Anda di halaman 1dari 11

PENGUJIAN PENGUKURAN GAS AMONIA

Peminatan Kesehatan Lingkungan Dan Kesehatan Kerja

TRI SUKSESI RARASTITI

10029148

NURHIDAYAH BAKRI

10029171

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2014

PENGUJIAN PENGUKURAN GAS AMONIA


A. TUJUAN
1. Mengetahui cara mengukur gas amonia di udara ambient
2. Mengetahui kadar amonia di udara
B. TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Penelitian United Nation Environmental Program (UNEP) pada tahun
1996 lalu menyebutkan pencemaran udara di kota Jakarta berada di urutan ketiga
dunia, setelah kota Meksiko dan Bangkok. Parameter yang diukur dalam hal ini
adalah kerbonmonoksida (CO), sulfur dioksida (SO 2), hidrokarbon (CH4), timah
hitam (Pb) dan partikel debu. Penyebab utama tingginya konsentrasi masing-masing
polutan tersebut, diperkirakan berasal dari gas buangan kendaraan bermotor.
Selain CFC (Chloro Fluoro Carbon), gas buangan kendaraan bermotor berupa
NO2, CO, CO2, CH4, selain merupakan gas-gas yang memberikan sumbangan cukup
besar dalam peningkatan panas bumi juga gas-gas tersebut dapat mengurangi lapisan
ozon (O3) di angkasa sehingga sinar UV matahari tidak ada yang menghalanginya ke
Bumi.
Hal ini bisa menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup terutama
terhadap manusia seperti terjadinya katarak pada mata dan kanker kulit. Sedangkan
gas-gas SO2 dan juga NO2 dapat menimbulkan hujan asam, sehingga bahan bangunan
dapat mengalami kerusakan dan juga kesuburan tanah akan berkurang.
Dilihat dari sumber-sumber penyebab terjadinya pencemaran udara, maka
dapat kita bagi atas 3 sumber, yaitu:
1. Kendaraan bermotor
Terutama di kota-kota besar, penambahan kendaraan bermotor cukup pesat
setiap tahunnya sehingga kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar yang
sangat potensial dalam menurunkan kualitas udara ambient karena mengandung gas
polutan berupa NO2, CO, CO2, CH4 yang terdistribusi secara sempurna ke udara
sebab kendaraan bermotor bergerak ke segala arah.
Untuk mengurangi konsentrasi gas buangan kendaraan bermotor tersebut di
udara, bahan bakar yang dipakai haruslah ramah lingkungan seperti bahan bakar gas
(BBG), energi listrik, energi matahari maupun alkohol (Gasohol)
2. Gas emisi dari cerobong pabrik (Stack/Chimney)

Gas emisi dari stack juga merupakan penyumbang dalam penurunan kualitas
udara ambient. Adapun gas emisi yang keluar dari cerobong pabrik ke udara
(atmosfir) bergantung dari jenis maupun proses industri tersebut. Gas-gas emisi yang
keluar dari cerobong pabrik dapat berupa:
a. Uap seperti HCl, HF, Hg,
b. Gas-gas seperti NO2, Cl2, H2S, NH3, SO2
c. Partikel seperti debu, logam-logam
Untuk mengurangi tingginya konsentrasi gas-gas emisi yang dibuang ke
udara bebas, perlu dilakukan beberapa pengendalian pencemaran seperti pemilihan
teknologi bersih, penggunaan scrubber, electrostatic precipitator (EP), dll.
3. Gas-gas yang berasal dari letusan gunung berapi, dapat berupa HCl, H2S, SO2, dll.
Amoniak merupakan bahan kimia yang bersifat basa, dalam bentuk gas sangat
bersifat iritan, tidak berwarna dan memiliki bau yang sangat tajam dan membentuk
larutan amonium hidroksida yang dapat menyebabkan iritan dan terbakar. Amoniak
sering digunakan dalam produksi peledakan, farmasi, pestisida, tekstil, bahan bahan yang
terbuat dari kulit bintang, pencegah api,plastic kertas dan bubur kertas, karet, petroleum,
dan sianida.
C. METODE SAMPLING DAN ANALISIS GAS
Ada beberapa metode sampling gas polutan yang biasa digunakan untuk
pemantauan kualitas udara bergantung kepada jenis gas polutan yang akan dianalisis.
Pada bagian ini terutama akan dibahas masalah metode sampling dengan cara
adsorpsi yaitu menggunakan larutan penyerap (absorbser)
Metode penangkapan gas menggunakan larutan penyerap telah banyak dan
telah lama digunakan, karena pengerjaannya cukup sederhana dan memberikan
ketelitian yang cukup tinggi. Larutan penyerap yang digunakan harus dapat
melarutkan gas-gas yang disampling atau harus dapat bereaksi dengan gas-gas
tersebut. Kemudian setelah gas-gas tersebut disampling, maka untuk mengetahui
konsentrasinya dapat digunakan metode spektrofotometri, kromatografi, dan
elektrometri. Adapun peralatan sampling cara adsorpsi yang biasa digunakan untuk
pemantauan kualitas udara ambient adalah impinger.

D. PRINSIP KERJA
Amoniak di udara ambien yang telah diserap oleh larutan penjerap asam
sulfat, akan membentuk amonium sulfat. Kemudian direaksikan dengan fenol dan
natrium hipoklorit dalam suasana basa, akan membentuk senyawa komplek indofenol
yang berwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.
E. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Peralatan pengambilan contoh uji amoniak seperti Gambar 1 (setiap unit
peralatan disambung dengan selang silikon dan tidak mengalami kebocoran)
b. Prefilter
c. Labu ukur 100 mL; dan 1000 mL;
d. Pipet volumetrik 0,5 mL; 1 mL; 5 mL dan 20 mL;
e. Pipet mikro 1 mL
f. Gelas ukur 100 mL
g. Gelas piala 100 mL; 500 mL; 1000 mL dan 2000 mL
h. Tabung uji 25 mL;
i. Spektrofotometer
j. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg
k. Buret 50 mL
l. Labu erlenmeyer 250 mL
m. Kaca arloji
n. Desikator
o. Oven
p. Termometer
q. Barometer; dan
r. Penangas air.
2. Bahan
a. Larutan penjerap
Masukkan 2 mL H2SO4 97% ke dalam labu ukur 1000 mL yang telah berisi

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

kurang lebih 200 mL air suling dingin yang diletakkan dalam penangas air es
Larutan diencerkan hingga 1000 mL lalu homogenkan.
Larutan natrium nitroprusida (Na2Fe(CN)5NO.2H2O) 2%
Larutan natrium hidroksida (NaOH) 6,75 M
Larutan natrium hipoklarit (NaOCl) 3,7%
Larutan kerja hipoklorit
Larutan fenol (C6H5OH) 45%
Larutan kerja fenol
Larutan penyangga
Masukkan 50 g Na3PO4.12H2O dan 74 mL larutan NaOH 6,75 M ke dalam

piala gelas 2000 mL


i. Larutan induk amoniak 1000 g
j. Larutan standar amoniak 10 g
k. Larutan HCl 1,2 M (untuk pencucian alat-alat gelas)
4

F. CARA KERJA
1. Pembuatan kurva kalibrasi
a. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk alat;
b. Siapkan 6 buah tabung uji 25 mL lalu masukkanke dalamnya larutan standar
amonia masing-masing 0,0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 1,0 mL dan 1,5 mL,
yang mengandung 0 g NH3; 2 g NH3; 4 g NH3; 6 g NH3; 10 g NH3 dan
15 g NH3. Selanjutnya tambahkan larutan penjerap sampai volum 10 mL;
c. Tambahkan berturut-turut ke dalam masing-masing tabung uji 2 mL larutan
penyangga, 5 mL larutan pereaksi fenol dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium
hipoklorit lalu dihomogenkan;
d. Tambahkan air suling ke dalam tabung uji sampai tanda tera, lalu
homogenkan dan didiamkan selama 30 menit;
e. Ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang 630 nm;
f. Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah NH3 (g)
2. Pengujian contoh uji
a. Pindahkan larutan contoh uji ke dalam tabunga uji 25 mL;
b. Tambahkan berturut-turut ke dalam masing-masing tabung uji 2 mL larutan
penyangga, 5 mL larutan pereaksi fenol dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium
hipoklorit lalu dihomogenkan;
c. Tambahkan air suling ke dalam tabung uji sampai tanda tera, lalu
homogenkan dan didiamkan selama 30 menit;
d. Masukkan larutan uji ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, lalu ukur
serapannya dengan panjang gelombang 630 nm;
e. Baca serapan contoh uji kemudian hitung jumlah NH 3 yang diperoleh dari
kurva kalibrasi;
f. Lakukan kembali langkah-langkah diatas untuk pengujian blanko dengan
menggunakan 10 mL larutan penjerap.
G. HASIL KERJA
Data-Data Hasil Pengukuran
1. Lama penghisapan pada kalibrasi
Pengukuran ke
1
2
3
4

Lama hisapan (detik)


18,06
18,58
20,26
20,69

Rata-rata lama penghisapan :


18,06+18,58+ 20,26+20,69

4
5

= 19,375 detik
2. Volume tabung
Volume nominal

3.
4.
5.
6.

= 500 ml
= 0,5 l
Volume terhitung
= 500,084 ml
= 0,500084 l
Waktu pengambilan contoh uji (t) = 30 menit
Tekanan rata-rata selama pengambilan contoh uji (Pa)
= 754 mmHg
Suhu rata-rata selama pengambilan contoh uji (Ta) = 27 oC
= 300 oK
Jumlah NH3 dari contoh uji berdasarkan kurva kalibrasi (Spektrum Fotometri)
a = 20,793 g

Perhitungan
1. Flow rate (F1=F2=F)

volume terhitung ( L) 60 detik


x
lama hisapan(detik ) menit

0,500084 60
x
19,375
1

1,548 L /menit

2. Volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 oC, 760 mmHg (L)
Rumus :
V=

F1 + F 2
P 298
+t + a x
2
T a 760

= volume udara yang diserap dikoreksi pada kondisi normal 25 oC, 760

mmHg
F1

= laju alir awal (L/menit)

F2

= laju alir akhir (L/menit)

= waktu pengambilan contoh uji (menit)

Pa

= tekanan rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg)

Ta

= suhu rata-rata selama pengambilan contoh uji (oK)

1,548+1,548
754 298
x 30 x
x
2
300 760

1,548 x 30 x 2,513 x 0,392


45,748

3. Konsentrasi NH3 di udara ambien


Rumus
a
C= x 1000
V

C = konsentrasi NH3 di udara (g/Nm3)


a

= jumlah NH3 dari contoh uji berdasarkan uji kalibrasi (g)

V = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 oC, 760
mmHg
1000

= konversi dari L ke m3

20,793
x 1000
45,748

454,512 g/ Nm
0 , 455 mg/m

Jadi, konsentrasi amoniak di udara ambient adalah 0,455 mg/m3


H. PEMBAHASAN
Dari hasil perhitungan diatas diperolah didapatkan hasil konsentarasi amoniak
di udara ambient di sekitar kantor Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Yogyakarta
adalah 0,455 mg/m3.
Berdasarkan SK MENAKER SE 01/MEN/1997, nilai ambang batas amoniak
di udara disekitar tempat kerja adalah 17 mg/m3.

Jika dibandingkan dengan SK MENAKER, maka kadar amoniak hasil


perhitungan ini masih sangat jauh dari NAB dan dapat disimpulkan udara di sekitar
kantor Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Yogyakarta aman untuk dihirup.
Ada beberapa kemungkinan mengapa angka ini sangat jauh dari NAB.
1. Pengambilan sampel dilakukan diluar ruangan dan disekitarnya terdapat banyak
tubuhan. Hal ini menyebabkan udara di sekitar tempat pengambilan samping
menjadi kaya akan oksigen. Tumbuhan tersebut akan menyerap NH3 dan
melepaskan O2 ke udara bebas.
2. Pengambilan sampel dilakukan jauh dari jalan raya dan pabrik yang merupakan
tempat dengan kadar amoniak tinggi.
3. Pengambilan sampel yang cepat yakni 30 menit. Hal ini dapat menyebabkan
amoniak di udara seketar tidak diambil secara maksimal.
4. Kesalahan-kasalahan dalam pengukuran maupun pencampuran larutan-larutan
pereaksi juga dapat menjadi penyebabnya.
Agar pangujian yang dilakukan dapat maksimal, maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yakni :
1. Persiapan Sampling
Sebelum melakukan sampling terhadap kualitas udara ambient, terlebih
dahulu perlu didapatkan data-data pendukung meteorologi seperti:
a. Arah angin (wind direction)
Peralatan sampling untuk pemantauan kualitas udara ambient
sebaiknya ditempatkan mengarah datangnya angin. Arah angin yang dipakai
sebagai acuan adalah Arah Angin Dominan, yaitu arah angin yang paling
dominan pada hari, bulan, tahun di kota-kota tertentu, yang disebut juga
dengan istilah Wind Rose atau Rose Angin. Jadi bukanlah arah angin sesaat
yang dipakai sebagai acuan dalam penempatan peralatan sampling, kecuali
bila memang suatu daerah tidak mempunyai rose angin dominan, dapat
digunakan arah angin sesaat. Untuk memperoleh data arah angin dominan
pada suatu kota, dapat dimintakan ke Badan Metereologi dan Geofisika.
b. Kecepatan angin
Kecepatan angin juga memegang peranan amat penting terhadap
ukuran partikel-partikel gas yang akan disampling. Adapun ukuran partikel
udara/gas yang disampling berkisar 4-3 m, dan diharapkan perbandingan
8

kecepatan angin dengan kecepatan udara yang disampling terdapat efisiensi


fraksinasi adalah 1:1.
Sama halnya dengan arah angin, kecepatan angin dominan pun dapat
dimintakan ke Badan Metereologi dan Geofisika. Bila mana tidak didapatkan
datanya, maka pengukuran kecepatan angin dapat dilakukan menggunakan
anemometer. Idealnya kecepatan angin saat melakukan sampling, tidak
melebihi dari 7 m/detik.
c. Tekanan dan suhu udara
Tekanan dan temperatur udara pada saat sampling juga perlu diketahui
karena parameter ini digunakan untuk menghitung volume udara yang
sebenarnya disampling pada tekanan 1 atm dan suhu 25 oC.

Vs=V x

P
298
x o
760 (t + 273)

Dimana :
Vs = Volume udara yang sebenarnya disampling dan dikonversikan pada
tekanan 1 atm dan suhu 25 oC (liter)
V = Volume udara yang disampling (liter)
P = Tekanan udara pada waktu sampling (mmHg)
t

= Suhu udara pada waktu sampling (oC)

d. Waktu dan lamanya sampling


Waktu dan lamanya pengambilan contoh juga perlu dipikirkan agar
sampling yang dilakukan benar-benar efektif dan mewakili. Dalam
melakukan monitoring biasanya waktu pengambilan contoh perlu dicatat
apakah pada pagi hari, siang, malam atau selama 24 jam. Sedangkan lama
waktu pengambilan contoh udara (beberapa jam), tergantung pada besarnya
konsentrasi zat pencemar. Bila konsentrasi zat pencemar di udara cukup
tinggi, maka lamanya pengambilan contoh dapat dipersingkat. Sebaliknya
bila konsentrasi zat pencemar kecil, maka lamanya pengambilan contoh perlu
diperpanjang.
9

2. Titik Sampling
Disebabkan banyaknya faktor-faktor yang bisa mempengaruhi konsentrasi
zat pencemar di udara, maka sangatlah sukar untuk menetapkan dimana titik
sampling sebenarnya yang harus ditetapkan. Untuk mengatasi masalah ini perlu
dilakukan kajian-kajian analisis dalam hal menentukan titik sampling secara acak
(random) agar data-data analisis kimia yang diperoleh nantinya dari pengambilan
contoh udara pada titik-titik sampling secara random mencerminkan konsentrasi
analit yang dipantau.
Pemantauan kualitas udara ambient biasanya dilakukan pada beberapa
daerah atau areal yaitu:
a. Areal perumahan (urban area)
Pengambilan contoh udara di daerah perumahan/pemukiman perlu
dilakukan karena menyangkut kesehatan masyarakat akibat keterpaparan
(exposure) oleh zat-zat polutan yang dibuang ke udara oleh sumber
pencemaran. Periode lamanya waktu sampling pada areal pemukiman ini
adalah selama 24 jam dengan beberapa macam ketinggian yaitu 0,5; 1; 1,5;
dan 2 meter.
b. Ruang kerja (Workplace)
Ada beberapa tujuan dilakukannya sampling di ruang kerja antara lain
ialah:

Untuk mengevaluasi resiko bahaya yang mungkin timbul terhadap pekerja

akibat udara ruang kerja mengandung zat polutan


Untuk mengukur konsentrasi polutan yang sebenarnya terekspos kepada

seorang pekerja
Untuk menyelidiki keluhan-keluhan pekerja ataupun masyarakat sekitar
industri terhadap gas polutan yang keluar secara tidak disengaja.
Pemantauan titik sampling pada ruangan kerja biasanya sekitar 5 atau

6 titik sampling yaitu berdasarkan kepada beberapa faktor yang


mempengaruhi yaitu banyaknya volume udara yang bergerak sehingga
mempengaruhi konsentrasi gas polutan di ruangan (mengalami pengenceran),
arah pergerakan udara, mobilitas pekerja, kecepatan dan laju alir gas polutan
di ruang kerja. Biasanya ketinggian pengambilan contoh udara berkisar dari
0,75 m s/d 2 m.
10

c. Jalan raya (traffic air)


Untuk mengetahui kualitas udara jalan raya, perlu dilakukan
pengambilan contoh udara yang mewakili yaitu berjarak 5 s/d 15 meter dari
pinggir jalan raya dan dengan ketinggian sampling 2 5 meter.
I. KESIMPULAN
1. Prinsip kerja pengujian amoniak pada udara ambien dalam praktikum ini adalah
Aoniak di udara ambien yang telah dijerap oleh larutan penjerap asam sulfat.
Kemudian direaksikan dengan fenol dan natrium hipoklorit dalam suasana basa,
akan membentuk senyawa komplek indofenol yang berwarna biru. Intensitas
warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 630 nm.
2. Kadar amoniak (NH3) di Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja adalah 0,455
mg/m3.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010, Kumpulan Modul Praktek Laboratorium Hiperkes Bagi Mahasiswa,
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov. DIY, Yogyakarta.
Sumamur, 1996, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, PT. Toko Gunung Agung,
Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai