Anda di halaman 1dari 4

Semangatnya Ulama dalam Menuntut Ilmu Agama

by Ibnu Tahur Al-Mandary


Rasulullullah saw. bersabda dalam hadist yang shohih bahwa, Barangsiapa yang
dikehendaki oleh Allah swt. untuk menjadi orang baik maka ia akan difahamkan dalam urusan
agama (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037). Yang menarik dari hadist ini adalah orangorang yang saat ini sedang mempelajari ilmu agama adalah mereka yang dipilih oleh Allah swt.
dari sekian banyak hamba untuk menjadi orang yang baik, yaitu orang yang dikehendaki-Nya
untuk mendapatkan seluruh kebaikan. Orang baik yang dikehendaki oleh Allah swt. tentu bukan
sembarang orang baik sebagaimana yang dibayangkan oleh manusia. Kriteria orang baik dari
Allah swt. jauh lebih baik dari yang kita bayangkan. Sebagaimana dari penggalang hadist diatas,
salah satu ciri orang baik tersebut adalah yang menuntut ilmu agama. Oleh karena itu,
pembahasan kita kali ini adalah yang berkaitan dengan menuntut ilmu khususnya ilmu agama.
Kita mulai dari tubuh kita. Kenapa? Tubuh kita memiliki hak yang harus kita penuhi agar
dapat sehat. Sehat pada tubuh kita berupa sehat jasmani dan rohani. Sebagian dari kita mungkin
sudah memenuhi tubuh kita dengan kesehatan jasmani, tapi bagaimana dengan kesehatan
rohani?. Jika tubuh kita tidak diberi makan selama sehari maka kita akan merasa lemah, begitu
pula dengan tubuh kita secara rohani. Jika dalam sehari tubuh kita tidak dipenuhi kesehatan
rohani maka tubuh kita juga akan lemah. Jika selama hidup tubuh kita tidak dipenuhi kesehatan
jasmaninya maka akan ada dampak. Begitu pula dengan kesehatan rohani, juga akan memiliki
dampak jika kita tidak pernah memenuhi hak rohaninya. Tidak ada kebutuhan dari kesehatan
rohani yang paling baik selain ilmu agama.
Penjajah dapat menguasai suatu negara dengan mudah jika masyarakat dari negara itu
kurang cerdas. Agar suatu negara sulit untuk dikuasai oleh penjajah maka masyarakatnya harus
menjadi manusia yang cerdas. Jika diperhatikan, aliran-aliran sesat sangat subur tumbuh di
masyarakat yang minim dengan ilmu, khususnya ilmu agama. Maka selain untuk melindungi
bangsa dari penjajah, kekayaan akan ilmu agama juga melindungi bangsa dari ancaman dari
dalam.
Hukum Mencari Ilmu
Secara umum, hukum mencari ilmu terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Menuntut Ilmu Hukumnya Fardu Ain
Tidak akan sempurna sebuah kewajiban, kecuali dengan sesuatu kewajiban maka
kewajiban itu wajib. Artinya, jika suatu hal dikatakan wajib maka segala sesuatu untuk
melaksanakan kewajiban itu juga wajib. Contohnya, diketahui bahwa shalat merupakan hal
yang wajib. Maka menguasai ilmunya shalat juga wajib. Karena shalat merupakan kewajiban
bagi setiap umat muslim, maka mengusai ilmu shalat hukumnya fardhu ain atau hukumnya
juga wajib bagi setiap umat muslim. Begitu pula dengan kewajiban-kewajiban yang lain,
maka menuntut ilmunya hukumnya fardhu ain.
2. Menuntut Ilmu Hukumnya Fardu Kifayah

Artinya jika ditunaikan oleh sekelompok orang, maka yang lain gugur kewajibannya.
Contohnya, di antara umat ini ada harus ada yang menguasai ilmu kedokteran, agar ada yang
mengurusi kesehatan umat ini dalam menegakkan agama Allah swt. Dengan kata lain, ilmu
yang tergolong dalam hukum ini berkaitan dengan kebutuhan umat ini. Jika belum ada yang
menguasai ilmu ini, maka kita wajib beranjak untuk menuntut ilmu tersebut.
3. Menuntut Ilmu Hukumnya Sunnah
Yaitu ilmu-ilmu yang menjadi pelengkap dalam mengamalkan agama. Contohnya,
belajar ilmu peradilan islam dan lain-lain.
Keutamaan Ilmu Agama
Allah swt. berfirman, Katakanlah, apakah sama orang-orang yang berilmu dengan
orang-orang yang tidak berilmu? (QS. Az-Zumar: 9). Pertanyaan ini jelas dijawab tidak sama.
Sangat berbeda jauh antara orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Begitupun orang
yang faham akan ilmu agama dengan yang tidak. Jelas berbeda baik dalam tingkah lakunya,
perangainya, ucapannya, akhlaknya sangat berbeda. Orang yang menguasai ilmu agama tahu
dengan baik yang halal dengan yang haram, ataupun yang baik dengan yang buruk.
Dalam hadits rasulullah saw., "Barang siapa yang sekarang ini mencari jalan ditempuh
untuk mencari ilmu Allah swt. akan memudahkan jalan itu menuju jalan ke surga (HR.
Muslim). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jalan ilmu adalah jalan ke surga. Barang
siapa yang ingin masuk surga, tempuhlah jalan menuntut ilmu.
Adapun hadist rasulullah saw. yang lain dijelaskan bahwa, Jika anak adam meninggal
dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya (HR. Muslim).
Dalam hadist Rasulullah saw. juga dijelaskan bahwa Sesungguhnya para Nabi tidak
mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka
barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak. (HR.
Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Jadi, jika kita ingin mengambil warisan rasulullah saw. maka itu
adalah ilmu. Dan siapa yang telah menuntut dan mengambil ilmu sebanyak-banyaknya maka ia
telah mengambil warisan rasulullah saw. sebanyak banyaknya.
Cara Menuntut Ilmu Para Ulama
Mencari ilmu tidak ada batasan umur, bahkan pernyataan-pernyataan tentang realita
kehidupan para ulama mereka mencari ilmu dari mulai kecil hingga meninggal dunia. Jika kita
pelajari sejarah para ulama tersebut, dari mulai kecil hingga akhir hayat mereka selalu bersama
ilmu. Mereka pun meninggal bersama ilmu. Namun diantara tingkat umur manusia, yang paling
baik untuk menuntut ilmu adalah pada saat masih kecil. Sebab pada saat kita masih kecil, pada
saat itu pikiran kita masih jernih, akal masih segar untuk menangkap ilmu dan bertahan.
Sebagaiamana yang dikatakan oleh ulama Hasan Al-Basri, mencari ilmu di masa kecil itu
seperti mengukir di atas batu. Dan ulama Al-Qama mengatakan apa saja yang saya hafal saat
muda dulu, sampai sekarang ini saya masih ingat seperti membaca di atas kertas. Subhanallah,

memang benar bahwa apa yang kita hafal saat masih kecil lebih mudah teringat dari pada hafalan
yang baru kita hafal kemudian.
Adapun modal dalam menuntut ilmu bukanlah hafalan semata. Kita sebagai penuntut
ilmu juga harus menulis. Imam SyafiI mengatakan bahwa ilmu itu bagaikan binatang buruan,
sedangkan pena adalah pengikatnya. Maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kokoh. Alangkah
bodohnya jika kita mendapatkan kijang (binatang buruan) namun kita tidak mengikatnya hingga
akhirnya lepas di tengah-tengah manusia. Oleh karena itu kita perlu menulis saat belajar sambil
kita menghafalnya pula.
Luqman al-Hakim berpesan kepada anaknya, wahai anakku bersandinglah kamu dengan
ulama, rapatkan lututmu dengan lututnya. Sesungguhnya Allah swt. menghidupkan hati dengan
ilmu, sebagaimana Allah swt. menghidupkan bumi ini yang mati dengan air hujan yang turun
dari langit. Beliau juga berpesan kepada anaknya, janganlah kamu belajar untuk bisa
menyaingi para ulama, untuk bisa sombong di depan orang-orang belum tahu dan untuk bisa
tampil di majelis-majelis taklim Wahai anakku, pilihlah majelis taklim. Dan jika engkau
melihat orang berdzikir kepada Allah swt. maka hadirilah majelis tersebut, jika engkau tahu
maka ia akan memperoleh manfaat darimu dan jika engkau tidak tahu maka mereka akan
mengajari kamu. Luqman al-Hakim adalah tokoh yang dikenal bijak. Kata-katanya diberkati
Allah swt. dan dirakamkan di dalam Al Quran, sebagai salah satu nama surah.
Perjalanan Para Ulama Terdahulu dalam Menuntut Ilmu
Salah satu kisah inspiratif dari perjalanan ulama dalam menuntut ilmu yaitu perjalanan
Jabir bin Abdullah ra. sahabat Rasulullah saw. Beliau ke negeri syam yang jaraknya satu bulan,
hanya untuk mendengarkan suatu hadist dari Abdullah ibn Unais. Jika kita renungkan, seorang
sahabat rasulullah saw. sepertinya tidak perlu untuk menempuh perjalanan sejauh itu. Ia bisa
mendapatkannya langsung dari Rasulullah saw. Namun karena beliau ingin hadist tersebut
sanadnya terhubung jelas dan penting dan berharganya mencari ilmu, maka ia cari walaupun
jaraknya satu bulan perjalanan.
Abdullah Ibnu Masud juga mengatakan Sesungguhnya akulah orang yang paling
mengerti tentang suatu ayat untuk siapa dan dimana turunnya. Demi Allah, seandainya ada orang
yang lebih tahu tentang tafsir suatu ayat Al-Quran maka saya akan mendatanginya untuk
mendapatkan ilmunya. Juga ada cerita dari Abu Ayyub al-Anshari. Beliau harus berjalan dari
Madinah untuk menemui Uqbah bin Amir di Mesir untuk mendengarkan suatu hadits. Jangan
dibayangkan pada zaman mereka ada kendaraan seperti sepeda motor, mobil atau pesawat karena
kendaraan-kendaraan itu tidak ada. Betapa seriusnya Abu Ayyub al-Anshari dalam menuntut
ilmu, hingga beliau rela berjalan dari Medinah ke Mesir. Sehingga sangat disayangkan, jika kita
bermalas-malasan sementara ilmu itu bisa kita dapatkan disamping rumah kita, di dalam rumah
kita atau di atas meja kita. Semestinya kita semakin bersemangat untuk menuntut ilmu. Di zaman
ini kita lebih mudah memperoleh ilmu seperti di majelis taklim di masjid ada ilmu, di
perpustakaan sekolah ada ilmu dan di kamar kita ada ilmu.
Suatu kisah lagi dari Abu al-Aliyah yang mengatakan, Saya tidak rela mendengarkan
suatu hadits dari seorang sahabat sebelum saya datang kepada sumber aslinya untuk

mendengarkan secara langsung. Belum bagi beliau jika ia bisa mendengarkan dari sumber yang
lebih asli. Sebenarnya masih banyak kisah-kisah para pendahulu kita tentang semangat mereka
dalam menuntut ilmu, namun belum sempat dibahaskan. Sungguh kisah-kisah yang selayaknya
memotivasi kita dalam menuntut ilmu, sebab mereka memberikan hal yang paling berharga
dalam hidup mereka yaitu waktu maupun materi.
Tidak dipungkiri, hasil tidak pernah mengkhianati proses. Semakin usaha tersebut serius
maka hasilnya akan memuaskan pula. Seperti, Imam Ahmad Ibn Hambal yang diriwayatkan oleh
Abu Zurah, Ahmad Ibn Hambal hafal satu juta hadits. Juga diriwayatkan dari Sulaiman bin
Syubah bahwa ahlul hadits menulis dari Abu Daud sebanyak 40 ribu hadist sementara Abu Daud
tidak memegang satupun kitab maupun selembar kertas pun. Dengan demikian, Abu Daud
meriwayatkan hadits-hadits tersebut lepas dari hafalannya. Begitu pula Abu Zurah al-Razi
mengatakan bahwa, Saya hafal dua ratus ribu hadits sebagaimana orang menghafal qul
huwallahu ahad.
Dari pernyataan-peryataan para ulama diatas, mestinya kita semakin termotivasi dalam
menuntut ilmu agama. Ilmu agama cakupannya luas, beruntung bagi kita jika telah mempunyai
ilmu agama yang baik. Seseorang yang mempunyai ilmu agama yang bisa dibilang baik, akan
membantunya dalam segala hal. Seperti meluruskan jalannya, menghindarkannya dari kesesatan,
dal hal-hal lain yang menuntunnya ke arah yang benar dan lebih baik. Wallahu Taala Alam.

Anda mungkin juga menyukai