Anda di halaman 1dari 53

Mudharabah

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat duniawi maupun
ukhrowi tidak lepas dari pada tujuan (maqosyid) dari apa yang akan ia peroleh selepas
aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan sudut pandang manusia itu sendiri
terhadap esensi dari apa yang hendak ia peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup
kemungkinan sekali proses untuk menuju pada tujuan maqosyidnya pun berwarna-warni.
Salah satu contoh dalam aktifitas sosial-ekonomi, banyak dari manusia sendiri yang
terjebak dalam hal ini, lebih mengedepankan pada pemenenuhan hak pribadi dan
mengabaikan hak-hak orang lain baik hak itu berupa individu ataupun masyarakat umum.
Akan tetapi Islam sebuah agama yang rahmatan lil-alamin mengatur seluruh tatanan
kehidupan manusia, sehingga norma-norma yang diberlakukan islam dapat memberikan
solusi sebuah keadilan dan kejujuran dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada
aktifitasnya itu, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan sosial antara mereka.
Maka tidak jarang diantara kita yang acap kali menemukan ayat dalam kitab suci AlQuran yang mendorong perdagangan dan perniagaan, dan Islam sangat jelas sekali
menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan bagi perdagangan dan bisnis yang jujur
dan halal, agar setiap orang memperoleh penghasilan, menafkahi keluarga, dan memberikan
sedekah kepada mereka yang kurang beruntung.
Dalam perbankan syariah kita telah mengenal bahwa didalamnya tidak memakai
prinsip bunga melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi hasil dalam perbankan
syariah ini dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu; al-musyarakah, al-mudharabah, almuzaraah dan al-musaqah. Didalam makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah.
Bank syariah juga mengadakan pembiayaan dalam bentuk jual beli, berbeda dengan
bank konvensional yang tidak ada transaksi jual beli, didalam bank syariah ada 3 macam,
yaitu bai al-murabahah, bai al-istisna dan bai as-salam.
Mudharabah merupakan satu pembahasan yang banyak diungkap dalam kitab-kitab fiqh
klasik. Dewasa ini, wacana tentang Mudharabah menjadi semakin mencuat seiring

perkembangan perbankan syariah. Dalam lembaga perbankan syariah itu, Mudharabah


menjadi salah satu kunci penting dalam kajian-kajian lebih komprehensif mengenai
perbankan syariah. Apa yang dikenal dengan sistem bagi hasil sebagai alternatif sistem
bunga dalam perbankan konvensional, sejatinya, dari term Mudharabah ini.
Semua rasanya sepakat bahwa Mudharabah mengandung nilai-nilai luhur kemanusiaan
dan perwujudan prinsip keadilan dalam sebuah usaha ekonomi. Heterogenitas tingkat
kemakmuran hidup manusia bagian dari realitas kehidupan yang tak terbantahkan sepanjang
masa. Mudharabah ada untuk memberikan kesempatan agar heterogenitas itu tidak terlampau
curam menghubungkan golongan kaya dengan masyarakat miskin. Namun, eksistensinya
dalam dunia modern belum menampakan kontribusi yang signifikan. Perbankan syariah
sebagai penopang Mudharabah tidak dapat berbuat banyak untuk memberdayakannya. Ada
apa dengan Mudharabah Dan mengapa dengan perbankan syariah dalam prakteknya.
Bahasa arab merupakan bahasa suci al-Quran Arab adalah salah satu bahasa tertua di
dunia. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang awal mula munculnya bahasa Arab.
Teori pertama menyebutkan bahwa manusia pertama yang melafalkan bahasa Arab adalah
Nabi Adamalaihissalm. Analisa yang digunakan Nabi Adam alaihissalam (sebelum turun
ke bumi) adalah penduduk surga, dan dalam suatu riwayat dikatakan bahwa bahasa penduduk
surga adalah bahasa Arab, maka secara otomatis bahasa yang digunakan oleh Nabi Adam
alaihissalam adalah bahasa Arab dan tentunya anak-anak keturunan Nabi Adam alaihissalam
pun menggunakan bahasa Arab. Itulah salah satu sebab bahasa arab menjadi bahasa suci alQuran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Mudharabah ?
2. Apa saja Rukun dan Syarat Mudharabah ?
3. Bagaimana jika Mudharabah itu batal dilakukan ?
C. Tujuan Masalah

Makalah ini dibuat dengan tujuan selain memenuhi tugas kuliah dan dengan tujuan agar
Mahasiswa mengetahui apa itu Mudharabah, Rukun dan Syarat Mudharabah serta
Pembatalan Mudharabah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ) yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan
kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja

(mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan


) 1[1]. Allah SWT
perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi (
berfirman :
Dan mereka yang lain berjalan diatas bumi untuk menuntut karunia Allah SWT. (AlMuzammil : 20)
Dalam bahasa Iraq (penduduk Iraq) menamakannya mudharabah, sedangkan penduduk
Hijaz menyebutnya qiradh.2[2] Qiradh berasal dari kata al-qardhu, yang berarti al-qathu
(potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan
memperoleh sebagian keuntungannya.
Mudharabah atau qiradh termasuk dalam kategori syirkah. Di dalam Al-Quran, kata
mudharabah tidak disebutkan secara jelas dengan istilah mudharabah. Al-Quran hanya
menyebutkannya secara musytaq dari kata dharaba yang terdapat sebanyak 58 kali.
Beberapa ulama memberikan pengertian mudharabah atau qiradh sebagai berikut:
Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling
menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau
sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik
harta dan pihak lain pemilik jasa.
Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah: Akad perwakilan, di mana pemilik
harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran
yang ditentukan (mas dan perak).
Imam Hanabilah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: Ibarat pemilik harta
menyerahakan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian
dari keuntungan yang diketahui.
Ulama Syafiiyah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: Akad yang menentukan
seseorang menyerahakan hartanya kepada orang lain untuk ditijarahkan.
Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah:
Seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarhakan dan keuntungan bersamasama.
1[1] Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, Juz II, 309
2[2] Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001) , 223

Al-Bakri Ibn al-Arif Billah al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa


Mudharabah ialah: Seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan di dalmnya
diterima penggantian.
Sayyid Sabiq berpendapat, Mudharabah ialah akad antara dua belah pihak untuk salah
satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan
dibagi dua sesuai dengan perjanjian.
Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah ialah Akad keuangan untuk dikelola
dikerjakan dengan perdagangan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama adalah pemilik modal
(shahibul maal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib), dengan
syarat bahwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai
dengan kesepakatan bersama (nisbah yang telah disepakati), namun bila terjadi kerugian akan
ditanggung shahibul maal.
Secara etimologi, kata mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara terminologi, merujuk Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh), mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (malik, shahibul al maal, bank) menyediakan seluruh modal, sedang
pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha
dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dalam literatur
lain, Mudharabah adalah Akad antara dua pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan
sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan/diusahakan.
Laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan.
B. Landasan Hukum
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan AlQuran, Sunah, Ijma, dan Qiyas.3[3]
1. Al-Quran
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain :

tbryz#uur .... tbq/t F{$# tbqtG6t `B


. #$! @s !$# tbryz#uur tbq=Gs) @6y
3[3] Ibid, 224

Dan mereka yang lain berjalan diatas bumi untuk menuntut karunia Allah SWT.
(QS. Al-Muzammil : 20)

s*s

Mu%

o4qn=9$#

(#rtFR$$s

.... #$! F{$# (#qtG/$#ur `B @s


Apabila telah ditunaikan sholat, bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah
karunia Allah SWT. (QS. Al-Jumuah : 10)

s9 N6n=t y$oY_ br& (#qtG;s? Wxs `iB{


....... /N6n
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu(QS. Al-Baqarah : 198)
2. As-Sunah
Di antara hadits yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. Bersabda yang artinya :
Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan,
melakukan qiradh (memberi modal pada orang lain), dan yang mencampurkan gandum
dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan. (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib)
3. Ijma
Di antara ijma dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah
dari sahabat yang menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut
tidak ditentang oleh sahabat lainnya.4[4]
4. Qiyas
Mudharabah di qiyaskan Al-Musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun).
Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada juga yang kaya. Di satu sisi, banyak orang
kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang
mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan
antara lain untuk memenuhi kedua golongan diatas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan mereka.
C. Rukun dan Syarat Mudharabah
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :
1. Harta atau Modal
4[4] Alauddin Al-Kasani, Badai As-Syanai fi Tartib Asy-Syarai, Juz VI, 79

a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka
barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau
sejenisnya).
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2. Keuntungan
a.

Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin
dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas
prosentasinya.

b. Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c.

Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau
sebagian modal kepada shahib al-mal.
Sedangkan menurut jumhur ulama ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:

1.

Dua

pihak

yang

berakad

(pemilik

modal/shahib

al-mal

dan

pengelola

dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh (berumur


15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk
diwakili dan mewakili.
2.

Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha
(berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut),
keuntungan;

3.

Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan
terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal
(qabul).
Sedangkan menurut Ulama Syafiiyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :

1. Modal
2. Pekerjaan
3. Laba
4. Shighat
5. Dan 2 Orang akad5[5]
D. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah.
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
5[5] Muhammad Asy-Syarbini, Juz II, 310

1.

Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak
dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas
kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal dan
mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah. Semua laba yang
dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian
maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini
berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena
kecerobohannya.

2.

Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam
memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika
seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena
penyebab dari kerugian tersebut.

3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah akan menjadi batal.6
[6] Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal
kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli
warisnya sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha,
pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap
membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang sudah disepakati.
Jika Mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk urudh (barang dagangan), maka
pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu
merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik
modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai
hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya.
Demikian menurut madzhab Asy Syafii dan Hambali.

6[6] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-Itishom,
2008), 385

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ) yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan
kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja
(mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan

perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi (
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan AlQuran, Sunah, Ijma, dan Qiyas.
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :
1. Harta atau Modal
2. Keuntungan
Rukun mudharabah menurut Ulama Syafiiyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :
1. Modal
2. Pekerjaan
3. Laba
4. Shighat
5.

Dan 2 Orang akad

DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syarbini, Muhammad, Mugni Al-Muhtaj, Juz II
Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001)
Al-Kasani, Alauddin, Badai As-Syanai fi Tartib Asy-Syarai, Juz VI
Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, Asep Sobari, Fiqih Sunah, (Jakarta : Al-Itishom, 2008)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat duniawi maupun
ukhrowi tidak lepas dari tujuan yang akan ia peroleh selepas aktifitas tersebut, dengan
berbagai macam perbedaan sudut pandang manusia terhadap esensi dari apa yang hendak ia
peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan proses untuk menuju
tujuan yang ingin dicapainya menjadi bermacam-macam.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan
kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan sesuatu

dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada
seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen.
Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai
resiko untuk gagal Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah
satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung
aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam (Antonio,
2001). Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan usaha dianggap sebagai
sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang berusaha, sehingga melanggar
aspek keadilan.
Dalam perbankan syariah kita telah mengenal bahwa didalamnya tidak memakai
prinsip bunga melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi hasil dalam perbankan
syariah ini dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu; al-musyarakah, al-mudharabah, almuzaraah dan al-musaqah.
Didalam makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah. Melihat pada bahasan
singkat diatas penulis berminat untuk membahas lebih lanjut tentang konsep transaksi
Mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.

1.2 Rumusan Masalah


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apa definisi mudharabah ?


Apasajakah dasar hukum mudharabah ?
Apasajakah jenis-jenis mudharabah ?
Apasajakah rukun dan syarat mudharabah ?
Apasajakah ketentuan mudharabah ?
Apasajakah ketentuan hukum mudharabah ?
Bagaimanakah skema mudharabah ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Untuk mengetahui definisi mudharabah.


Untuk mengetahui dasar hukum mudharabah.
Untuk mengetahui jenis-jenis mudharabah.
Untuk mengetahui rukun dan syarat mudharabah.
Untuk mengetahui ketentuan mudharabah.
Untuk mengetahui ketentuan hukum mudharabah.
Untuk mengetahui skema mudharabah.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Menjadi salah satu referensi pembelajaran mengenai mudharabah.
2. Bahan pengetahuan tambahan terkait mudharabah.
1.5 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi. Dimana sumber data diambil dari internet
yaitu link resmi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
BAB II berisi pembahasan mengenai mudharabah yaitu definisi mudharabah, dasar hukum
mudharabah, jenis-jenis mudharabah, rukun dan syarat mudharabah, ketentuan-ketentuan
mudharabah, dan skema mudharabah.
BAB III berisi kesimpulan.

BAB II
MUDHARABAH
2.1 Definisi Mudharabah
Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan dana lembaga keuangan
syariah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara
mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama
(malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil,
mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
2.2 Dasar Hukum Mudharabah
1. Al-Quran
QS. al-Nisa [4]: 29:

Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan sukarela di antaramu.
QS. al-Maidah [5]: 1:

Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu.
QS. al-Baqarah [2]: 283:


Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.
2. Al-Hadist
HR. Thabrani dari Ibnu Abbas




) )



Abbas bin Abdul Muthallib

jika

menyerahkan

harta

sebagai mudharabah, ia

mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya.
HR. Ibnu Majah dari Shuhaib

:

:

()
Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual.
Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf:







.
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.
HR, Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Said alKhudri.

( )

Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain


3. Ijma
Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib harta anak yatim
sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu
dipandang sebagai ijma (Wahbah Zuhaily, al Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,1989, 4/838).
4. Qiyas

Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah.


5. Kaidah Fiqh





Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
2.3 Jenis-Jenis Mudharabah
1. Mudharabah Muqayyadah
( Restricted Investment Account ), yaitu bentuk kerja sama antara dengan syarat-syarat
dan batasan tertentu. Dimana shahibul mal membatasi jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
Dalam istilah ekonomi Islam modern, jenis mudharabah ini disebut Restricted Investment
Account. Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan modalnya dari resiko
kerugian. Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharibmelanggar
batasan-batasan ini, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.
2. Mudharabah Muthlaqah
( Unrestricted Investment account ), yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan
mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis. Dalam bahasa Inggris, para ahli ekonomi Islam sering menyebut mudharabah
muthlaqah sebagai Unrestricted Investment Account (URIA). Maka apabila terjadi kerugian
dalam bisnis tersebut, mudharib tidak menanggung resiko atas kerugian. Kerugian
sepenuhnya ditanggulangi shahibul mal.
2.4 Rukun Dan Syarat Mudharabah
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib)
Semua pihak yang terlibat harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul
harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan

kehendak mereka dalam

mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:


1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
2. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
3. Modal
ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib
untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
1. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
3. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara
bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4. Keuntungan mudharabah
adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut
1.

ini harus dipenuhi:


Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu

pihak.
2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan
sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
3. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola
tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib)
sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana,

harus

memperhatikan hal-hal berikut:


1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana,
2.

tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.


Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang

dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.


3. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktifitas itu.
2.5 Ketentuan Mudharabah
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain
untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 %
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali
jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.

7.

Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib
atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti

melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur
oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau

melakukan

pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang
telah dikeluarkan.
2.6 Ketentuan Hukum Mudharabah
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang
belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
4.

pelanggaran kesepakatan.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2.7 Skema Mudharabah

Keterangan:

Pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya kepada pengelola dana (mudharib)
untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian keduanya melakukan perjanjian bagi
hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah. jika rugi ditanggung pemilik dana.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua
(amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di
antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dasar hukum mudharabah
ada al-quran, al-hadist, ijma, qiyas, dan kaidha fiqh. Jenis-jenis mudharabah ada 2 yaitu
mudharabah muqayyadah yaitu bentuk kerja sama antara dengan syarat-syarat dan batasan
tertentu. dan mudharabah muthlaqah yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan
mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis. Rukun dan syarat mudharabah ada 5 antara lain penyedia dana (sahibul maal) dan
pengelola (mudharib) pernyataan ijab dan qabul modal keuntungan mudharabah kegiatan
usaha oleh pengelola (mudharib). Dan ada beberapa ketentuan terkait pembiayaan
mudharabah. Skema mudharabah yaitu pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya
kepada pengelola dana (mudharib) untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian
keduanya melakukan perjanjian bagi hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah. jika rugi
ditanggung

sumber

pemilik

dana.

data: http://www.dsnmui.or.id

Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan


Mudharabah (Qiradh)

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-MUDHARABAH
Pada umumnya kata mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti memukul atau
berjalan. Pengertian dari memukul atau berjalan diatas yang maksudnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya.[1]
Sedangkan pengertian mudharabah yang secara teknis adalah suatu akad kerja sama
untuk suatu usaha antara dua belah pihak dimana pihak yang pertama ( shahibul maal )
menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan pihal yang lain menjadi pengelolanya.[2]
Keuntungan dari usahanya tersebut secara Mudharabah akan dibagi hasilnya menurut
kesepakatan yang telah disepakati pada perjanjian awal, dan apabila usaha tersebut
mengalami kerugian maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh pihak pemodal selama
kerugian tersebut bukan disebabkan kelalaian pengelola modal. Dan jika kerugian tersebut
disebabkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola modal, maka pengelola modal yang
harus bertanggung jawab atas kerugian yang telah dialaminya.
Pengertian mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan di mana
pemilik modal ( shahibul maal ) menyetorkan modalnya kepada seorang pengusaha yang
sering disebut dengan ( mudharib ), untuk diniagakan dengan keuntungan yang akan dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan terdapat kerugian akan
ditanggung oleh pemilik modal jika disebabkan olehnya, dan jika disebabkan oleh pengelola
modal maka pengelola modal yang harus menanggung kerugian tersebut.
Pada hakikatnya pengertian dari mudharabah adalah suatu bentuk kerja sama antara
shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100% dari shohibul maal. Sedangkan mudhorib
hanya sebagai pengelola yang keuntungannya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang
telah disepakati di awal.
Mudharabah adalah salah satu akad kerja sama kemitraan berdasarkan prinsip berbagi
untung dan rugi (profit and loss sharing principle), dilakukan sekurang-kurangnyaoleh dua

pihak, dimana yang pertama memiliki dan menyediakan modal, disebut shohibul maal,
sedang ke dua memiliki keahlian dan bertanggung jawab atas pengelolaan dana / menejemen
usaha halal tertentu, disebut mudhorib.[3]
B. JENIS-JENIS AL-MUDHARABAH
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu[4] :
1. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal (shahibul maal) dan
pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan digunakan untuk usahanya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah atau
specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, yaitu mudharib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usahanya. Dengan adanya pembatasan
tersebut seringkali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki
jenis dunia usahanya.
C. LANDASAN SYARIAH AL-MUDHARABAH
Pada dasarnya landasan dasar syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi tiga macam, yaitu[5] :
a . Al-Quran

... ....
dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT (al-Muzzammil: 20)

....
Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah SWT (al-Jumuah: 10)

...
Tidak ada dosa ( halangan ) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu . (alBaqarah: 198)

Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Quran yang dipandang
oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya mudharabah. Kandungan ayatayat di atas mencakup usaha mudharabah karena mudharabah dilaksanakan dengan berjalanjalan di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk mencari keutamaan Allah.
b . Al-Hadits

{ :

}
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Mutholib jika
memberikam dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak
dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berdahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun
membolehkannya. (HR Thabrani)

{
}
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual. (HR Ibnu
Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
c. Ijma
Imam Zailai telah memyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatin secara mudharabah.
D. APLIKASI MUDHARABAH DALAM PERBANKAN
Mudharabah dalam perbankan syariah biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Sedangkan pada sisi penghimpunan dana mudharabah
diterapkan pada[6]:
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, yaitu seperti
tabungan haji, dan tabungan kurban, dan sebagainya;

b. Diposito biasa dan special, diposito special (special investment), dimana dana yang dititipkan
nasabah, khusus untuk bisnis tertentu, misalnya saja dalam murabahah ataupun ijarah saja.
Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk[7]:
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan
penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
Mudharabah juga dapat dilakukan dengan memisahkan atau mencampurkan dana
mudharabah. Seperti dalam penjelasan dibawah ini, yaitu[8]:
a. Dana harta-harta lainnya, Pemisahan total antara dana mudharabah termasuk harta mudharib.
Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari teknik ini ialah bahwa
pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari masing-masing dana dan dapat dihitung dengan
tepat. Selain itu, keuntungan atau kerugian dapat dihitung dan dialokasikan dengan benar.
Sedangkan kekurangan teknik ini terutama menyangkut masalah moral hazard dan preferensi
invertasi seorang mudharib.
b. Dana mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber dana lainnya.
System ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral hazard seperti di atas, namun
dalanm system ini pendapatan dan biaya mudharabah tercampur dengan pendapatan dan
biaya lainnya.
Mudharabah dalam bank syariah terdapat manfaat dan risikonya, manfaat
mudharabah tersebut terbagi menjadi lima, yaitu[9]:
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah semakin
meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak pernah mengalami
negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau kas usaha nasabah
sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selktif dan hati-hati dalam mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagikan.

5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah atau musyarakah ini berbeda dengan prinsip bungan tetap
dimana bank akan menagih penerima pembiayaan dari nasabah satu jumlah bunga tetap
berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis
ekonomi.
Sedangkan resiko dari mudharabah, yaitu[10]:
1. streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja;
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah jika nasabah tidak jujur.
Selain manfaat dan resiko yang ada pada bank syariah, terdapat pula permasalahanpermasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan mudharabah. Berdasarkan teori perbankan
kontemporer, prinsip mudharabah dijadikan sebagai alternatif penerapan sistem bagi hasil.
Meskipun demikian, dalam praktiknya ternyata signifikansi bagi hasil dalam memainkan
operasional investasi dana bank peranannya sangat lemah. Menurut beberapa pengamatan
perbankan syariah, hal ini terjadi karena beberapa alasan, diantaranya[11]:
a. Standar moral
Terdapat anggapan bahwa standar moral ynag berkembang di kebanyakan komunitas muslim
tidak memberi kebebasan penggunaaan bagi hasil sebagai mekanisme investasi.
b. Ketidakefektifan modal pembiayaan bagi hasil
Pembiayaan bagi hasil (mudharabah) tidak menyediakan berbagai macam kebutuhan
pembiayaan dari ekonomi kontemporer.
c. Berkaitan dengan para pengusaha
Keterkaitan bank dengan pembiayaan sistem bagi hasil untuk membantu perkembangan
usaha lebih banyak melibatkan pengusaha secara langsung daripada sistem lainnya pada bank
konvensional. Bank syariah memerlukan informasi yang lebih rinci tentang aktivitas bisnis
yang dibiayai dan besar kemungkinan pihak bank turut mempengaruhi setiap pengambilan
keputusan bisnis mitranya.
d. Dari segi biaya
Pemberian pembiayaan berdasrkan sistem bagi hasil memerlukan kewaspadaan yang lebih
tinggi dari pihak bank.
e. Segi teknis

Problem teknis menyangkut penggunaan sistem bagi haasil berkaitan dengan pihak bank,
nasabah, perhitungan keuntungan.bank membutuhkan pengetahuan yang luas mengenai
perilaku aktivitas ekonomi yang berguna untuk memprediksi keuntungan. Dari sisi nasabah,
kebutahurufan masih menyelimuti dunia muslim.
f. Kurang menariknya sistem bagi hasil dalm aktivitas bisnis
Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan dari dana-dana yang diperoleh
berdasarkan sistem bagi hasil tidak diketahui secara pasti.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUDHARABAH
Faktor yang mempengaruhi mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu[12]:
1. Faktor Langsung
Diantara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah
investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
a. Investment rate merupakan presentase actual dana yang diinvestasikan dari total dana, jika
bank menentukan investment rate sebesar 80 %, hal ini berarti 20% dari total dana
dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
b. Jumlah dana yang trsedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber
dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
salah satu metode dibawah ini:
1) Rata-rata saldo minimum bulanan
2) Rata-rata total saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan
menghasilkan jumlah dana actual yang digunakan.
c. Nisbah (profit sharing ratio)
1) Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang hasur ditentukan dan disetujui pada awal
perjanjian;
2) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berdeda;
3) Nisbah juga dapat berdeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalkan saja deposito 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan;
4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan besarnya
dana dan jatuh temponya.

2.Faktor Tidak Langsung


Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi bagi hasil, yaitu:
a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
1) bank dan nasabah melakukan share dalam dalam pendapatan dan biaya, pendapatan yang akan
dibagi hasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya;
2) jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.
b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)
bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan,
terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
F. CONTOH KASUS
1. Contoh kasus perhitungan dalam bank syariah, yaitu[13]:
Bapak Kevin mempunyai deposito Rp 10.000.000, dalam jangka waktu 1 bulan (1
Desember 2001 1 Januari 2002), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57% : 43%.
Jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito 1 bulan per 31 Desember 2001 adalah
Rp 20.000.000 dan rata-rata deposito jangka waktu 1 bulan adalah Rp 950.000.000,
berapakah keuntungan yang harus diperoleh oleh bapak Kevin?
Jawab:
Keuntungan yang diperoleh bapak Kevin adalah:
(Rp 10.000.000 : Rp 950.000.000) x Rp 20.000.000 x 57% = Rp 120.000
2 . Contoh kasus perhitungan dalam bank kovensional, yaitu[14]:
Pada tanggal 1 Desember 2003, bapak rizal membuka deposito sebesar Rp
10.000.000, jangka waktu 1 bulan dengan tingkat bunga 9% p.a. Berapa bunga yang
diperoleh bapak rizal pada saat jatuh tempo?
Jawab:
Bunga yang harus diperoleh bapak rizal adalah:
(Rp 10.000.000 x 31 hari x 9%) : 365 hari = Rp 76.438
Dari cotoh kasus di atas dapat disimpulkan, bahwa:
a. Perhitungan pada bank syariah, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh deposan bergantung
pada:

1) Pendapatan bank
2) Nisbah bagi hasil antara nasabah dengan bank
3) Nominal deposito nasabah
4) Rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank.
b. Sedangkan perhitungan pada bank konvensional, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh
deposanbergantung pada:
1) Tingkat bunga yang berlaku pada bank tersebut
2) Nominal deposito nasabah
3) Jangka waktu deposito.
Bank syariah pada dasarnya member keuntungan kepada deposan dengan pendekatan
Financing to Deposit Ratio (FDR), sedangkan pada bank konvensional yaitu dengan
pendekatan biaya, yang artinya dalam mengakui pendapatan bank syariah masih menimbang
rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan yang
dihasilkan dari perpaduan antara dua faktor tersebut. Sedangkan dalam bank konvensional
langsung menganggap semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa harus
membertimbangkan berapakah pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun
tersebut,[15]
Dalam pembiayaan mudharabah tujuan yang utama adalah memperoleh keuntungan yang
nantinya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang biasa disebut dengan bagi hasil.
Dimana, keuntungan adalah jumlah yang didapat sebagai dari kelebihan modal. Keuntungan
adalah tujuan akhir dari mudharabah. Syarat keuntungan berikut harus dipenuhi[16]:
a. Harus untuk kedua pihak dan tidak ada satu pihak pun yang mengambil seluruhnya tanpa yang
lainnya.
b. Bagian keuntungan proporsional dari tiap pihak harus diketahui pada waktu berkontrak dan
harus sebagai presentasi dari keuntungan. Bagian pengelola harus sacara eksplisit ditanyakan
pada watu berkontrak. Tetapi harus diketahui bahwa dibolehkan untuk menyesuaikan
presentasi alokasi keuntungan diantara kedua pihak pada waktu berikutnya.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah, dan pengelola tidak boleh
menanggung bagian apapun darinya kecuali diakibatkan dari kesalahan yang disengaja atau
lalai.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mudharabah adalah salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan di berikan kepada
nasabah dalam suatu Bank. secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis, yaitu:
Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Dalam sistem Mudharabah ini akadnya adalah kerja sama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola, keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Manfaat dari Mudharabah ini adalah Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat
Akad Mudharabah harus bejalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah dimana
si pengelola harus menjalankan usahanya dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, sesuai
dengan prisip Syariah dan berupaya agar usahanya tidak terjadi kerugian. Kerugian bisa di
akibatkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Disebabkan oleh resiko bisnis;

2. Disebabkan oleh musibah atau bencana alam dan


3. Disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yang dilakukan oleh sipengelola.
Apabila kerugian terjadi disebabkan oleh resiko bisnis dan bencana alam maka atas
kerugian tersebut ditanggung sepenuhnya oleh si pemilik modal tetapi kalau kerugian itu
terjadi disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yang sengaja dilakukan oleh sipengelola
maka, atas segala kerugian itu harus ditanggung oleh si mudharib sepenuhnya dan modal
yang diberikan harus dikembalikan oleh mudharib sepenuhnya. Oleh karena itu untuk
memperkecil kesempatan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kelalaian atau
penyimpangan yang dilakukan oleh mudharib atau sipengelola maka, shahibul mal harus
dapat membuat aturan atau peringatan yang dapat mengurangi kesempatan mudharib untuk
melakukan tindakan yang merugikan.
Pembiayaan mudharabah dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak langsung.
Adapun tujuan akhir dari pembiayaan mudharabah adalah memperoleh keuntungan.

DAFTAR PUSTAKA
Ilmi, makhalul SM. Teori dan praktek lembaga mikro keuangan syariah. 2002. Yogyakarta: UII
press.
Drs, Muhammad.M.Ag. Manajemen Bank Syariah. 2005. Yogyakarta, (UPP) AMPYKPN
Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syariah. 2005. Yogyakarta: akademi manajemen
perusahaan YKPN
SyafiI Antonio, Muhammad. Bank Syariah: dari teori ke praktik.2001 Jakarta : gema insani press
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia. Bank Syariah: Konsep, Produk
dan Implementasi Operasional bank syariah. 2002. Jakarta: Djambatan

[1] Muhammad. Manajemen pembiayaan bank syariah. Yogyakarta: akademi manajemen perusahaan YKPN. 2005. Hal 102
[2] Muhammad syfii antonio. Bank syariah: dari teori ke praktik. Jakarta: gema insani press. 2001. Hal. 95
[3] Makhalul ilmi SM. Teori dan praktik lembaga mikro keuangan syariah. Yogyakarta: UII press yogyakarta. 2002. Hal. 32
[4] Muhammad syafii antonio. Op. cit
[5]Muhammad syafii antonio. Ibid, hal 95
[6] Ibid, hal.97
[7] Ibid, hal 97
[8] Drs. Muhammad, M.Ag. manajemen bank syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2002, hal. 109
[9] Muhammad syafii antonio. Op. Cit.
[10] Muhammad syafii antonio, ibid
[11] Muhammad, opcit, hal 114
[12] Drs, muhammad.M.Ag. Opcit, hal 110
[13] Ibid, hal 112
[14] ibid
[15] Ibid, hal 114
[16] Tim pengembangan perbankan syariah institut bankir indonesia. Konsep produk dan implementasi operasional bank syariah. Jakarta:
djambatan. 2002, hal 167

MAKALAH TENTANG PEMBIAYAAN MUDHOROBAH


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Makalah
Mudharabah merupakan salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan diberikan
kepada nasabahnya. sistem dari mudharabah ini merupakan akad kerja sama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Mudharib atau si pengelola menjalankan usaha dengan maksimal tanpa keluar dari koridor

syariah yaitu yang tidak bertentangan dengan usaha yang haram sepertia Judi, Usaha Pabrik
Minuman keras dll. Bank Islam identik dengan slogan bank anti bunga atau bank anti
riba. Mereka mengedepankan prinsip bagi hasil yang salah satunya adalah mudharabah ini.
Salah satu pranata yang secara teoritis paling dikenal oleh masyarakat di dalam perbankan
Syariah adalah mudharabah (profit and loss sharing). Para penulis Islam modern sepakat
menggunakan bentuk kerjasama (musyarakah dan mudharabah) sebagai sarana untuk
merekonstruksi dan reorganisasi dalam dunia perbankan. Maka dapat dikatakan bahwa
mudharabah merupakan alat untuk mencegah timbulnya Begitu terkenalnya nama
mudharabah dengan system bagi hasil, hingga pada awal pertumbuhan Perbankan Syariah,
namanya digunakan untuk menyebut identitas perbankan, sehingga terkenal dengan bank
bagi hasil.
B.
1.
2.
3.
4.
5.

Rumusan Masalah
Pengertian Al-Mudhorabah
Ketentuan pembiayaan Mudhorabah
Risiko al-Mudhorabah
Aplikasi dalam perbankan
Analisis terhadap contoh kasus Mudharabah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha1.Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakana seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya
kerugian itu diakiabatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.[1]
B. Landasan Syariah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.
1. Al-Quran


. Dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWt ( Al Muzzammil:20 )

Yang menjadi wujhud-dilalah atau argument dari surah al muzzammil:20 adalah adanya kata
yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan
usaha.3




Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah ( Al- Jumuah:10 )
2.
Hadits
Diriwayatkan dari ibnu abbas bahwa sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan
dana kemitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disamapaikanlah syarat-syarat tersebut kepada rosullah SAW. dan rasulullah
membolehkannya . ( HR Thabrani ) Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW
bersabda, tiga hal yang di dalamnya terdapa keberkatan: jual beli secara tangguh,
Muqadah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual. ( HR Ibnu Majah )
3. Ijma
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi penglolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan
dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.
4. Fatwa DSN tentang transaksi Mudharabah
Fatwa DSN no: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang MUDHARABAH (Qiradh)
Ketentuan yang diatur :
Pertama : Ketentuan Pembiayaan
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul mal (pemilik dana) membiayai 100%
kebutuhan usaha, sedangkan pengusaha (nasabah) sebagai mudharib.
3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak.
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen usaha tapi
memiliki hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah kecuali
jika mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati dalamj akad.

8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan


diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau pelanggaran
terhadap kesepakatan, mudharib berhak memperoleh ganti rugi atas biaya yang telah
dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan
1. Penyedia dana (shahibul mal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memprhatikan hal-hal
berikut :
1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak.
2. Penerimaan dan penawaran pada saat kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana
kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :
1. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika barang
diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada
waktu akad.
3. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib baik secara bertahap maupun tunai sesuai dengan
kesepakatan saat akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi :
1. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh
disyaratkan hanya untuk satu pihak.
2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus
diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan
harus dalam bentuk presentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai
kesepakatan.

3. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari


mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian
apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
4. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai
perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia
dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib tanpa
campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak
untuk melakukan pengawasan.
2. Penyedia dan tidak boleh mempersempit tindakan
pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi
tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
3. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam
dalam tindakannya yang berhubungan dengan
mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang
berlaku dalam aktifitas ini.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan kejadian dimasa depan yang belum
tentu terjadi.
3. Pada dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi karena akad ini bersifat
amanah, kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan
diantara kedua pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
C. Rukun Dan Syarat Mudharabah
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa Mudharabah memiliki lima rukun:
1. Modal.
2. Jenis usaha.
3. Keuntungan.
4. Shighot (pelafalan transaksi)
5. Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola.[2]

1)
2)
a.
b.
c.
3)
a.
b.
c.
4)
a.
b.

c.

5)
a.
b.
c.

Sedangkan syarat-syarat dalam Mudharabah ialah sebagaimana berikut:


Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
pengelola (mudharib) untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk
aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib (pengelola
modal), baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat
keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai
kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak
boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan modal yang disediakan
oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
Kegiatan usaha adalah hak eksklusif pengelola (mudharib), tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah,dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktifitas itu.[3]

D. Teori Mudharabah Dalam Persfektif Fiqih


Menurut Ibnu Hazm, mudharabah merupakan bagian dari bahasan fiqih yang tidak
mempunyai dasar acuan langsung dalam al-Quran dan al-hadis karena praktek Mudharabah
ini sebenarnya telah dipraktekan sejak zaman sebelum Islam dan Islam mengakuinya dengan
tetap ada dalam sistem Islam. Bahkan dalam hokum Italia, istilah mudhorobah dikenal
dengan nama Comenda.
Para ahli hukum Islam sendiri masih berbeda pendapat mengenai sifat, isi dan
persyaratan tentang mudharaba kesepakatan bulat bahwa kemitraan antara pemberi modal

( mudharib, atasan, atau penabung ) dan pemakain modal ( dharib, manajer, pengusaha atau
wakil ) adalah halal di dalam Islam.
Ketika harta yang dijadikan modal tersebut di pergunakan oleh Mudhorib / pengelola,
maka harta tersebut sesungguhnya telah berada dibawah kekuasaan pengelola, sedangkan
harta tersebut bukan miliknya, sehingga harta tersebut berkedudukan sebagai amanat
( titipan). Apabila harta tersebut ruksak bukan karena kelalaian pengelola, ia wajib
menanggungnya.
Begitu pula apabila kesepakatan-kesepakatan yang telah disepaati antara pemilik
modal dengan pengelola telah diingkari oleh salah satu pihak, maka keadaan tersebut
menyebabkan kecacatan dalam perjanjian tersebut sehingga pengelolaan dan penguasaan
harta tersebut dianggap ghasab.
Dalam mudhorbobah sendiri terdapat ketentuanketentuan yang mendasari aktivitas
mudharabah tersebut. Dalam hal modal, para ulama mengemukakan bahwa modal tersebut
dapat direalisasikan dalam bentuk sejumlah mata uang yang beredar. Sehingga para ulama
melarang modal tersebut dalam berupa komoditi karena ketidak stabilan harganya.
Para ulama mazhab yang empat melarang untuk menjadikan modal tersebut dijadikan
hutang bagi pengelola terhadap pemilik modal. Dalam hal manajemen, mudhorib atau
pengusaha mempunyai kebebasan dalam mengelola usahanya. Dalam hal ini mudhorobah
bersifat mutlak dalam arti pemilik modal tidak mengikat pengelolaan harta untuk berdagang
di Negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu.
Sehingga bila terdapat persyaratan-persyaratan mudhorobah tersebut tidak sah. Hal ini
dikemukakan oleh ulama mazhab syafii dan maliki sedangkan menurut Abu hanifah dan
Ahmad bin Hambal, mudhorobah yang terdapat persyaratan-persayratan masih tetap sah
untuk dilaksankan.
Dalam kontrak mudhorobah, pihak pemilik modal tidak dapat menuntut jaminan dari
mudhorib atas usaha yang dijalankannya. Karena dalam kontrak mudhorobah pemilik modal
dan mudhorib sama-sama harus menaggung resiko. Apabila pemilik modal menuntut adanya
persayaratan tersebut maka menurut Imam malik dan Imam Syafii kontrak tersebut tidak
sah. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam sitem mudhorobah adalah mengenai bagi hasil
( Prifit and Loss Sharing ). Pada dasarnya, kerjasama dalam mudhorobah ini adalah untuk
mendatangkan keuntungan yang kemudian keuntungan tersebut di bagikan kepada pemilik
modal dan mudhorib sesuai dengan kesepakatan di awal menganai persentase keuntungan
yang didapat masing-masing.
Pekerjaan, modal dan resiko menentukan sekali dalam menentukan keuntungan dalam
sebuah kontrak mudhorobah. Pembagian keuntungan dilakukan melalui tingkat perbandingan
ratio , bukan ditentukan dalam jumlah yang pasti. Menentukan jumlah keuntungan secara
pasti kepada pihak yang terlibat dalam kontrak akan menjadikan kontrak tersebut tidak
berlaku.
E. . Jenis-jenis al-Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis: mudharabah muthlaqah dan
mudharabah muqayyadah.
1. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara
shahibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh

spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh
seringkali dicontohkan dengan ungkapan if`al ma syi`ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul
maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restriced muharabah/specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib di batasi dengan
batasan usaha, waktu, dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan
kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
F. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 %
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah
kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam
akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya
yang telah dikeluarkan.
11. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah daoat diperhitungkan dengan
cara, yakni:[4]

1) Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)


2) Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
12. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang
disepakati.
13. Bank berhak melakukakn pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri
urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya tidak
mau membayar kewajiaban atau menunda pembayaran kewajiban, maka ia dapat dikenakan
sanksi administrasi.
Selain itu dalam transaksi ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al-mal dalam
manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan
bertanggung jawab untuk seetiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai
wakil shahib al-mal daia diharapkan untuk mengelola modal dengan dengan cara tertentu
untuk menciptakan laba optimal.[5]
G. Mekanisme Transaksi Pembiayaan Mudharabah
Mekanisme transaksi Mudharabah yang dilakukan oleh oleh bank syariah bila
diasumsikan sebagai shahibul mal dan nasabah sebagai mudharib adalah :
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola usaha harus secara tunai,
dapat berupa uang atau barang yang nilainya dinyatakan dengan satuan uang.
2. Hasil pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat dihitung dengan cara :
a. Pendapatan usaha.
b. Keuntungan usaha.
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan akad, tiap bulan atau waktu yang telah
disepakati. Bank akan menanggung semua kerugian kecuali kelalaian atau kecurangan dari
pengelola.
4. Bank berhak melakukan pengawasan pada usaha namun tidak berhak mencampuri urusan
usaha.
5. Jika nasabah melakukan cidera janji seperti tidak mau membayar kewajiban maka dapat
dikenakan sanksi administrasi.
H. Resiko Pembiayaan Mudhorobah
Risiko yang terdapat dalam al-Mudharabah, terutama pada penerapan dalam pembiayaan,
relative tinggi. Diantaranya :
1) Side sterming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang di sebut dalam kontrak :
2) Lalai dan kesalahan yang di sengaja;
3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur

Secara umum, aplikasi perbankan al-Mudharabah dapat di gambarkan dalam skema


berikut ini
SKEMA AL-MUDHARABAH
PERJANJIAN
BANK
(SHAHIBUL MAAL)

NASABAH
(MUDHARIB)
BAGI HASIL
KEAHLIAN

MODAL

PROYEK / USAHA
KETERAMPILAN

100%

100%

PENGEMBANGAN
KEUNTUNGAN

NISBAH

NISBAH
MODAL

X%
PENGAMBILAN MODAL POKOK

Y%

I.

Aplikasi dalam Perbankan


Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada
sisi penghimpunan dana, al-mudharabah ditepkan pada:
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti
tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa, dan sebagainya;
2. Deposito special (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk
bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
2. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana sumber dana khusus
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul
maal.
Selain itu mudharabah dalam perbankan syariah juga dikenal dalam cakupan:
a. Mudharabah Sebagai Sebuah Sistem
Aksentasi mudharabah sebagai sebuah sistem adalah bahwa mudharabah menjadi
pedoman umum bagi bank dalam melakukan berbagai transaksi produk perbankan. Dengan
sistem ini bank akan membagi keuntungan dengan para pengguna jasanya dan para
investornya. Pada posisi ini mudharabahsecara tepat dipahami sebagai penggantidari sistem
bunga.

b. Mudharabah Sebagai Sebuah Produk


Aksentasi mudharabahsebagai sebuah produk diterapkan dalam sebuah jenis-jenis
pelayanan yang disediakan oleh bank untuk para nasabahnya. Dalam kerangka ini
mudharabah dibedakan menjadi dua yaitu mudharabah yang bersifat tabungan/deposito atau
penghimpunan dana dan mudharabah yang bersifat pembiayaan.
J. Sistem Bagi Hasil
Lembaga keuangan syariah di Indonesia, khususnya perbankan syariah, belum
menerapkan prinsip profit sharing, mengingat kesulitan menghitung beban beban dalam
pengelolaan dana mudharabah (Wiroso, 2005:123). Pada bank bank syariah di dunia,
terdapat dua instrumen yang digunakan dalam distribusi bagi hasil, yaitu nasabah dan bobot.
Namun hingga saat ini belum ada keseragaman satu sama lain, mengingat terdapat beberapa
faktor perhitungan yang dipertimbangkan, antara lain:
1) Besaran kontribusi investasi (pembobotan sumber dana)
Adalah jumlah atau prosentase yang diputuskan oleh bank sebagai landasan besaran
dana yang dapat diinvestasikan.
2) Penentuan jenis sumber dana yang diikutsertakan dalam perhitungan distribusi hasil usaha
(profit distribution); merupakan unsur yang penting karena jumlah sumber dana ini yang akan
berdampak terhadap penyaluran dan pendapatan yang akan diperoleh dengan pola;
a. Dana prinsip mudharabah mutlaqah saja; pendapatan yang dibagihasilkan adalah pendapatan
yang berasal dari pengelolaan dana mudharabah mutlaqah
b. Total sumber dana pihak ketiga (prinsip wadiah dan mudharabah mutlaqah)
c. Total sumber dana (prinsip wadiah di mudharabah dan modal)
3) Jenis penyaluran dana dan pendapatan yang terkait
a. Prioritas penyaluran (penyaluran utama dan penyaluran lainnya)
Bank syariah menetapkan penyaluran utama meliputi penyaluran dengan prinsip bagi hasil
dan penyaluran lain seperti Sertifikat Investasi Bank Indonesia (SIMA) atau Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
b. Total penyaluran dana
Bank syariah tidak menetapkan prioritas dalam penyaluran dananya.
4) Penentuan pendapatan dibagihasilkan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah mudharabah diambil dari kata dharib, Dinamakan demikian karena dharib
berhak untuk menerima bagian keuntungan atas dukungan dan kerjanya. Secara rinci
mudharabah adalah suatu kontrak kemitraan ( partnership) yang berlandaskan pada prinsip
pembagian hasil dengan cara seseorang memberikan modalnya kepada yang lain untuk
melakukan bisnis dan kedua belah pihak membagi keuntungan atau memikul beban kerugian
berdasarkan isi perjanjian bersama
Dalam kontrak mudhorobah, pihak pemilik modal tidak dapat menuntut jaminan dari
mudhorib atas usaha yang dijalankannya. Karena dalam kontrak mudhorobah pemilik modal
dan mudhorib sama-sama harus menaggung resiko. Apabila pemilik modal menuntut adanya
persayaratan tersebut maka menurut Imam malik dan Imam Syafii kontrak tersebut tidak
sah. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam sitem mudhorobah adalah mengenai bagi hasil
( Prifit and Loss Sharing ). Pada dasarnya, kerjasama dalam mudhorobah ini adalah untuk
mendatangkan keuntungan yang kemudian keuntungan tersebut di bagikan kepada pemilik
modal dan mudhorib sesuai dengan kesepakatan di awal menganai persentase keuntungan
yang didapat masing-masing.
Kontrak Mudhorbobah dalam Bank Islam kebanyakan digunakan untuk tujuan
perdagangan jangka pendek ( Short-term Comercial )dan jenis usaha tertentu ( specific
venture ). Kontrak tersebut memberikan wewenang terhadap segala macam yang menyangkut
pembelian ( buying) dan penjualan (selling ) barang, yang indikasinya untuk merealisasikan
tujuan utama dari perdagangan yang di dasarkan pada kontrak.
Aksentasi mudharabah sebagai sebuah sistem adalah bahwa mudharabah menjadi
pedoman umum bagi bank dalam melakukan berbagai transaksi produk perbankan. Dengan
sistem ini bank akan membagi keuntungan dengan para pengguna jasanya dan para
investornya. Pada posisi ini mudharabahsecara tepat dipahami sebagai penggantidari sistem
bunga.
Aksentasi mudharabahsebagai sebuah produk diterapkan dalam sebuah jenis-jenis
pelayanan yang disediakan oleh bank untuk para nasabahnya. Dalam kerangka ini
mudharabah dibedakan menjadi dua yaitu mudharabah yang bersifat tabungan/deposito atau
penghimpunan dana dan mudharabah yang bersifat pembiayaan.
B. Saran
Katakanlah kejujuran walau pahit adanya sesuai dengan tempat, situasi, dan kondisi
yang mengkritik. Terimakasih..

DAFTAR PUSTAKA
A.Karim Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
2011
Abdullah Ibn Ahmad Ibnu Qudamah, Mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr. 1979), Wahbah
az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus : Darul Fikr, 1997)
Ahmad asy-Syarbani, al-Mu`jam al-Iqtishad al-Islami (Beirut: Dar Alamil Kutub, 1987)
Bidayatul Mujtahid II, hlm.
Drs. H. Hendi Suhendi, MSi, Fiqh Muamalah, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002.
Muhammad Rawas Qal`aji, Mu`jam Lughat al-Fuqaha (Beirut: Darun-Nafs, 1985)
Manan, M. Abdul. Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dhana Bakti Primayasa,
1997
Muhammad, Rifqi.2008.Akuntansi Keuangan Syariah.Yogyakarta:P3EI
SyafiI Antonio, Muhammad. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Cet 1. Jakarta: Gema Insani
Press, 2001

Siswanto, http://www.daniexe.co.cc/2009/06/mudharabah-dan-musyrakahah-prinsip.html,
diakses tanggal 21 Oktober 2010 pukul 10.00 WIB.
[2] Ar-Raudhah karya imam Nawawi (5/117)
[3] sumber http://www.mui.or.id
[4] Adiwarman, A. Karim. Bank Islam. Analisis Fiqh dan Keuangan.Hlm: 104
[5] Adiwarman, A. Karim. Bank Islam. Analisis Fiqh dan Keuangan.Hlm:103-104
[1]

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah. Seperti yang disebutkan dalam
Undang-Undang

No

21

Tahun

2008 Tentang Perbankan

Syariah

(selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah


satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syariah adalah akad

mudharabah. Selain itu bank Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan


Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syariah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana

Dan Penyaluran Dana Serta

Pelayanan Jasa Bank Syariah, juga menyebutkan mudharabah adalah


salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syariah.
Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola
modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak
sesuai dengan kesepakatan. Didalam pembiayaan mudharabah pemilik
dana (Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu.
Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib). Pada
prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena
untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar
dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang
tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak
pula para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk
berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam
memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik
modal

dengan

orang

yang

terampil

dalam

mengelola

dan

memproduktifkan modal itu.


Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada
perbankan

pada

konvensional

umumnya

pada

(perbankan

umumya

konvensional).

menawarkan

Perbankan

pembiayaan

dengan

menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah


digunakan

mudharib

dalam

jangka

waktu

tertentu.

Namun

Akad

mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang


menggunakan

pembiayaan

mudharabah,

melainkan

mewajibkan

mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh


mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk
jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai
pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta
permasalahan yang ada didalamnya.
B. Rumusan Masalah
Didalam Makalah ini akan dibahas meliputi :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pengertian Mudharabah
Dasar Hukum Mudharabah
Syarat dan Rukun Mudharabah
Jenis-jenis Mudharabah
Hikmah Mudharabah
Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Sebab-sebab Batalnya Mudharabah

C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain sebagai salah satu tugas
mata kuliah Fiqh 2, penulis berharap dengan makalah ini dapat
menambah keilmuan para pembaca pada umumnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha, artinya
berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu rizeki.[1]
Mudharabah adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal
dengan seorang pakar dalam berdagang,[2] di dalam fiqh Islam di sebut
dengan

Mudharabah

oleh

ulama

fiqh

Hijaz

menyebutkan

dengan qiradyang berarti al-qat (potongan). Pemilik modal memotong


sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya. Maksudnya, akad antara kedua belah pihak untuk salah
seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak
lainnya untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan
kesepakatan. Mudharabah berasal dari akar kata dharaba pada kalimat aldharb fi al ardh, yaitu bepergian untuk urusan dagang. Abdurrahman al-

Jaziri

mengatakan, Mudharabah menurut

bahasa

berarti

ungkapan

pemberian harta dari seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha
di mana keuntungan yang diperoleh dibagi diantara mereka berdua, dan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.
Sedangkan

menurut

istilah

syara, Mudharabah merupakan

akad

antara dua pihak untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana
salah satu pihak memberikan dana kepada pihak lain sebagai modal
usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi di antara mereka berdua
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Secara terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau
qirad dengan :

Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk


diperdagangkan oleh pemilik modal, sedangkan keuntungan dagang itu
menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.
Secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh
(100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalaian si pengelola. Namun,
apabila kerugian itu disebabkan kecurangan atau kelalaian si pengelola,
maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
B. Dasar Hukum Mudharabah
1.

Al-Quran
Akad Mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling
membantu

antara

pemilik

modal

dengan

seorang

pakar

dalam

memutarkan uang. Banyak diantara pemilik modal yang tidak pakar


dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara itu banyak

pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk
berdagang. Atas dasar tolong menolong dalam pengelolaan modal
tersebut, Islam memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama
antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam mengelola
dan memproduktifkan modal tersebut.
Pada masa jahiliyyah qirad telah dilaksanakan, kemudian dilanjutkan oleh
generasi berikutnya yaitu agama Islam. Timbulnya qirad karena menjadi
kenyataan hajat bagi setiap manusia. Qirad ini memberikan nilai tambah
antara keduanya yang mengandung sifat tolong menolong, karena orang
yang mempunyai modal tetapi tidak pandai berdagang, atau tidak
berkesempatan, sedangkan yang lain pandai dan cakap lagi mempunyai
waktu yang cukup, tetapi tidak mempunyai modal, maka keduanya bisa
saling mengisi demi kemajuan bersama.
Qirad benar-benar diakui keberadaannya di dalam hukum Islam (Syariat
Islam) berdasarkan dalil naqly baik berupa nash maupun berdasarkan
hadis Nabi Muhammad saw. Dalil naqly tersebut sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu kepada Allah dan
tinggalkanlah (jangan pungut) apa pun bentuk riba yang masih ada, jika
kamu benar beriman kepada-Nya. Jika kamu tidak mau meninggalkannya,
maka ketahuilah bahwa Allah dan Rosul-Nya akan menerangimu. Tapi, jika
kamu tobat (kembali kepada ajaran Allah), m
aka kamu boleh menerima modalmu, sehingga kamu tidak menganiaya si peminjam dan
kamu tidak pula dianiayanya. (QS. Al-Baqarah: 278-279).
Ayat Al-Quran lain yang secara umum mengandung kebolehan akad
Mudharabah untuk bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di
atas

bumi

adalah:

Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari
Allah. (QS. Al-Muzammil: 20).
Maksud dari QS. al-muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang
sama dengan akar kata Mudharabah yang berarti melakuakn suatu
perjalanan

usaha.

Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perdagangan) dari Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah: 198).[3]
2.

Hadis
Sebelum

Rasulullah

diangkat

menjadi

Rasul,

Rasulullah

pernah

melakukan Mudharabah dengan Khadijah, dengan modal dari Khadijah.


Beliau

pergi

ke

Syam

dengan

membawa

modal

tersebut

untuk

diperdagangkan.

Rasulullah

saw

bersabda: Tiga

hal

yang

di

dalamnya

terdapat

keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil) dan
mencampur gandum putih dengan gandum merah untuk keperluan rumah
bukan untuk dijual.

Abbas

bin

Mudharabah,

Abdul
ia

Muthallib

mensyaratkan

jika

menyerahkan

kepada

harta

mudharib-nya

sebagai

agar

tidak

mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli


hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus
menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu
didengar Rasulullah, beliau membenarkannya(HR. Thabrani dari Ibnu
Abbas).[4]
3.

Ijma
Ibnu Syihab pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari
bapaknya dari kakeknya: Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan
harta anak yatim dengan cara Mudharabah. Kemudian Umar meminta
bagian dari harta tersebut lalu dia mendapatkan (bagian). Kemudian

bagian tadi dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal. Ibnu Qadamah dalam


kitab Al-Mughni dari malik bin Ila bin Abdurrahman dari bapaknya:
Bahwa Utsman telah melakukan qirad (Mudharabah). Semua riwayat
tadi didengarkan dan dilihat oleh sahabat sementara tidak ada satu
orang pun mengingkari dan menolaknya, maka hal itu merupakan ijma
mereka tentang kemubahan Mudharabah ini.
C. Syarat dan Rukun Mudharabah
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:[5]
1. Harta atau Modal
a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal
berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga
semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya
melakukan usaha.
2. Keuntungan
a.
Pembagian keuntungan harus

dinyatakan dalam prosentase dari

keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi


b.

milik pekerja dan pemilik modal harus jelas prosentasinya.


Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan

c.

dituangkan dalam kontrak.


Pembagian keuntungan

baru

dapat

dilakukan

setelah

mudharib

mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.


Menurut madzhab Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda
penyerahan dari pihak yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab)
dan ucapan tanda setuju (terima) dari pihak yang menerima dalam suatu
akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika pemilik modal dengan pengelola
modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu telah memenuhi
rukunnya dan sah.
Sedangkan menurut jumhur ulama ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.

Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola


dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan
sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa.
Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili.

2.

Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas
modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan

urusan perdagangan tersebut), keuntungan;


3. Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab)
dan terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal
dari pemilik modal (qabul)[6].
D. Jenis-jenis Mudharabah
Mudharabah dibagi menjadi tiga yaitu:[7]
1. Mudharabah Mutlaqah (URIA)
Mudharabah Mutlaqah adalah
mal(penyedia

dana)

bentuk

kerjasama

dengan mudharib (pengelola)

antara shahib
yang

al-

cakupannya

sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan
daerah bisnis. Penyedia dana melimpahkan kekuasaan yang sebesarbesarnya kepada mudharib untuk mengelola dananya. Jadi bank memiliki
kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun
yang

diperkirakan

menguntungkan.

Penerapan umum dalam produk ini adalah:


a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan
tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian keuntungan secara
resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah
tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b. Untuk tabungan Mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan.
Sebagai bukti penyimpanan serta kartu ATM dan atau alat penarikan
lainnya kepada penabung.
c. Tabungan Mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai
dengan perjajian yang disepakati namun tidak diperkenankan mengalami
saldo negatif.
d. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabungan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet
Mudharabah muqayyadah on balance sheet adalah akad Mudharabah
yang disertai pembatasan penggunaan dana dari shahib al-mal untuk
investasi-investasi

tertentu.

Contoh

pengelolaan

dana

diperintahkan untuk:
a. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.

dapat

b. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa


c.

pinjaman, tanpa jaminan; atau


Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa
melalui pihak ketiga.
Jenis Mudharabah ini merupakan simpanan khusus di mana pemilik dana
dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah:

a.

Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti


oleh bank, wajib membuat akad yang mengatur persyaratn penyaluran

dana simpanan khusus.


b. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan
tata cara pemberitahuan keuntungan atau pembagian keuntungan secara
resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah
tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
c.
Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan
khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
3. Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet
Jenis Mudharabah ini merupakan penyaluran dana Mudharabah langsung
kepada pelaksanaan usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara
(arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana
usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).
Karakteristik jenis simpanan ini adalah:
a. Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus
b.

dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif.


Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak

c.

yang diamanatkan oleh pemilik dana.


Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak.
Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi
hasil.
Dalam lembaga keuangan akad tersebut diterapkan untuk proyek yang
dibiayai langsung oleh dana nasabah, sedangkan lembaga keuangan
hanya bertindak sebagai wakil yang mengadministrasikan proyek itu.

E. Hikmah Mudharabah

Sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk


memproduktifitaskannya. Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki
harta, tetapi ia mempunyai kemampuan memproduktifitaskannya, oleh
karena itu syariat membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak
dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib
(orang yang diberi modal), sedangkan mudharib dapat memperoleh
manfaat dengan harta (sebagai modal) dengan demikian tercipta
kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak menetapkan
segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan
terbendungnya kesulitan.
Adapun hikmah dari Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat
kehinaan, kefakiran dan kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa
cinta kasih dan saling menyayangi antar sesama manusia. Seorang yang
berharta mau bergabung dengan orang yang pandai memperdagangkan
harta dari harta yang dipinjami oleh orang kaya tersebut.[8]
F. Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah adalah;
1.

Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal,


secara tertulis maupun lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan al-Quran
Surat al-Baqarah ayat 282-283 yang menekankan agar perjanjian-

2.

perjanjian dibuat secara tertulis.


Perjanjian Mudharabah dapat pula dilangsungkan diantara shahib almal dan

3.

beberapa mudharib,

dapat

pula

dilangsungkan

diantara

beberapa shahib al-mal dan beberapa mudharib.


Pada hakekatnya kewajiban utama shahib al-mal ialah menyerahkan
modal Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan, maka

perjanjian Mudharabah menjadi tidak sah.


4. Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak hukum
dan cakap diangkat sebagai wakil.
5.
Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib menyediakan

keahlian,

waktu, pikiran, dan upaya.


6. Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada
shahib al-mal ditambah bagian dari keuntungan shahib al-mal.

7. Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.


8.
Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan atas pelaksanaan
perjanjian Mudharabah.
9. Shahib al-mal harus menentukan bagian tertentu dari laba kepada
mudharib dengan nisbah (prosentase).
10. Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha
tersebut.

Sebagaimana

dimaksud

dalam

perjanjian Mudharabah atau

pada saat berakhirnya jangka waktu perjanjian Mudharabah atau karena


meninggalnya salah satu pihak, yaitu shahib al-mal atau mudharib, atau
karena salah satu pihak memberitahukan kepada pihak lainnya mengenai
maksudnya untuk mengakhiri perjanjian Mudharabahitu.[9]
G. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1.

Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu


syarat

yang

tidak

dipenuhi,

sedangkan

mudharib

sudah

terlanjur

menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka dalam


keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas kerja yang
dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal
dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah.
Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak
pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang
menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini berkedudukan sebagai
buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena kecerobohannya.
2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana
mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian
maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab
3.

dari kerugian tersebut.


Pengelola
meninggal

dunia

atau

Mudharabah akan menjadi batal.


Jika pemilik modal yang wafat,

pemilik

pihak

modalnya,

pengelola

maka

berkewajiban

mengembalikan modal kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan


yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar prosentase
yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik modal
dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap

membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah


yang sudah disepakati.
Jika Mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk urudh (barang
dagangan),

maka

pemilik

modal

dan

pengelola

menjual

atau

membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika
si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak
setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola
mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya
kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafii dan
Hambali.[10]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di
mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini

menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari


pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Ayat

Al-Quran

yang

secara

umum

mengandung

kebolehan

akad

Mudharabah untuk bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di


atas

bumi

adalah:

Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari
Allah. (QS. Al-Muzammil: 20).
menurut jumhur ulama ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.

Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola

dana/pengusaha/mudharib)
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan
3. Sighat (ijab-qabul)
Mudharabah dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Mudharabah Mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet
3. Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah
2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana
mestinya dalam memelihara modal
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya

DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), cet 51, bandung; sinar
baru algesindo, 2011.
http://m.detik.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Mudharabah
http://infodakwahislam.wordpress.com/
http://arissasminto.blogspot.com/2013/04/mudharabah.html

http://muhammad-iwad.blogspot.com/

http://m.detik.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Mudharabah
http://infodakwahislam.wordpress.com/
http://arissasminto.blogspot.com/2013/04/mudharabah.html
https://infodakwahislam.wordpress.com/2013/04/26/syarat-dan-rukun-mudharabah/
Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), cet 51, bandung; sinar baru algesindo,
2011. Hal. 299
[7] https://infodakwahislam.wordpress.com/
[8] https://infodakwahislam.wordpress.com/2013/05/20/jenis-jenis-mudharabah/
[9] http://infodakwahislam.wordpress.com/2013/05/21/asas-asas-perjanjian-mudharabah/
[10] http://infodakwahislam.wordpress.com/
Diposkan oleh Mugni sulaeman di 09.57
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]

Anda mungkin juga menyukai