan partikel partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini
menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi
jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan
edem. Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya
hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup
kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 240 kali
lebih kuat disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari
Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma
inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.

Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.


Sputum tercampur arang.
Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
Penurunan kesadaran termasuk confusion.

e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas


bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau
tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau
ronhi.
g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya
trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress
pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang
resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.
2.6.2 Penanganan Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler
yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit)
dari intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya
hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal
terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka
bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami
deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi
oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang
timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel
dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan konvensional
(menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok
dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan
jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat
dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki
nilai prognostic terhadap angka mortalitas.
2.6.3 Resustasi Cairan
BAXTER formula

Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 5 Tahun : berat badan x 50 cc
jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio % X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio % X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I

8 jam X
16 jam X

Hari II hari I
Hari ke III hari ke I
2.6.4 Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan
ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera
sembuh rasa sakit yang minimal.
Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan
luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan
melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni
bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah
evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan
semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan
timbulnya rasa sakit

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar
derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan
pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan
kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II
(superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka
diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan
dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan
penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin)
atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite,
biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III,
perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and
grafting ).
2.6.5 Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami
keadaan hipermetabolik.
Kondisi

yang

berpengaruh

dan

dapat

memperberat

kondisi

hipermetabolik yang ada adalah:

Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,


massa bebas lemak.

Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,


penyakit ginjal dan lain-lain.

Luas dan derajat luka bakar

Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas


melalui evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi

Penggantian balutan

Rasa sakit dan kecemasan

Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan


beberapa metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan
waktu dimulainya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih
sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam
pascatrauma.
2.7 Permasalahan Pasca Luka Bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik
yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk
mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
Infeksi dan sepsis
Oliguria dan anuria
Oedem paru
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
Anemia
Kontraktur
Kematian
2.8 Komplikasi
Gagal ginjal akut
Gagal respirasi akut
Syok sirkulasi
Sepsis
2.9 Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,
dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh
5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh

dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor
membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa
kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis
3.1.1 Anamnesis
Pada anamnesa combustio penyebab luka bakar dapat dikarenakan luka
bakar suhu tinggi (thermal burn) misalnya benda panas: padat, cair, udara/uap,
api, atau sengatan matahari/ sinar panas, luka bakar bahan kimia (chemical burn)
misalnya asam kuat dan basa kuat, luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
misalnya aliran listrik tegangan tinggi, dan luka bakar radiasi (radiasi injury).
Pada pasien ini, penyebab luka bakarnya adalah dikarenakan luka bakar
suhu tinggi (thermal burn) oleh air panas.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pasien combustio, temuan fisik yang paling khas terdapat bekas luka
khas vulnus ictum dan dalam. Pada pasien ini, dari pemeriksaan fisik, didapatkan
GCS 456 dengan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 82 kali/menit, Pernapasan 18
kali/menit, suhu 37,0 C sehingga semuanya normal. Namun terdapat luka tusukan
sedalam 1 cm pada kaki kanan pasien. Hal ini sesuai dengan temuan fisik pada
vulnus ictum.
3.2 Penatalaksanaan
Pencegahan komplikasi sangat penting dalam penanganan pasien vulnus
ictum, dapat dilakukan dengan memberikan antibiotic dan antitetanus. Pada
kondisi awal luka, dapat dilkukan cross incisi untuk mencuci bekas tusukan.
Pemberian antinyeri juga perlu dilakukan apabila ditemui adanya keluhan nyeri.
Pilihan pencegahan tetanus yakni ATS atau Immunoglobulin tetanus.
Pada pasien ini, terapi yang diberikan sudah sesuai yakni cross incisi
antibiotic, anti nyeri dan antitetanus yakni
o
o
o
o
o

Injeksi lidocain sekitar luka


Cross Incisi
Inj intramuskuler Anti Tetanus Serum 1 amp
Po. Metronidazol 3x1
Asam Mefenamat 3x1

BAB IV
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku
Warga Negara
Bahasa
Pekerjaan
Status pernikahan

: An. F
: 3 tahun
: Laki Laki
: Butuh Pandan Wangi Diwek
: Islam
: Jawa
: Warga Negara Indonesia (WNI)
: Jawa, Indonesia
::-

SUBYEKTIF
Pasien yang diantar oleh orangtuanya, yang mengeluhkan bahu kiri bagian belakang
anaknya nyeri setelah terkena air panas pada saat sang ibu sedang membuat susu di
dapur setengah jam sebelum masuk UGD RS Muhammadiyah. BAB (+) BAK (+)
Keluhan lainnya disangkal
OBYEKTIF
Vital sign

Nadi: 82 x/menit
RR: 16 x/menit
Temp: 37,0 C
Tensi 120/80 mmHg
BB : 19 Kg
Kepala leher:
o Conjunctiva anemis -/-, sklera icterik +/+, PBI 3cm/3cm
o Pembesaran KGB (-)
o JVP R+2cmH2O
Thorax:
o Pulmo:
Inspeksi : simetris
Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, fremitus TDE
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi: ves +/+, rh -/-, wh-/o Cor:
Inspeksi: hemithorax bulging
Palpasi: fremisment
Perkusi: ukuran jantung normal
Auskultasi: s1 s2 tunggal m- gAbdomen:
o Inspeksi: Flat
o Auskultasi: Bu + normal
o Palpasi: soefl, liver tidak teraba, Perkusi: timpani
Ekstrimitas : hangat kering, CRT<2 detik, terdapat luka bakar di regio
thorax posterior (S) dengan luas 1,5% , terdapat bula dan kulit
terkelupas
42

2. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan
ASSESMENT
1. Combustio
PLANNING
1. Diagnosis: Diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah cukup
untuk mengetahui kondisi Combustio, pemeriksaan lanjutan baru dilakukan
apabila ditemukan ada komplikasi
2. Pengobatan: Pengobatan diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
peningkatan keparahan dari luka. Medikasi yang mungkin dapat diberikan
meliputi salep antibiotik, antinyeri dan antibiotik. Pada pasien ini terapi yang
diberikan yakni

Planning therapy:
o Injeksi lidocain sekitar luka
o Cross Incisi
o Inj intramuskuler Anti Tetanus Serum 1 amp
o Po. Metronidazol 3x1
o
Asam Mefenamat 3x1
Planning monitoring:
o
o
o
o

Keluhan subyektif
Keadaan umum dan kesadaran
Tanda vital
Penyebaran penyakit

3. Pendidikan : Segera menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dialami


pasien adalah penyakit infeksi yang seharusnya bisa membaik dengan perawatan
suportif dan kuratif. Meskipun demikian, ada beberapa resiko yang bisa terjadi,
harus diterima dengan baik oleh keluarganya. Keluarga pasien juga didorong
untuk bersedia dirujuk ke RS lain yang lebih lengkap peralatannya jika kondisi
pasien memburuk atau terjadi tetanus
4. Konsultasi
: dijelaskan secara rasional perlunya penangan intensif pada
pasien. Keluarga pasien harus mendapat informasi yang sesunggunya demi
keamanan tindakan pelayanan medis yang didapatkan pasien.
Pembahasan Farmakologis
No

Kegiatan

1 Informed concent
2 Inj. Lidocaine sekitar luka

Periode
Awal di UGD
Anestesi tindakan
cross incisi

Hasil yang diharapkan


Keluarga pasien dapat menerima
keadaan yang terjadi dan menyetujui
segala tindakan yang akan diberikan
1 ampul
Digunakan untuk memberikan
42

sensasi anestesi pada tindakan bedah


minor
1 ampul (250 IU)
Digunakan untuk profilaksis untuk
mencegah terjadinya tetanus
3 Inj. ATS
4 P.o Metronidazol

Di UGD
Pasien Pulang
Antibiotik

5 Po Asam Mefenamat

Pasien Pulang
Antinyeri

3 kali sehari
Untuk mencegah terjadinya infeksi
lanjutan khususnya yang disebabkan
oleh Clostridium tetanii
3 kali sehari
Dapat digunakan untuk anti nyeri
untuk luka yang didapatkan selama
proses peneymbuhan

42

DAFTAR PUSTAKA
Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier. 2008.
Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,
Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.
Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ,
Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smiths Plastic Surgery. 6 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran.
EGC.
Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care
Nursing Clinics of North America, 3(2),185
Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.),
Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.

42

Anda mungkin juga menyukai