KASUS BEDAH
Topik :
Combustio
Tanggal MRS :
12 Maret 2016
Tanggal Periksa :
12 Maret 2016
Tanggal Presentasi :
Presenter :
dr. Mardhatillah Fuady
Pendamping :
habis terkena air panas setengah jam sebelum masuk UGD RS Muhammadiyah.
Luka dirasakan nyeri.
Memaparkan kasus bedah yang telah ditangani di UGD. Mengumpulkan referensi
Tujuan :
Bahan
Bahasan :
Cara
Membahas :
Data Pasien :
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Diskusi
Pos
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama
5. Riwayat pekerjaan:
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien berasal dari keluarga yang menengah kebawah
7. Riwayat imunisasi:
Orangtua pasien lupa
Daftar Pustaka :
1.
Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2008.
2.
Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,
Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles and Practice. 4 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.
3.
Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ,
Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smiths Plastic Surgery. 6 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
4.
R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran.
EGC.
5.
Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care
Nursing Clinics of North America, 3(2),185
6.
Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.),
Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Combustio
2. Penatalaksanaan Combustio
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien:
Nama pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku
Warga Negara
Bahasa
Pekerjaan
Status pernikahan
: An. F
: 3 tahun
: Laki Laki
: Butuh Pandan Wangi Diwek
: Islam
: Jawa
: Warga Negara Indonesia (WNI)
: Jawa, Indonesia
::-
B. Subjective:
Keluhan Utama: Nyeri
RPS:
8. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
C. Objective:
1. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: cukup
Kesadaran: compos mentis
GCS 456
Vital sign
o Nadi: 82 x/menit
o RR: 16 x/menit
o Temp: 37,0 C
o Tensi 120/80 mmHg
o BB : 19 Kg
Kepala leher:
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
D. Problem List
Subyektif
1. Nyeri pada bahu
2. Riwayat terkena air panas
Obyektif
1. KU cukup
2. Terdapat bekas luka bakar
E. Assesment :
Combustio
F. Planning:
Planning therapy:
o Rawat luka
o Salep Burnazine
o Paracetamol syr 3x
o Amoxan 3x
Planning monitoring:
o
o
o
o
Keluhan subyektif
Keadaan umum dan kesadaran
Tanda vital
Perawatan luka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis
dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam
(Syamsuhidayat, 2007).
2.2 Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan sumber panas, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misalnya akibat terkena api terbuka atau
tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu,
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, suhu dingin maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan terjadinya luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya
luka bakar terbagi menjadi:
1. Sumber panas
Paparan sumber panas dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
a. Sumber panas secara langsung:
Paparan api
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Dapat diperparah
dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor
rumah tangga, cairan dari
kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan
tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh.
Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganat, dan asam kromat dapat
bersifat oksidator. Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan
basa, seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan
denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh
asam formiat, asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel
karena bersifat cepat menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan
menimbulkan luka bakar dan menyebabkan anoksia sel bila berkontak dengan
kulit atau mukosa. Beberapa zat dapat menyebabkan keracunan sistemik.
Asam fluorida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat,
kromat, formiat, pikrat, dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau
diabsorbsi. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.
2.3 Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru
lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Kulit secara histopatologik tersusun atas
lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Sel-sel kulit dapat menahan temperatur
sampai 44oC tanpa kerusakan bermakna. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu
tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali
pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah
kebocoran cairan intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya < 20%, mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (> 20%), dapat terjadi syok
hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah
yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas
beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga
hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah
lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat dapat
terjadi koma dan penderita dapat meninggal (bila lebih dari 60% hemoblogin
terikat dengan CO).
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis. Luka bakar pada awalnya adalah steril, tetapi kemudian
dapat terjadi kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium baik untuk
pertumbuhan kuman, yang akan mempermudah infeksi. Bila pencucian luka atau
debridement tidak dilakukan dengan adekuat, maka pertumbuhan kuman dapat
bersifat invasif berupa penetrasi lebih dalam ke jaringan dan masuk ke dalam
sistemik yang menyebabkan bakteremia.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman
di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya
karena kumannya banyak yang sudah resisten terdapat berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang
kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi
nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III.
permulaan
luka
bakar
merupakan
fase
katabolisme
sehingga
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka
bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan
adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan
gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang
timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan
(luka dan sepsis luka).
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi
jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan
jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan
berlangsung lama
2.5 Diagnosis
Diagnose luka bakar didasarkan pada:
a. Luas luka bakar
b. Derajat (kedalaman) luka bakar
c. Lokalisasi
d. Penyebab
2.5.1 Luas Luka Bakar
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya
kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi
kehilangan cairan secara evaporasi, dan viskositas plasma meningkat dengan
resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan syok
hipovolemik, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap
resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat
untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. luas luka
bakar hanya dhitung pada pasien dengan derajat luka II (IIA & IIB) atau III.
9%
18%
18%
18%
36%
1%
100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal Rumus 10 untuk bayi, dan Rumus 10-15-20 untuk anak.
lapisan
atas
dari
usia 50 tahun
Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:
a. Terapi fase akut
1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan
-
kebutuhan cairan.
3. Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic
Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tandatanda infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien
dengan menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah
superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial. Luka
sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata topical.
Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal dapat diterapi
dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat penetrasi ke
dapat direndam.
Pasien dipindahkan ke tempat steril
Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk
sesuai hasilnya
- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
- Kalau perlu pemberian Human Albumin
Keadaan umum penderita
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 5 Tahun : berat badan x 50 cc
jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio % X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio % X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I
8 jam X
16 jam X
Hari II hari I
Hari ke III hari ke I
2.6.4 Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan
ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera
sembuh rasa sakit yang minimal.
Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan
luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan
melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni
bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah
evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan
semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan
timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar
derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan
pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan
kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II
(superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka
diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan
dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan
penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin)
atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite,
biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III,
perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and
grafting ).
2.6.5 Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami
keadaan hipermetabolik.
Kondisi
yang
berpengaruh
dan
dapat
memperberat
kondisi
Penggantian balutan
dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor
membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa
kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis
3.1.1 Anamnesis
Pada anamnesa combustio penyebab luka bakar dapat dikarenakan luka
bakar suhu tinggi (thermal burn) misalnya benda panas: padat, cair, udara/uap,
api, atau sengatan matahari/ sinar panas, luka bakar bahan kimia (chemical burn)
misalnya asam kuat dan basa kuat, luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
misalnya aliran listrik tegangan tinggi, dan luka bakar radiasi (radiasi injury).
Pada pasien ini, penyebab luka bakarnya adalah dikarenakan luka bakar
suhu tinggi (thermal burn) oleh air panas.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pasien combustio, temuan fisik yang paling khas terdapat bekas luka
khas vulnus ictum dan dalam. Pada pasien ini, dari pemeriksaan fisik, didapatkan
GCS 456 dengan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 82 kali/menit, Pernapasan 18
kali/menit, suhu 37,0 C sehingga semuanya normal. Namun terdapat luka tusukan
sedalam 1 cm pada kaki kanan pasien. Hal ini sesuai dengan temuan fisik pada
vulnus ictum.
3.2 Penatalaksanaan
Pencegahan komplikasi sangat penting dalam penanganan pasien vulnus
ictum, dapat dilakukan dengan memberikan antibiotic dan antitetanus. Pada
kondisi awal luka, dapat dilkukan cross incisi untuk mencuci bekas tusukan.
Pemberian antinyeri juga perlu dilakukan apabila ditemui adanya keluhan nyeri.
Pilihan pencegahan tetanus yakni ATS atau Immunoglobulin tetanus.
Pada pasien ini, terapi yang diberikan sudah sesuai yakni cross incisi
antibiotic, anti nyeri dan antitetanus yakni
o
o
o
o
o
BAB IV
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku
Warga Negara
Bahasa
Pekerjaan
Status pernikahan
: An. F
: 3 tahun
: Laki Laki
: Butuh Pandan Wangi Diwek
: Islam
: Jawa
: Warga Negara Indonesia (WNI)
: Jawa, Indonesia
::-
SUBYEKTIF
Pasien yang diantar oleh orangtuanya, yang mengeluhkan bahu kiri bagian belakang
anaknya nyeri setelah terkena air panas pada saat sang ibu sedang membuat susu di
dapur setengah jam sebelum masuk UGD RS Muhammadiyah. BAB (+) BAK (+)
Keluhan lainnya disangkal
OBYEKTIF
Vital sign
Nadi: 82 x/menit
RR: 16 x/menit
Temp: 37,0 C
Tensi 120/80 mmHg
BB : 19 Kg
Kepala leher:
o Conjunctiva anemis -/-, sklera icterik +/+, PBI 3cm/3cm
o Pembesaran KGB (-)
o JVP R+2cmH2O
Thorax:
o Pulmo:
Inspeksi : simetris
Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, fremitus TDE
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi: ves +/+, rh -/-, wh-/o Cor:
Inspeksi: hemithorax bulging
Palpasi: fremisment
Perkusi: ukuran jantung normal
Auskultasi: s1 s2 tunggal m- gAbdomen:
o Inspeksi: Flat
o Auskultasi: Bu + normal
o Palpasi: soefl, liver tidak teraba, Perkusi: timpani
Ekstrimitas : hangat kering, CRT<2 detik, terdapat luka bakar di regio
thorax posterior (S) dengan luas 1,5% , terdapat bula dan kulit
terkelupas
42
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan
ASSESMENT
1. Combustio
PLANNING
1. Diagnosis: Diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah cukup
untuk mengetahui kondisi Combustio, pemeriksaan lanjutan baru dilakukan
apabila ditemukan ada komplikasi
2. Pengobatan: Pengobatan diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
peningkatan keparahan dari luka. Medikasi yang mungkin dapat diberikan
meliputi salep antibiotik, antinyeri dan antibiotik. Pada pasien ini terapi yang
diberikan yakni
Planning therapy:
o Injeksi lidocain sekitar luka
o Cross Incisi
o Inj intramuskuler Anti Tetanus Serum 1 amp
o Po. Metronidazol 3x1
o
Asam Mefenamat 3x1
Planning monitoring:
o
o
o
o
Keluhan subyektif
Keadaan umum dan kesadaran
Tanda vital
Penyebaran penyakit
Kegiatan
1 Informed concent
2 Inj. Lidocaine sekitar luka
Periode
Awal di UGD
Anestesi tindakan
cross incisi
Di UGD
Pasien Pulang
Antibiotik
5 Po Asam Mefenamat
Pasien Pulang
Antinyeri
3 kali sehari
Untuk mencegah terjadinya infeksi
lanjutan khususnya yang disebabkan
oleh Clostridium tetanii
3 kali sehari
Dapat digunakan untuk anti nyeri
untuk luka yang didapatkan selama
proses peneymbuhan
42
DAFTAR PUSTAKA
Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier. 2008.
Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,
Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.
Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ,
Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smiths Plastic Surgery. 6 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran.
EGC.
Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care
Nursing Clinics of North America, 3(2),185
Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.),
Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.
42