Faktor Resiko
a. Faktor Intrinsik
1) Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia
produktif (15 - 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demograf
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia
lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga
sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.
2) Jenis kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih
tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agent penyebab TB-Paru.
3) Sosial ekonomi
Disini sangat erat dengan
keadaan rumah,
kepadatan
hunian,
kepadatan
hunian,
lingkungan
dan
sanitasi
tempat
bekerja
yang
buruk
dapat
memudahkan penularan TB. Selain itu, setiap individu yang yang tinggal di
Brunner
and
Brunner
and
Penyakit.
Jakarta : EGC
3. Epidmiologi
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat
182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per
100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia
tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka
mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina.
Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia
tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
Berdasarkan penjaringan suspek per provinsi tahun 2008-2010 (triwulan 1) tersebut
menggambarkan bahwa terdapat 14 provinsi yang mengalami peningkatan angka penjaringan suspek,
yaitu Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Banten,
Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawresi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat,
Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat. Peningkatan angka penjaringan suspek mempunyai range 8123 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan peningkatan angka penjaringan suspek terendah adalah
Provinsi Maluku (123 per 100.000 penduduk) dan tertinggi adalah Provinsi Sumatera Utara (8 per
100.000 penduduk),
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Di
Indonesia.
4. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru,
Tuberkulosis dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk menongens, ginjal, tulang, dan
nodus/kelenjar limfe. Agen infeksius utamanya adalah Mycobacterium tuberculosis, tetapi ada agen lain
yaitu M. Bovis, dan avium (jarang terjadi berkaitan dengan infeksius tuberkulosis).
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ;
Brunner
and
Brunner
and
Penyakit.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Indonesia.
Menurut DEPKES RI tahun 2006, kalsifikasi TB adalah sebagai berikut:
Di
Pertama.
Liannya
Pembagian secara patologis
a. Tuberkulosis primer (Child hood tuberculosis)
b. Tuberkulosis ost primer (Adult tuberculosis)
Pembagian secara aktivitas radiologis
a. Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif
b. Tuberkulosis non aktif
c. Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)
Pembagian secara radiologis
a. Tuberkulosis minimal
Terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapasitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya
tidak melebihi satu lobus paru.
b. Moderaterali advance tuberculosis
Adanya kapasitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari
bagian paru. Bila bayangan kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
Berdasarkan terapi
a. Kategori 1
Ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat.
b. Kategoti 2
Ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif.
c. Kategori 3
Ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain
dari yang disebut dalam kategoti 1.
d. Kategori 4
ditujukan terhadap TB kronik.
Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat (american thorasic society)
a. Kategori 0
Tidak pernah terpajan dan terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
b. Kategori 1
Terpajan tuberculosis tapi tidak terbukti adanya, infeksi, disini riwayat kontakm posotif, tes tuberkulin
negatif.
c. Kategori 2
Terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
d. Kategori 3
Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Kusuma, hardi dan Nurarif, Amin Huda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
NOC: Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
NANDA NIC-
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
Deteksi DNA kuman secara spesifk melalui amplifkasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
specimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi
2) Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase mengunakan
alat
histogen
f. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
g. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
4) Radiologi
a. Foto thorax
Infltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fbrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih
berat dapat mencakup area berlubang dan fbrous. Pada foto thorax tampak
pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
b. Bronchograf
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
c. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC
adalah penebalan
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Pengobatan TB
Bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Menurut Depker RI pengobatan TB ada dua tahap, yaitu:
1. Tahap intensif (2-3 bulan)
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat. Obat yang diberikan pada tahap ini yaitu isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin, etambutol.
2. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap ini penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan
jenis obat lebih sedikit. Tahap ini penting untuk membunuh kuman persisten
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Obat yang dipakainya pun
sama dengan obat pada tahap intensif, tapi bedanya pada tahap ini tidak memakai
obat streptomisin.
Prinsip Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
- OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-
Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT : Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan
Pertama.
9. Pencegahan
- Ventilasi ruangan.
Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di mana
udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela dan
menggunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan luar. Selain itu, juga
Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam
-
tempat tidur.
Tutup mulut menggunakan masker.
Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ketika di diagnosis TB
merupakan
langkah pencegahan
TBC secara
efektif.
Jangan
lupa
untuk
sabun)
Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya
dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
Mengurangi aktivitas kerja dan menenangkan pikiran.
Tidak melakukan kontak udara dengan penderita.
Memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi tanda &
penderita TB.
Membersihkan lingkungan dari tempat kotor dan lembab.
Menjaga standart hidup yang baik seperti memiliki gaya hidup yang sehat.
Imunisasi pada orang-orang kontak dekat dengan penderita TB seperti (keluarga,
perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi. Imunisasi
dengan
Meningkatkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
( DEPKES RI,2006 ; Hiswani, 2011;Hastomo,Sunoto, 2009)
imunisasi
BCG
tetap
bermanfaat
untuk
memperkecil
Di
Indonesia.
Menurut Smeltzer dan Bare, ada beberapa hal yang menjadi potensi komlplikasi dari tuberkulosis yaitu sebagai
berikut:
1. Masukan nutrisi tidak adekuat dan malnutrisi
Hal ini mungkin menjadi konsekuensi dari gaya hidup pasien, kurang pengetahuan tentang
nutrisi yang adekuat dan peranannya dalam pemeliharaan kesehatan, kurangnya sumber-sumber,
keletihan atau kurang nafsu makan karena batuk dan pembentukan sputum.
2. Efek samping terapi medikasi
Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan gastrointestinal. Hal ini karena pasien
diinstruksikan untuk meminum obat dalam keadaan perut kosong atau setidaknya 1 jam sebelum makan
oleh karena makanan dapat menganggu penyerapan obat. Pasien yang mendapat INH harus menghindari
makanan yang mengandung tiramin dan histamin (tuna, keju tua, anggur merah, kecap, ekstrak ragi),
yang dapat mengakibatkan sakit kepala, kemerahan, hipotensi, kepala terasa melayang, palpitasi, dan
diaforesis.
3. Resistensi obat
Lamanya pengobatan sering kali menyebabkan pasien menghentikan pengobatannya. Kegagalan
untuk mematuhi regimen pengobatan yang diresepkan mengakibatkan resistensi obat.
4. Penyebaran infeksi tuberkulosis
Penyebaran infeksi TB ke bagian tubuh nonpulmonal dikenal sebagai TB miliaris. TB ini
diakibatkan oleh invasi aliran darah. Biasanya invasi ini terjadi akibat reaksi lambat infeksi dorman
dalam paru atau tempat lain menyebar melalui darah ke oragan lainnya.
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ;
Brunner
and
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan Pertama.
Kusuma, hardi dan Nurarif, Amin Huda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC:
Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Media Hardy
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah; Brunner and Suddarth.
Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC
Adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan sehingga tidak
Tb miliar
Hanya terjadi pada pasien yang mempunyai imunitas seluler tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi
pada bayi atau anak usia kurang dari 5 tahun yang belum mempunyai imunitas yang bagus.
Dapat pula terjadi pada keganasan, malnutrisi, alkoholisme, atau penggunaan imunosupresif,
serta penderita HIV.