BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat duniawi maupun
ukhrowi tidak lepas dari pada tujuan (maqosyid) dari apa yang akan ia peroleh selepas
aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan sudut pandang manusia itu sendiri
terhadap esensi dari apa yang hendak ia peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup
kemungkinan sekali proses untuk menuju pada tujuan maqosyidnya pun berwarna-warni.
Salah satu contoh dalam aktifitas sosial-ekonomi, banyak dari manusia sendiri yang
terjebak dalam hal ini, lebih mengedepankan pada pemenenuhan hak pribadi dan
mengabaikan hak-hak orang lain baik hak itu berupa individu ataupun masyarakat umum.
Akan tetapi Islam sebuah agama yang rahmatan lil-alamin mengatur seluruh tatanan
kehidupan manusia, sehingga norma-norma yang diberlakukan islam dapat memberikan
solusi sebuah keadilan dan kejujuran dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada
aktifitasnya itu, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan sosial antara mereka.
Maka tidak jarang diantara kita yang acap kali menemukan ayat dalam kitab suci AlQuran yang mendorong perdagangan dan perniagaan, dan Islam sangat jelas sekali
menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan bagi perdagangan dan bisnis yang jujur
dan halal, agar setiap orang memperoleh penghasilan, menafkahi keluarga, dan memberikan
sedekah kepada mereka yang kurang beruntung.
Dalam perbankan syariah kita telah mengenal bahwa didalamnya tidak memakai
prinsip bunga melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi hasil dalam perbankan
syariah ini dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu; al-musyarakah, al-mudharabah, almuzaraah dan al-musaqah. Didalam makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah.
Bank syariah juga mengadakan pembiayaan dalam bentuk jual beli, berbeda dengan
bank konvensional yang tidak ada transaksi jual beli, didalam bank syariah ada 3 macam,
yaitu bai al-murabahah, bai al-istisna dan bai as-salam.
Mudharabah merupakan satu pembahasan yang banyak diungkap dalam kitab-kitab fiqh
klasik. Dewasa ini, wacana tentang Mudharabah menjadi semakin mencuat seiring
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Mudharabah ?
2. Apa saja Rukun dan Syarat Mudharabah ?
3. Bagaimana jika Mudharabah itu batal dilakukan ?
C. Tujuan Masalah
Makalah ini dibuat dengan tujuan selain memenuhi tugas kuliah dan dengan tujuan agar
Mahasiswa mengetahui apa itu Mudharabah, Rukun dan Syarat Mudharabah serta
Pembatalan Mudharabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ) yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan
kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja
Dan mereka yang lain berjalan diatas bumi untuk menuntut karunia Allah SWT.
(QS. Al-Muzammil : 20)
s*s
Mu%
o4qn=9$#
(#rtFR$$s
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka
barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau
sejenisnya).
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2. Keuntungan
a.
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin
dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas
prosentasinya.
b. Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c.
Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau
sebagian modal kepada shahib al-mal.
Sedangkan menurut jumhur ulama ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.
Dua
pihak
yang
berakad
(pemilik
modal/shahib
al-mal
dan
pengelola
Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha
(berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut),
keuntungan;
3.
Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan
terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal
(qabul).
Sedangkan menurut Ulama Syafiiyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :
1. Modal
2. Pekerjaan
3. Laba
4. Shighat
5. Dan 2 Orang akad5[5]
D. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah.
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
5[5] Muhammad Asy-Syarbini, Juz II, 310
1.
Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak
dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas
kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal dan
mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah. Semua laba yang
dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian
maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini
berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena
kecerobohannya.
2.
Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam
memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika
seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena
penyebab dari kerugian tersebut.
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah akan menjadi batal.6
[6] Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal
kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli
warisnya sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha,
pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap
membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang sudah disepakati.
Jika Mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk urudh (barang dagangan), maka
pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu
merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik
modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai
hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya.
Demikian menurut madzhab Asy Syafii dan Hambali.
6[6] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-Itishom,
2008), 385
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ) yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan
kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja
(mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan
perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi (
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan AlQuran, Sunah, Ijma, dan Qiyas.
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :
1. Harta atau Modal
2. Keuntungan
Rukun mudharabah menurut Ulama Syafiiyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :
1. Modal
2. Pekerjaan
3. Laba
4. Shighat
5.
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syarbini, Muhammad, Mugni Al-Muhtaj, Juz II
Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001)
Al-Kasani, Alauddin, Badai As-Syanai fi Tartib Asy-Syarai, Juz VI
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-Itishom, 2008)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat duniawi maupun
ukhrowi tidak lepas dari tujuan yang akan ia peroleh selepas aktifitas tersebut, dengan
berbagai macam perbedaan sudut pandang manusia terhadap esensi dari apa yang hendak ia
peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan proses untuk menuju
tujuan yang ingin dicapainya menjadi bermacam-macam.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan
kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan sesuatu
dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada
seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen.
Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai
resiko untuk gagal Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah
satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung
aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam (Antonio,
2001). Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan usaha dianggap sebagai
sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang berusaha, sehingga melanggar
aspek keadilan.
Dalam perbankan syariah kita telah mengenal bahwa didalamnya tidak memakai
prinsip bunga melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi hasil dalam perbankan
syariah ini dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu; al-musyarakah, al-mudharabah, almuzaraah dan al-musaqah.
Didalam makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah. Melihat pada bahasan
singkat diatas penulis berminat untuk membahas lebih lanjut tentang konsep transaksi
Mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.
BAB II
MUDHARABAH
2.1 Definisi Mudharabah
Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan dana lembaga keuangan
syariah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara
mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
(malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil,
mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
2.2 Dasar Hukum Mudharabah
1. Al-Quran
QS. al-Nisa [4]: 29:
Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan sukarela di antaramu.
QS. al-Maidah [5]: 1:
Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu.
QS. al-Baqarah [2]: 283:
Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.
2. Al-Hadist
HR. Thabrani dari Ibnu Abbas
) )
Abbas bin Abdul Muthallib
jika
menyerahkan
harta
sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya.
HR. Ibnu Majah dari Shuhaib
:
:
()
Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual.
Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf:
.
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.
HR, Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Said alKhudri.
( )
4. Keuntungan mudharabah
adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut
1.
pihak.
2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan
sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
3. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola
tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib)
sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana,
harus
7.
Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib
atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur
oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau
melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang
telah dikeluarkan.
2.6 Ketentuan Hukum Mudharabah
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang
belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
4.
pelanggaran kesepakatan.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keterangan:
Pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya kepada pengelola dana (mudharib)
untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian keduanya melakukan perjanjian bagi
hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah. jika rugi ditanggung pemilik dana.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua
(amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di
antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dasar hukum mudharabah
ada al-quran, al-hadist, ijma, qiyas, dan kaidha fiqh. Jenis-jenis mudharabah ada 2 yaitu
mudharabah muqayyadah yaitu bentuk kerja sama antara dengan syarat-syarat dan batasan
tertentu. dan mudharabah muthlaqah yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan
mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis. Rukun dan syarat mudharabah ada 5 antara lain penyedia dana (sahibul maal) dan
pengelola (mudharib) pernyataan ijab dan qabul modal keuntungan mudharabah kegiatan
usaha oleh pengelola (mudharib). Dan ada beberapa ketentuan terkait pembiayaan
mudharabah. Skema mudharabah yaitu pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya
kepada pengelola dana (mudharib) untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian
keduanya melakukan perjanjian bagi hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah. jika rugi
ditanggung
sumber
pemilik
dana.
data: http://www.dsnmui.or.id
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-MUDHARABAH
Pada umumnya kata mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti memukul atau
berjalan. Pengertian dari memukul atau berjalan diatas yang maksudnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya.[1]
Sedangkan pengertian mudharabah yang secara teknis adalah suatu akad kerja sama
untuk suatu usaha antara dua belah pihak dimana pihak yang pertama ( shahibul maal )
menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan pihal yang lain menjadi pengelolanya.[2]
Keuntungan dari usahanya tersebut secara Mudharabah akan dibagi hasilnya menurut
kesepakatan yang telah disepakati pada perjanjian awal, dan apabila usaha tersebut
mengalami kerugian maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh pihak pemodal selama
kerugian tersebut bukan disebabkan kelalaian pengelola modal. Dan jika kerugian tersebut
disebabkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola modal, maka pengelola modal yang
harus bertanggung jawab atas kerugian yang telah dialaminya.
Pengertian mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan di mana
pemilik modal ( shahibul maal ) menyetorkan modalnya kepada seorang pengusaha yang
sering disebut dengan ( mudharib ), untuk diniagakan dengan keuntungan yang akan dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan terdapat kerugian akan
ditanggung oleh pemilik modal jika disebabkan olehnya, dan jika disebabkan oleh pengelola
modal maka pengelola modal yang harus menanggung kerugian tersebut.
Pada hakikatnya pengertian dari mudharabah adalah suatu bentuk kerja sama antara
shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100% dari shohibul maal. Sedangkan mudhorib
hanya sebagai pengelola yang keuntungannya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang
telah disepakati di awal.
Mudharabah adalah salah satu akad kerja sama kemitraan berdasarkan prinsip berbagi
untung dan rugi (profit and loss sharing principle), dilakukan sekurang-kurangnyaoleh dua
pihak, dimana yang pertama memiliki dan menyediakan modal, disebut shohibul maal,
sedang ke dua memiliki keahlian dan bertanggung jawab atas pengelolaan dana / menejemen
usaha halal tertentu, disebut mudhorib.[3]
B. JENIS-JENIS AL-MUDHARABAH
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu[4] :
1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal (shahibul maal) dan
pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan digunakan untuk usahanya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah atau
specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, yaitu mudharib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usahanya. Dengan adanya pembatasan
tersebut seringkali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki
jenis dunia usahanya.
C. LANDASAN SYARIAH AL-MUDHARABAH
Pada dasarnya landasan dasar syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi tiga macam, yaitu[5] :
a . Al-Quran
... ....
dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT (al-Muzzammil: 20)
....
Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah SWT (al-Jumuah: 10)
...
Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu . (alBaqarah: 198)
Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Quran yang dipandang
oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya mudharabah. Kandungan ayatayat di atas mencakup usaha mudharabah karena mudharabah dilaksanakan dengan berjalanjalan di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk mencari keutamaan Allah.
b . Al-Hadits
{ :
}
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib jika
memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak
dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun
membolehkannya. (HR Thabrani)
{
}
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual. (HR Ibnu
Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
c. Ijma
Imam Zailai telah memyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatin secara mudharabah.
D. APLIKASI MUDHARABAH DALAM PERBANKAN
Mudharabah dalam perbankan syariah biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Sedangkan pada sisi penghimpunan dana mudharabah
diterapkan pada[6]:
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, yaitu seperti
tabungan haji, dan tabungan kurban, dan sebagainya;
b. Diposito biasa dan special, diposito special (special investment), dimana dana yang dititipkan
nasabah, khusus untuk bisnis tertentu, misalnya saja dalam murabahah ataupun ijarah saja.
Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk[7]:
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan
penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
Mudharabah juga dapat dilakukan dengan memisahkan atau mencampurkan dana
mudharabah. Seperti dalam penjelasan dibawah ini, yaitu[8]:
a. Dana harta-harta lainnya, Pemisahan total antara dana mudharabah termasuk harta mudharib.
Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari teknik ini ialah bahwa
pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari masing-masing dana dan dapat dihitung dengan
tepat. Selain itu, keuntungan atau kerugian dapat dihitung dan dialokasikan dengan benar.
Sedangkan kekurangan teknik ini terutama menyangkut masalah moral hazard dan preferensi
invertasi seorang mudharib.
b. Dana mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber dana lainnya.
System ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral hazard seperti di atas, namun
dalanm system ini pendapatan dan biaya mudharabah tercampur dengan pendapatan dan
biaya lainnya.
Mudharabah dalam bank syariah terdapat manfaat dan risikonya, manfaat
mudharabah tersebut terbagi menjadi lima, yaitu[9]:
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah semakin
meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak pernah mengalami
negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau kas usaha nasabah
sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selktif dan hati-hati dalam mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah atau musyarakah ini berbeda dengan prinsip bungan tetap
dimana bank akan menagih penerima pembiayaan dari nasabah satu jumlah bunga tetap
berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis
ekonomi.
Sedangkan resiko dari mudharabah, yaitu[10]:
1. streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja;
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah jika nasabah tidak jujur.
Selain manfaat dan resiko yang ada pada bank syariah, terdapat pula permasalahanpermasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan mudharabah. Berdasarkan teori perbankan
kontemporer, prinsip mudharabah dijadikan sebagai alternatif penerapan sistem bagi hasil.
Meskipun demikian, dalam praktiknya ternyata signifikansi bagi hasil dalam memainkan
operasional investasi dana bank peranannya sangat lemah. Menurut beberapa pengamatan
perbankan syariah, hal ini terjadi karena beberapa alasan, diantaranya[11]:
a. Standar moral
Terdapat anggapan bahwa standar moral ynag berkembang di kebanyakan komunitas muslim
tidak memberi kebebasan penggunaaan bagi hasil sebagai mekanisme investasi.
b. Ketidakefektifan modal pembiayaan bagi hasil
Pembiayaan bagi hasil (mudharabah) tidak menyediakan berbagai macam kebutuhan
pembiayaan dari ekonomi kontemporer.
c. Berkaitan dengan para pengusaha
Keterkaitan bank dengan pembiayaan sistem bagi hasil untuk membantu perkembangan
usaha lebih banyak melibatkan pengusaha secara langsung daripada sistem lainnya pada bank
konvensional. Bank syariah memerlukan informasi yang lebih rinci tentang aktivitas bisnis
yang dibiayai dan besar kemungkinan pihak bank turut mempengaruhi setiap pengambilan
keputusan bisnis mitranya.
d. Dari segi biaya
Pemberian pembiayaan berdasrkan sistem bagi hasil memerlukan kewaspadaan yang lebih
tinggi dari pihak bank.
e. Segi teknis
Problem teknis menyangkut penggunaan sistem bagi haasil berkaitan dengan pihak bank,
nasabah, perhitungan keuntungan.bank membutuhkan pengetahuan yang luas mengenai
perilaku aktivitas ekonomi yang berguna untuk memprediksi keuntungan. Dari sisi nasabah,
kebutahurufan masih menyelimuti dunia muslim.
f. Kurang menariknya sistem bagi hasil dalm aktivitas bisnis
Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan dari dana-dana yang diperoleh
berdasarkan sistem bagi hasil tidak diketahui secara pasti.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUDHARABAH
Faktor yang mempengaruhi mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu[12]:
1. Faktor Langsung
Diantara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah
investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
a. Investment rate merupakan presentase actual dana yang diinvestasikan dari total dana, jika
bank menentukan investment rate sebesar 80 %, hal ini berarti 20% dari total dana
dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
b. Jumlah dana yang trsedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber
dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
salah satu metode dibawah ini:
1) Rata-rata saldo minimum bulanan
2) Rata-rata total saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan
menghasilkan jumlah dana actual yang digunakan.
c. Nisbah (profit sharing ratio)
1) Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang hasur ditentukan dan disetujui pada awal
perjanjian;
2) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berdeda;
3) Nisbah juga dapat berdeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalkan saja deposito 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan;
4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan besarnya
dana dan jatuh temponya.
1) Pendapatan bank
2) Nisbah bagi hasil antara nasabah dengan bank
3) Nominal deposito nasabah
4) Rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank.
b. Sedangkan perhitungan pada bank konvensional, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh
deposanbergantung pada:
1) Tingkat bunga yang berlaku pada bank tersebut
2) Nominal deposito nasabah
3) Jangka waktu deposito.
Bank syariah pada dasarnya member keuntungan kepada deposan dengan pendekatan
Financing to Deposit Ratio (FDR), sedangkan pada bank konvensional yaitu dengan
pendekatan biaya, yang artinya dalam mengakui pendapatan bank syariah masih menimbang
rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan yang
dihasilkan dari perpaduan antara dua faktor tersebut. Sedangkan dalam bank konvensional
langsung menganggap semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa harus
membertimbangkan berapakah pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun
tersebut,[15]
Dalam pembiayaan mudharabah tujuan yang utama adalah memperoleh keuntungan yang
nantinya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang biasa disebut dengan bagi hasil.
Dimana, keuntungan adalah jumlah yang didapat sebagai dari kelebihan modal. Keuntungan
adalah tujuan akhir dari mudharabah. Syarat keuntungan berikut harus dipenuhi[16]:
a. Harus untuk kedua pihak dan tidak ada satu pihak pun yang mengambil seluruhnya tanpa yang
lainnya.
b. Bagian keuntungan proporsional dari tiap pihak harus diketahui pada waktu berkontrak dan
harus sebagai presentasi dari keuntungan. Bagian pengelola harus sacara eksplisit ditanyakan
pada watu berkontrak. Tetapi harus diketahui bahwa dibolehkan untuk menyesuaikan
presentasi alokasi keuntungan diantara kedua pihak pada waktu berikutnya.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah, dan pengelola tidak boleh
menanggung bagian apapun darinya kecuali diakibatkan dari kesalahan yang disengaja atau
lalai.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mudharabah adalah salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan di berikan kepada
nasabah dalam suatu Bank. secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu:
Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Dalam sistem Mudharabah ini akadnya adalah kerja sama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola, keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Manfaat dari Mudharabah ini adalah Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat
Akad Mudharabah harus bejalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah dimana
si pengelola harus menjalankan usahanya dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, sesuai
dengan prisip Syariah dan berupaya agar usahanya tidak terjadi kerugian. Kerugian bisa di
akibatkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Disebabkan oleh resiko bisnis;
DAFTAR PUSTAKA
Ilmi, makhalul SM. Teori dan praktek lembaga mikro keuangan syariah. 2002. Yogyakarta: UII
press.
Drs, Muhammad.M.Ag. Manajemen Bank Syariah. 2005. Yogyakarta, (UPP) AMPYKPN
Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syariah. 2005. Yogyakarta: akademi manajemen
perusahaan YKPN
SyafiI Antonio, Muhammad. Bank Syariah: dari teori ke praktik.2001 Jakarta : gema insani press
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia. Bank Syariah: Konsep, Produk
dan Implementasi Operasional bank syariah. 2002. Jakarta: Djambatan
[1] Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syariah. Yogyakarta: akademi manajemen perusahaan YKPN. 2005. Hal 102
[2] Muhammad syfii antonio. Bank syariah: dari teori ke praktik. Jakarta: gema insani press. 2001. Hal. 95
[3] Makhalul ilmi SM. Teori dan praktik lembaga mikro keuangan syariah. Yogyakarta: UII press yogyakarta. 2002. Hal. 32
[4] Muhammad syafii antonio. Op. cit
[5]Muhammad syafii antonio. Ibid, hal 95
[6] Ibid, hal.97
[7] Ibid, hal 97
[8] Drs. Muhammad, M.Ag. manajemen bank syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2002, hal. 109
[9] Muhammad syafii antonio. Op. Cit.
[10] Muhammad syafii antonio, ibid
[11] Muhammad, opcit, hal 114
[12] Drs, muhammad.M.Ag. Opcit, hal 110
[13] Ibid, hal 112
[14] ibid
[15] Ibid, hal 114
[16] Tim pengembangan perbankan syariah institut bankir indonesia. Konsep produk dan implementasi operasional bank syariah. Jakarta:
djambatan. 2002, hal 167
syariah yaitu yang tidak bertentangan dengan usaha yang haram sepertia Judi, Usaha Pabrik
Minuman keras dll. Bank Islam identik dengan slogan bank anti bunga atau bank anti
riba. Mereka mengedepankan prinsip bagi hasil yang salah satunya adalah mudharabah ini.
Salah satu pranata yang secara teoritis paling dikenal oleh masyarakat di dalam perbankan
Syariah adalah mudharabah (profit and loss sharing). Para penulis Islam modern sepakat
menggunakan bentuk kerjasama (musyarakah dan mudharabah) sebagai sarana untuk
merekonstruksi dan reorganisasi dalam dunia perbankan. Maka dapat dikatakan bahwa
mudharabah merupakan alat untuk mencegah timbulnya Begitu terkenalnya nama
mudharabah dengan system bagi hasil, hingga pada awal pertumbuhan Perbankan Syariah,
namanya digunakan untuk menyebut identitas perbankan, sehingga terkenal dengan bank
bagi hasil.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
Rumusan Masalah
Pengertian Al-Mudhorabah
Ketentuan pembiayaan Mudhorabah
Risiko al-Mudhorabah
Aplikasi dalam perbankan
Analisis terhadap contoh kasus Mudharabah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha1.Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakana seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya
kerugian itu diakiabatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.[1]
B. Landasan Syariah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.
1. Al-Quran
. Dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWt ( Al Muzzammil:20 )
Yang menjadi wujhud-dilalah atau argument dari surah al muzzammil:20 adalah adanya kata
yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan
usaha.3
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah ( Al- Jumuah:10 )
2.
Hadits
Diriwayatkan dari ibnu abbas bahwa sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan
dana kemitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disamapaikanlah syarat-syarat tersebut kepada rosullah SAW. dan rasulullah
membolehkannya . ( HR Thabrani ) Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW
bersabda, tiga hal yang di dalamnya terdapa keberkatan: jual beli secara tangguh,
Muqadah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual. ( HR Ibnu Majah )
3. Ijma
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi penglolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan
dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.
4. Fatwa DSN tentang transaksi Mudharabah
Fatwa DSN no: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang MUDHARABAH (Qiradh)
Ketentuan yang diatur :
Pertama : Ketentuan Pembiayaan
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul mal (pemilik dana) membiayai 100%
kebutuhan usaha, sedangkan pengusaha (nasabah) sebagai mudharib.
3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak.
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen usaha tapi
memiliki hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah kecuali
jika mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati dalamj akad.
1)
2)
a.
b.
c.
3)
a.
b.
c.
4)
a.
b.
c.
5)
a.
b.
c.
( mudharib, atasan, atau penabung ) dan pemakain modal ( dharib, manajer, pengusaha atau
wakil ) adalah halal di dalam Islam.
Ketika harta yang dijadikan modal tersebut di pergunakan oleh Mudhorib / pengelola,
maka harta tersebut sesungguhnya telah berada dibawah kekuasaan pengelola, sedangkan
harta tersebut bukan miliknya, sehingga harta tersebut berkedudukan sebagai amanat
( titipan). Apabila harta tersebut ruksak bukan karena kelalaian pengelola, ia wajib
menanggungnya.
Begitu pula apabila kesepakatan-kesepakatan yang telah disepaati antara pemilik
modal dengan pengelola telah diingkari oleh salah satu pihak, maka keadaan tersebut
menyebabkan kecacatan dalam perjanjian tersebut sehingga pengelolaan dan penguasaan
harta tersebut dianggap ghasab.
Dalam mudhorbobah sendiri terdapat ketentuanketentuan yang mendasari aktivitas
mudharabah tersebut. Dalam hal modal, para ulama mengemukakan bahwa modal tersebut
dapat direalisasikan dalam bentuk sejumlah mata uang yang beredar. Sehingga para ulama
melarang modal tersebut dalam berupa komoditi karena ketidak stabilan harganya.
Para ulama mazhab yang empat melarang untuk menjadikan modal tersebut dijadikan
hutang bagi pengelola terhadap pemilik modal. Dalam hal manajemen, mudhorib atau
pengusaha mempunyai kebebasan dalam mengelola usahanya. Dalam hal ini mudhorobah
bersifat mutlak dalam arti pemilik modal tidak mengikat pengelolaan harta untuk berdagang
di Negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu.
Sehingga bila terdapat persyaratan-persyaratan mudhorobah tersebut tidak sah. Hal ini
dikemukakan oleh ulama mazhab syafii dan maliki sedangkan menurut Abu hanifah dan
Ahmad bin Hambal, mudhorobah yang terdapat persyaratan-persayratan masih tetap sah
untuk dilaksankan.
Dalam kontrak mudhorobah, pihak pemilik modal tidak dapat menuntut jaminan dari
mudhorib atas usaha yang dijalankannya. Karena dalam kontrak mudhorobah pemilik modal
dan mudhorib sama-sama harus menaggung resiko. Apabila pemilik modal menuntut adanya
persayaratan tersebut maka menurut Imam malik dan Imam Syafii kontrak tersebut tidak
sah. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam sitem mudhorobah adalah mengenai bagi hasil
( Prifit and Loss Sharing ). Pada dasarnya, kerjasama dalam mudhorobah ini adalah untuk
mendatangkan keuntungan yang kemudian keuntungan tersebut di bagikan kepada pemilik
modal dan mudhorib sesuai dengan kesepakatan di awal menganai persentase keuntungan
yang didapat masing-masing.
Pekerjaan, modal dan resiko menentukan sekali dalam menentukan keuntungan dalam
sebuah kontrak mudhorobah. Pembagian keuntungan dilakukan melalui tingkat perbandingan
ratio , bukan ditentukan dalam jumlah yang pasti. Menentukan jumlah keuntungan secara
pasti kepada pihak yang terlibat dalam kontrak akan menjadikan kontrak tersebut tidak
berlaku.
E. . Jenis-jenis al-Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis: mudharabah muthlaqah dan
mudharabah muqayyadah.
1. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara
shahibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh
seringkali dicontohkan dengan ungkapan if`al ma syi`ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul
maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restriced muharabah/specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib di batasi dengan
batasan usaha, waktu, dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan
kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
F. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 %
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah
kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam
akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya
yang telah dikeluarkan.
11. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah daoat diperhitungkan dengan
cara, yakni:[4]
NASABAH
(MUDHARIB)
BAGI HASIL
KEAHLIAN
MODAL
PROYEK / USAHA
KETERAMPILAN
100%
100%
PENGEMBANGAN
KEUNTUNGAN
NISBAH
NISBAH
MODAL
X%
PENGAMBILAN MODAL POKOK
Y%
I.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah mudharabah diambil dari kata dharib, Dinamakan demikian karena dharib
berhak untuk menerima bagian keuntungan atas dukungan dan kerjanya. Secara rinci
mudharabah adalah suatu kontrak kemitraan ( partnership) yang berlandaskan pada prinsip
pembagian hasil dengan cara seseorang memberikan modalnya kepada yang lain untuk
melakukan bisnis dan kedua belah pihak membagi keuntungan atau memikul beban kerugian
berdasarkan isi perjanjian bersama
Dalam kontrak mudhorobah, pihak pemilik modal tidak dapat menuntut jaminan dari
mudhorib atas usaha yang dijalankannya. Karena dalam kontrak mudhorobah pemilik modal
dan mudhorib sama-sama harus menaggung resiko. Apabila pemilik modal menuntut adanya
persayaratan tersebut maka menurut Imam malik dan Imam Syafii kontrak tersebut tidak
sah. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam sitem mudhorobah adalah mengenai bagi hasil
( Prifit and Loss Sharing ). Pada dasarnya, kerjasama dalam mudhorobah ini adalah untuk
mendatangkan keuntungan yang kemudian keuntungan tersebut di bagikan kepada pemilik
modal dan mudhorib sesuai dengan kesepakatan di awal menganai persentase keuntungan
yang didapat masing-masing.
Kontrak Mudhorbobah dalam Bank Islam kebanyakan digunakan untuk tujuan
perdagangan jangka pendek ( Short-term Comercial )dan jenis usaha tertentu ( specific
venture ). Kontrak tersebut memberikan wewenang terhadap segala macam yang menyangkut
pembelian ( buying) dan penjualan (selling ) barang, yang indikasinya untuk merealisasikan
tujuan utama dari perdagangan yang di dasarkan pada kontrak.
Aksentasi mudharabah sebagai sebuah sistem adalah bahwa mudharabah menjadi
pedoman umum bagi bank dalam melakukan berbagai transaksi produk perbankan. Dengan
sistem ini bank akan membagi keuntungan dengan para pengguna jasanya dan para
investornya. Pada posisi ini mudharabahsecara tepat dipahami sebagai penggantidari sistem
bunga.
Aksentasi mudharabahsebagai sebuah produk diterapkan dalam sebuah jenis-jenis
pelayanan yang disediakan oleh bank untuk para nasabahnya. Dalam kerangka ini
mudharabah dibedakan menjadi dua yaitu mudharabah yang bersifat tabungan/deposito atau
penghimpunan dana dan mudharabah yang bersifat pembiayaan.
B. Saran
Katakanlah kejujuran walau pahit adanya sesuai dengan tempat, situasi, dan kondisi
yang mengkritik. Terimakasih..
DAFTAR PUSTAKA
A.Karim Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
2011
Abdullah Ibn Ahmad Ibnu Qudamah, Mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr. 1979), Wahbah
az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus : Darul Fikr, 1997)
Ahmad asy-Syarbani, al-Mu`jam al-Iqtishad al-Islami (Beirut: Dar Alamil Kutub, 1987)
Bidayatul Mujtahid II, hlm.
Drs. H. Hendi Suhendi, MSi, Fiqh Muamalah, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002.
Muhammad Rawas Qal`aji, Mu`jam Lughat al-Fuqaha (Beirut: Darun-Nafs, 1985)
Manan, M. Abdul. Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dhana Bakti Primayasa,
1997
Muhammad, Rifqi.2008.Akuntansi Keuangan Syariah.Yogyakarta:P3EI
SyafiI Antonio, Muhammad. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Cet 1. Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
Siswanto, http://www.daniexe.co.cc/2009/06/mudharabah-dan-musyrakahah-prinsip.html,
diakses tanggal 21 Oktober 2010 pukul 10.00 WIB.
[2] Ar-Raudhah karya imam Nawawi (5/117)
[3] sumber http://www.mui.or.id
[4] Adiwarman, A. Karim. Bank Islam. Analisis Fiqh dan Keuangan.Hlm: 104
[5] Adiwarman, A. Karim. Bank Islam. Analisis Fiqh dan Keuangan.Hlm:103-104
[1]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah. Seperti yang disebutkan dalam
Undang-Undang
No
21
Tahun
Syariah
dengan
orang
yang
terampil
dalam
mengelola
dan
pada
konvensional
umumnya
pada
(perbankan
umumya
konvensional).
menawarkan
Perbankan
pembiayaan
dengan
mudharib
dalam
jangka
waktu
tertentu.
Namun
Akad
pembiayaan
mudharabah,
melainkan
mewajibkan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pengertian Mudharabah
Dasar Hukum Mudharabah
Syarat dan Rukun Mudharabah
Jenis-jenis Mudharabah
Hikmah Mudharabah
Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain sebagai salah satu tugas
mata kuliah Fiqh 2, penulis berharap dengan makalah ini dapat
menambah keilmuan para pembaca pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha, artinya
berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu rizeki.[1]
Mudharabah adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal
dengan seorang pakar dalam berdagang,[2] di dalam fiqh Islam di sebut
dengan
Mudharabah
oleh
ulama
fiqh
Hijaz
menyebutkan
Jaziri
bahasa
berarti
ungkapan
pemberian harta dari seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha
di mana keuntungan yang diperoleh dibagi diantara mereka berdua, dan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.
Sedangkan
menurut
istilah
akad
antara dua pihak untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana
salah satu pihak memberikan dana kepada pihak lain sebagai modal
usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi di antara mereka berdua
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Secara terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau
qirad dengan :
Al-Quran
Akad Mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling
membantu
antara
pemilik
modal
dengan
seorang
pakar
dalam
pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk
berdagang. Atas dasar tolong menolong dalam pengelolaan modal
tersebut, Islam memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama
antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam mengelola
dan memproduktifkan modal tersebut.
Pada masa jahiliyyah qirad telah dilaksanakan, kemudian dilanjutkan oleh
generasi berikutnya yaitu agama Islam. Timbulnya qirad karena menjadi
kenyataan hajat bagi setiap manusia. Qirad ini memberikan nilai tambah
antara keduanya yang mengandung sifat tolong menolong, karena orang
yang mempunyai modal tetapi tidak pandai berdagang, atau tidak
berkesempatan, sedangkan yang lain pandai dan cakap lagi mempunyai
waktu yang cukup, tetapi tidak mempunyai modal, maka keduanya bisa
saling mengisi demi kemajuan bersama.
Qirad benar-benar diakui keberadaannya di dalam hukum Islam (Syariat
Islam) berdasarkan dalil naqly baik berupa nash maupun berdasarkan
hadis Nabi Muhammad saw. Dalil naqly tersebut sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu kepada Allah dan
tinggalkanlah (jangan pungut) apa pun bentuk riba yang masih ada, jika
kamu benar beriman kepada-Nya. Jika kamu tidak mau meninggalkannya,
maka ketahuilah bahwa Allah dan Rosul-Nya akan menerangimu. Tapi, jika
kamu tobat (kembali kepada ajaran Allah), m
aka kamu boleh menerima modalmu, sehingga kamu tidak menganiaya si peminjam dan
kamu tidak pula dianiayanya. (QS. Al-Baqarah: 278-279).
Ayat Al-Quran lain yang secara umum mengandung kebolehan akad
Mudharabah untuk bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di
atas
bumi
adalah:
Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari
Allah. (QS. Al-Muzammil: 20).
Maksud dari QS. al-muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang
sama dengan akar kata Mudharabah yang berarti melakuakn suatu
perjalanan
usaha.
Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perdagangan) dari Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah: 198).[3]
2.
Hadis
Sebelum
Rasulullah
diangkat
menjadi
Rasul,
Rasulullah
pernah
pergi
ke
Syam
dengan
membawa
modal
tersebut
untuk
diperdagangkan.
Rasulullah
saw
bersabda: Tiga
hal
yang
di
dalamnya
terdapat
keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil) dan
mencampur gandum putih dengan gandum merah untuk keperluan rumah
bukan untuk dijual.
Abbas
bin
Mudharabah,
Abdul
ia
Muthallib
mensyaratkan
jika
menyerahkan
kepada
harta
mudharib-nya
sebagai
agar
tidak
Ijma
Ibnu Syihab pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari
bapaknya dari kakeknya: Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan
harta anak yatim dengan cara Mudharabah. Kemudian Umar meminta
bagian dari harta tersebut lalu dia mendapatkan (bagian). Kemudian
c.
baru
dapat
dilakukan
setelah
mudharib
2.
Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas
modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan
dana)
bentuk
kerjasama
antara shahib
yang
al-
cakupannya
sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan
daerah bisnis. Penyedia dana melimpahkan kekuasaan yang sebesarbesarnya kepada mudharib untuk mengelola dananya. Jadi bank memiliki
kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun
yang
diperkirakan
menguntungkan.
tertentu.
Contoh
pengelolaan
dana
diperintahkan untuk:
a. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.
dapat
a.
c.
E. Hikmah Mudharabah
2.
3.
beberapa mudharib,
dapat
pula
dilangsungkan
diantara
keahlian,
Sebagaimana
dimaksud
dalam
yang
tidak
dipenuhi,
sedangkan
mudharib
sudah
terlanjur
dunia
atau
pemilik
pihak
modalnya,
pengelola
maka
berkewajiban
maka
pemilik
modal
dan
pengelola
menjual
atau
membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika
si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak
setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola
mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya
kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafii dan
Hambali.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di
mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini
Al-Quran
yang
secara
umum
mengandung
kebolehan
akad
bumi
adalah:
Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari
Allah. (QS. Al-Muzammil: 20).
menurut jumhur ulama ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.
dana/pengusaha/mudharib)
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan
3. Sighat (ijab-qabul)
Mudharabah dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Mudharabah Mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet
3. Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah
2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana
mestinya dalam memelihara modal
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), cet 51, bandung; sinar
baru algesindo, 2011.
http://m.detik.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Mudharabah
http://infodakwahislam.wordpress.com/
http://arissasminto.blogspot.com/2013/04/mudharabah.html
http://muhammad-iwad.blogspot.com/
http://m.detik.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Mudharabah
http://infodakwahislam.wordpress.com/
http://arissasminto.blogspot.com/2013/04/mudharabah.html
https://infodakwahislam.wordpress.com/2013/04/26/syarat-dan-rukun-mudharabah/
Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), cet 51, bandung; sinar baru algesindo,
2011. Hal. 299
[7] https://infodakwahislam.wordpress.com/
[8] https://infodakwahislam.wordpress.com/2013/05/20/jenis-jenis-mudharabah/
[9] http://infodakwahislam.wordpress.com/2013/05/21/asas-asas-perjanjian-mudharabah/
[10] http://infodakwahislam.wordpress.com/
Diposkan oleh Mugni sulaeman di 09.57
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]