Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Casarett dan Doull, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas
kerusakan atau cidera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang
diakibatkan oleh suatu materi substansi atau energi, mempelajari racun,
tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada
organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap
organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari
tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan.
Benzena merupakan pelarut solven yang sangat baik untuk lateks karet
dan telah digunakan secara besar-besaran dalam industri karet sepanjang
abad ke-19 (Ester, 2006). Beberapa negara telah menetapkan nilai ambang
batas penggunaan benzena. Jerman menetapkan batas sebesar 8 ppm.
Sedangkan Australia, Denmark, Finlandia, Jepang, Belanda, dan Amerika
menetapkan batasannya sebesar 10 ppm (Leo & Ronsen, 2010). Berbeda
dengan Swedia yang menetapkan batas pajanan benzena sebesar 5 ppm,
Indonesia menetapkan nilai ambang batas bagi benzena sebesar 32 mg/m 3
atau 10 ppm sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE
01/MENAKER/1997 (Departemen Tenaga Kerja RI, 1997).
Pemajanan benzena dapat berupa akut dan kronik. Dampak pemajanan
dapat terjadi apabila bezene tertelan, mengiritasi kulit, dan terhirup. Akibat
yang ditimbulkan dari pemajanan akut adalah keracunan benzena berupa
kepala pusing, mual, muntah, sesak nafas serta akan menimbulkan bercak
kemerahan apabila mengiritasi kulit (CDC, 2005). Sedangkan pemaparan
kronis akan mengakibatkan gangguan psikologis, gangguan kulit, dan
gangguan pada saluran darah (CDC, 2005). Kasus-kasus kesehatan yang
berhubungan dengan pajanan benzena telah banyak ditemukan di beberapa
negara. Kasus pajanan benzena pertama kali ditemukan di Maryland, USA
pada 1909 dimana 4 orang gadis berusia 14 tahun menderita kelumpuhan
dan pendarahan selaput otak (Anonim, 2011). Sementara itu efek kronik

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 1

keracunan benzena pertama kali ditemukan oleh Lesse di Inggris pada tahun
1920 pada 2 orang pekerja pabrik balon. Lesse menemukan pencemaran
udara lingkungan kerja dengan konsentrasi benzena sebesar 210 800 ppm
(Anonim, 2011). Benzena juga dapat mengakibatkan abortus spontan pada
ibu hamil, berat badan lahir rendah pada bayi serta gangguan menstruasi
(Ester, 2006).
Benzena telah lama dikenal sebagi karsinogen dan sebagai penyebab
penyakit akibat kerja. Eksposur dengan dosis tinggi dalam waktu yang
singkat dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf misalnya cepat
lelah, mengantuk, pusing, mual sedangkan dalam konsentrasi yang rendah
dengan waktu yang panjang dapat menyebabkan gangguan terhadap
pembentukan sel-sel darah seperti menurunnya sel darah merah, darah putih,
trombosit, dan sifat karsinogeniknya menyebabkan kanker darah (leukemia).
Menurut Keputusan Presiden RI Nomor 22 Tahun 1993 tentang
Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan Kerja, penyakit yang disebabkan
oleh benzena merupakan salah satu penyakit yang timbul karena hubungan
kerja. Pasal 1 dalam peraturan ini menyatakan bahwa penyakit yang timbul
karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja,
menyatakan bahwa semua pekerja yang bertalian dengan kejadian
pemaparan terhadap benzena merupakan salah satu jenis penyakit akibat
kerja yang wajib dilaporkan. Diperlukan Indikator Pemajanan Biologik
(IPB) atau BEI (Biological Exposures Indices) bila mengacu kepada Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-01/MENAKER/1997 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.
Oleh karena efek paparan benzena yang dapat berpengaruh terhadap
kesehatan, khususnya menyebabkan kanker, maka penulis ingin mengulas
bagaimana mekanisme benzena yang merupakan bahan karsinogenik
sehingga menyebabkan kanker.
1.2

Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 2

1. Bagaimana sejarah munculnya dan kegunaan benzena?


2. Bagaimana karakteristik dari benzena?
3. Apa sumber benzena?
4. Bagaimana toksikokinetik benzena?
5. Bagaimana toksikodinamik benzena?
6. Bagaimana paparan dan efek paparan benzena terhadap tubuh manusia?
7. Apa target organ paparan benzena?
8. Bagaimana efek benzena sebagai bahan karsinogenik?
9. Bagaimana mekanisme hematatotoksitas benzena?
10. Berapa nilai ambang batas (NAB) pajanan benzena?
11. Apa yang dimaksud dengan monitoring benzena?
1.3

Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, terdapat beberapa tujuan yaitu sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Untuk mengetahui sejarah munculnya dan kegunaan benzena.


Untuk mengetahui karakteristik dari benzena.
Untuk mengetahui sumber dari benzena.
Untuk mengetahui toksikokinetik benzena.
Untuk mengetahui toksikodinamik benzena.
Untuk mengetahui paparan dan efek paparan benzena terhadap tubuh

manusia.
7. Untuk mengetahui target organ paparan benzena.
8. Untuk mengetahui efek benzena sebagai bahan karsinogenik.
9. Untuk mengetahui mekanisme hematatotoksitas benzena.
10. Untuk mengetahui nilai ambang batas (NAB) pajanan benzena.
11. Untuk mengetahui monitoring benzena.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 3

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Kegunaan Benzena
Benzena ditemukan pada tahun 1825 oleh seorang ilmuwan Inggris,
Michael

Faraday,

yang

mengisolasikannya

dari

gas

minyak

dan

menamakannya bikarburet dari hidrogen. Pada tahun 1833, kimiawan


Jerman, Eilhard Mitscherlich menghasilkan benzena melalui distilasi asam
benzoat (dari benzoin karet atau gum benzoin) dan kapur. Mitscherlich
memberinya nama benzin. Pada tahun 1845, kimiawan Inggris, Charles
Mansfield, yang sedang bekerja di bawah August Wilhelm von Hofmann,
mengisolasikan benzena dari tir (coal tar). Empat tahun kemudian,
Mansfield memulai produksi benzena berskala besar pertama menggunakan
metode tir tersebut (Wikipedia, 2016).
Benzena pertama kali diproduksi secara komersial dari coal tar pada
tahun 1849 dan dari minyak pada tahun 1941. Setelah Perang Dunia II,
kebutuhan benzena bagi industri sangat besar, terutama untuk kebutuhan
industri plastik, sehingga benzena kemudian diproduksi secara besar-besaran
dari industri minyak bumi. Terdapat empat proses skimia dalam produksi
benzena, yaitu cataliyc reforming, toluene hydrodealkylation, toluene
disproportionation, dan steam cracking (ATSDR, 2007).
Benzena merupakan salah satu senyawa kimia yang paling banyak
digunakan dalam industri di dunia. Di Amerika Serikat, benzena merupakan
peringkat teratas dari 20 zat kimia terbanyak yang diproduksi. Benzena
digunakan secara luas sebagai pelarut dan industri obat sebagai bahan baku
atau bahan intermediet dalam pembuatan banyak senyawa kimia, juga
sebagai zat adiktif pada bensin. Penggunaan utama benzena adalah untuk
produksi etilbenzena, cumene, dan sikloheksan. Etil benzena (penggunaan
55% benzena yang diproduksi) adalah senyawa intermediet untuk
pembentukan stirena, dimana digunakan untuk pembentukan plastik.
Cumene (24%) digunakan untuk memproduksi fenol dan aseton. Fenol
digunakan untuk membuat resin dan nilon sebagai serat sintetik, sedangkan
aseton digunakan sebagai pelarut dan industri obat. Sikloheksan (12%)
digunakan untuk membuat nylon. Benzena juga merupakan salah satu

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 4

komponen dalam bensin tanpa timbal untuk meningkatkan nilai oktan


bensin, oleh karena itulah polusi udara yang disebabkan senyawa aromatik
seperti benzena dalam bensin tanpa timbal meningkat (ATSDR, 2007).
US-EPA telah mengklasifikasikan benzena sebagai polutan udara
berbahaya dan limbah berbahaya (US-EPA 1977, 1981). Selain itu, ada bukti
yang cukup untuk mendukung dalam pengklasifikasian benzena sebagai
karsinogen manusia (Grup A) (IRIS, 2007). Oleh karena pengklasifikasian
oleh US-EPA ini, di masa sekarang penggunaan benzena sebagai pelarut
semakin dibatasi, tetapi diganti oleh pelarut organik lain. Tetapi karena
benzena masih tetap terdapat dalam pelarut organik pengganti ini sebagai
impurities (pengotor), maka manusia masih dapat terpajan oleh benzena di
lingkungan kerja. Benzena juga digunakan dalam industri pembuatan sepatu
dan industri percetakan (ATSDR, 2007). Sebagai zat aditif pada bensin,
benzena dapat meningkatkan nilai oktan. Konsekuensinya yaitu bensin
mengandung benzena beberapa persen, ketika pada tahun 1050-an diganti
oleh Tetraetil timbal sebagai zat anti ketuk. Tetapi karena timbal (Pb) juga
merupakan zat berbahaya, maka benzena kembali digunakan sebagai aditif
pada bensin di beberapa negara.
Benzena pertama kali diproduksi secara komersial dari coal tar pada
tahun 1849 dan dari minyak pada tahun 1941. Setelah Perang Dunia II,
kebutuhan benzena bagi industri sangat besar, terutama untuk kebutuhan
industri plastik, sehingga benzena kemudian diproduksi secara besar-besaran
dari industri minyak bumi. Terdapat empat proses skimia dalam produksi
benzena, yaitu cataliyc reforming, toluene hydrodealkylation, toluene
disproportionation, dan steam cracking (ATSDR, 2007).
2.2 Karakteristik Benzena
Benzena adalah senyawa hidrokarbon (HC) yang mempunyai nama lain
Benzol atau Benzine. Sifat fisik dari benzena yaitu berbentuk cair mudah
menguap sehingga paparan terbanyak melalui inalasi (ATSDR, 2000).
Rumus kimia dari benzena adalah C6H6 dengan struktur kimia seperti
Gambar 2.1 dibawah ini.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 5

Gambar 2.1 Struktur Kimia Benzena


Sumber: ATSDR (2000)
Benzena bersifat non polar. Benzena tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik seperti dietil eter, karbon tetrklorida atau heksana
(ATSDR, 2000). Benzena merupakan senyawa aromatik hidrokarbon yang
memiliki rantai karbon tertutup dengan 6 atom hidrogen yang memiliki sifat
tidak jenuh dengan rumus kimia C6H6.
Benzena merupakan cairan tak berwarna dengan bau manis. Benzena
disebut juga sebagai benzol, coal naphtha, cyclohexatriene, dan phenyl
hydride. Benzena menguap ke udara sangat cepat, larut sedikit dalam air,
dan sangat mudah terbakar (ACGIH, 2015). Benzena akan tercium di udara
sekitar 60 bagian per juta benzena bagian udara (0,06 ppm) dan
mengenalinya sebagai benzena pada 100 ppm. Benzena dirasakan dalam air
pada 0,5 4,5 ppm. Salah satu bagian per juta kira-kira sama dengan satu
tetes dalam 40 galon. Benzena ditemukan di udara, air, dan tanah. Benzena
berasal dari kedua sumber industri dan alami (Agency for Toxic Substance
and Disease Registry, 2007).
Benzena terjadi secara alami terutama dihasilkan dari produk minyak
bumi. Benzena diproduksi secara komersial melalui katalitik reformasi nafta
ringan, dealkylation toluena, dan sebagai coking by-product di pabrik baja.
Senyawa benzena memiliki sifat yang berguna yakni membentuk azetrotop
dengan air (azetotrop yakni campuran yang tersuling pada susunan konstan
terdiri dari 91% benzena 9% air dan mendidih pada 69,4oC). Senyawa
yang larut dalam benzena mudah dikeringkan dengan menyuling azetrotop
tersebut (ACGIH, 2015). Sifat fisik dan kimia benzena dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Benzena
No
.
1.
2.
3.
4.
5.

Sifat Fisik dan Kimia

Informasi

Rumus Kimia
Berat Molekul
Titik Nyala
Titik Leleh
Titik Didih

C6H6
78.11 gr/mol
-11,1oC
5,5oC
80,1oC

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 6

6.
7.

Berat jenis pada suhu 15oC


Kelarutan dalam air pada 25oC

0,8787 gl/L
0,188% (w/w) atau 1,8 gr/L
Alkohol, kloroform, eter, karbon
8. Kelarutan dalam pelarut
sulfida, aseton, minyak, karbon
tetraklorida, asam asetat glasial
Kesehatan = 2, Penyalaan = 3,
9. Klasifikasi NFPA
Reaktivitas = 0
Klasifikasi HMIS (USA)
Kesehatan = 2, Penyalaan = 3,
10.
Reaktivitas = 0
Batas atas 7.8%, batas bawah
11. Batas penyalaan
1.2%
- ACGIH (TWA:0,5 ; STEL:2,5
ppm) - NIOSH (TWA:1,6 STEL: 1
12. Batas Paparan
ppm) - OSHA (TWA:1,
STEL:5ppm
Sumber: (ATSDR, 2007; ACGIH, 2015)
Dari hasil penelitian pada hewan percobaan dan manusia, beberapa
badan kesehatan seperti IARC, NTP, dan EPA telah mengevaluasi
pengklasifikasian benzena menjadi A1 yang merupakan penyebab kanker.
Menurut IARC (The International Agency for Research on Cancer) benzena
diklasifikasikan sebagai bahan karsinogen pada manusia dengan bukti
bahwa benzena dapat menyebabkan AML (acute myeloid leukemia), ALL
(acute lymphocytic leukemia), CLL (chronic lymphocytic leukemia),
multiple myeloma, dan non-Hodgkin lymphoma. Berdasarkan NTP (National
Toxicology Program), benzena diklasifikasikan sebagai bahan yang
diketahui dapat menjadi karsinogen pada manusia. Menurut IRIS-EPA
(Environmental Protection Agency), benzena merupakan karsinogen untuk
manusia (Leo & Rosen, 2010). Pada tahun 1948, API (American Petroleum
Institute) mempublikasikan bahwa benzena dipastikan dapat menyebabkan
leukimia dan tidak ada toleransi sekecil apapun (zero ppm level) terhadap
emisi benzena (Susilowati, 2011). Sedangkan menurut salah satu badan
standarisasi dunia menyebutkan bahwa benzena merupakan bahan
berbahaya dan bersifat karsinogenik sehingga tidak boleh dipergunakan
dalam kegiatan industri (European Committee for Standardization, 2009).
2.3 Sumber Benzena
Benzena dapat ditemukan dari sumber-sumber alami, seperti gunung
merapi dan kebakaran hutan, minyak mentah, dan BBM. Sebagian besar

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 7

sumber pajanan benzena adalah berasal dari asap rokok, bengkel,


pembakaran kendaraan bermotor dan emisi dari industri. Sumber pajanan
yang lain berasal dari uap atau gas dari produk-produk yang mengandung
benzena, seperti lem, cat, lilin pelapis peralatan rumah tangga dan sabun
deterjen. Sekitar 20% dari pajanan berasal dari knalpot dan emisi dari
industri. Di Amerika Serikat, setengah dari sumber pajanan berasal dari asap
rokok. Rata-rata jumlah asupan benzena yang terserap perokok (32 batang
per hari) adalah sekitar 1,8 mg per hari. Jumlah tersebut lebih besar 10 kali
lipat dibandingkan dengan rata-rata asupan benzena per hari dari orang yang
tidak merokok.
Konsentrasi lebih tinggi benzena di dalam dan di luar ruangan akan
ditemukan di sekitar sumber emisi seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU) (WHO-Europe, 2000). Sumber utama yang berasal dari
proses penguapan adalah penguapan dari BBM yang mengandung 1 5%
Benzena (WHO, 1996). Pekerja pada industri yang membuat atau
menggunakan benzena (petrokimia, penyulingan minyak bumi, tambang
batubara, pabrik ban, penyimpanan dan distribusi benzena, penyimpanan
dan distribusi BBM yang mengandung benzena) dapat terpajan dengan level
tinggi. Pekerja lain yang dapat terpajan benzena adalah pekerja yang bekerja
di tungku batubara pada industri baja, percetakan, pabrik sepatu, teknisi
laboratorium, pemadam kebakaran, dan operator SPBU (ATSDR, 2007).

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 8

Gambar 2.2 Bahan kimia dan polimer yang dihasilkan dari reaksi benzena
Sumber : Wikipedia, 2016
2.4 Toksikokinetik Benzena
Benzena dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernafasan (tenggorokan dan paruparu), jalur gastrointertinal, dan melalui
kulit. Ketika seseorang menghirup benzena dalam konsentrasi yang tinggi,
maka setengah dari konsentrasi tersebut akan masuk ke dalam saluran
pernafasan yang kemudian masuk ke dalam aliran darah (ATSDR, 2007).
Paparan benzena melalui makanan dan minuman, sebagian besar akan
masuk ke dalam jaringan gastrointestinal dan masuk ke darah. Sebagian
kecil benzena akan masuk melalui kulit dengan adanya kontak langsung
antara kulit dan benzena atau produk yang mengandung benzena. Dalam
darah, benzena akan beredar keseluruh tubuh dan akan disimpan sementara
dalam sumsum tulang dan lemak kemudian akan dikonversi menjadi produk
metabolisme di dalam hati dan sumsum tulang. Sebagain besar hasil
metabolisme akan keluar melalui urin dalam waktu sekitar 48 jam setelah
ada paparan (ATSDR, 2007). Toksikokinetika benzena meliputi :
2.4.1

Absorbsi
Benzena yang tidak segera dikeluarkan melalui ekspirasi, akan
diabsorbsi ke dalam darah. Benzena larut dalam cairan tubuh dalam
konsentrasi rendah dan secara cepat dapat terakumulasi dalam jaringan
lemak karena kelarutannya yang tinggi dalam lemak. Uap benzena
mudah diabsorbsi oleh darah yang sebelumnya diabsorbsi oleh jaringan
lemak. Absorbsi benzena ke dalam jaringan tubuh dapat melalui beberapa
cara yaitu pernafasan (inhalasi), kulit (dermal) dan saluran pencernaan
(gastrointestinal) (Agency for Toxic Substance and Disease Registry,
2007).
Inhalasi adalah rute yang paling penting dari penyerapan selama
pajanan benzena. Manusia menyerap 30 52% dari inhalasi benzena,
tergantung pada konsentrasi benzena, lama paparan dan ventilasi paru.
Benzena juga menembus kulit tapi penyerapan dermal dari benzena tidak

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 9

luas, karena menguap dengan cepat dan tekanan uap yang tinggi
(Kirkeleit et al, 2008).
Absorbsi benzena terdiri dari 3 rute yaitu melalui inhalasi, dermal
dan grastrointestinal.
a. Inhalasi
Benzena masuk ke dalam tubuh dalam bentuk uap melalui
inhalasi dan absorbsi terutama melalui paruparu, jumlah uap benzena
yang diinhalasi sekitar 70 80% dari keseluruhan jumlah benzena
yang masuk ke dalam tubuh. Benzena mudah diabsorbsi melalui
saluran pernafasan dengan persentase 70 80% pada 5 menit pertama,
dan 20 60% sampai jam berikutnya (Agency for Toxic Substance
and Disease Registry, 2007).
b. Dermal (kulit)
Studi in vitro yang dilakukan pada kulit manusia, dihasilkan
bahwa absorbsi benzena melalui kulit lebih kecil dibandingkan dengan
total absorbsi, tetapi absorbsi dari uap benzena dapat merupakan rute
paparan yang signifikan (Agency for Toxic Substance and Disease
Registry, 2007).
Penyerapan melalui kulit minimal bila dibandingkan dengan
inhalasi atau penyerapan oral, hal ini disebabkan sebagian besar untuk
penyerapan volatil benzena cepat dari kulit. Jika penyerapan
didasarkan

pada

jumlah

yang

dioleskan

pada

kulit

tanpa

memperhitungkan kerugian penguapan, maka angka persentase


penyerapan yang rendah dan biasanya kurang dari 1% (EPA, 2002).
c. Gastrointestinal (pencernaan)
Absorbsi
penyerapan

benzena

pada

gastrointestinal

penelitian,
dan

meningkatkan

meningkatkan

tingkat

proporsi

14 C

diekskresikan dalam urin, sebagai lawan ekskresi benzena yang tidak


termetabolisme di udara kedaluwarsa. Peningkatan ekskresi dalam
urin juga menunjukkan bahwa proporsi subjek metabolisme benzena
meningkat. Fenol adalah metabolit primer terdeteksi dalam urin asam
terhidrolisa pada semua kelompok perlakuan, dilanjutkan dengan

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 10

hydroquinone, katekol, dan benzenatriol. Tidak ada perbedaan yang


signifikan dalam distribusi metabolit antar perlakuan yang ditemukan.
Karena ekstrak urin yang asam-dihidrolisis, produk konjugasi tidak
ditentukan. Penyerapan gastrointestinal rupanya cepat dan efisien
(EPA, 2002).
2.4.2

Distribusi
Distribusi adalah suatu peristiwa dimana xenobiotik yang terabsorbsi
berpindah dari tempat absorbsi ke bagian lain dari tubuh. Jika xenobiotik
masuk ke dalam pembuluh darah, ia akan beredar ke seluruh tubuh dalam
bentuk bebas atau dalam bentuk terikat oleh plasma darah (Tualeka,
2013).
Distribusi benzena ke seluruh tubuh melalui adsorbsi dalam darah,
karena benzena adalah lipofilik, maka distribusi terbesar adalah dalam
jaringan lemak. Jaringan lemak, sumsum tulang dan urin mengandung
benzena kirakira 20 lebih banyak dari yang terdapat dalam darah. Kadar
benzena dalam otot dan organ 1 3 kali lebih banyak dibandingkan
dalam darah. Sel darah merah mengandung benzena dua kali lebih
banyak daripada dalam plasma (Agency for Toxic Substance and Disease

2.4.3

Registry, 2007).
Metabolisme Biotransformasi
Metabolisme utama benzena terjadi di hati, namun metabolisme
ekstrahepatik utama benzena terjadi di sumsum tulang dan memberikan
kontribusi yang signifikan untuk toksisitas benzena (Travis et al., 1990).
Tahap pertama metabolisme di hati adalah oksidasi benzena menjadi
benzena oksida dengan katalalis cytochrome p450dependentmono
oxygenase. Benzena oksida kemudian mencapai keseimbangan dengan
exepin (Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2007).
Metabolit adalah bahan yang dihasilkan secara langsung oleh reaksi
biotransformasi. Setelah reaksi oksidasi ini, beberapa metabolit sekunder
akan terbentuk secara enzimatik dan non enzimatik. Biotransformasi
benzena dalam tubuh berupa metabolit akhir yang utama adalah fenol
yang dieksresikan lewat urin dalam bentuk konjugasi dengan asam sulfat
atau glukuronat. Sejumlah kecil dimetabolisme menjadi kathekol, karbon

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 11

dioksida dan asam mukonat (Agency for Toxic Substance and Disease
Registry, 2007).
Glukoronida dan konjugat sulfat dari fenol merupakan metabolit
benzena dalam urin yang paling utama. Konjugat yang lain, kathekol dan
quinol, asam merkapturat, transtransmuconic acid dan produk reaksi
dari benzena dengan guananine, N7phenylguananine. Karena beberapa
bahan kimia juga dimetabolisme oleh sistem enzim yang sama, dapat
diperkirakan

bahwa

kombinasi

pajanan

secara

simultan

dapat

mengakibatkan interaksi metabolic (Agency for Toxic Substance and


Disease Registry, 2007).
Hati adalah tempat

utama

metabolisme

benzena.

Benzena

didetoksifikasi dalam dua tahap. Selama fase I, benzena dioksidasi oleh


sitokrom P450 2E1, membentuk benzena oksida, sebuah elektrofilik
reaktif menengah. Selanjutnya, benzena oksida dimetabolisme oleh tiga
jalur (Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2007) :
1) Penataan non-enzimatik untuk membentuk fenol;
2) Hidrasi dengan epoksida hydrolase untuk 1,2-benzena dihydrodiol,
yang pada gilirannya dapat dioksidasi oleh dehidrogenasi dihydrodiol
untuk membentuk catechol.
3) Glutathione

konjugasi

dengan

glutation

S-transferase

untuk

membentuk asam premercapturic, yang diubah menjadi asam


phenylmercapturic.
Fenol dapat mengalami hidroksilasi menjadi hydroquinone, lalu
berturut-turut

memproduksi

p-benzoquinone

dan

1,2,4-

trihydroxybenzena. Fenol dapat dihidroksilasi untuk katekol, yang diubah


menjadi obenzoquinone. Cincin benzena juga dapat dibuka baik di oksida
benzena atau oxepin panggung, membentuk muconaldehyde.
Semua metabolit ini kemudian dapat menjalani metabolisme fase II,
yang menyebabkan ekskresi glukuronida dan konjugat sulfat, asam
metabolit cincin dibuka mercapturic dan DNA adduct dalam urin
(Kirkeleit et al, 2008). Skema metabolisme sederhana benzena yang
menunjukkan jalur utama dapat dilihat pada Gambar 2.3.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 12

Gambar 2.3 Skema Metabolisme Sederhana Benzena yang Menunjukkan


Jalur Utama
Sumber : WHO, 1996
2.4.4

Ekskresi
Dari beberapa data ditemukan bahwa jika terjadi pajanan benzena
melalui saluran pernafasan maka rute utama untuk mengurangi benzena
yang tidak termetabolisme adalah melalui ekshalasi. Penyerapan benzena
dapat diekskresi melalui proses metabolisme fenol dan muconic acid
melalui ekskresi urin pada pembentukan konjugasi berupa sulfat dan
glucuronides. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah terpajan
benzena ditempat kerja (selama 8 jam kerja) pada tingkat 100 cm3/m3,
sejumlah 13,2% fenol, 10,2% quinol, 1,9% t,t,muconic acid, 1,6%
kathekol

dan

0,5%

1,2,4benzenatriol

dari

jumlah

diabsorbsi,

diekskresikan lewat urine sesudah jam kerja (WHO, 1996)


Sejumlah kecil benzena juga akan terdeteksi di dalam urin, dimana
waktu paruhnya (half life) tergantung pada disposisi benzena yang
terdapat pada beberapa bagian tubuh. Dilaporkan bahwa waktu paruh
yang lebih pendek kira-kira 10 15 menit untuk benzena dalam darah,
sedang 40 60 menit, dan lama 16 20 jam di urin berbentuk
t,t,muconic acid (Ramon, 2007).
Bagian dari benzena yang diabsorpsi tanpa diubah adalah 12 50%
lewat udara ekspirasi dan kurang dari 1% lewat urin (Scoot et al, 2012).
Jumlah rerata fenol yang dieliminasi adalah sekitar 30% dari dosis yang
diabsorpsi. Untuk benzena yang tidak mengalami reaksi metabolisme,
proses berlangsung reversibel, dan benzena diekskresikan melalui paruparu.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 13

2.5 Toksikodinamik Benzena


Sebelum terjadi efek toksin pada tubuh, akan terjadi terlebih dahulu
fase toksikodinamik yakni interaksi antara toksin dengan reseptor pada
tubuh. Interaksi ini meliputi interaksi dengan fungsi umum sel, interaksi
dengan sistem enzim, dan interaksi dengan DNA/RNA (Tualeka, 2013).
Interaksi benzena yang bersifat toksin non polar akan berinteraksi
dengan membran sel ditubuh kemudian berinteraksi dengan enzim yakni
enzim Sitokrom P450 2E1 (CYP 2E1) dalam proses biokimia dalam tubuh
dan menjadi benzena epoksida. Sebagai interaksi toksik dengan DNA,
Hidrokuinon dan metabolit benzena lainnya berasosiasi dengan DNA
adduct, kerusakan DNA, perubahan kromosonal, perubahan hematopoiesis,
aneuploidy (kehilangan seluruh kromosom) yang kesemuanya merupakan
faktor kontribusi pada beberapa bentuk leukemia. Benzena epoksida
menimbulkan kerusakan genetik dari DNA pada perkembangan beberapa
tunas sel dalam tulang rawan, lalu meningkatkan pertumbuhan myeloblast
yang merupakan precursor sel darah putih dan mengalami penurunan jumlah
sel darah merah dan platelet.
Penelitian yang dilakukan oleh Huff, et al (1989) mengamati dengan
konsisten terhadap limfosit dan sel-sel tulang sumsum pekerja yang terpajan
benzena bahwa terkait efek kromosomal akibat pajanan benzena terhadap
pekerja, perubahan terjadi pada struktur dan jumlah kromosom (Salim,
2012).
Lebih lanjut dari paparan benzena adalah kerusakan sumsum tulang
yang terjadi secara laten dan irreversible, hal ini mungkin disebabkan reaksi
metabolit benzena epoksida (Jeffrey et al., 2013). Hal ini mengakibatkan
timbulnya kerusakan genetik dari DNA pada perkembangan tunas sel dalam
tulang rawan meningkatkan pertumbuhan myeloblast (prekursor sel darah
putih) dan penurunan jumlah hitung sel darah merah dan platelet.
2.6 Paparan dan Efek Paparan Benzena
2.6.1 Paparan Benzena
Semua orang dapat terpapar benzena dalam jumlah kecil setiap hari.
Pemaparan benzena dapat terjadi di tempat kerja, lingkungan luar
maupun di rumah. Sumber utama benzena adalah asap rokok, bengkel
kendaraan bermotor, emisi kendaraan bermotor dan emisi kegiatan

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 14

industri. Uap dari berbagai produk juga mengandung benzena antara lain
lem, cat, pelapis furnitur, dan deterjen. Emisi dari kegiatan industri
mempunyai konstribusi sekitar 20% dari total benzena yang ada di udara
bebas (Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2007).
Kadar benzena di udara bebas mempunyai konsentrasi antara 0,002
34 ppb. Orang yang tinggal di kota atau lingkungan industri secara umum
dapat terpapar benzena dengan kadar yang lebih besar. Orang akan
terpapar benzena lebih besar lagi jika dia bekerja di industri perminyakan
seperti unit pengolahan minyak, SPBU maupun industri petrochemical
(ATSDR, 2007).
Paparan benzena dalam makanan, sayuran, atau air minum tidak
setinggi paparan di udara. Air minum mengandung < 0,1 ppb benzena.
Benzena terdeteksi dalam beberapa botol air, cairan, dan makanan.
Kebocoran tempat penyimpanan gasoline atau dari landfills dan sampah
berbahaya yang mengandung benzena dapat mencemari air. Paparan
benzena juga dapat terjadi karena aliran air dari keran. Paparan juga bisa
terjadi ketika mandi, memasak dengan air yang terkontaminasi (Agency
2.6.2

for Toxic Substance and Disease Registry, 2007).


Efek Paparan Benzena
Benzena mempunyai sifat yang toksik baik terhadap manusia
maupun binatang. Efek toksik benzena dapat dikategorikan menjadi 3
(tiga) yaitu efek berdasarkan cara masuknya, efek berdasarkan lama
panjanan dan efek berdasakan jenis gangguan kesehatan yang
ditimbulkan (Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2007).
1. Efek Toksik Berdasarkan Cara Masuknya
a. Efek Toksik Melalui Inhalasi
Efek toksik pajanan benzena pada konsentrasi tinggi melalui
inhalasi dapat mengakibatkan depresi pada susunan syarat dan
dapat mengakibatkan kematian. Penguapan benzena dalam
konsentrasi tinggi akan menyebabkan keracunan akibat dari
penghirupan.

Pada

tingkat

permulaan,

benzena

terutama

berpengaruh terhadap susunan syaraf pusat. Tanda utamanya adalah

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 15

mengantuk, pusing, sakit kepala, vertigo dan kehilangan kesadaran


(HPA, 2007).

b. Efek Toksik Melalui Kulit


Paparan benzena melalui kulit akan terjadi absorbsi lebih kecil
jika dibandingkan dengan absorbsi melalui saluran pernafasan. Jika
terkena kulit dapat menyebakan iritasi dan bila terabsorbsi melalui
kulit secara utuh dapat menyebabkan gangguan atau efek pada hati,
darah, sistem metabolisme, dan sistem pembuangan air seni
(Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2007).
c. Efek Toksik Melalui Oral
Benzena yang masuk ke manusia melalui saluran pencernaan
dapat mengakibatkan efek akut yang membahayakan. Efek akut
yang terjadi adalah iritasi pada saluran pencernaan (muntah);
gangguan sistem syaraf pusat (kejang, tremor, iritasi, tertekan atau
depresi, kehilangan keseimbangan dan koordinasi, pening, sakit
kepala, kepucatan); gangguan saluran pernafasan (susah bernafas
dan konstraksi dada); gangguan sistem kardiovaskuler (denyut nadi
yang melemah ataupun denyut nadi yang semakin kencang; dan
gangguan pada sistem darah) (ATSDR, 2007).
2. Efek Toksik Berdasarkan Lama Pajanan
Lamanya pajanan benzena baik kepada manusia maupun hewan
juga menentukan efek yang ditimbulkannya. Lama pajanan dibedakan
menjadi 3 (tiga), yaitu efek toksik akut, efek toksik sedang, dan efek
toksik kronis (Agency for Toxic Substance and Disease Registry,
2007; HPA, 2007; ACGIH, 2015).
a. Efek Toksik Akut (< 14 hari)
Efek toksik akut adalah suatu efek yang ditimbulkan benzena
dimana gejalanya dapat langsung dirasakan dalam waktu yang
relatif cepat. Pajanan singkat (5 10 menit) pada konsentrasi tinggi
20.000 ppm di udara dapat mengakibatkan kematian pada manusia,

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 16

konsentrasi 16.000 ppm dengan pajanan 4 hari dapat menyebakan


kematian pada tikus dan pajanan 36 menit pada konsentrari 45.000
ppm mengakibatkan kematian pada kelinci. Pada pemberian sesaat
pada manusia melalui saluran pencernaan dengan kadar 125
mg/kg/hari juga dapat mengakibatkan kematian.
Tabel 2.2 Toksisitas Akut Benzena
Konsentrasi
PPM

Mg/m3

25

80

Durasi
Paparan
(menit)

300
60
60
30
30

Tidak ada efek


diamati
Sakit kepala, lelah
Gejala penyakit
Gejala serius
Dapat diterima
Bahaya

5 10

Fatal

480

50 150
160 480
500
1.600
1.500
4.800
3.000
9.600
7.500
24.000
19.000
60.800
20.000
64.000
Sumber : ATSDR , 2007

Efek

Dari tabel tersebut penjelasan mengenai konversi dari ppm ke


mg/m3 yakni mg/m3 = (X ppm) . (X berat molekul) / 24.45 . Hasil
tersebut menjelaskan bahwa 1 ppm = 3,2 mg/mg3 dan seterusnya.
b. Efek Toksik Sedang (15 365 hari)
Efek toksik sedang memiliki waktu pajanan selama 15 365
hari. Dari beberapa penelitian hewan, percobaan dilakukan dengan
memberikan dosis benzena selama 3 minggu dan menunjukkan
perubahan hematologis yang meliputi penurunan hematokrit, total
hemoglobin, jumlah eritrosit/leukosit, jumlah platelet, dan rasio
myeloid eritroid. Selain itu, terjadi penurunan jumlah limfosit dan
peningkatan jumlah neutrophil. Dalam penelitian juga terjadi
perubahan histopatologi dalam testis dan ovarium, timus, sumsum
tulang belakang, dan limpa (ACGIH, 2015).
c. Efek Toksik Kronis (> 365 hari)
Efek toksik kronis didapatkan pada saat pemajanan dalam
jangka waktu yang lama yaitu lebih dari 1 tahun atau 365 hari. Efek
toksik kronis dari benzena yaitu kematian, efek sistemik, efek
TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 17

neurologis, kanker, efek sistem imunitas, efek reproduksi


(Lippmann, 2000; ACGIH, 2001; ATSDR, 2007).
Selain efek akut, benzena dapat menyebabkan efek kronis.
Efek kronik terjadi akibat pajanan benzena dalam waktu lebih dari
1 tahun. (ATSDR, 2005) Dampak yang timbul akibat pajanan
benzena kronik adalah terganggunya sumsum tulang yang
merupakan tempat produksi sel darah. Efek toksik pada sumsum
tulang ini terjadi secara laten dan sering ireversibel. Hal ini
mungkin disebabkan oleh metabolit benzena epoksida yang akan
menimbulkan kerusakan genetik dari DNA pada perkembangan
tunas-tunas sel dalam tulang rawan, meningkatkan pertumbuhan
myeloblast (prekursor sel-sel darah putih) dan penurunan jumlah
hitung sel darah merah dan platelet. Jumlah hitung platelet normal
mendekati 250.000 dengan range dari 140.000 sampai 400.000.
Apabila jumlah hitung diluar kisaran ini merupakan bukti akibat
toksik dari benzena. Sehingga benzena juga dapat mempengaruhi
sistem hematopoietik, dimana benzena berperan dalam menekan
sumsum tulang belakang sehingga akan menyebabkan penurunan
jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit yang ada di dalam darah
(Lu,1995). Benzena dapat menimbulkan kelainan cytogenetic di
dalam sumsum tulang yang akan berlanjut dengan terjadinya
mutasi gen dan mutasi somatik yang kemudian akan menyebabkan
kanker leukemia. Leukemia adalah suatu keganasan hematologic
yang diakibatkan oleh proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hemopoetik sehingga
terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas ke dalam
sumsum tulang kemudian sel leukemia beredar secara sistemik
(Bakta, 2003). Leukemia dibagi menjadi dua macam yaitu
leukemia akut dan leukemia kronik.
Leukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis
yang cepat. Leukemia akut dibagi kembali menjadi 2 golongan
besar yaitu ALL (Acute Lymphoblastic Leukemia) dan AML (Acute

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 18

Myeloid

Leukemia)

atau

ANLL

(Acute

Nonlymphoblastic

Leukemia). Patofisiologi dari leukemia jenis ini dimulai dengan


transformasi ganas sel induk hematologik atau turunannya yang
menghasilkan sel leukemia sehingga mengakibatkan penekanan
hemopoesis normal sehingga terjadi kegagalan di sumsum tulang,
infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan
organomegali, serta katabolisme sel meningkat sehinga terjadi
keadaan hiperkatabolik. Leukemia kronik atau yang disebut dengan
CML (Chronic Myeloid Leukemia) merupakan gejala yang timbul
perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk
myeloid. Patogenesis dari CML adalah pada CML dijumpai
Philadelphia chromosom (Ph1 chr) yang merupakan suatu
reciprocal translocation 9,22 (t 9;22). Pada t 9;22 terjadi
translokasi sebagian materi genetik pada lengan panjang kromoson
22 ke lengan panjang kromosom 9 yang bersifat resiprokal. Hal ini
mengakibatkan sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang
kromosom 9 bergabung dengan onkogen BCR pada lengan panjang
kromosom 22. Sehingga gen baru akan mentranskripsikan chimeric
RNA sehingga terbentuk chimeric protein. Karena timbulnya
protein baru ini akan mempengaruhi transduksi sinyal terutama
melalui tyrosin kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan
dorongan proliferasi pada sel-sel myeloid dan menurunnya
apoptosis. Hal ini mengakibatkan proliferasi pada sel myeloid
(Bakta, 2003).
2.7 Target Organ Paparan Benzena
Target utama pajanan benzena pada manusia adalah sumsum tulang
belakang. Benzena dapat mengakibatkan sumsum tulang belakang menjadi
terganggu sehingga akan berakibat terganggunya proses pembuatan sel
darah pada akhirnya menyebabkan dampak kesehatan akibat tidak
normalnya sel darah pada manusia (CDC, 2005). Efek toksik yang
dihasilkan dari pajanan benzena adalah kerusakan sumsum tulang secara

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 19

laten dan irreversible yang disebabkan oleh metabolit benzena epoksida.


Terdapat beberapa jenis kerusakan darah akibat pajanan benzena, yaitu
pancytopenia, anemia aplastik, thrombocytopenia, granulocytopenia dan
lymphositopenia. Hal ini karena organ target benzena adalah sumsum tulang
tempat pembentukan sel darah.
Target utama pajanan benzena pada manusia adalah sumsum tulang
belakang. Benzena dapat mengakibatkan sumsum tulang belakang menjadi
terganggu sehingga akan berakibat terganggunya proses pembuatan sel
darah pada akhirnya menyebabkan dampak kesehatan akibat tidak
normalnya sel darah pada manusia (CDC, 2005). Efek toksik yang
dihasilkan dari pajanan benzena adalah kerusakan sumsum tulang secara
laten dan irreversible yang disebabkan oleh metabolit benzena epoksida.
Terdapat beberapa jenis kerusakan darah akibat pajanan benzena, yaitu
pancytopenia, anemia aplastik, thrombocytopenia, granulocytopenia dan
lymphositopenia. Hal ini karena organ target benzena adalah sumsum tulang
tempat pembentukan sel darah.
2.8 Efek Benzena Sebagai Bahan Karsinogenik
Peningkatan insiden leukemia telah ditemukan pada pekerja yang
terpapar di tempat kerja. EPA, IARC dan departemen kesehatan di Amerika
telah menggolongkan benzena sebagai bahan toksik yang karsinogenik pada
manusia. EPA mengelompokkan benzena sebagai kategori A (karsinogenik
pada manusia). EPA mengestimasi probabilitas perkembangan kanker
melalui udara yang dihirup dengan range 2,2 x 106 -7,8 x 106 sebagai
peningkatan risiko seumur hidup yang terpapar benzena 1 g/m 3 secara
terus-menerus. Pada tingkat risiko dari 1 x 104 1 x 107, berturutturut
konsentrasi udara bebas adalah 13,0 45,0 g/m3 sampai 0,013 0,045
g/m3 (EPA, 2009).
Benzena diklasifikasikan sebagai grup 1 karsinogen, mengutip bukti
tambahan dari peningkatan insiden leukemia akut nonlymphocytic (ANLL)
pada pekerja yang terpajan benzena dalam studi kohort, termasuk dari
kutipan kohort. Beberapa laporan dari studi kohort pada populasi terpapar
benzena di Amerika, termasuk update dari laporan sebelumnya, dan studi

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 20

kasus-kontrol baru dari leukemia atau subtipe nya, non-Hodgkin lymphoma


(NHL), multiple myeloma, dan pada tingkat lebih rendah tumor lainnya pada
orang dewasa. Selain itu, beberapa studi kasus-kontrol leukimia dengan data
pada benzena, pelarut, bensin, dan paparan terkait lainnya. Beberapa metaanalisis telah didapatkan dari satu atau lebih lokasi tumor (EPA, 2002).
Kesimpulan dari beberapa penelitian menyatakan bahwa benzena
merupakan zat karsinogenik pada manusia. Berdasarkan data paparan
inhalasi dan juga penelitian pada binatang. Kanker pada manusia disebabkan
adanya paparan benzena melalui pernafasan dengan lebih berpengaruh pada
leukimia akut nonlympoticytic (myelocytic), dimana benzena merupakan zat
karsinogensik pada binatang baik paparan melalui pernafasan maupun
melalui saluran pencernaan (Mukono, 2010).
2.9 Mekanisme Hematotoksitas Benzena
Mekanisme hematoktoksitas benzena di dalam tubuh ada beberapa
pendapat ahli, yaitu menurut Travis et al. (1990) dan McDonald (2001).
Model PBPK (Physiologically Based Pharmacokinetic) untuk benzena yang
paling popular adalah model yang dikemukakan oleh Travis et al. (1990),
seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 2.4 Model PBPK untuk Benzena (dengan asumsi terjadi pertukaran
aliran terbatas (flow-limited exchange) diantara pembuluh darah dan
jaringan)
Sumber: Travis et al., 1994
Model Travis menyajikan simulasi absorpsi dan disposisi benzena
dalam tubuh manusia, tikus, dan mencit. Jaringan yang tercakup adalah
darah, sumsum tulang, lemak, hati, paru, slowly-perfused tissues (otot
skeletal) dan rapidly-perfused tissues (viscera). Model ini juga mensimulasi
TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 21

kapasitas terbatas (Michaelis-Menten capacity-limited), yaitu eliminasi


metabolik benzena sebagai fungsi konsentrasi benzena di dalam sumsum
tulang dan hati. Juga mensimulasi laju eliminasi metabolik benzena, tetapi
bukan laju pembentukan metabolit spesifik atau disposisinya (yaitu
ekskresi). Untuk kemudahan, maka diasumsi 80% total metabolit adalah
fenol, yang terjadi dalam 24 jam dan diekskresikan lewat urin. Harga
parameter metabolisme (Vmax, Km) diestimasikan sebagai total metabolit
yang terbentuk (yang dieksresikan lewat urin) pada manusia, tikus, dan
mencit yang terpajan benzena melalui rute inhalasi dan oral. Vmax untuk
metabolisme yang terjadi dalam sumsum tulang manusia diasumsi sebesar
4% dari metabolisme di hati.
Mekanisme hematotoksisitas

benzena

yang

dikemukakan

oleh

McDonald (2001) yang skemanya dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah
ini.

Gambar 2.5 Metabolisme Benzena yang Mendeskripsikan Jalur


Karsinogenitas P450 = cytochrome P450; MPO = myeloperoxidase; NQO1
= NAD(P)H quinone oxidoreductase
Sumber : McDonald, 2001
Benzena dimetabolisme dengan bantuan enzim sitokrom P4502E1
(CYP2E1), terjadi terutama di dalam hati, lalu menjadi benzena oksida,
kemudian menjadi fenol, hidrokuinon, dan metabolit polifenolik lainnya.
Metabolit fenolik ini dapat didetoksifikasi oleh reaksi konjugasi dengan
sulfat, glutation atau glukoronida. Sulfatasi mungkin bukan merupakan
mekanisme detoksifikasi yang kuat, karena sumsum tulang mengandung

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 22

sulfatase konsentrasi tinggi yang dapat memecah senyawa konjugat menjadi


fenol bebas.
Metabolit fenolik di dalam sumsum tulang mengalami reaksi
peroksidase (dengan bantuan myeloperoksidase) atau auto-oksidasi, berubah
menjadi kuinon yang sangat reaktif. Perlawanan terhadap kuinon yang
sangat reaktif ini dilakukan oleh NAD(P)H: quinone oxidoreductase
(NQO1) atau konjugasi dengan glutation. Metabolit quinon juga
meningkatkan

tekanan

oksidatif

dan

mengubah

diferensiasi

dan

pertumbuhan sel dalam kompartemen myeoloid. Kombinasi efek genetik


dan epigenetik dari sel progenitor dalam sumsum tulang menimbulkan
leukemia pada individu
Fenol, hidrokuinon, dan metabolit fenolik lainnya ditransportasikan ke
seluruh tubuh melalui darah, masuk ke jaringan sumsum tulang. Mekanisme
leukemogenesis dari benzena mengindikasikan bahwa hidrokuinon, atau
hidrokuinon yang berkombinasi dengan fenol atau metabolit fenolik lainnya
berpotensi menimbulkan induksi dan progresi kanker. Hidrokuinon dan
metabolit benzena lainnya berasosiasi dengan DNA adduct, kerusakan DNA,
perubahan kromosonal, perubahan hematopoiesis, aneuploidy (kehilangan
seluruh kromosom) yang kesemuanya merupakan faktor kontribusi pada
beberapa bentuk leukemia pada orang dewasa maupun anak. Kuinon yang
diturunkan dari fenol, katekol, hidrokuinon dan 1,2,4-benzenatriol
menyebabkan kerusakan genetik termasuk pecahnya kromosom dan
aneuploidy. Tenaga kerja yang terpajan benzena mempunyai kadar
aneuploidies yang lebih tinggi dalam darah tepi.
Metabolisme primer diasumsi terjadi dalam hati, dan metabolism
sekunder terjadi dalam sumsum tulang yang merupakan target utama
toksisitas benzena. Proses yang melibatkan transport metabolit dari hati ke
sumsum tulang tidak diketahui, walaupun ikatan kovalen antara metabolit
dengan protein darah telah diketahui. Pada paparan kadar rendah, ekskresi
urin dari konjugat turunan benzena menunjukkan jalur ekskresi mayor.
Ekskresi melalui saluran empedu (biliary excretion) merupakan jalur
ekskresi minor.
2.10 Nilai Ambang Batas Pajanan Benzena

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 23

Beberapa aturan pemerintah baik nasional maupun internasional telah


mengatur mengenai batasan konsentrasi pajanan benzena. Occupational
Safety and Health Administration (OSHA) mengijinkan batas pemajanan
sebesar 1 ppm pada rata-rata waktu kerja 8 jam dan untuk pajanan singkat
(STEL) yaitu 5 ppm selama 15 menit (ATSDR, 2007), oleh karena itu
OSHA mengharuskan pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri
seperti respirator selama bekerja pada lokasi dengan potensi pemajanan
benzena yang tinggi. Menurut ACGIH tahun 2015 (American Conference of
Government Industrial Hygienists) menetapkan batasnya berdasarkan TLV
(TWA) 0,5 ppm dan STEL sebesar 2,5 ppm. EPA membatasi persentase
benzena yang diperbolehkan pada bensin adalah 1% dengan nilai maksimum
5% pada tahun 1990. Pada tahun 2011, batasan yang diperbolehkan 0,62%
dengan nilai maksimum 1,3%. Batas konsentrasi benzena pada air minum
adalah 0,005 ppm (Leo & Rosen, 2010). Sedangkan NIOSH menetapkan
batas pajanan benzena menurut REL (Recommended Exposure Limit) (8 jam
TWA) adalah 0,1 ppm dan STEL sebesar 1 ppm (NIOSH, 2005).
Di Indonesia sendiri peraturan yang mengatur tentang NAB (Nilai
Ambang Batas) benzena adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja yaitu
sebesar 0,5 ppm. Batas pajanan benzena di udara dari berbagai sumber dapat
dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini :
Tabel 2.3 Batas Pajanan Benzena di Lingkungan Udara
No
.
1.
2.
3.

Sumber

Batas Pajanan

ACGIH (2015)
API (sejak 1948)
ATSDR (2007)

TLV = 0,5 ppm, STEL = 2,5 ppm


Konsentrasi paling aman = 0
MRL pajanan akut (<14 hari) = 0,009 ppm
MRL pajanan sedang (15-36 hari) = 0,006 ppm
MRL pajanan kronik (>365 hari) = 0,003 ppm
RfD = 4 X 10-3 mg/kg/hari
RfC = 0,03 mg/m3
REL (8 jam TWA) = 0,1 ppm
STEL = 1,0 ppm, IDLH = 500 ppm

4.

IRIS (2003)

5.

NIOSH (2005)

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 24

6.

OSHA (2003)

7.

SNI (2011)

PEL (8 jam TWA) = 1 ppm


STEL = 5 ppm, AL = 0,5 ppm
0,5 ppm

2.11 Monitoring Benzena


Monitoring adalah suatu program berkelanjutan yang terdiri dari
observasi, pengukuran dan memutuskan dalam rangka mengenali bahaya
kesehatan yang potensial dan memutuskan apakah perlindungannya telah
cukup baik (Susilowati, 2011). Monitoring dilakukan dengan beberapa
tujuan yaitu mengevaluasi derajat pajanan terhadap pekerja, mendapatkan
gambaran nilai pengukuran yang diperlukan dalam rangka melakukan
kontrol secara teknis, melihat efek dari suatu perubahan proses, dan
mengevaluasi pajanan terhadap pekerja. Monitoring pajanan dapat
dilakukan menggunakan 4 (empat) cara yaitu dengan monitoring biologis,
monitoring lingkungan, monitoring personal dan monitoring medis.
1. Monitoring personal adalah pengukuran pajanan kontaminan udara
terhadap pekerja. Ketika dilakukan monitoring personal maka alat ukur
diletakkan sedekat mungkin dengan jalur masuk pajanan ke dalam tubuh
manusia.
2. Monitoring lingkungan dilakukan untuk mengukur pajanan di tempat
kerja. Alat ukur kontaminan diletakkan ketika pekerja biasanya bekerja.
3. Monitoring biologis merupakan proses pengukuran kontaminan yang
telah diabsorbsi dan masuk ke dalam tubuh manusia. Metode pengukuran
ini melibatkan pengukuran perubahan komposisi cairan tubuh, jaringan
atau udara ekshalasi.
4. Monitoring medis adalah pengujian oleh petugas medis untuk melihat
respon seseorang terhadap toksikan.
Terdapat berbagai metode pengukuran benzena terutama benzena yang
terdapat dalam udara lingkungan maupun pajanan benzena yang masuk ke
dalam tubuh. Menurut OSHA dapat dilakukan pengukuran pajanan benzena
dalam udara di tempat kerja dengan pengumpulan menggunakan tabung
sorbent arang teraktivasi, dilakukan desorpsi dengan karbon disulfida (CS 2),
dianalisa dengan gas kromatografi menggunakan detektor ionisasi sinar
Flame Ionization Detector (FID).

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 25

Sedangkan untuk mengukur pajanan benzena yang masuk dalam tubuh


dapat dilakukan dengan memeriksa biomarker dari benzena, biomarker
merupakan indikator sinyal peristiwa dalam sistem biologis atau sampel
(ATSDR 2007). WHO (1996) dan Taylor et al, (1996) menyebutkan bahwa
biomarker yang dapat dijadikan indikator pajanan benzena antara lain
adalah benzena dalam darah, benzena dalam urin, benzena dalam udara
pernapasan, phenol dalam urin, cathecol dalam urin, hydroquinon dalam
urin, 1,2,4 trihydroxi benzena dalam urin, phenylmercapturic acid dalam
urin dan trans,trans - muconic acid dalam urin. Sejumlah kecil benzena juga
akan terdeteksi di dalam urin, dimana waktu paruhnya (half life) tergantung
pada disposisi benzena yang terdapat pada beberapa bagian tubuh.
Dilaporkan bahwa waktu paruh yang lebih pendek kira-kira 10 15 menit di
darah, sedang 40 60 menit, dan lama 16 20 jam di urin (Ramon, 2007).
Beberapa penelitian mengindikasikan hubungan kuantitas antara
pajanan inhalasi benzena dengan konsentrasi t,t-MA dalam urin (WHO,
1996). Dari penelitian Boogaard dan Sittert (1995) tentang komparasi teknik
monitoring

biologi

paparan

benzena

antara

pengujian

asam

S-

phenylmercapturic (S-PMA), trans,trans - Muconic Acid (t,t-MA), dan


fenol, dinyatakan bahwa S-PMA dan t,t-MA sangat sensitif untuk
pengukuran pada tingkat eksposur benzena rendah. Meskipun t,t-MA dan SPMA merupakan biomarker yang sensitif, S-PMA lebih dapat diandalkan
dari t,t-MA untuk paparan benzena selama 12 jam kerja, namun untuk
pemantauan biologi paparan benzena dengan konsentrasi di udara lebih dari
1 ppm (8h TWA) pengukuran dengan t,t-MA lebih cocok bahkan banyak
dipakai karena kemudahannya dalam pengukuran.
Trans, trans-Muconic Acid adalah metabolit minor dari benzena yang
dapat digunakan sebagai indikator biologi untuk pajanan Benzena.
Meskipun t,t-MA telah diidentifikasi sebagai metabolit urin benzena di awal
abad ini, aplikasinya sebagai biomarker untuk pajanan benzena pada
lingkungan kerja baru dikenal akhir-akhir ini saja (Scherer 1998; Sipayung
2015). Level dari t,t-MA dalam urin dapat dipertimbangkan sebagai
biomarker yang dapat dipercaya pada pajanan benzena di lingkungan kerja.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 26

t,t-MA dalam urin dapat digunakan sebagai indikator yang sensitif dan
spesifik untuk pemantauan biologi, terutama untuk pajanan rendah benzena
t,t-MA dalam urin dapat mendeteksi pajanan benzena dengan konsentrasi
sampai 0.1 ppm (ACGIH, 2015). Suwansaksri dan Wiwanitkit (2000)
merekomendasikan penggunaan Biomarker trans, trans-Muconic Acid
dalam urin, untuk memonitor pajanan benzena terhadap pekerja dengan
risiko tinggi pajanan. Kadar t,t-MA di dalam tubuh yang dapat ditoleransi
(dianggap normal) adalah tidak lebih dari 500 g/g creatinine (NIOSH,
2003).
Beberapa penelitian mengindikasikan hubungan kuantitas antara
pajanan inhalasi benzena dengan konsentrasi t,t-MA dalam urin (WHO,
1996). Ghittori et al. (1996) mendapatkan hasil dari penelitian yang
dilakukan, sebuah persamaan yang menghubungkan konsentrasi biomarker
t,t-MA dalam urin dengan konsentrasi benzena dalam area pernapasan.
Trans,trans-Muconic Acid (ttMA) merupakan hasil oksidasi dari
senyawa muconaldehyde (MUC). Muconaldehyde merupakan senyawa
dialdehid dengan enam rantai karbon yang diperkirakan merupakan
penyebab daya racun benzena terhadap sumsum tulang. Metabolisme
benzena menjadi MUC merupakan langkah pertama terbentuknya senyawa
ttMA dalam urin. Pada dosis rendah, konsentrasi ttMA ditemukan
berhubungan secara linear antara konsentrasi paparan benzena dengan
waktu (Yuni, 2010). Eskresi ttMA dalam urin berada pada puncaknya
setelah paparan, dengan waktu paruh beberapa jam sehingga sampel urin
harus segera dikumpulkan setelah paparan terjadi (WHO, 1996)
Eskresi trans, trans-Muconic Acid dalam urin berada pada puncaknya
setelah pajanan, dengan waktu paruh beberapa jam (half life 6 jam) sehingga
sampel urin harus segera dikumpulkan setelah pajanan terjadi (WHO, 1996),
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah metode
termudah dalam penentuan t,t-MA dalam urin yang dapat digunakan untuk
memonitor pajanan benzena terhadap pekerja (Suwansaksri dan Wiwanitkit,
2000). t,t-MA dalam urin sebagai biomarker juga dapat ditentukan dengan

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 27

metode Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dan Liquid


Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS).

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 28

BAB 3
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :
1. Benzena ditemukan pada tahun 1825 oleh Michael Faraday, yang
mengisolasikan benzena dari gas minyak dan menamakannya bikarburet dari
hidrogen. Benzena pertama kali diproduksi secara komersial dari coal tar
pada tahun 1849 dan dari minyak pada tahun 1941. Benzena digunakan
sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri plastik dan
secara luas sebagai pelarut, industri obat, sebagai bahan baku atau bahan
intermediet dalam pembuatan banyak senyawa kimia, juga sebagai zat adiktif
pada bensin. Penggunaan utama benzena adalah untuk produksi etilbenzena,
cumene, dan sikloheksan.
2. Sifat fisik benzena adalah berbentuk cair dan mudah menguap. Benzena
berbau manis dan sangat mudah terbakar. Benzena bersifat non polar, tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik, dan merupakan senyawa
aromatik hidrokarbon yang memiliki sifat tidak jenuh dengan rumus kimia
C6H6.
3. Sumber utama paparan benzena adalah asap rokok, bengkel kendaraan
bermotor, emisi kendaraan bermotor, dan emisi kegiatan industri. Uap dari
berbagai produk yang mengandung benzena antara lain uap lem, cat, pelapis
furnitur, dan deterjen.
4. Toksikokinetik benzene setelah terpapar meliputi absorbsi toksin melalui
inhalasi (udara), gastrointestinal (makanan/minuman) dan kulit (kontak
langsung) yang kemudian didistribusikan melalui pembuluh darah beredar
keseluruh tubuh, kemudian disimpan sementara dalam sumsum tulang dan
lemak selanjutnya akan dikonversi menjadi produk metabolisme di dalam hati

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 29

dan sumsum tulang. Sebagain besar hasil metabolisme akan keluar melalui
urin dalam waktu sekitar 48 jam setelah terjadinya paparan.
5. Toksikodinamik benzene meliputi interaksi benzena yang bersifat toksin non
polar dengan membran sel ditubuh, selanjutnya berinteraksi dengan enzim
Sitokrom P450 2E1 (CYP 2E1) dalam proses biokimia hingga menjadi
benzena epoksida. Interaksi benzena dengan DNA berupa hidrokuinon dan
metabolit benzena lainnya berasosiasi dengan DNA adduct, mengakibatkan
kerusakan

DNA,

perubahan

kromosonal,

perubahan

hematopoiesis,

aneuploidy (kehilangan seluruh kromosom) yang kesemuanya merupakan


faktor kontribusi pada beberapa bentuk leukemia.
6. Paparan benzene dapat terjadi di tempat kerja, lingkungan luar maupun di
rumah. Pada industri paparan lebih besar sekitar 20% dari total benzena yang
ada di udara daripada paparan benzena dalam makanan, sayuran, atau air
minum. Efek paparan benzene diantaranya merugikan kesehatan berdasarkan
tiga poin penting; jalan masuknya, lama pajanan, dan jenis ganggguan
kesehatan yang ditimbulkan.
7. Target organ utama pajanan benzena pada manusia adalah sumsum tulang
belakang tempat pembentukan sel darah merah.
8. Benzena telah digolongkan sebagai bahan toksik yang karsinogenik pada
manusia kategori A. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kanker pada
manusia disebabkan adanya paparan benzena melalui pernafasan dengan
lebih berpengaruh pada leukimia akut nonlympoticytic (myelocytic)
9. Mekanisme hematotoksisitas menurut McDonal, benzena dimetabolisme
dengan bantuan enzim sitokrom P4502E1 (CYP2E1) di dalam hati, lalu
menjadi benzena oksida, kemudian menjadi fenol, hidrokuinon, dan metabolit
polifenolik lainnya. Metabolit fenolik ini didetoksifikasi oleh reaksi konjugasi
dengan sulfat, glutation atau glukoronida. Selanjutnya metabolit fenolik di

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 30

dalam sumsum tulang mengalami reaksi peroksidase (dengan bantuan


myeloperoksidase) atau auto-oksidasi, berubah menjadi kuinon yang sangat
reaktif.

Metabolit quinon juga meningkatkan tekanan oksidatif dan

mengubah diferensiasi dan pertumbuhan sel dalam kompartemen myeoloid.


Kombinasi efek genetik dan epigenetik dari sel progenitor dalam sumsum
tulang menimbulkan leukemia pada individu terpapar.
10. NAB pajanan benzene menurut OSHA sebesar 1 ppm pada rata-rata waktu
kerja 8 jam dan untuk pajanan singkat (STEL) yaitu 5 ppm selama 15 menit.
Di Indonesia, NAB benzena berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 adalah sebesar 0,5
ppm.
11. Monitoring pajanan benzene dilakukan pada 4 aspek, diantaranya monitoring
biologis, monitoring lingkungan, monitoring personal dan monitoring medis.
i.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 31

DAFTAR PUSTAKA
ACGIH. (2015). Threshold Limit Value for Chemical Substances and Physical
Agents and Biological Exposure Indices. Cincinnati: American Conferrence
Governmental Industrial Hygienists.
Agency for Toxic Substance and Disease Registry. (2007). Toxicological Profiles
for Benzene. Division of Toxicology and Environmental Medicine. Atlanta.
https://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp3.pdf. (Diakses pada tanggal 23
Desember 2016).
Anonim. (2011). Benzene Myelogenous Leukimia. http://www.benzenamyelogenous-leukimia.com/html/reports.html. (Diakses 23 Desember 2016).
ATSDR. (2000). Benzene. http://www.atsdr.cdc.gov/csem/benzene/docs/benzene.
pdf. (Diakses pada tanggal 23 Desember 2016).
ATSDR. (2005). Toxicological Profiles for Benzene. US Department of Health and
Human Service, Public Health Service, Atlanta, Georgia: Agency for Toxic
Substance and Disease Registry. http://www.atsdr/benzenetoxicological.com.
(Diakses pada tanggal 23 Desember 2016).
ATSDR. (2007). Toxicological Profile for Benzena. U.S. Department of Health
and Human Service.
Bakta, I Made. (2003). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Boogaard P.J., Van Sittert N.J. (1995). Biological Monitoring Of Exposure To
Benzena: A Comparison Between S-Phenylmercapturic Acid, Trans,TransMuconic Acid, And Phenol. Netherland: Shell Research BV.
Carpenito, L.J. ( 2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Alih bahasa
Yasmin Asih. Editor Monica Ester. Jakarta : EGC.
Casarett dan Doull. (1995). Toxicologi: The Basic Science of Poisons. Edisi
kelima.USA: McGraw-Hill.
CDC. (2005). Facts About Benzene. Centers for Disease Control
http://www.bt.cdc.gov/agent/benzene/basics/ facts.asp. (Diakses pada tanggal
23 Desember 2016).
Departemen Tenaga Kerja RI. (1997). Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI
Nomor 1 Tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara
Lingkungan Kerja. Jakarta.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. (1981). Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja. Jakarta.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 32

EPA. (2002). Toxicological Review of Benzena (Noncancer Effects). IARC


Monographs Supplement.
European Committee For Standardization. (2009). Indicative List of Regulated
Dangerous Substance Possibly Associated with Construction Products Under
The CPD. Nederlands: Nederlands Normalisatie Institut.
Ghittori, S., Maestri, L., Rolandi, L., Lodola, L., Fiorentino, M.L., Imbriani, M.
(1996). The Determination of trans,trans-Muconic Acid in Urine as an
Indicator of Occupational Exposure to Benzene. Appl. Occup. Environ. Hyg,
Cincinati: 11:187-191.
Jeffrey, S.K., Brent, D.K., Dennis, J.P. (2013). A Clibrated Human PBPK Model
for Benzene Inhalation with Urinary Bladder and Bone Marrow
Compartments. Risk Analysis: 33(7):1237-1251.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. (2011). Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Jakarta.
Kirkeleit J., Riise T., Gjertsen B.T., Moen B.E., Bratveit M., Bruserud O. (2008).
Effects of Benzena on Human Hematopoiesis. The Open Hematology
Journal: 2:87-102.
Leo & Rosen. (2010). Benzene. http://www.cancer.org/Cancer/CancerCauses/
OtherCarcinogens/IntheWorkplace/benzene. (Diakses pada tanggal 23
Desember 2016).
Lu, F.C (1995). Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko.
Edisi Kedua. Depok: Penerbit Universitas Indonesia.
Lippman M. (2000). Environmental Toxicants : Human Exposure and their
Health Effects Second Edition. Kanada: A John Wiley & Sons. Inc
Publication.
McDonald, T.A. (2001). Hiphothesis: Phenol And Hydroquinone Derived Mainly
From Diet And Gastrointestinal Flora Actiity Are Causal Factors In
Leukemia. Int. Journal Leukimia: 15:10-20. http://www.nature.com/leu.
(Diakses pada tanggal 23 Desember 2016).
Mukono J. (2010). Toksikologi Lingkungan. Surabaya:
Press.

Airlangga University

NIOSH. (2003). Manual of Analytical Methods (MAM), Fourth Edition. National


Institute for Occupational Health and Safety.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 33

NIOSH. (2005). Pocket Guide to Chemical Hazards. Department of Health and


Human Services. Centers for Disease Control and Prevention. USA: National
Institute for Occupational Health and Safety. Cincinnati.
Ramon, Agus. (2007). Analisis Paparan Benzena Terhadap Profil Darah Pada
Pekerja Industri Pengolahan Minyak Bumi. Tesis. Magister Kesehatan
Lingkungan. Semarang: Universitas Diponegoro.
Republik Indonesia. (1993). Keputusan Presiden RI Nomor 22 Tahun 1993
tentang Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan Kerja. Jakarta.
Salim, Rendy Noor. (2012). Analisisi Risiko Kesehatan Pajanan Benzenan Pada
Karyawan Di SPBU X Pancoran Mas Depok Tahun 2011. Skripsi. Depok:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Scoot, M.A., Juergan, A., Peter, J.B., Michael, F.H., Raegan, B.O., Steven, H.R.
and A Robert, S. (2012). The Use of Biomonitoring Data in Exposure and
Human Health Riskassessment: Benzene Case Study. Critical Reviews in
Toxicology: 43(2):119-153.
Sipayung, Leo Pardon. (2015). Korelasi Paparan Benzene Melalui Pemeriksaan
Kadar trans,trans-Muconic Acid (t,tMA) Dalam Urin Dengan Gambaran
Complete Blood Count (CBC) Pada Karyawan Di Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (SPBU) X Dan Y PT. Pertamina Medan. Tesis. Program Studi
Magister Ilmu Biomedik. Fakultas Kedokteran. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Susilowati, Betty. (2011). Resiko Kesehatan Terhadap Pajanan Benzene Pada
Pekerja Industri Sepatu Kulit Di PIK Pulogadung Skripsi. Departemen
Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Depok.
Suwansakri, J and Wiwanitkit, V. (2000). Urine Trans,Trans-Muconic Acid
Determination for Monitoring of Benzene Exposure in Mechanics. Bangkok:
Chulalangkorn University.
Travis, C.C., Quillen, J.L., Arms, A.D. (1990). Pharmacokinetics of benzene.
Toxicol
Appl
Pharmacol:
102:400-420.
https://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp3.pdf. (Diakses pada tanggal 23
Desember 2016).
Tualeka, Abdul Rohim. (2013). Toksikologi Industri. Surabaya : Graha Ilmu
Mulia.
WHO. (1996). Biological Monitoring of Chemical Exposure in The Workplace..
Geneva: World Health Organization.
Wikipedia. (2016). Benzena. https://id.wikipedia.org/wiki/Benzena. (Diakses pada
tanggal 23 Desember 2016).

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 34

Yuni, Indriati. 2010. Analisis Resiko Kesehatan Pajanan Benzene pada Pekerja
Bengkel Sepatu X Di Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Pulogadung Jakarta Timur. Tesis. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Pasca Sarjana ILmu Kesehatan Masyarakat Depok.

TOKSIKOLOGI INDUSTRI

Page 35

Anda mungkin juga menyukai