Anda di halaman 1dari 12

1.

Faktor Resiko
a. Faktor Intrinsik
1) Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia
produktif (15 - 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demograf
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia
lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga
sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.
2) Jenis kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih
tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agent penyebab TB-Paru.
3) Sosial ekonomi
Disini sangat erat dengan

keadaan rumah,

kepadatan

hunian,

lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk


dapat memudahkan penularan TB. Pendapatan keluarga sangat erat juga
dengan penularan TB, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak
dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
4) Status gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi
dan lain- lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga
rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor
penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa
maupun anak-anak.
5) Status imun
Individu dengan imunosupresfi yaitu lansia, pasien dengan kanker, mereak yang dalam
terapi kortokisteroid, atau mereka yang terinfeksi HIV memiliki resiko tinggi terkena penyakit
TB. Status imun yang redah dapat diakibatkan pula karena perawatan kesehatan yang tidak
adekuat seperti pada tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas, anak-anak dibawah usia 15
tahun dan dewasa muda yang berusia 15 - 44 tahun.
6) Penyakit yang diderita sebelumnya
Penyakit yang dimaksud antara lain adalah diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis,
penyimpangan gizi bypass gastreoktomi, atau yeyunoineal.
7) Penggunaan obat-obat IV atau alkoholik
b. Ekstrinsik
1) Lingkungan.
Disini sangat erat dengan keadaan rumah,

kepadatan

hunian,

lingkungan perumahan yang berada di daerah perumahan bersubstandar


kumuh,

lingkungan

dan

sanitasi

tempat

bekerja

yang

buruk

dapat

memudahkan penularan TB. Selain itu, setiap individu yang yang tinggal di

institusi seperti misalnya fasilitas perawatan jangka panjang, institusi


psikiatirk, dan openjara memiliki resiko TB.
2) Pekerjaan
Pekerjaan yang lebih sering terpapar udara kotor (penambang pasir)
dapat meningkatkan morbiditas gejala penyakit saluran pernapasan. Selain
itu, jenis pekerjaan mempengaruhi pendapatan keluarga yang berdampak
pada pola hidup sehari-hari seperti konsumsi makanan, pemeliharaan
kesehatan, dan kondisi tempat tinggal.
c. Faktor Lainnya
1) Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi, seperti Asia Tenggara, Afrika, Amerika
Latin, dan Karibia.
2) Balita tanpa imunisasi BCG.
3) Seseorang yang kurang olahraga akan meningkatkan resiko terkena TB.
4) Tergantung banyaknya organisme yang terdapat di udara.
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ;

Brunner

and

Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC


2. Etiologi
Tuberculosis disebabkan karena Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini bersifat aerobik tahan
asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet serta memiliki
ukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm (lebih kecil dari sel darah merah). Selain itu, bakteri ini dapat menjadi
organisme patogen ataupun saprofit.
Penularan TB dari orang ke orang lain melalui transmisi udara. Individu terinfeksi, melalui
berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 10) dan
kecil (1 - 5). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup
oleh individu yang rentan.
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ;

Brunner

and

Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC


Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit.

Jakarta : EGC
3. Epidmiologi
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat
182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per
100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia
tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka

mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina.
Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia
tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
Berdasarkan penjaringan suspek per provinsi tahun 2008-2010 (triwulan 1) tersebut
menggambarkan bahwa terdapat 14 provinsi yang mengalami peningkatan angka penjaringan suspek,
yaitu Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Banten,
Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawresi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat,
Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat. Peningkatan angka penjaringan suspek mempunyai range 8123 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan peningkatan angka penjaringan suspek terendah adalah
Provinsi Maluku (123 per 100.000 penduduk) dan tertinggi adalah Provinsi Sumatera Utara (8 per
100.000 penduduk),
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan

Di

Indonesia.
4. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru,
Tuberkulosis dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk menongens, ginjal, tulang, dan
nodus/kelenjar limfe. Agen infeksius utamanya adalah Mycobacterium tuberculosis, tetapi ada agen lain
yaitu M. Bovis, dan avium (jarang terjadi berkaitan dengan infeksius tuberkulosis).
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ;

Brunner

and

Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC


5. Manifestasi
Menurut Price dan Wilson, gejala akibat TB adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih
dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam tingkat rendah, menggigil,
keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan (anoreksia), dan penurunan berat badan. Batuk
yang terjadi mungkin bisa dari nonproduktif, tetapi berkembang ke arah pembentukan sputum
makropurulen dengan hemoptasis.
Menurut Smeltzer dan Bare, TB dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti
perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam anoreksia, dan penurunan berat bada. Basil TB
dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ;

Brunner

and

Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC


Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Jakarta : EGC
6. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru indonesia, TB diklasifikasikan seperti dibawah ini:

Penyakit.

1) Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)


a. Tuberkulosis paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan
radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis
2) Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani
kasus tuberkulosis.
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap.
-

Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.


Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan
serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologis.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Indonesia.
Menurut DEPKES RI tahun 2006, kalsifikasi TB adalah sebagai berikut:

Di

1) Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh Yang Terkena


a. Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang

(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.


TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan

Pertama.

Liannya
Pembagian secara patologis
a. Tuberkulosis primer (Child hood tuberculosis)
b. Tuberkulosis ost primer (Adult tuberculosis)
Pembagian secara aktivitas radiologis
a. Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif
b. Tuberkulosis non aktif
c. Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)
Pembagian secara radiologis
a. Tuberkulosis minimal
Terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapasitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya
tidak melebihi satu lobus paru.
b. Moderaterali advance tuberculosis
Adanya kapasitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari
bagian paru. Bila bayangan kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
Berdasarkan terapi
a. Kategori 1
Ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat.
b. Kategoti 2
Ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA positif.
c. Kategori 3

Ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain
dari yang disebut dalam kategoti 1.
d. Kategori 4
ditujukan terhadap TB kronik.
Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat (american thorasic society)
a. Kategori 0
Tidak pernah terpajan dan terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
b. Kategori 1
Terpajan tuberculosis tapi tidak terbukti adanya, infeksi, disini riwayat kontakm posotif, tes tuberkulin
negatif.
c. Kategori 2
Terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
d. Kategori 3
Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Kusuma, hardi dan Nurarif, Amin Huda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
NOC: Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.

NANDA NIC-

Yogyakarta : Media Hardy

7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
Deteksi DNA kuman secara spesifk melalui amplifkasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
specimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi
2) Tes Peroksida Anti Peroksidase (PAP)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase mengunakan

alat

histogen

imunoperoksidase skrining untuk menentukan IgG sepesifk terhadap basil


tuberkulosis paru.
3) Pemeriksaan Laboratorium
a. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
d. Laju endap darah :
Anemia bila penyakit berjalan menahun
Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
e. Analisa gas darah : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.

f. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
g. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
4) Radiologi
a. Foto thorax
Infltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fbrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih
berat dapat mencakup area berlubang dan fbrous. Pada foto thorax tampak
pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
b. Bronchograf
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
c. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC

adalah penebalan

pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio


lusen dipinggir paru atau pleura).
5) Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infltrasi parenkim/fbrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural.
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Somantri Irman, 2007
a. Promotif
- Penyuluhan kepada masysrakat apa itu TBC
- Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya ,cara penularan,cara
encegahan.faktor resiko TB
- Mensosialisasikan BCG di masyrakat
b. Preventif
- Vaksinasi BCG
- Menggunakan Isoniazid (INH)
- Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
- Bila ada gejala-gejala TBC segera ke RS/ Puskesmas,agar dapat diketahui
sejak dini
c. Kuratif
- Pemberian obat anti mikroba dalam jangka waktu yang lama
- Kombinasi isoniazid (hidrazid asamisonikotinat = INH) dengan etambutol
(EMB) / rifampisin (RIF). Dosis INH untuk dewasa 5 10 mg/kg atau
sekitar 300 mg/kg EMB , 25 mg/kg selama 60 hari kemudian 15 mg/kg
dan RIF 600 mg sehari sekali.

American Thoracic Socisty (ATS) merekomendasikan kemoterapi jangka

pendek dengan penderita TB paru 6 / 9 bulan.


Fisioterapi dan Rehabilitasi dan konsultasi secara teratur.

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Pengobatan TB
Bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Menurut Depker RI pengobatan TB ada dua tahap, yaitu:
1. Tahap intensif (2-3 bulan)
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat. Obat yang diberikan pada tahap ini yaitu isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin, etambutol.
2. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap ini penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan
jenis obat lebih sedikit. Tahap ini penting untuk membunuh kuman persisten
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Obat yang dipakainya pun
sama dengan obat pada tahap intensif, tapi bedanya pada tahap ini tidak memakai
obat streptomisin.
Prinsip Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
- OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-

Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT : Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung

untuk mencegah terjadinya resistensi obat.


Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang

lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan.
Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan
Pertama.
9. Pencegahan
- Ventilasi ruangan.
Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di mana
udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela dan
menggunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan luar. Selain itu, juga
Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam
-

tempat tidur.
Tutup mulut menggunakan masker.
Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ketika di diagnosis TB
merupakan

langkah pencegahan

TBC secara

efektif.

Jangan

lupa

untuk

membuangnya secara tepat.


Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air

sabun)
Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya

dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.


Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein serta gizi yang cukup.
Menyelesaikan seluruh terapi obat sangat baik untuk melawan infeksi sehingga
lebih cepat sembuh. Ini adalah langkah yang paling penting yang dapat diambil

untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari TB.


Menutupi mulut saat batuk dan apabila batuk lebih dari 3 minggu, merasa sakit di

dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
Mengurangi aktivitas kerja dan menenangkan pikiran.
Tidak melakukan kontak udara dengan penderita.
Memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi tanda &

gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.


Isolasi untuk penderita dengan TB aktif.
Pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi TB atau anggota keluarga dari

penderita TB.
Membersihkan lingkungan dari tempat kotor dan lembab.
Menjaga standart hidup yang baik seperti memiliki gaya hidup yang sehat.
Imunisasi pada orang-orang kontak dekat dengan penderita TB seperti (keluarga,
perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi. Imunisasi

dengan
Meningkatkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
( DEPKES RI,2006 ; Hiswani, 2011;Hastomo,Sunoto, 2009)

Pencegahan Sejak Dini


1. Memberikan suntikan vaksin BCG ( Bacillus Calmette Guerin ) di usia bayi. Namun
seorang anak yang telah mendapatkan vaksin BCG akan bisa tertular apabila
bakteri bersifat dorman ini dan karena aktif kemvali apabila sistem imun
kompensasi.Tapi

imunisasi

BCG

tetap

bermanfaat

untuk

memperkecil

kemungkinan tertular sekaligus memperingan gejala bila terjangkit TBC.


2. Menghindari anak melakukan kontak langsung dengan penderita TB dewasa.
Kuman penyebab TB mudah sekali menular melalui droplet (butir-butiran air di
udara) yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin.
Pencegahan Penularan Dalam Keluarga
Seseorang memiliki tes positif untuk infeksi laten TBC. Konsumsilah obat yang
disarankan oleh dokter untuk mengurangi resiko terkena tbc aktif. Jadi, jika dapat
mencegah TBC dari menjadi aktif, penderita tersebut tidak akan mengirimkan TBC ke
orang lain.
DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) sebagai strategi penanggulangan
yang ekonomis dan efektif, terdiri dari lima komponen kunci:
1. Komitmen politik
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan obat yang bermutu
5. Pencatatan dan pelaporan yang mampu menilai hasil pengobatan pasien dengan
kinerja program keseluruhan
10. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
mungikin timbul adalah :
Batuk darah
Pneumotoraks
Luluh paru
Gagal napas
Gagal jantung
Efusi pleura
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan

Di

Indonesia.
Menurut Smeltzer dan Bare, ada beberapa hal yang menjadi potensi komlplikasi dari tuberkulosis yaitu sebagai
berikut:
1. Masukan nutrisi tidak adekuat dan malnutrisi

Hal ini mungkin menjadi konsekuensi dari gaya hidup pasien, kurang pengetahuan tentang
nutrisi yang adekuat dan peranannya dalam pemeliharaan kesehatan, kurangnya sumber-sumber,
keletihan atau kurang nafsu makan karena batuk dan pembentukan sputum.
2. Efek samping terapi medikasi
Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan gastrointestinal. Hal ini karena pasien
diinstruksikan untuk meminum obat dalam keadaan perut kosong atau setidaknya 1 jam sebelum makan
oleh karena makanan dapat menganggu penyerapan obat. Pasien yang mendapat INH harus menghindari
makanan yang mengandung tiramin dan histamin (tuna, keju tua, anggur merah, kecap, ekstrak ragi),
yang dapat mengakibatkan sakit kepala, kemerahan, hipotensi, kepala terasa melayang, palpitasi, dan
diaforesis.
3. Resistensi obat
Lamanya pengobatan sering kali menyebabkan pasien menghentikan pengobatannya. Kegagalan
untuk mematuhi regimen pengobatan yang diresepkan mengakibatkan resistensi obat.
4. Penyebaran infeksi tuberkulosis
Penyebaran infeksi TB ke bagian tubuh nonpulmonal dikenal sebagai TB miliaris. TB ini
diakibatkan oleh invasi aliran darah. Biasanya invasi ini terjadi akibat reaksi lambat infeksi dorman
dalam paru atau tempat lain menyebar melalui darah ke oragan lainnya.
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ;

Brunner

and

Suddarth. Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan Pertama.
Kusuma, hardi dan Nurarif, Amin Huda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC:
Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Media Hardy
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Smeltzer, Suzane dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah; Brunner and Suddarth.
Cetakan I. Volume 1. Edisi 8. Jakarta : EGC

Tb laten dan aktif


Laten :
a. Orang dengan infeksi laten tb tidak merasakan sakit dan gejala. Mereka memang terinfeksi, tetapibukan
merupakan tb aktif (tb yang aktif satu-satunya tanda adalah tes tuberkulin/mantoux).
b. Pada kondisi ini orang tersebut tidak menyebarkan infeksi ke orang lain. Hal ini karena sistem imun
membungkus basi tb yang terlindungi oleh mantel lilin yang tebal, yang dapat dorman dalam beberapa
tahun. Makrofag yang terinfeksi mengkerut sel-sel imunitas membentuk granuloma, mengisolasi bakteri
tb dan mencegahnya menyebar.
Aktif :
a. Tb aktif dapat berkembang saat bakteri tb dapat mengatasi sistem imunitas dan mulai bereplikasi. Hal
ersebut dapat terjadi segera setelah infeksiatau sietem imunitas menurun. Granuloma dapat mengalami
nekrosis dan destruksi jaringan sehingga terjadi pelepasan bakteri dan berkembang menjadi penyakit
aktif.
Tb primer

Adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan sehingga tidak

pernah tersesinisasi. Pada tb primer, dapat menyebabkan hipersensitivitas dan resistensi.


Saat pertahana penjamu melemah, dapat terjadi reaksi dikemudian harikarena bakteri tb dorman

dalam tubuh penjamu.


Tb sekunder
Dapat diartikan sebagai pola penyakit yang muncul pada penjamu yang telah tersensitisasi.
Secara umum, tb sekunder terjadi karena reaktivasi bakteri yang dorman terutama resistensi

penjamu melemah. Namun, dapat juga terjadi segera setalah tb primer.


Selain itu, tb sekuder juga dapat terjadi akibat reinfeksi eksogen karena berkurangnya proteksi
yang dihasilkan penyakit primer (penyakit yang diderita sebelumnya)

Tb miliar

Hanya terjadi pada pasien yang mempunyai imunitas seluler tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi

pada bayi atau anak usia kurang dari 5 tahun yang belum mempunyai imunitas yang bagus.
Dapat pula terjadi pada keganasan, malnutrisi, alkoholisme, atau penggunaan imunosupresif,
serta penderita HIV.

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Sob
    LP Sob
    Dokumen22 halaman
    LP Sob
    Maya Maymayy
    50% (2)
  • Pathway Kejang Demam
    Pathway Kejang Demam
    Dokumen2 halaman
    Pathway Kejang Demam
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat
  • LP PJB
    LP PJB
    Dokumen22 halaman
    LP PJB
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat
  • Pathway Iufd
    Pathway Iufd
    Dokumen2 halaman
    Pathway Iufd
    Maya Maymayy
    100% (1)
  • LP Iufd
    LP Iufd
    Dokumen18 halaman
    LP Iufd
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat
  • LP Iufd
    LP Iufd
    Dokumen5 halaman
    LP Iufd
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat
  • Makalah BI
    Makalah BI
    Dokumen18 halaman
    Makalah BI
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat