Makalah Thio Siap Print (81 Page)
Makalah Thio Siap Print (81 Page)
Disusun Oleh :
Thio Vectoriza
2013 - 11 - 055
2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ........................................................ 2
I.3 Rumusan Masalah .......................................................................... . 2
I.4 Batasan Masalah ............................................................................. . 2
BAB II
IMPULS PETIR
II.1 Umum ......................................................................................... . 3
II.2 Mekanisme Terjadi Petir ............................................................... 4
II.3 Jenis-Jenis Petir ........................................................................... . 7
II.3.1 Berdasarkan Polaritas Muatan .............................................. 8
II.3.2 Berdasarkan Arah Sambaran ................................................ 9
II.3.3 Berdasarkan Jenis Sambaran................................................ 11
II.4 Parameter-Parameter Petir ........................................................... 12
II.4.1 Bentuk Gelombang Arus Petir .............................................
12
II.4.2 Kerapatan Sambaran Petir (Ng) ............................................
14
2
BAB III
.............................................................................. 21
BAB IV
IV.5.3
BAB V
BAB VI
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
LATAR BELAKANG
Indonesia secara geografis terletak di garis khatulistiwa dan diantara
dua benua dengan jumlah hari guruh rata-rata 120 hari per tahun. Indonesia yang
merupakan negara katulistiwa memiliki karakteristik petir
yang berbeda
maka
muncullah
berbagai
usaha
untuk
mengatasi
sambarannya. Didalam bidang teknik listrik dikenal sebagai usaha proteksi petir.
Dalam usaha proteksi petir ini tentu dibutuhkan pengetahuan tentang petir dan
karakteristik-karakteristiknya. Dalam hal ini juga termasuk proteksi petir itu
sendiri.
Saat ini industri di Indonesia semakin banyak menggunakan peralatan dan
sistem yang canggih dengan komponen elektronik dan mikroprosessor, khususnya
sistem teleko munikasi, yang sangat sensitif terhadap pulsa elektromagnetik dari
petir. Tingkat
kepentingan BTS
dalam
informasi data agar informasi data yang di salurkan tidak terputus, disamping
5
I.2.
I.3.
RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
I.4.
BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Membahas tentang sistem penangkal petir pada BTS
2. Tidak membahas sistem kelistrikan pada BTS
3. Tidak membahas sistem kerja dari BTS
BAB II
IMPULS PETIR
II.1.
UMUM
Petir merupakan peristiwa peluahan listrik antara suatu awan bermuatan
dengan bumi, atau antara awan bermuatan dengan awan bermuatan lainnya. Dalam
peristiwa ini, jarak antara awan ke awan atau awan kebumi relatif cukup tinggi
dan dapat di asumsikan sebagai jarak antar elektroda. Sumber terjadinya petir
adalah awan cummulonimbus atau awan guruh yang berbentuk gumpalan dengan
ukuran vertikal lebih besar dari dari ukuran horisontal. Ukuran vertikal dapat
mencapai 14 km dan ukur an horisontal berkisar 1,5 sampai 7,5 km. Karena
ukuran vertikalnya yang cukup besar terjadi perbedaan temperatur antara bagian
bawah dengan bagian atas. Bagian bawah bisa mencapai 5 C sedangkan bagian
atas -60 C. Loncatan diawali dengan berkumpulnya uap air di dalam awan.
Karena perbedaan temperatur yang besar antara bagian bawah awan dengan
bagian yang lebih di atas, butiran air bagian bawah yang temperaturnya lebih
hangat berusaha berpindah ke bagian atas sehingga mengalami pendinginan dan
membentuk kristal es. Butir air yang bergerak naik membawa muatan positif
sedangkan kristal es membawa muatan negatif sehingga terbentuk awan yang
mirip dengan dipole listrik. Pada saat tegangan antara ujung awan sudah cukup
7
besar terjadilah pelepasan muatan listrik. Struktur listrik awan guruh dinyatakan
dalam gambar 1 berikut ini:
udara
tersebut.
Butiran air yang bermuatan positif, biasanya berada bagian atas dan yang
bermuatan negatif di bagian bawah. Dengan adanya awan yang bermuatan maka
akan timbul muatan induksi pada permukaan
bumi sehingga
menimbulkan
pelepasan muatan. Terjadinya pelepasan udara inilah yang disebut sebagai petir.
Setela adanya peluahan di udara sekitar awan bermuatan yang medan
listriknya cukup tinggi, terbentuk peluahan awal yang
leader. Pilot leader ini menentukan arah perambatan muatan dari awan ke udara,
diikuti dengan titik-titik cahaya.
Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir ( leader ) yang bergerak
turun dari awan bermuatan dan disebut downward leader ( lihat Gambar 2.2.a ).
Downward leader ini bergerak menuju bumi dalam bentuk langkah-langkah yang
disebut step leader. Pergerakan step leader ini arahnya selalu berubah-ubah
sehingga secara keseluruhan jalannya tidak dan patah-patah. Panjang setiap step
leader ini sekitar 50 m ( dalam rentang 3 200m ), dengan interval waktu antara
setiap step 50 s ( 30 125 s ). Dari waktu ke waktu, dalam perambatannya
ini step leader mengalami percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang
bercabang-cabang.
10
Jalan yang di tempuh oleh return stroke sama dengan jalan turunnya step
leader, hanya arahnya yang berbeda. Kemudian terjadi sambaran susulan
( subsequent stroke ) dari awan menuju bumi atau objek tersebut. Sambaran
susulan ini tidak memiliki percabangan dan biasa disebut sebagai lidah panah
atau dart leader ( Gamabar 2.2.d ). Pergerakan dart leader ini sekitar 10 kali lebih
cepat dari leader yang pertama ( sambaran pertama atau first stroke ).
Pada umumnya, hampir separuh ( 55% ) dari peristiwa kilat petir (
lightning flash ) merupakan sambaran ganda seperti tersebut di atas, dengan jumlah
sambaran sekitar 3 atau 4 sambaran tiap kilat ( bisa juga lebih ), diantaranya 90%
tidak lebih dari 8 sambaran, interval waktu setiap sambaran kurang lebih 50 ms.
II.3.
MACAM-MACAM PETIR
Telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan pengumpulan muatan di awan begitu banyak dan tak pasti. Di
tambah dengan kondisi labilitas dalam atmosfir, sehingga proses terjadinya
sambaran petir bisa juga berbeda-beda.
Misalnya, muatan yang terjadi tidak terpisah secara horizontal sehingga
menimbulkan pelepasan di antara awan dengan awan atau dalam awam itu sendiri.
Atau mungkin saja proses pemisahan muatannya terjadi secara sebaliknya,
sehingga
arah peluahan atau petirnya juga terbalik.
Secara garis besar, jenis-jenis petir dapat dikategorikan dalam beberapa
macam, yaitu sebagai berikut:
Berdasar polaritas muatan:
Muatan positif
Muatan negatif
12
polaritas negatif. Selain itu, bentuk gelombang arus petir dengan polaritas negatif,
berbeda- beda
antara
sambaran
pertama
(first
stroke)
dengan
sambaran
mengalami arah peluahan ke bawah (bumi) dan ke atas (awan) sekaligus secara
bergantian. Maka untuk mendefinisikan arah sambaran ini, sebagai acuan adalah
arah mula terjadinya peluahan petir (asal pilot leader). Apabila pilot leader
bermula dari atas (awas), maka di sebut petir ke bawah atau disebut juga
downward lightning, dan jika sebaliknya maka disebut keatas atau upward
lightning.
14
lightning
memiliki sambaran
yang
cabang-cabangnya cenderung
15
terhadap
latitude,dengan
persentase
kejadian
lebih
besar
untuk
16
II.4.
berkaitan
dengan usaha- usaha proteksi petir. Selain itu, parameter petir ini juga berguna
dalam
studi
efek
perusakan
akibat
sambaran
petir
dan
kemungkinan
satu
kejadian kilat
dengan
sambaran
ganda,
bentuk
Karena ada perbedaan tersebut, maka bentuk standar gelombang arus petir
berbeda-berbeda untuk suatu negara atau lembaga, misalnya standar Jepang
(JIS), atau Jerman (VDE), Inggris (BS) dan sebagainya. Untuk internasional
biasanya mengacu pada IEC.
Bentuk gelombang arus petir dinyatakan dalam dua besaran yakni, waktu
18
(1)
19
Gambar 2.8. Hasil pengukuran bentuk gelombang arus petir negatif sambaran ganda
(a) Sambaran pertama b) sambaran kedua c) sambaran ketiga
Menurut Whitehead, arus puncak ini menentukan jarak sambaran petir
(striking distance), yang di ekspresikan dengan persamaan:
r = 8,0 . Imax
0,65
[ meter ]
(2)
20
duration).
21
BAB III
SISTEM PROTEKSI PETIR
III.1. UMUM
Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek
dari bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung.
Didasarkan pada tujuan atau sifat dari proteksi itu sendiri, proteksi
petir terdiri dari dua jenis yaitu : proteksi sambaran petir, dan proteksi tegangan
lebih petir. Prinsip kerja antara kedua jenis proteksi tersebut di atas tentu saja
berbeda.
Proteksi sambaran petir lebih bersifat pencegahan ( preventif ), sedang
proteksi tegangan lebih petir sifatnya tidak lagi mencegah tetapi mengurangi akibat
yang ditimbulkan oeh sambaran petir, dalam hal ini apabila jenis poteksi yang
pertama gagal melaksanakan fungsinya.
III.2.
yaitu :
1. Sistem dengan Penangkap Petir
Prinsip kerja sistem ini adalah:
22
23
Terminasi udara (air terminal) dimana jumlahnya haruslah cukup
untuk
2. Proteksi Internal
Proteksi petir internal merupakan perlindungan terhadap sistem elektronika
didalam bangunan / gedung akibat tegangan lebih yang ditimbulkan
oleh induksi elektromagnetik akibat sambaran petir tak langsung. Walaupun
bangunan sudah dilindungi terhadap sambaran petir, beberapa kerusakan
pada peralatan listrik khususnya peralatan elektronika dapat disebabkan
karena masuknya surja imbas petir melalui kabel listrik dan kabel
komunikasi atau masuknya arus petir pada waktu terjadi sambaran langsung.
Sistem proteksi petir internal dapat terdiri dari satu jenis ataupun beberapa
alat-alat proteksi petir, antara lain:
Arrester : alat potong tegangan lebih pada peralatan
Shielding : konstruksi dinding dan lantai secara khusus untuk
menghilangkan induksi elektromagnetik
One point earthing system : pemasangan potensial aqualization
busbar yang berfungsi sebagai terminal pembumian
Penggunaan kabel optic sebagai pengganti kabel tembaga
pada instalasi listrik. Kabel optic tidak menyebabkan percikan antar
kabel
dan tidak terinduksi elektromagnetik
25
yang
tinggi, antara lain : sebagian daerah Sumatera Utara, daerah Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan daerah Irian Jaya dimana hari badai gunturnya lebih dari
100 hari per tahun.
Petir yang terjadi memiliki intensitas sambaran yang
harus selalu
diamati setiap periode untuk dapat memperkirakan faktor resiko sambaran pada
suatu wilayah, sehingga dapat diperikan kebutuhan bangunan akan proteksi petir.
Adapun hal-hal yang diperlukan didalam memperkirakan factor resiko sambaran
adalah :
1. Isokeraunic Level : jumlah hari sambaran per tahun
2
pada suatu wilayah dan besarnya ditentukan oleh isokeraunic level. Nilai
lightning strike rate ini bervariasi secara signifikan, dihitung dari ratarata kerapatan annual yang dihitung dari observasi dalam satu periode
selama bertahun-tahun.
lightning conductor.
Contoh konstruksi penangkal petir konvensional jenis lightning conductor
27
yang
sekitar serta ujung runcingnya agar pada saat step leader mendekat dan kuat medan
semakin besar maka upward streamer
objek di sekitarnya.
bagaimana
cara mengalihkan sambaran petir tersebut. Contoh konstruksi penangkal petir
elektrostatik diperlihatkan pada Gambar 3.3.
dari penangkal petir. Proses pembetukan upward streamer yang lebih awal
menyebabkan upward streamer yang terbentuk menjadi lebih tinggi dari kondisi
biasa pada penangkal petir konvensional. Oleh karena itu, penangkal petir
elektrostatik seolah-olah memiliki tinggi efektif perlindungan yang lebih tinggi dari
penangkal petir yag sebenarnya.
dibuat
sedemikian
rupa
sehingga
mempunyai
sekitarnya. Sistem penangkal petir (lightning preventor) sepert ini dikenal dengan
sebutan Dissipation Array System (DAS) atau Charge Transfer System (CTS),
30
contoh kostruksinya
diperlihatkan pada Gambar 3.4.
bentuk yang lebih cermat dalam membuat medan yang seragam disekitar
penangkal petir atau dibawah awan badai dengan memanfaatka efek elektrostatik
lingkungan sekitar titik-titik atau ujung runcing tersebut. Jika semua titik berada
pada posisi yang tepat dengan sudut pandang medan E yang keluar, maka seluruh
medan disekitar tiik-titik tersebut akan merata tersebar sehingga efek yang
timbul pada saat step leader
mendekat menjadi tidak ada.
berperan sebagai
33
Sela batang ini jarang digunakan pada rangkaian yang penting karena
beberapa kelemahannya sehingga kurang dapat memenuhi persyaratan dasar suatu
alat
isolator
bushing trafo, isolator hantaran udara, pemutus daya dan sebagai
pelindung cadangan. Beberapa kelemahan sela batang adalah:
Tidak dapat memutuskan arus susulan, sehingga apabila sela bekerja akan
terjadi pemutusan aliran daya sistem
Sela batang tidak dapat berfungsi jika gelombang surja yang datang memiliki
muka yang curam
Kerja sela batang sangat dipengaruhi oleh kondisi udara sekitar karena
media pengantara sela adalah udara yang tegangan tembusnya tergantung
pada suhu, tekanan dan kelembaban.
34
Arus susulan yang terjadi akan memanaskan permukaan dalam tabung serat.
Akibatnya tabung mengeluarka gas. Arus susulan merupakan arus sinusoidal
sehingga pada periode tertentu akan mencapai nilai nol. Saat arus susulan mencapai
nol, gas akan memadamkan arus susulan tersebut. Tetapi pemadamannya
masih tergantung pada tingkat arus hubung singkat di lokasi penempatan arrester .
karena itu, perlindungan dengam arrester jenis ini juga masih belum begitu
memadai.
35
Sela percik
dan resistor
non-linier,
keduanya di
ini tidak
tempatkan dalam
dipengaruhi oleh
keadaan udara sekitar. Jika surja petir tiba pada terminal arrester dan membuat
sela arrester terpercik, maka rangkaian ekivalen arrester adalah seperti ditunjukkan
pada Gambar
3.8.a. Tegangan pada terminal arrester saat mengalirkan arus surja adalah:
Vt
= Is x R
36
V1.
Artinya tegangan sistem tetap tinggi sehingga tujuan perlindungan tidak tercapai.
Dalam selang waktu t1 t2 arus surja menurun sehingga tahanan resistor R
membesar. Saat arus surja menjadi nol, masih tersisa arus susulan yang relative
kecil. Arus susulan ini juga akan
membesar, akhirnya tersisa arus kecil yang disebut arus kendali. Ketika tegangan
sesaat sistem nol percikan pada sela padam sehingga arus kendali menjadi nol dan
tidak berlanjut
lagi.
BAB IV
PROTEKSI BANGUNAN TERHADAP BAHAYA PETIR
37
IV.1. UMUM
Keadaan geografis yang dekat ke khatulistiwa menyebabkan Indonesia
termasuk sebagai wilayah yang memiliki hari gur uh pertahun (Thunderstorm
Days) tinggi dengan jumlah sambaran petir yang banyak sehingga memungkinkan
banyak terjadi bahaya dan kecelakaan akibat sambaran petir.
Sambaran petir dapat menimbulkan gangguan pada sistem tenaga listrik.
Pada bangunan atau gedung bertingkat, efek gangguan akibat sambaran petir ini
semakin besar sesuai dengan semakin tinggi dan luasnya areal bangunan tersebut.
Penyebab dari kerusakan-kerusakan
terutama adalah besar (amplitudo) dari arus petir berkisar antara 5 sampai 200
kA. Kerusakan- kerusakan pada bangunan yang tersambar dapat berupa kerusakan
thermis, misalnya bagian yang tersambar terbakar, dan dapat pula berupa kerusakan
mekanis, misalnya bagian atap bangunan retak atau tembok bangunan retak atau
runtuh.
Bila terjadi aktivitas pengumpulan atau
pembentukan
muatan pada
awan, maka induksi muatan dengan polaritas yang berlawanan terjadi di permukaan
bumi. Pada penangkal petir, ujungnya di buat runcing dengan tujuan agar saat
terjadi penumpuka n muatan di awan, ujung yang runcing itulah yang pertama
terinduksi. Dengan demikian di harapkan petir akan menyambar ujung batang
penangkap petir terlebih dahulu karena sifat muatan listrik dari petir yang
selalu mencari daerah konduktif dan yang kuat medan listriknya tinggi. Penangkap
petir dihubungkan dengan konduktor pembumian yang akan meneruskan arus petir
ke bumi dan kemudian disebarkan oleh elektroda pembumian.
PETIR
Kebutuhan bangunan akan proteksi petir ditentukan dengan cara klasifikasi
area tempat bangunan atau dengan perhitungan menggunakan parameter hari guruh
dimana gedung itu berada dan koefisien-koefisien lain yang diperlukan
tergantung dari standar yang di pilih atau digunakan.
Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu
bangunan, termasuk manusia dan peralatan yang ada didalamnya terhadap
bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir. Di dalam tilisan ini akan di bahas
penentuan besar kebutuhan bangunan akan proteksi petir menggunakan standar
Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), Standar Nasional Indonesia
(SNI 03-70152004).
Instalasi-instalasi bangunan yang berdasarkan letak, bentuk, penggunaannya
dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu diberi penangkal petir adalah :
1. Bangunan-bangunan
tinggi,
seperti
menara-menara,
gedung-gedung
untuk
umum,
misalnya
gedung-gedung
kebutuhan
berdasarkan indeks-indeks
tersebut
yang
dapat
menyatakan
ditentukan
secara
empiris
factor-faktor
tertentu
seperti
(3)
Dimana
A
40
1,25
/ km / tahun
(4)
Diman Td adalah jumlah hari guruh per tahun yang diperoleh dari data isokeraunic
level di daerah tempat struktur yang akan di proteksi yang dikeluarkan oleh Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG).
Frekuensi rat-rata tahunan sambaran petir langsung Nd ke bangunan dapat di
hitung :
-6
Nd = Ng x Ae x 10 / tahun
(5)
2
Ae = ab + 6h (a+b) + 9 h
(6)
Dimana :
a : panjang dari bangunan tersebut
(m)
(m)
41
42
(m)
(7)
Maka setelah di hitung nilai E (efisiensi Sistem Proteksi Petir) sesuai dengan
persamaan (7), setelah itu dapat ditentukan tingkat proteksinya sesuai dengan
tingkat proteksi table 4.1.
Tabel 4.1. Efisiensi Sistem Proteksi Petir
Tingkat Proteksi
Efisiensi SPP
0,98
II
0,95
III
0,90
IV
0,80
dapat
ditentukan sudut proteksi () dari penempatan suatu terminasi udara, radius bola
yang di pakai, maupun ukuran jala (konduktor horizontal) sesuai dengan tabel 4.2.
di bawah ini :
Tabel 4.2. Daerah Proteksi dari Terminasi Udara sesuai dengan tingkat proteksi
Tingkat
proteksi
H (m)
R (m)
20
30
45
60
Lebar
Jala (m)
20
25
II
30
35
25
10
III
45
45
35
25
15
IV
60
55
45
35
25
20
Hanya menggunakan metode bola bergulir dan jala dalam kasus ini
posisi lightning conductor yang lebih tinggi da lebih runcing sehingga muatan yang
terkumpul
juga kemungkinan lebih banyak dan lebih cepat. Pada tahap ini,
step leader untuk melepaskan muatan membentuk sambaran petir yang sempurna.
Kemudian pada gambar 4.2.b, karena upward streamer dari lightning
conductor
masuk ke zona jarak sambaran lebih besar, sehingga pertemuan antara upward
streamer dari
lightning conductor dengan step leader terjadi lebih dahuludan sambaran petir yang
terjadi menyambar lightning conductor. Pada tahap ini
lightning conductor
berfungsi sebagai tameng atau perisai yang mengambil alih sambaran petir.
Selanjutnya, muatan yang d i lepaskan saat sambaran ini dialirkan kebumi melalui
elektroda pentanahan sehingga tidak merusak objek yang
dilindungi sampai
lightningconductor
sebagai
sumbu.
Beberapa
pendapat
mengenai
bentuk volume zona proteksi lightning conductor terliha pada gambar
peneliti
4.2.
jari-
jari proteksi, yaitu jarak terluar ( terjauh ) dari pusat lingkaran yang masih dapat
dilindungi oleh lightningconductor. Sebagaimana terlihat pada gambar 4.2. diatas,
gambaran zona proteksi Razevig cukup lengkap dan dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut:
di mana:
rx = radius proteksi
hx = tinggi maksimum objek yang di proteksi
Dari
persamaamn
proteksiberubah-ubah
diatas,
terlihat
mengikut i
bahwa
perubahahan
menurut
tinggi
Razevig
benda
radius
yang
di
proteksi. Ssementara untuk peneliti lain tidak ada keterangan yang menjelaskan
lebih lanjut mengenai radius proteksi ini. Bahkan beberapa peneliti yaitu Anderson
(1879), lodge (1892), Walter (1937) memberikan kesimpulan bahwa tidak ada
kekhususan atau hal khusus yang dapat menggambarkan secara lengkap mengenai
zona proteksi lightning conductor.
a.
2.
3. Sistem terminasi udara terdiri dari jala konduktor untuk keprluan umum.
Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Penangkal Petir) yang
dipakai di dalm standar ini untuk penggunaan terminasi udara adalh dapat dilihat
pada table 4.3.
Tabel 4.3. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi udara
Tingkat Proteksi
I sampai IV
Bahan
Cu
35
Al
70
Fe
50
proteksi ini,
terminasi udara
dipasang pada setiap bagian dari struktur bangunan yang dilindungi yang tidak
tercakup pada daerah proteksi yang dibentuk. Nilai sudut yang terbentuk sebagai
daerah proteksi adalah bergantung dari ketinggian terminasi uadara (rod/mast)
dari daerah yang diproteksi.
Metode sudut proteksi secara geometris mempunyai keterbatasan dan tidak
digunakan untuk bangunan/gedung yang lebih tinggi dari radius bola gulir
yang ditentukan dalam tabel 4.2.
Konduktor terminasi udara sebaiknya ditempatkan sedemikian sehingga
semua bagian bangunan gedung yang diproteksi berada diselah dalam permukaan
selubung yang dihasilkan oleh proyeksi titik-titik dari konduktor terminasi udara
ke
bidang referensi, dengan sudut ke garis vertikal dalam semua arah. Rancangan
terminasi udara menggunakan metode sudut proteksi ini dapat dilihat pada
gambar .. (dianggap bangunan mempunyai panjang dan lebar yang sama).
Keterangan:
Keterangan:
3 : bidang referensi
3 : bidang referensi
Keterangan
1. Terminasi udara
2.Bangunan yang di proteksi
petir
tersebut
konduktor terminasi udara. Semua petir yang berjarak R dari ujung penangkap
petir akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menyambar bangunan.
bangunan.
Daerah yang
diproteksi adalah
keseluruhan daerah yang ada didalam jala-jala (Gambar 4.7.). Ukuran jala sesuai
tingkat proteksi dapat dipilih pada tabel 4.2.
Serambi atap
Bahan
(mm )
I sampai IV
Cara
penempatan
Cu
35
Al
70
Fe
50
konduktor
penyalur
dengan
melihat
kondisi
Jika
dinding
terbuat
dari
bahan
yang
tidak
mudah
terbakar,
Jika dinding terbuat dari bahan yang mudah terbakar dan kenaikan
suhu konduktor penyalur berbahaya, maka konduktor penyalur harus
ditempatkan sedemikian sehingga jarak antara konduktor penyalur
dengan
ruang terproteksi selalu lebih besar dari 0.1 m. Braket pemasangan yang
terbuat dari logam boleh melekat pada dinding.
spesifik
elektroda
bumi.
Namun
pada
umumnya
di
rekomendasikan resistansi
bumi yang rendah.
Sistem terminasi bumi terdiri dari satu atau lebih elektroda bumi yang
dianggap mampu mengalirkan arus petir ke tanah tampa adanya lompatan tegangan
yang berbahaya. Adapun jenis-jenis elektroda bumi yang digunakan adalah:
1. Elektroda cincin (ring)
2. Elektroda tegak/miring
3. Elektroda radial
4. Elektroda bumi pondasi.
Sejumlah konduktor yang terdistribusi secara merata lebih disukai dari pada
sebuah konduktor bumi tunggal yang panjang karena konduktor bumi yang lebih
dari satu ini, maka pada saat salah satu konduktor tersebut mengalami kegagalan di
dalam menyalurkan arus petir ke bumi, maka arus petir akan tetap mengalir ketanah
melalui konduktor pembumian yang lain.
Panjang minimum elektroda bumi berkaitan dengan tingkat proteksi untuk
bermacam-macam resistivitas tanah dapat di lihat pada lampiran C. namun
elektroda bumi yang tertanam dalam akan efektif jika resistivitas tanah menurun
sesuai dengan kedalam tanah. Apabila resistivitas tanah yang diinginkan terdapat
pada kedalaman yang lebih dalam dari pada elektroda batang, maka elektroda
tersebut biasanya di tanam.
Terdapat dua jenis dasar susunan elektroda bumi untuk sistem terminasi
bumi yaitu:
1. Susunan Jenis A
radial
0,5 L1 untuk elektroda tegak/miring
L1
2. Susunan Jenis B
4.
Tabel 4.5. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi bumi
Konduktor Penyalur
Tingkat Proteksi
Bahan
(mm )
I sampai IV
IV.8
Cu
50
Al
Fe
80
PEMILIHAN BAHAN
Bahan SPP dan kondisi pemakaiannya adalah seperti dalam tabel 4.6.
Korosi
Dalam
Bahan
Dalam
Dalam
udara
Meningkat
Elekrolitik
oleh
dengan
Resistan
tanah
beton
terbuka
Klorida
Padat
Padat
berserabut
berserabut
Tembaga
konsentrasi
Terhadap
tinggi
sebagai
sebagai
pelapis
pelapis
banyak bahan
senyawa
sulfur bahan
organik
Baja
Padat
Padat
Padat
Baik,
tembaga
58
galvanis
berserabut
walaupun
panas
dalam tanah
asam
Air dengan
Stainless
Padat
Terhadap
Padat
steel
standed
larutan
banyak bahan
klorida
Padat
Alumanium
Agen basis
Tembaga
Tanah asam
tembaga
berserabut
Lead
Padat
Padat
sebagai
sebagai
pelapisan
pelapisan
Sulfat
-
konsentrasi
tinggi
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan di dalam pemilihan bahan SPP adalah:
59
BAB
V
STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA
BTS (BASE TRANSCEIVER STATION)
V.1.
UMUM
Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek
dari bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung.
Bangunan-bangunan
tinggi,
diantaranya
menara-menara
Kabel
Power
dari
sumber
di
luar
nya
adalah
suatu
60
61
62
63
V.2.
KEBUTUHAN PROTEKSI
64
Sistem proteksi pada BTS dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu:
1. Proteksi Eksternal dan
2. Proteksi Internal.
Proteksi Eksternal
bertujuan
agar
Lingkungan/area terhindar
dari
65
66
67
Lightning Arresters
Requirement class: B
Type: MC 50-B Principle of operation: Spark gap
Discharge capacity: 50 kA
Protection level: 2 kV
Series fuse: no separate series fuse in installations up to 500 A
Lightning Arresters
Requirement class: B
Type: V 25-B
Principle of operation:Varistor technolgy
Discharge capacity: 25
kA
Protection level: <2 kV
Series fuse: no separateseries fuse in installations below 160 A
proteksi petir bagi bangunan menara telekomunikasi (dalam hal ini menara
telekomunikasi milik PT. Telko msel) adalah :
Tinggi
: 72
meter Panjang
5
meter
Lebar
: 5 meter
Hari guruh (Td) menurut data dari BMG sesuai dengan Lampiran B: 170
Hari
Guruh per Tahun.
-1
lokasinya
(Lampiran
A),
maka
untuk
bangunan
Menara
Telkomsel, diperoleh :
Indeks A
:2
69
Indeks B
:0
Indeks C
:7
Indeks D
:0
Indeks E
:7
1,25
Ng = 0,04 x170
/ km / tahun
1,25
2
Ng = 24,5539/ km / tahun
2. Menghitung area cakupan ekivalen Menara Telkomsel
Area cakupan ekivalen untu Menara Telkomsel yang mempunyai
Tinggi (h) 72 meter, Panjang (a 5 meter dan Lebar (b) 5 meter dapat di
hitung berdasarkan rumus (6) yaitu :
2
Ae = ab + 6h (a+b) + 9 h
70
Nd = Ng x Ae x 10 / tahun
-6
Nd = 24,5539 x150919,1468 x 10
Nd = 3,71 / tahun
V.3.
TERMINASI UDARA
Telah diketahui bahwa tingkat proteksi Menara Telkomsel adalah tingkat
I, dan menurut tabel 4.2. dapat di lihat bahwa untuk Menara Telkomsel dimana
Tinggi (h) adalah 72 meter (melebihi nilai 60 meter), maka tidak didapatkan sudut
71
proteksi yang dapat dipakai. Dengan kata lain, perancangan penempatan proteksi
petir eksternal ditentukan dengan menggunakan Metode Bola Bergulir (Rolling
Sphere Method ).
Untuk bahan yang digunakan bagi terminasi udara, maka bahan yang
dipilih
2
mm , maka luas penampang dari terminasi udara pun lebih baik jika disesuaikan
2
gulir
dengan
jari-jari
20
tersebut
digulirkan
hingga
menyentuh menara dan gedung yang di lindungi. Setiap bagian bangunan yang
dikenai oleh bola gulir tersebut haruslah diberi terminasi udara. Daerah yang
dilingkupi oleh bola gulir tersebutmerupakan daerah proteksi terhadap petir.
72
V.4.
Konduktor
penyalur
sebaiknya
disambung
pada
titik
simpul
dan
sistem
74
50 mm .
75
Seperti yang sudah diketahui bahwa fungsi dari sistem terminasi bumi adalah:
1. Menyalurkan arus petir ke bumi
2. Sebagai IPP (Ikatan Penyama Potensial) diantara konduktor penyalur
3. Mengendalikan potensial pada sekitar daerah konduktif bangunan
yang dilindungi
4. Mencegah arus petir sewaktu menyambar pada permukaan bumi
Maka untuk memenuhi semua hal-hal yang disebutkan diatas, maka
elektroda bumi pondasi dan elektroda bumi cincin dapat menjadi pilihan didalam
menentukan metode sistem terminasi bumi. Dari jenis-jenis pembumian tersebut,
susunan pembumian jenis B yaitu elektroda bumi cincin, sesuai digunakan pada
proteksi bangunan jenis menara. Elektroda pentanahan yang dipakai pada Menara
Telkomsel ada dua tipe seperti terlihat pada Gambar 5.15 5.16 dan harus di
Cadweld. Cadweld digunakan untuk menyatukan (las) konduktor BC (Bare
Copper) pada instalai Grounding.
2
77
78
79
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
80
VI.1. KESIMPULAN
1.
2. Bangunan dalam studi kasus ini memiliki dimensi yang cukup besar,
Tinggi 72 meter, panjang 5 meter, dan lebar 5 meter.
3.
4.
5.
7.
VI.2.
1.
SARAN
Terminasi udara yang sudah ada di Menara Telkomsel adalah 1
buah terminasi udara. Maka sebaiknya ditambah minimal 2 buah teminasi
pada bagian gedung di sebelah menara (misalnya RBS Shelter atau gedung
lain
DAFTAR PUSTAKA
1.
Aman
Berkah
Sejahtera,
Terpadu, http://www.petir.com
83