PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Casarett dan Doull, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas
kerusakan atau cidera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang
diakibatkan oleh suatu materi substansi atau energi, mempelajari racun,
tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada
organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap
organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari
tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan.
Benzena merupakan pelarut solven yang sangat baik untuk lateks karet
dan telah digunakan secara besar-besaran dalam industri karet sepanjang
abad ke-19 (Ester, 2006). Beberapa negara telah menetapkan nilai ambang
batas penggunaan benzena. Jerman menetapkan batas sebesar 8 ppm.
Sedangkan Australia, Denmark, Finlandia, Jepang, Belanda, dan Amerika
menetapkan batasannya sebesar 10 ppm (Leo & Ronsen, 2010). Berbeda
dengan Swedia yang menetapkan batas pajanan benzena sebesar 5 ppm,
Indonesia menetapkan nilai ambang batas bagi benzena sebesar 32 mg/m 3
atau 10 ppm sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE
01/MENAKER/1997 (Departemen Tenaga Kerja RI, 1997).
Pemajanan benzena dapat berupa akut dan kronik. Dampak pemajanan
dapat terjadi apabila bezene tertelan, mengiritasi kulit, dan terhirup. Akibat
yang ditimbulkan dari pemajanan akut adalah keracunan benzena berupa
kepala pusing, mual, muntah, sesak nafas serta akan menimbulkan bercak
kemerahan apabila mengiritasi kulit (CDC, 2005). Sedangkan pemaparan
kronis akan mengakibatkan gangguan psikologis, gangguan kulit, dan
gangguan pada saluran darah (CDC, 2005). Kasus-kasus kesehatan yang
berhubungan dengan pajanan benzena telah banyak ditemukan di beberapa
negara. Kasus pajanan benzena pertama kali ditemukan di Maryland, USA
pada 1909 dimana 4 orang gadis berusia 14 tahun menderita kelumpuhan
dan pendarahan selaput otak (Anonim, 2011). Sementara itu efek kronik
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 1
keracunan benzena pertama kali ditemukan oleh Lesse di Inggris pada tahun
1920 pada 2 orang pekerja pabrik balon. Lesse menemukan pencemaran
udara lingkungan kerja dengan konsentrasi benzena sebesar 210 800 ppm
(Anonim, 2011). Benzena juga dapat mengakibatkan abortus spontan pada
ibu hamil, berat badan lahir rendah pada bayi serta gangguan menstruasi
(Ester, 2006).
Benzena telah lama dikenal sebagi karsinogen dan sebagai penyebab
penyakit akibat kerja. Eksposur dengan dosis tinggi dalam waktu yang
singkat dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf misalnya cepat
lelah, mengantuk, pusing, mual sedangkan dalam konsentrasi yang rendah
dengan waktu yang panjang dapat menyebabkan gangguan terhadap
pembentukan sel-sel darah seperti menurunnya sel darah merah, darah putih,
trombosit, dan sifat karsinogeniknya menyebabkan kanker darah (leukemia).
Menurut Keputusan Presiden RI Nomor 22 Tahun 1993 tentang
Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan Kerja, penyakit yang disebabkan
oleh benzena merupakan salah satu penyakit yang timbul karena hubungan
kerja. Pasal 1 dalam peraturan ini menyatakan bahwa penyakit yang timbul
karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja,
menyatakan bahwa semua pekerja yang bertalian dengan kejadian
pemaparan terhadap benzena merupakan salah satu jenis penyakit akibat
kerja yang wajib dilaporkan. Diperlukan Indikator Pemajanan Biologik
(IPB) atau BEI (Biological Exposures Indices) bila mengacu kepada Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-01/MENAKER/1997 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.
Oleh karena efek paparan benzena yang dapat berpengaruh terhadap
kesehatan, khususnya menyebabkan kanker, maka penulis ingin mengulas
bagaimana mekanisme benzena yang merupakan bahan karsinogenik
sehingga menyebabkan kanker.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 2
Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, terdapat beberapa tujuan yaitu sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
manusia.
7. Untuk mengetahui target organ paparan benzena.
8. Untuk mengetahui efek benzena sebagai bahan karsinogenik.
9. Untuk mengetahui mekanisme hematatotoksitas benzena.
10. Untuk mengetahui nilai ambang batas (NAB) pajanan benzena.
11. Untuk mengetahui monitoring benzena.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Kegunaan Benzena
Benzena ditemukan pada tahun 1825 oleh seorang ilmuwan Inggris,
Michael
Faraday,
yang
mengisolasikannya
dari
gas
minyak
dan
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 4
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 5
Informasi
Rumus Kimia
Berat Molekul
Titik Nyala
Titik Leleh
Titik Didih
C6H6
78.11 gr/mol
-11,1oC
5,5oC
80,1oC
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 6
6.
7.
0,8787 gl/L
0,188% (w/w) atau 1,8 gr/L
Alkohol, kloroform, eter, karbon
8. Kelarutan dalam pelarut
sulfida, aseton, minyak, karbon
tetraklorida, asam asetat glasial
Kesehatan = 2, Penyalaan = 3,
9. Klasifikasi NFPA
Reaktivitas = 0
Klasifikasi HMIS (USA)
Kesehatan = 2, Penyalaan = 3,
10.
Reaktivitas = 0
Batas atas 7.8%, batas bawah
11. Batas penyalaan
1.2%
- ACGIH (TWA:0,5 ; STEL:2,5
ppm) - NIOSH (TWA:1,6 STEL: 1
12. Batas Paparan
ppm) - OSHA (TWA:1,
STEL:5ppm
Sumber: (ATSDR, 2007; ACGIH, 2015)
Dari hasil penelitian pada hewan percobaan dan manusia, beberapa
badan kesehatan seperti IARC, NTP, dan EPA telah mengevaluasi
pengklasifikasian benzena menjadi A1 yang merupakan penyebab kanker.
Menurut IARC (The International Agency for Research on Cancer) benzena
diklasifikasikan sebagai bahan karsinogen pada manusia dengan bukti
bahwa benzena dapat menyebabkan AML (acute myeloid leukemia), ALL
(acute lymphocytic leukemia), CLL (chronic lymphocytic leukemia),
multiple myeloma, dan non-Hodgkin lymphoma. Berdasarkan NTP (National
Toxicology Program), benzena diklasifikasikan sebagai bahan yang
diketahui dapat menjadi karsinogen pada manusia. Menurut IRIS-EPA
(Environmental Protection Agency), benzena merupakan karsinogen untuk
manusia (Leo & Rosen, 2010). Pada tahun 1948, API (American Petroleum
Institute) mempublikasikan bahwa benzena dipastikan dapat menyebabkan
leukimia dan tidak ada toleransi sekecil apapun (zero ppm level) terhadap
emisi benzena (Susilowati, 2011). Sedangkan menurut salah satu badan
standarisasi dunia menyebutkan bahwa benzena merupakan bahan
berbahaya dan bersifat karsinogenik sehingga tidak boleh dipergunakan
dalam kegiatan industri (European Committee for Standardization, 2009).
2.3 Sumber Benzena
Benzena dapat ditemukan dari sumber-sumber alami, seperti gunung
merapi dan kebakaran hutan, minyak mentah, dan BBM. Sebagian besar
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 7
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 8
Gambar 2.2 Bahan kimia dan polimer yang dihasilkan dari reaksi benzena
Sumber : Wikipedia, 2016
2.4 Toksikokinetik Benzena
Benzena dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernafasan (tenggorokan dan paruparu), jalur gastrointertinal, dan melalui
kulit. Ketika seseorang menghirup benzena dalam konsentrasi yang tinggi,
maka setengah dari konsentrasi tersebut akan masuk ke dalam saluran
pernafasan yang kemudian masuk ke dalam aliran darah (ATSDR, 2007).
Paparan benzena melalui makanan dan minuman, sebagian besar akan
masuk ke dalam jaringan gastrointestinal dan masuk ke darah. Sebagian
kecil benzena akan masuk melalui kulit dengan adanya kontak langsung
antara kulit dan benzena atau produk yang mengandung benzena. Dalam
darah, benzena akan beredar keseluruh tubuh dan akan disimpan sementara
dalam sumsum tulang dan lemak kemudian akan dikonversi menjadi produk
metabolisme di dalam hati dan sumsum tulang. Sebagain besar hasil
metabolisme akan keluar melalui urin dalam waktu sekitar 48 jam setelah
ada paparan (ATSDR, 2007). Toksikokinetika benzena meliputi :
2.4.1
Absorbsi
Benzena yang tidak segera dikeluarkan melalui ekspirasi, akan
diabsorbsi ke dalam darah. Benzena larut dalam cairan tubuh dalam
konsentrasi rendah dan secara cepat dapat terakumulasi dalam jaringan
lemak karena kelarutannya yang tinggi dalam lemak. Uap benzena
mudah diabsorbsi oleh darah yang sebelumnya diabsorbsi oleh jaringan
lemak. Absorbsi benzena ke dalam jaringan tubuh dapat melalui beberapa
cara yaitu pernafasan (inhalasi), kulit (dermal) dan saluran pencernaan
(gastrointestinal) (Agency for Toxic Substance and Disease Registry,
2007).
Inhalasi adalah rute yang paling penting dari penyerapan selama
pajanan benzena. Manusia menyerap 30 52% dari inhalasi benzena,
tergantung pada konsentrasi benzena, lama paparan dan ventilasi paru.
Benzena juga menembus kulit tapi penyerapan dermal dari benzena tidak
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 9
luas, karena menguap dengan cepat dan tekanan uap yang tinggi
(Kirkeleit et al, 2008).
Absorbsi benzena terdiri dari 3 rute yaitu melalui inhalasi, dermal
dan grastrointestinal.
a. Inhalasi
Benzena masuk ke dalam tubuh dalam bentuk uap melalui
inhalasi dan absorbsi terutama melalui paruparu, jumlah uap benzena
yang diinhalasi sekitar 70 80% dari keseluruhan jumlah benzena
yang masuk ke dalam tubuh. Benzena mudah diabsorbsi melalui
saluran pernafasan dengan persentase 70 80% pada 5 menit pertama,
dan 20 60% sampai jam berikutnya (Agency for Toxic Substance
and Disease Registry, 2007).
b. Dermal (kulit)
Studi in vitro yang dilakukan pada kulit manusia, dihasilkan
bahwa absorbsi benzena melalui kulit lebih kecil dibandingkan dengan
total absorbsi, tetapi absorbsi dari uap benzena dapat merupakan rute
paparan yang signifikan (Agency for Toxic Substance and Disease
Registry, 2007).
Penyerapan melalui kulit minimal bila dibandingkan dengan
inhalasi atau penyerapan oral, hal ini disebabkan sebagian besar untuk
penyerapan volatil benzena cepat dari kulit. Jika penyerapan
didasarkan
pada
jumlah
yang
dioleskan
pada
kulit
tanpa
benzena
pada
gastrointestinal
penelitian,
dan
meningkatkan
meningkatkan
tingkat
proporsi
14 C
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 10
Distribusi
Distribusi adalah suatu peristiwa dimana xenobiotik yang terabsorbsi
berpindah dari tempat absorbsi ke bagian lain dari tubuh. Jika xenobiotik
masuk ke dalam pembuluh darah, ia akan beredar ke seluruh tubuh dalam
bentuk bebas atau dalam bentuk terikat oleh plasma darah (Tualeka,
2013).
Distribusi benzena ke seluruh tubuh melalui adsorbsi dalam darah,
karena benzena adalah lipofilik, maka distribusi terbesar adalah dalam
jaringan lemak. Jaringan lemak, sumsum tulang dan urin mengandung
benzena kirakira 20 lebih banyak dari yang terdapat dalam darah. Kadar
benzena dalam otot dan organ 1 3 kali lebih banyak dibandingkan
dalam darah. Sel darah merah mengandung benzena dua kali lebih
banyak daripada dalam plasma (Agency for Toxic Substance and Disease
2.4.3
Registry, 2007).
Metabolisme Biotransformasi
Metabolisme utama benzena terjadi di hati, namun metabolisme
ekstrahepatik utama benzena terjadi di sumsum tulang dan memberikan
kontribusi yang signifikan untuk toksisitas benzena (Travis et al., 1990).
Tahap pertama metabolisme di hati adalah oksidasi benzena menjadi
benzena oksida dengan katalalis cytochrome p450dependentmono
oxygenase. Benzena oksida kemudian mencapai keseimbangan dengan
exepin (Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2007).
Metabolit adalah bahan yang dihasilkan secara langsung oleh reaksi
biotransformasi. Setelah reaksi oksidasi ini, beberapa metabolit sekunder
akan terbentuk secara enzimatik dan non enzimatik. Biotransformasi
benzena dalam tubuh berupa metabolit akhir yang utama adalah fenol
yang dieksresikan lewat urin dalam bentuk konjugasi dengan asam sulfat
atau glukuronat. Sejumlah kecil dimetabolisme menjadi kathekol, karbon
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 11
dioksida dan asam mukonat (Agency for Toxic Substance and Disease
Registry, 2007).
Glukoronida dan konjugat sulfat dari fenol merupakan metabolit
benzena dalam urin yang paling utama. Konjugat yang lain, kathekol dan
quinol, asam merkapturat, transtransmuconic acid dan produk reaksi
dari benzena dengan guananine, N7phenylguananine. Karena beberapa
bahan kimia juga dimetabolisme oleh sistem enzim yang sama, dapat
diperkirakan
bahwa
kombinasi
pajanan
secara
simultan
dapat
utama
metabolisme
benzena.
Benzena
konjugasi
dengan
glutation
S-transferase
untuk
memproduksi
p-benzoquinone
dan
1,2,4-
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 12
Ekskresi
Dari beberapa data ditemukan bahwa jika terjadi pajanan benzena
melalui saluran pernafasan maka rute utama untuk mengurangi benzena
yang tidak termetabolisme adalah melalui ekshalasi. Penyerapan benzena
dapat diekskresi melalui proses metabolisme fenol dan muconic acid
melalui ekskresi urin pada pembentukan konjugasi berupa sulfat dan
glucuronides. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah terpajan
benzena ditempat kerja (selama 8 jam kerja) pada tingkat 100 cm3/m3,
sejumlah 13,2% fenol, 10,2% quinol, 1,9% t,t,muconic acid, 1,6%
kathekol
dan
0,5%
1,2,4benzenatriol
dari
jumlah
diabsorbsi,
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 13
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 14
industri. Uap dari berbagai produk juga mengandung benzena antara lain
lem, cat, pelapis furnitur, dan deterjen. Emisi dari kegiatan industri
mempunyai konstribusi sekitar 20% dari total benzena yang ada di udara
bebas (Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 2007).
Kadar benzena di udara bebas mempunyai konsentrasi antara 0,002
34 ppb. Orang yang tinggal di kota atau lingkungan industri secara umum
dapat terpapar benzena dengan kadar yang lebih besar. Orang akan
terpapar benzena lebih besar lagi jika dia bekerja di industri perminyakan
seperti unit pengolahan minyak, SPBU maupun industri petrochemical
(ATSDR, 2007).
Paparan benzena dalam makanan, sayuran, atau air minum tidak
setinggi paparan di udara. Air minum mengandung < 0,1 ppb benzena.
Benzena terdeteksi dalam beberapa botol air, cairan, dan makanan.
Kebocoran tempat penyimpanan gasoline atau dari landfills dan sampah
berbahaya yang mengandung benzena dapat mencemari air. Paparan
benzena juga dapat terjadi karena aliran air dari keran. Paparan juga bisa
terjadi ketika mandi, memasak dengan air yang terkontaminasi (Agency
2.6.2
Pada
tingkat
permulaan,
benzena
terutama
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 15
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 16
Mg/m3
25
80
Durasi
Paparan
(menit)
300
60
60
30
30
5 10
Fatal
480
50 150
160 480
500
1.600
1.500
4.800
3.000
9.600
7.500
24.000
19.000
60.800
20.000
64.000
Sumber : ATSDR , 2007
Efek
Page 17
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 18
Myeloid
Leukemia)
atau
ANLL
(Acute
Nonlymphoblastic
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 19
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 20
Gambar 2.4 Model PBPK untuk Benzena (dengan asumsi terjadi pertukaran
aliran terbatas (flow-limited exchange) diantara pembuluh darah dan
jaringan)
Sumber: Travis et al., 1994
Model Travis menyajikan simulasi absorpsi dan disposisi benzena
dalam tubuh manusia, tikus, dan mencit. Jaringan yang tercakup adalah
darah, sumsum tulang, lemak, hati, paru, slowly-perfused tissues (otot
skeletal) dan rapidly-perfused tissues (viscera). Model ini juga mensimulasi
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 21
benzena
yang
dikemukakan
oleh
McDonald (2001) yang skemanya dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah
ini.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 22
tekanan
oksidatif
dan
mengubah
diferensiasi
dan
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 23
Sumber
Batas Pajanan
ACGIH (2015)
API (sejak 1948)
ATSDR (2007)
4.
IRIS (2003)
5.
NIOSH (2005)
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 24
6.
OSHA (2003)
7.
SNI (2011)
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 25
biologi
paparan
benzena
antara
pengujian
asam
S-
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 26
t,t-MA dalam urin dapat digunakan sebagai indikator yang sensitif dan
spesifik untuk pemantauan biologi, terutama untuk pajanan rendah benzena
t,t-MA dalam urin dapat mendeteksi pajanan benzena dengan konsentrasi
sampai 0.1 ppm (ACGIH, 2015). Suwansaksri dan Wiwanitkit (2000)
merekomendasikan penggunaan Biomarker trans, trans-Muconic Acid
dalam urin, untuk memonitor pajanan benzena terhadap pekerja dengan
risiko tinggi pajanan. Kadar t,t-MA di dalam tubuh yang dapat ditoleransi
(dianggap normal) adalah tidak lebih dari 500 g/g creatinine (NIOSH,
2003).
Beberapa penelitian mengindikasikan hubungan kuantitas antara
pajanan inhalasi benzena dengan konsentrasi t,t-MA dalam urin (WHO,
1996). Ghittori et al. (1996) mendapatkan hasil dari penelitian yang
dilakukan, sebuah persamaan yang menghubungkan konsentrasi biomarker
t,t-MA dalam urin dengan konsentrasi benzena dalam area pernapasan.
Trans,trans-Muconic Acid (ttMA) merupakan hasil oksidasi dari
senyawa muconaldehyde (MUC). Muconaldehyde merupakan senyawa
dialdehid dengan enam rantai karbon yang diperkirakan merupakan
penyebab daya racun benzena terhadap sumsum tulang. Metabolisme
benzena menjadi MUC merupakan langkah pertama terbentuknya senyawa
ttMA dalam urin. Pada dosis rendah, konsentrasi ttMA ditemukan
berhubungan secara linear antara konsentrasi paparan benzena dengan
waktu (Yuni, 2010). Eskresi ttMA dalam urin berada pada puncaknya
setelah paparan, dengan waktu paruh beberapa jam sehingga sampel urin
harus segera dikumpulkan setelah paparan terjadi (WHO, 1996)
Eskresi trans, trans-Muconic Acid dalam urin berada pada puncaknya
setelah pajanan, dengan waktu paruh beberapa jam (half life 6 jam) sehingga
sampel urin harus segera dikumpulkan setelah pajanan terjadi (WHO, 1996),
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah metode
termudah dalam penentuan t,t-MA dalam urin yang dapat digunakan untuk
memonitor pajanan benzena terhadap pekerja (Suwansaksri dan Wiwanitkit,
2000). t,t-MA dalam urin sebagai biomarker juga dapat ditentukan dengan
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 27
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 28
BAB 3
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :
1. Benzena ditemukan pada tahun 1825 oleh Michael Faraday, yang
mengisolasikan benzena dari gas minyak dan menamakannya bikarburet dari
hidrogen. Benzena pertama kali diproduksi secara komersial dari coal tar
pada tahun 1849 dan dari minyak pada tahun 1941. Benzena digunakan
sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri plastik dan
secara luas sebagai pelarut, industri obat, sebagai bahan baku atau bahan
intermediet dalam pembuatan banyak senyawa kimia, juga sebagai zat adiktif
pada bensin. Penggunaan utama benzena adalah untuk produksi etilbenzena,
cumene, dan sikloheksan.
2. Sifat fisik benzena adalah berbentuk cair dan mudah menguap. Benzena
berbau manis dan sangat mudah terbakar. Benzena bersifat non polar, tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik, dan merupakan senyawa
aromatik hidrokarbon yang memiliki sifat tidak jenuh dengan rumus kimia
C6H6.
3. Sumber utama paparan benzena adalah asap rokok, bengkel kendaraan
bermotor, emisi kendaraan bermotor, dan emisi kegiatan industri. Uap dari
berbagai produk yang mengandung benzena antara lain uap lem, cat, pelapis
furnitur, dan deterjen.
4. Toksikokinetik benzene setelah terpapar meliputi absorbsi toksin melalui
inhalasi (udara), gastrointestinal (makanan/minuman) dan kulit (kontak
langsung) yang kemudian didistribusikan melalui pembuluh darah beredar
keseluruh tubuh, kemudian disimpan sementara dalam sumsum tulang dan
lemak selanjutnya akan dikonversi menjadi produk metabolisme di dalam hati
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 29
dan sumsum tulang. Sebagain besar hasil metabolisme akan keluar melalui
urin dalam waktu sekitar 48 jam setelah terjadinya paparan.
5. Toksikodinamik benzene meliputi interaksi benzena yang bersifat toksin non
polar dengan membran sel ditubuh, selanjutnya berinteraksi dengan enzim
Sitokrom P450 2E1 (CYP 2E1) dalam proses biokimia hingga menjadi
benzena epoksida. Interaksi benzena dengan DNA berupa hidrokuinon dan
metabolit benzena lainnya berasosiasi dengan DNA adduct, mengakibatkan
kerusakan
DNA,
perubahan
kromosonal,
perubahan
hematopoiesis,
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 30
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 31
DAFTAR PUSTAKA
ACGIH. (2015). Threshold Limit Value for Chemical Substances and Physical
Agents and Biological Exposure Indices. Cincinnati: American Conferrence
Governmental Industrial Hygienists.
Agency for Toxic Substance and Disease Registry. (2007). Toxicological Profiles
for Benzene. Division of Toxicology and Environmental Medicine. Atlanta.
https://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp3.pdf. (Diakses pada tanggal 23
Desember 2016).
Anonim. (2011). Benzene Myelogenous Leukimia. http://www.benzenamyelogenous-leukimia.com/html/reports.html. (Diakses 23 Desember 2016).
ATSDR. (2000). Benzene. http://www.atsdr.cdc.gov/csem/benzene/docs/benzene.
pdf. (Diakses pada tanggal 23 Desember 2016).
ATSDR. (2005). Toxicological Profiles for Benzene. US Department of Health and
Human Service, Public Health Service, Atlanta, Georgia: Agency for Toxic
Substance and Disease Registry. http://www.atsdr/benzenetoxicological.com.
(Diakses pada tanggal 23 Desember 2016).
ATSDR. (2007). Toxicological Profile for Benzena. U.S. Department of Health
and Human Service.
Bakta, I Made. (2003). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Boogaard P.J., Van Sittert N.J. (1995). Biological Monitoring Of Exposure To
Benzena: A Comparison Between S-Phenylmercapturic Acid, Trans,TransMuconic Acid, And Phenol. Netherland: Shell Research BV.
Carpenito, L.J. ( 2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Alih bahasa
Yasmin Asih. Editor Monica Ester. Jakarta : EGC.
Casarett dan Doull. (1995). Toxicologi: The Basic Science of Poisons. Edisi
kelima.USA: McGraw-Hill.
CDC. (2005). Facts About Benzene. Centers for Disease Control
http://www.bt.cdc.gov/agent/benzene/basics/ facts.asp. (Diakses pada tanggal
23 Desember 2016).
Departemen Tenaga Kerja RI. (1997). Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI
Nomor 1 Tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara
Lingkungan Kerja. Jakarta.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. (1981). Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja. Jakarta.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 32
Airlangga University
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 33
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 34
Yuni, Indriati. 2010. Analisis Resiko Kesehatan Pajanan Benzene pada Pekerja
Bengkel Sepatu X Di Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Pulogadung Jakarta Timur. Tesis. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Pasca Sarjana ILmu Kesehatan Masyarakat Depok.
TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Page 35