Anda di halaman 1dari 47

PAPER

ILEUS OBSTRUKTIF
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)

Disusun Oleh :
Martin Agusta

15360443

Pembimbing :
dr. Ilham Budiono Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS)


SMF ILMU KEDOKTERAN BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN SUMATERA UTARA
2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobilalamin atas rahmat dan ridho dariNYA sehingga penulis


dapat menyelesaikan paper dengan judul Ileus Obstruktif. Proses penulisan ini
dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, maka tidak lupa saya
mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Ilham Budiono Sp.B

selaku

pembimbing

dalam

melaksanakan

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) SMF Ilmu Bedah Rs. Umum Haji Mina
Medan, Sumatera Utara
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini baik secara
langsung ataupun tidak langsung
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Medan,

Desember 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul...........................................................................................
Kata Pengantar..........................................................................................
Daftar Isi....................................................................................................

1
2
3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Usus Halus ..................................................
2.1.2 Anatomi Usus Besar ...................................................
2.1.3 Vaskularisasi ..............................................................
2.1.4 Pembuluh Limfe .........................................................
2.1.5 Inervasi .......................................................................
2.2 Ileus Obstruktif
2.2.1 Definisi Ileus Obstruktif ............................................
2.2.2 Etiologi Ileus Obstruktif .............................................
2.2.3 Patofisiologi Ileus Obstruktif .....................................
2.2.4 Klasifikasi Ileus Obstruktif ........................................
2.2.5 Manifestasi Klinis Ileus Obstruktif ............................
2.2.6 Diagnosis Ileus Obstruktif .........................................
2.2.7 Diagnosa Banding Ileus Obstruktif ............................
2.2.8 Penatalaksanaan Ileus Obstruktif ...............................
2.2.9 Komplikasi Ileus Obstruktif .......................................
2.2.10 Prognosis Ileus Obstruktif ........................................
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan..........................................................................
DAFTAR PUSTAKA

6
7
8
9
10
11
11
15
22
23
26
41
41
44
44
45

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi

usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus
dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh
gangguan

peristaltik

yang

selanjutnya

disebut

sebagai

ileus

paralitik.

(Sjamsuhidayat,Dkk 2005.)

Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering


dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Setiap
tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut abdomen
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya,
ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh
cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau
perdarahan (Evers, 2004).
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal
terjadi ketika lumen usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus
dibedakan dengan ileus paralitik, dimana terjadi gerakan propulsif yang menurun
tanpa adanya sumbatan di lumen intestinal (Thompson, 2005).

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus
atau oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga ileus
obstruktif (obstruksi mekanik) dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau
adanya sumbatan dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik
baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena
adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus.
Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik
biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi
justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang
memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah darurat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan
60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata rata berumur sekitar 16 98
tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki
laki (Markogiannakis et al., 2007).
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu
kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan
secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi

2.1.1

Anatomi Usus Halus


Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter pada

orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal
berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum
dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas Ligamentum
Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal
melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara
Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60%
sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal (Whang et
al., 2005)
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau
valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga
terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan
kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada
bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian
proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang
lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang.

Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid.
Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches. (Whang et
al., 2005)

Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus


(Sumber : Simatupang, 2010)
2.1.2

Anatomi Usus Besar


Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri

atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid,
rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam
usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis
eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat
mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana
feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar
jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga
bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika

sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam
daripada usus halus (Eroschenko, 2003).

Gambar 2.1 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia


(Sumber: Simatupang, 2010)

2.1.3

Vaskularisasi
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat

dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang
sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang
dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A.
Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu
sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga

diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior


yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta. (Price, 2003).
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)
ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior
memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan
sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)
rektalis superior (Price, 1994) (Whang et al., 2005).
2.1.4

Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1.

Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici


gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan
melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi
lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan
limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika.
Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan

10

masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari


sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi
limphatici mesentericus inferior (Snell, 2004).
2.1.5 Inervasi
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas
sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam
lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price,
2003). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis
dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus

11

pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis


dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell,
2004). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,
serta

perangsangan

sfingter

rektum,

sedangkan

perangsangan

parasimpatis

mempunyai efek berlawanan. (Price, 2003).

2.2

Ileus Obstruktif

2.2.1

Definisi Ileus Obstruktif


Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi

karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009).
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini
merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus
besar dan usus halus (Thompson, 2005).

2.2.2

Etiologi Ileus Obstruktif


Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar

pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak
dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ;

12

1. blokade intralumen (obturasi),


2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan
3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal.
Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya
terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang
mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang
ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)

13

Gambar 2.2 Penyebab ileus obstruktif


(Sumber: Simatupang, 2010)

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur


dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari
terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi
laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan
dengan kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan
80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi

14

yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus
obstruktif yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 %
kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus
obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas,
dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di
intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan penyebab tersering
terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma kolorektal. (Thompson, 2005).
Tabel 2.2 : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et
Obturasi Intraluminal
Benda Asing
- Iatrogenik
- Tertelan
- Batu Empedu
- Cacing
Intususepsi
Pengaruh Cairan
- Barium
- Feses
- Meconium

al., 2005) (Thompson, 2005)


Lesi Ekstrinsik
Lesi Intrinsik
Adhesi
Kongenital
- Atresia, stenosis,
Benda Asing
dan webs
Hernia
- Divertikulum
- Eksternal
Meckel
- Internal
Massa
Inflamasi
- Anomali organ atau
- Divertikulitis
pembuluh darah
- Drug-induced
- Organomegali
- Infeksi
- Akumulasi Cairan
- Coli ulcer
- Neoplasma

Post Operatif
Volvulus

Neoplasma
- Tumor Jinak
- Karsinoma
- Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural
Hematom

15

2.2.3

Patofisiologi Ileus Obstruktif

A.

Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi


Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal

dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan


menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di
intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan
intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan
mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen
untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam
beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus
bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal
segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya
akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan
vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran
cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke
dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal.
Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan
iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme
bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon

16

Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida
yang memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik
dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut:
terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir
terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik
yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat
dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon
terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik
terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan
aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari
pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada
absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan
intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain yang
menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga
dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif
intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di
bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses
obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi
semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada

17

peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah,


akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal.
Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui
external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan
komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi
dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri.
Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan
dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan
menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

18

Gambar 2.2 Patofisiologi Ileus Obstruktif


(Sumber : Simatupang, 2010)
B.

Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari

intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa
mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal. Komplikasi

19

ini sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia dan volvulus.
Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh volvulus.
Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan
peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena,
kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari
arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah
strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat merangsang
pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka
terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk
mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal
bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan
mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan
segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe
pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya
iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian
akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung
terjadinya gagal organ, seperti paru.

20

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate


(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)
C.

Obstruksi Gelung Tertutup


Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang

paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.


Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed
loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di
segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara
absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini
ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung
tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan
sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

21

D.

Obstruksi Parsial Intestinal


Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan

penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya
strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding
intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan
kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris
ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan
terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

E.

Obstruksi kolon
Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon

khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi.
Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada
paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah
diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan
kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang
inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat
menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding
cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya rupture.
Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari
lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon
berakibat pada motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.

22

Tabel 2.2. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)
2.2.4

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok

(Yates, 2004) :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir

23

dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi
dua (Ullah et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
2.2.5

Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya

24

4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)


Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
(Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak
terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising
usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya
hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis
ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear
dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi
letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak
rendah muntah lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada

25

obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi
digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan
burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat
bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama,
ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan
tanda-tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui
adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di
rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi
karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan
asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan
potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat
digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum
terjadinya iskemia irreversible.

26

2.2.6

Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus

ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan
atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai
konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus
obstruktif diperoleh dari :

1.

Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan

penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi


sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus
besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus
berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2.

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan darm
contour (gambaran kontur usus) maupun darm steifung (gambaran

27

gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat


serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus
obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.

Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus (Sumber : Faradilla, 2009)


b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda
iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance
musculair involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal.
c. Auskultasi

28

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik


gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di
atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus)
bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum
dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani
biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah
terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila
penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan
teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta
jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri
tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis.
Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif
usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung
tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif
adalah lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan
ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau
komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang
harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya

29

adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau


sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya
obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus
diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke
arah strangulasi.

3.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi

intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin
dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan
perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu
untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes
fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia
pada 50% pasien.

4.

Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus
halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen
tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen
untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun

30

spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa


gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi
udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding
usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa


dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan
ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan
demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan
selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada

31

pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan
biaya yang sedikit.

Tabel 2.2 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus


Temuan Radiologis
Air-fluid Level

Osbtruksi Mekanik
Present
proximal

Ileus
to Prominent throughout

Gas in small intestine

obstruction
Large bowel shape loops; Gas

gas ini colon


Thickened bowel wall

stepladder pattern
Absent or diminished
Present if chronic

Intraabdominal fluid
Diapraghm

strangulation
Rare
Often present
Slightly elevated; normal Elevated; decrease motion

present

diffusely;

moveable
Increase throughout
or Present with inflamation

motion
Gastrointestinal contrast Rapid progression to point Slow progression to colon
media

of obstruction

32

Gambar 2.2 Dilatasi usus (Nobie, 2009)

Gambar 2.2 Multipel air fluid level dan string of pearls sign (Nobie, 2009)

33

Gambar 2.2 Herring bone appearance (Nobie,2009)

Gambar 2.2 Coffee bean appearance (Bickle dan Kelly, 2002)

34

Gambar 2.2 Step ledder sign (Nobie, 2009)


b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan
juga untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika
pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun
dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto
polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat
membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan
akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi
dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan kontras yang
sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa
obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun,

35

penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan


penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie,
2009)

Gambar 2.2 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)


c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika
klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat
membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena
penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab
intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm

36

pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter


sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi
intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal,
dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat
melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan
gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan
obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui
gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa
mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai
dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke
dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk
evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi
dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang
rendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus
parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie,
2009)

37

Gambar 2.2 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium


(Khan, 2009)

Gambar 2.2 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi :


tampak distensi usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman
dan Robin, 2005)

38

d. CT enterography (CT enteroclysis)


Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan
klinis. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten
atau pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor,
operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan
dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak
perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai
dengan penggunaan kontras dalam jumlah besar. CT enteroclysis lebih
akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa dalam menentukan
penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs
94%).(Nobie, 2009)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi
adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi
dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang
terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan
massa dan inflamasi. (Nobie, 2009)

39

Gambar 2.2 Kehamilan dengan ileus obstruktif (Edelman, 2010)


f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari
obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan
ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang
distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang
distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat
memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan
obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan
mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan
mencapai 100%. (Nobie, 2009)

40

Gambar 2.2 USG Abdomen tumor dinding epigastrium (Khan, 2009)

Gambar 2.2 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan


distensi multiple dari usus halus akibat invaginasi (Hagen-Ansert, 2010).

2.2.7

Diagnosis Banding

41

Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)


Ileus paralitik
Appensicitis akut
Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
Konstipasi
Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7. Pancreatitis akut
2.2.8

Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan

kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan


intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan
pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya
hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik
spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi
bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 85% pada obstruksi
parsial. (Evers, 2004)
Terapi Operatif

42

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan


terapi operatif. Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan
obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan
tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh
tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis.
Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan
penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan
menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan
bahwa penundaan operasi 12 24 jam masih dalam batas aman namun
meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat
diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati
dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa
dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat
dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah
menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik;
walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi
dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil
yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit
yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas
dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih
meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi
hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan
penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya
peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke

43

depannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai


viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et
al., 2009).

2.2.9

Komplikasi
Komplikasi

pada

pasien

ileus

obstruktif

dapat

meliputi

gangguan

keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).

44

2.2.10 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai
sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat (Nobie, 2009).

45

BAB III
KESIMPULAN
3.1
1.

Kesimpulan
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal yang menyebabkan pasase
lumen usus terganggu

2.

Ileus obstruktif dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis, letak, dan penyebabnya

3.

Penatalaksanaan ileus obstruktif terbagi menjadi terapi konservatif dan operatif

4.

Jumlah pasien ileus obstruktif di RS Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2006
2010 adalah 229 pasien dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki

5.

Jumlah pasien ileus obstruktif terbanyak berada pada rentang usia 40-60

6.

Penatalaksanaan ileus obstruktif di RS Prof. Dr. Margono Soekarjo dari sampel


yang diperoleh paling banyak adalah terapi operatif dengan jumlah terapi
operatif adalah 23 pasien (77 %) dan terapi konservatif 7 pasien (23 %)

7.

Etiologi terjadinya ileus obstruktif terbanyak secara berurutan adalah karena


adhesi, hernia, malignansi, volvulus, dan intususepsi

8.

Output pasien ileus terbanyak adalah pulang hidup

9.

Jumlah pasien meninggal memiliki kecenderungan untuk meningkat dengan


jumlah terbanyak adalah pada tahun 2010 yaitu sebesar 24 pasien.

46

DAFTAR PUSTAKA

Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ April 2002;10:102-3
Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th,
2011,
Available
at:
http://www.mr-tip.com/serv1.php?
type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstruction
Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.).
(D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed.,
pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved
June
6th,
2011,
Available
at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msuc
meaa.html
Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th,
2011, Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962overview
Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical
presentation, etiology, management and outcome. World Journal of
gastroenterology.
January
2007
21;13(3):432-437.
Available
from:URL:http://www.wjgnet.com
Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th,
2011, from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140overview
Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price,
L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC

47

Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 6th,


2011, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New
York
Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H.
Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol.
2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of
causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved
June
6th,
2011,
Available
at:
http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.
Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L,
Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd
ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9

Anda mungkin juga menyukai