Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era perdagangan bebas saat ini dimana setiap negara saling berlombalomba untuk meproduksi dan mendistribusikan produk negaranya ke negara lain,
sehingga semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain
persaingan usaha antar pengusaha baik pengusaha dalam negeri maupun dari luar
negeri. Persaingan usaha yang mengarah kepada persaingan produk atau komoditi
dan tarif akan mengacu pada liberalisasi perdagangan dunia yang bebas dan adil (free
trade and fair trade). Untuk itu hendaknya negara Indonesia mempersiapkan diri
baik dari segi pengusahaan oleh pelaku usaha, komoditas maupun perangkat hukum
atau perundang-undangan. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dan berpengaruh
bagi perekonomian Indonesia, terutama karena letak Indonesia yang strategis berada
diantara 2 benua yaitu benua Asia dan Australia serta negara kita memiliki jumlah
penduduk yang besar, sehingga menjadi pangsa pasar bagi perdagangan dunia.
Negara Indonesia sebagai negara berdasar atas hukum, demikian bunyi dari
perumusan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 negara menegaskan sehingga
konsekuensinya segala aktvitas penyelenggaraan negara haruslah dilandasi dengan
hukum pula. Segala sesuatunya hendaknya dipandang dari segi filosofi negara hukum
tersebut untuk menjamin kesejahteraan bangsa Indonesia yang dicita-citakan para
founding fathers yang telah memasukkan konsep negara kesejahteraan dalam sistem
penyelenggaraan negara. Negara kesejahteraan yang berujung pada peningkatan

kesejahteraan umum serta distribusi kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia


sejalan dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-empat. Untuk
mewujudkan cita-cita bangsa tersebut tentu diperlukan instrumen perwujudan
membangunan nasional dalam bentuk disediakannya sarana dan prasarana
transportasi yang menjadi urat nadi kehidupan. Terlebih dalam konteks transportasi
keberadaannya menjadi penting pada saat memberikan dampak pula pada kehidupan
bidang ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Dalam teori dasar transportasi, paling tidak terdapat 3 (tiga) komponenkomponen.1 Pertama, komponen alur (ways), yaitu adanya sebuah jalan atau sarana
yang menjadi alas bagi transportasi seperti jalan raya untuk transportasi darat, rel
untuk kereta api, alur pelayaran untuk transportasi laut serta alur udara untuk
transportasi udara. Kedua, kendaraan (vehicle), yaitu berupa moda transportasi yang
akan digunakan dalam mempergunakan alur yang telah ada. Hal ini seperti mobil
untuk moda jalan raya, kapal untuk moda transportasi laut, gerbong dan lokomotif
kereta api untuk moda berbasis rel serta pesawat udara untuk moda transportasi
udara. Ketiga yang disebut noods (terminals) yaitu lokasi untuk menampung dari
moda transportasi dan merupakan titik pangkal atau titik akhir dalam melewati alur,
seperti terminal bus untuk moda transportasi jalan, stasiun untuk moda transportasi
berbasis jalan rel, bandar udara untuk terminal moda transportasi udara serta
pelabuhan untuk moda transportasi laut.

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2010, Rencana Strategis Keputusan Menteri


Perhubungan No. 7 Tahun 2010, Jakarta

Diketahui bersama bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara


kepulauan yaitu terdiri dari ribuan pulau dan dua per tiga wilayahnya merupakan
perairan. Untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut, telah dibangun pelabuhanpelabuhan yang berfungsi sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan
barang. Selain itu pelabuhan juga dapat menjadi penghubung antar pulau-pulau di
Indonesia dan dengan negara lain. Posisi Indonesia berada di persilangan rute
perdagangan dunia, untuk itu dibutuhkan pelabuhan yang dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi maupun mobilitas sosial dan perdagangan di wilayah ini
sangat besar. Oleh karenanya pelabuhan menjadi faktor yang sangat penting dalam
menjalankan roda perekonomian negara.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan kajian penelitian yang khusus
terhadap persaingan usaha di pelabuhan sebagai salah satu instrumen untuk mencapai
cita-cita pembangunan nasional yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan serta
kemakmuran masyarakat Indonesia. Dalam pemenuhan kebutuhan tidak semua
negara mampu memenuhi kebutuhan untuk negaranya sendiri. Hal ini karena tidak
samanya sumber daya alam yang dimiliki masing-masing negara, tidak sama pula
kemampuan dalam mengelola sumber daya alam tersebut dan tidak sama
perkembangan industri dan pertanian yang menghasilkan barang kebutuhan serta
tinggi rendahnya kebudayaan dan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing
negara. Dengan kebutuhan yang semakin meningkat dan adanya keterbatasan
masing-masing

negara

untuk

memenuhi

kebutuhan

maka

terjadi

saling

ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya, salah satu cara dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat pada suatu negara adalah melalui perdagangan


internasional.
Bagi negara-negara maju mengandalkan kekuatan ekonominya pada industri
atau pertanian, sedangkan bagi negara berkembang masih mengandalkan ekonominya
pada sumber daya alam yang berlimpah (natural resources). Negara industri maju
membutuhkan bahan baku. Sebaliknya negara-negara berkembang yang sedang
tumbuh sektor industinya membutuhkan bahan jadi dan bahan baku serta bagi
negara-negara dengan sumber daya alam yang berlimpah membutuhkan pasar untuk
menjual komoditas dan produksinya. Kondisi dan perbedaan kebutuhan demikian
telah ikut mendorong berkembangnya perdagangan antar negara atau perdagangan
internasional.
Perdagangan internasional berarti perdagangan yang melibatkan beberapa
negara yang masing-masing mempunyai kepentingan nasional dengan peraturan
perundang-undangan yang berbeda. Untuk itu diperlukan kerjasama antar negara
yang bersifat bilateral yaitu persetujuan antara dua negara yang akan menghasilkan
perjanjian perdagangan dua negara (bilateral trade agreement). Jika yang terlibat
beberapa negara, dalam daerah tertentu, atau berdasarkan pada kepentingan yang
sama maka menghasilkan perjanjian antara beberapa negara (regional trade
agreement atau mulilateral trade agreement).
Keberadaan pelabuhan memberikan ruang bagi perusahaan dalam kegiatan
penyedia jasa usaha, sedangkan perusahaan yang tergabung dalam asosiasi pengguna
jasa pelabuhan antara lain importir, eksportir dan pelayaran yang jumlahnya lebih

dari 5.000 unit perusahaan.2Aktivitas pelabuhan sebagai kegiatan pengusahaan dapat


dilihat dari pelayanan seperti bongkar muat barang (cargo, depo kontainer,
petikemas, curah cair dan hewan) dari dan ke kapal, pelayanan pemanduan, angkutan
khusus pelabuhan, logistik, forwarder,

pergudangan, penundaan dan olah gerak

kapal, pelayanan sandar dan tambat, pengangkutan dari dermaga ke gudang/ lapangan
penumpukan atau sebaliknya, pelayanan turun naik penumpang dan penyewaan
fasiltas-fasilitas lainnya seperti gudang, lahan untuk industri, perkantoran umum,
lapangan penumpukan dan masih banyak lagi kegiatan yang dapat diusahakan di
pelabuhan.
Kegiatan pengusahaan di pelabuhan harus dilakukan secara aman, efektif dan
efisien. Hal ini untuk menjamin pelayanan prima yang ke depannya diharapkan dapat
menarik lebih banyak investor untuk berinvestasi di Indonesia sehingga
perekonomian Indonesia dapat berkembang pesat. Pelabuhan sebagai pusat
perekonomian suatu negara tidak lepas dari persaingan usaha di antara para
pemangku kepentingan. Untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, dalam
pengelolaan pelabuhan terdapat pemisahan yang tegas antara operator dan regulator.
Saat ini pengusahaan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan
secara komersil di seluruh Indonesia sebahagian besar di kelola dan dikuasai oleh
PT Pelindo I sampai IV (Persero), akibat dari pemberlakuan UU No. 21 Tahun 1999
yang telah dicabut. Komersialisasi PT Pelindo (Persero) berfokus kepada usaha
pokok yakni penyediaan prasarana pelabuhan dan penyediaan jasa terkait di

Suryo Bambang Sulisto, 2013, Kadin Desak Tata Ulang Bisnis BUMN Pelabuhan, di unduh dari
http://www.insa.or.id/en/news/d/kadin-desak-tata-ulang-bisnis-bumn-pelabuhan tanggal 5 Januari 2014

pelabuhan. PT Pelindo (Persero) sebagai BUMN yang modal kepemilikannya oleh


Negara seharusnya mengusahakan kegiatan atau jasa yang menyangkut hajat hidup
orang banyak atau kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh pihak swasta.
Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang
Pelayaran, fungsi regulator dan fungsi operator dipegang oleh PT Pelabuhan
Indonesia (PT Pelindo). PT Pelindo memegang hak monopoli atas pelabuhanpelabuhan komersil di Indonesia. Dengan hak tersebut itu PT Pelindo berwenang
mengatur dan menjalankan segala usaha dan kegiatan yang berhubungan dengan
pelabuhan mulai dari menyediakan dermaga, menyediakan fasilitas pelabuhan,
menyediakan aparat pengawas, menyediakan rambu-rambu keselamatan alur lalu
lintas kapal, menerapkan dan menetapkan tarif jasa pelabuhan dan sebagainya.
Setelah lahirnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(UU Pelayaran) yang mencabut dengan tegas Undang-undang Nomor 21 Tahun
1992, hak monopoli yang dimiliki PT Pelindo juga turut dicabut. Dengan
dicabutnya hak tersebut, pihak swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau
BUMN lain dengan membentuk Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dapat mengusahakan
pelabuhan di dalam wilayah pelabuhan di Indonesia dengan melakukan kerjasama
pengelolaan wilayah kerja pelabuhan bersama dengan penyelenggara pelabuhan.
Berdasarkan UU Pelayaran, disebutkan bahwa Penyelenggara pelabuhan
adalah Otoritas Pelabuhan (OP) atau Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP). kedua
lembaga tersebut merupakan wakil pemerintah di pelabuhan yang melaksanakan
fungsi pengaturan, pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan di

Indonesia. Lembaga tersebut merupakan unit pelaksana teknis dari Kementerian


Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Secara umum pelabuhan di Indonesia terdiri dari pelabuhan yang diusahakan
secara tidak komersil dan pelabuhan yang diusahakan secara komersil. Untuk
pelabuhan yang diusahakan secara tidak komersil diselenggarakan oleh Pemerintah
yaitu Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut Kementerian Perhubungan). Sedangkan pelabuhan yang diusahakan secara
komersil dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dalam hal ini
dapat berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dan Swasta. Pengusahaan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan komersil
dilaksanakan untuk mencari keuntungan/profit.
Dalam penelitian ini akan dilakukan kajian penelitian terhadap pengusahaan
jasa kepelabuhanan di pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan cabang pelabuhan
kelas utama di bawah pengelolaan PT Pelindo II (Persero) yang merupakan
pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia. Pelabuhan Tanjung Priok ini memiliki
peranan penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian dan perdagangan
Indonesia khususnya wilayah Jakarta dan sekitarnya, yaitu sebagai penunjang
kegiatan perdagangan, keluar masuk barang dan penumpang serta kegiatan
perindustrian seperti industri di Kawasan Berikat Nusantara (Cakung Marunda),
Kawasan Industri Pulo Gadung, Jababeka, Cikarang, Karawaci, Bandung,
Tasikmalaya, Subang dan industri lainnya di provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Akhir-akhir ini PT Pelindo II khususnya cabang Pelabuhan Tanjung Priok
menjadi sorotan media dan pengguna jasa di kepelabuhanan, karena PT Pelindo II
7

Tanjung Priok disiyalir melakukan praktik monopoli. Hal ini dikarenakan


PT Pelindo II Tanjung Priok telah membentuk 14 (empat belas) anak perusahaan dan
afiliasinya serta Kerjasama Operasi (KSO) dengan perusahaan lainnya yang
melakukan usaha di pelabuhan dan di nilai oleh pengusaha lain menyalahi Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (UU Praktik Monopoli) dan melanggar Pasal 2 ayat (2) huruf d
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (UU BUMN) yang menyatakan
kegiatan yang sudah diusahakan swasta tidak bisa diambil alih oleh BUMN.
Beberapa anak perusahaan yang didirikan dan afiliasi PT Pelindo II
diantaranya adalah PT Pelabuhan Tanjung Priok, PT Pengembangan Pelabuhan
Indonesia, PT Indonesia Kendaraan Terminal dan PT Energi Pelabuhan Indonesia3,
menjadi pesaing bagi perusahaan swasta yang sudah ada sebelumnya bahkan
persaingan dalam bisnis pergudangan sampai penyewaan angkutan, sehingga dapat
dikatakan pengusahaan oleh PT Pelindo II dari hulu sampai hilir. Menurut wakil
ketua umum Kadin bidang Tenaga kerja, akibat ekspansi usaha PT Pelindo II ada
ribuan perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan usaha jasa kepelabuhan di
Pelabuhan Tanjung Priok terancam gulung tikar, akibat sulitnya berusaha di
pelabuhan menyusul ekspansi melalui anak usaha PT Pelindo (Persero).4
Penguasaan oleh PT Pelindo II bersama anak perusahaanya mengakibatkan
pelaku usaha seperti Organisasi Angkutan Darat (Organda) bersama para supir truk,
perusahaan-perusahaan

bongkar muat

yang selama ini

bergerak dibidang

Budi Seno, 2013, Persaingan Usaha ITF: Upaya Monopoli akan Membentuk Kartel,
Poskotanews.com diunduh tanggal 3 Januari 2014
4
Ibid

pengangkutan dan bongkar muat di pelabuhan melakukan demo di Pelabuhan


Tanjung Priok. Aksi demo tersebut telah menyebabkan lumpuhnya aktifitas di
pelabuhan Tanjung Priok. Para pelaku usaha kesulitan bersaing dengan PT Pelindo II
dan anak usahanya dan berdampak pada beberapa perusahaan swasta yang sudah ada
selama ini akan bangkrut dan karyawannya akan kehilangan pekerjaannya di
pelabuhan Tanjung Priok. Ekspansi usaha yang dilakukan oleh PT Pelindo II
dikeluhkan oleh pengusaha pelabuhan yang tergabung dalam Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) Indonesia, mereka menilai PT Pelindo II melakukan monopoli
dengan hanya mengejar keuntungan dan mengesampingkan sisi pelayanan. Mereka
bahkan siap menempuh langkah hukum dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah
Konstitusi (MK) termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Mengacu pada aturan hukum Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Praktik
Monopoli), PT Pelindo II yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dapat dikatakan memiliki posisi sangat dominan di Pelabuhan Tanjung Priok. Pasal
25 UU Praktik Monopoli menetapkan suatu pelaku usaha dapat dikategorikan
memiliki posisi dominan, bila pelaku usaha tersebut menguasai 50% pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu, sebagai indikasi adanya monopoli. Namun disisi
lain terdapat pengecualian bagi BUMN atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk
boleh melakukan praktik monopoli sesuai Pasal 51 UU Praktik Monopoli
menyatakan bahwa monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan
produksi dan/ atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang
banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara diatur dengan
9

Undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan usaha Milik Negara (BUMN) dan
atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
Sedangkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU
Pelayaran) telah memisahkan fungsi regulator dan operator. Fungsi regulator oleh
Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Daerah, sedangkan fungsi operator oleh
perusahaan termasuk swasta, BUMN dan BUMD. UU Pelayaran juga membuka
peluang sebesar-besarnya bagi perusahaan mana saja untuk melakukan usaha jasa
kepelabuhanan setelah memiliki ijin Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Sejak tahun
2009 sampai sekarang ini (2014) sudah terbentuk 185 (seratus delapan puluh lima)
perusahaan yang sudah mendapatkan izin sebagai BUP dari Menteri Perhubungan.
Hal ini membuktikan bahwa setelah berlakunya UU Pelayaran Tahun 2008 telah
memberikan peluang dan kesempatan kepada BUP untuk melakukan usaha di
pelabuhan.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti dalam
penelitian ini yaitu:
1.

Apakah dengan penguasaan pangsa pasar jasa kepelabuhanan lebih dari 50 %


(lima puluh persen) oleh PT Pelindo II di pelabuhan Tanjung Priok dapat
dikatakan melanggar UU Praktik Monopoli?

10

2.

Apabila PT Pelindo II dikatakan monopoli dengan menguasai pangsa pasar lebih


dari 50 % (lima puluh persen), namun berdasarkan Pasal 51 UU Praktik
Monopoli, Apakah PT Pelindo II Cabang Tanjung Priok sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dikecualikan untuk dapat melakukan praktik monopoli
atas pengusahaan jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Tanjung Priok?

3.

Bagaimana kondisi seharusnya pengaturan pengusahaan dan pengawasan jasa


kepelabuhanan di Indonesia khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga
tercipta iklim usaha yang sehat dan harmonis?

C.

Tujuan Penelitian
1. Tujuan Subjektif:
a. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terutama mengenai
teori-teori yang telah penulis peroleh dalam perkuliahan.
b. Untuk memperoleh data dan pengetahuan sebagai hasil penelitian untuk
menjawab permasalahan yang ada dalam rangka memudahkan penyusunan
penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Magister
Hukum, serta untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu hukum.
2. Tujuan Objektif:
a.

Untuk

dapat

mengetahui

pengusahaan

jasa

kepelabuhanan

oleh

PT Pelindo II Cabang Tanjung Priok tidak bertentangan dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.

11

b.

untuk mengetahui kriteria suatu perusahaan BUMN yaitu PT Pelindo II


dikecualikan untuk dapat melakukan monopoli sesuai Pasal 51 UU Praktik
Monopoli.

c.

Untuk dapat mengetahui langkah-langkah ideal yang diambil/diputuskan


oleh Pemerintah dan/atau Direksi PT Pelindo II dalam kegiatan
pengusahakan jasa kepelabuhanan di Indonesia khususnya di Pelabuhan
Tanjung Priok, sehingga tercipta persaingan usaha sehat dan harmonis sesuai
ketentuan yang berlaku.

D.

Manfaat Penelitian
Dalam membahas tesis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu hukum bisnis
yang berkaitan dengan pengusahaan jasa kepelabuhanan ditinjau dari UU Praktik
Monopoli.
2. Manfaat Praktis
Dari segi praktis, diharapkan melalui penelitian ini akan memberikan sumbangan
informasi bagi praktisi dan pengusaha tentang pengusahaan jasa kepelabuhanan
dan kemungkinan adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah
sebagai regulator dalam membuat peraturan perundang-undangan dalam
menentukan kebijakan di bidang pengusahaan jasa kepelabuhanan. Disamping

12

itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan perguruan
tinggi, peneliti, instansi dan lembaga yang terkait dengan hukum bisnis
khususnya dibidang kepelabuhanan.
E.

Keaslian Penelitian
Terkait

dengan

judul

tesis

Pengusahaan

Jasa

Kepelabuhanan

oleh

PT Pelindo II Pada Pelabuhan Tanjung Priok Ditinjau Dari UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sejauh
pengamatan penulis belum pernah dilakukan.

Hal ini berdasarkan penulusuran

kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum dan Perpustakaan Pasca sarjana


Universitas Gadjah Mada, kepustakaan kampus lainnya dan internet, tesis ini belum
ada yang meneliti, karena hal ini merupakan objek yang menarik dan berguna untuk
diteliti, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan membahas lebih jauh mengenai hal
tersebut.
Setelah melakukan penelusuran pada perpustakaan Fakultas Hukum, dan
Internet, penulis menemukan dua penelitian yang relevan dengan penulis lakukan.
Penelitian pertama dilakukan oleh Amelinda Surjanto5 dengan judul Keberadaan
Otoritas

Pelabuhan

Dalam

Pelayanan

Jasa

Kepelabuhanan

dan

Terhadap

Kewenangan PT Pelindo III (Persero) Dalam Pengelolaan Asetnya Dihubungkan


dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan UU Praktik
Monopoli tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
5

Amelinda Surjanto, 2014, Keberadaan Otoritas Pelabuhan Dalam Pelayanan Jasa Kepelabuhanan
dan Terhadap Kewenangan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Dalam Pengelolaan Asetnya Dihubungkan
dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan Undang-undang No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Padjajaran, Bandung, diunduh dari http://fh.unpad.ac.id/ tanggal 10 Februari 2014

13

Permasalahan yang diambil adalah bagaimana kewenangan otoritas pelabuhan dalam


pengelolalaan pelabuhan dihubungkan dengan UU Praktik Monopoli Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Bagaimana
kewenangan yang dimiliki PT Pelindo III (Persero) terhadap asset-aset yang dimiliki
BUMN dengan lembaga Otoritas Pelabuhan. Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif dengan metode deskriptif analisis. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa kewenangan yang dimiliki oleh Otoritas pelabuhan tidaklah dapat
dikatakan monopoli terhadap pengelolaan pelayanan jasa kepelabuhanan secara
komersil, Otoritas Pelabuhan tidak memenuhi syarat untuk dapat dikatakan
melakukan monopoli atau praktik monopoli.
Ada dua perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan.
Pertama objek penelitian, Amelinda Surjanto mengangkat objek Otoritas pelabuhan
sedangkan penulis sendiri mengambil objek PT Pelindo II Cabang Tanjung Priok.
Sedangkan perbedaan kedua yaitu permasalahan yang menjadi topik pembahasan.
Penelitian kedua dilakukan oleh Fikry Yonesyahardi6, dengan judul Tinjauan
Hukum Persaingan Usaha Mengenai Liberalisasi Pelabuhan Sebagai Implementasi
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Studi Kasus: PT Pelindo
II. Pokok permasalahan pertama yang dibahas dalam penelitian ini adalah
bagaimana pengaturan terhadap monopoli sektor pelabuhan oleh PT Pelindo II
sebagai BUMN dalam UU Praktik Monopoli dan UU Pelayaran. Permasalahan kedua
bagaimana dampak penerapan UU Pelayaran terhadap sektor kepelabuhan Indonesia
6

Muhammad Fikry Yonesyahardi, 2014, Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Mengenai Liberalisasi
Pelabuhan Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran (Studi Kasus: PT
Pelabuhan Indonesia II (Persero), Fakultatas Hukum Universitas Indonesia, 2012 diunduh dari
http://lontar.ui.ac.id / tanggal 11 Februari 2014

14

yang dikelola sepenuhnya oleh PT Pelindo II. Penelitian ini menggunakan metode
yuridis normatif dengan menggunakan sebagian besar dari studi kepustakaan. Hasil
penelitian menyatakan bahwa liberalisasi pelabuhan memiliki dampak yang
signifikan terhadap penyelenggaraan kepelabuhanan dan persaingan usaha tidak
sehat.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah objek
penelitian yaitu PT Pelindo II sedangkan perbedaannya adalah data yang digunakan
oleh Fikry Yonesyahardi hanya menggunakan data kepustakaan sedangkan data yang
digunakan penulis merupakan data kepustakaan dan data primer yaitu berupa
wawancara dan observasi. Sedangkan perbedaan selanjutnya adalah pada pokok
permasalahan yang lebih sederhana tanpa memberikan solusi untuk mengatasi
keadaan yang terjadi pada PT Pelindo II.
Sedangkan penulis ingin meneliti sejauh mana PT Pelindo II dapat dikatakan
monopoli menurut UU Praktik Monopoli dan pengecualian dalam UU Praktik
Monopoli yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta mencoba
memberikan masukan tentang persaingan yang sehat pada pengusahaan jasa
kepelabuhanan.

15

Anda mungkin juga menyukai