Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini di negara-negara berkembang telah terjadi peningkatan jumlah
angka kematian akibat penyakit tidak menular. Kecenderungan peningkatan ini
dipengaruhi oleh adanya perubahan gaya hidup, urbanisasi dan globalisasi. Salah
satu penyakit tidak menular dan angka kejadiannya terus meningkat dan menjadi
sebuah masalah kesehatan yang mengancam adalah kanker. Salah satu jenis
kanker yang merupakan keganasan pada traktus urinarius yang paling banyak
dijumpai dan merupakan keganasan terbanyak kedua pada sistem urogenitalia
setelah karsinoma prostat adalah karsinoma buli-buli.(Jemal et al., 2011)
Insiden keganasan karsinoma buli-buli di Amerika Serikat pada tahun 2012
dijumpai kurang lebih 73.510 kasus baru dan 14.880 diantaranya meninggal. Di Uni
Eropa pada tahun 2006 dijumpai karsinoma buli buli kurang lebih 104.400 kasus
baru dan 36.500 diantaranya meninggal. Karsinoma buli buli 3 kali lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita dan pada laki laki keganasan
karsinoma buli buli menduduki urutan keempat setelah karsinoma prostat, karsinoma
paru dan karsinoma kolorektal atau 7 % dari seluruh keganasan. Umur rerata saat
diketahui menderita karsinoma buli-buli adalah 65 tahun dan saat itu 85% masih

terlokalisir sedang dan 15% sudah menyebar.(Siegel et al., 2012 ; Ferlay et al., 2007
; Jemal et al., 2010 ; Grossfeld et al., 2003)
Karsinoma ini bersifat multifokal, yaitu karsinoma yang bisa ditemukan
diberbagai tempat sekaligus. Terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri atas sel
transisional yaitu di pielum, ureter, atau uretra posterior. Di Amerika Serikat kurang
lebih lebih 95% karsinoma buli buli adalah karsinoma sel transisional, sedangkan
jenis yang lainnya adalah karsinoma sel squamosa (3%), adenokarsinoma (2%) dan
karsinoma sel kecil ( < 1 ).( Scher et al., 2005)
Faktor resiko utama keganasan karsinoma buli-buli terjadi karena rokok,
perokok mempunyai resiko menderita karsinoma buli-buli lebih besar dibandingkan
pada bukan perokok. Pada perokok laki-laki 3 kali beresiko dan pada perokok
perempuan 2 kali beresiko dari pada bukan perokok, karena asap rokok
mengandung bahan karsinogen berupa arylamin, 4-aminobiphenyl (4-ABP),
polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), komponen N-nitoso, heterocyclic amines
dimana terjadi induksi bahan karsinogen yang banyak terdapat disekitar kita.
Beberapa faktor lain yang beresiko mempermudah seseorang menderita karsinoma
buli-buli adalah pekerja-pekerja di pabrik kimia seperti pabrik cat, pabrik karet,
laboratorium, tekstil, pabrik kulit, dan pekerja salon yang terpapar oleh bahan
karsinogen seperti senyawa amin aromatik (2-naftilamin, bensidin, dan 4aminobiphenyl). Demikian pula resiko untuk menderita karsinoma buli-buli terjadi
dikarenakan infeksi saluran kemih, akibat radioterapi, kemoterapi serta akibat
pemanis buatan yang mengandung sakarin dan siklamat.(Stenzl et al., 2011)

Untuk mengetahui derajat deferensiasi sel tumor (grading) ditentukan melalui


pemeriksaan histopatologi. Dari pemeriksaan tersebut dapat diperoleh deferensiasi
yang masih baik (well differentiated) hingga jelek (poor differentiated) atau sel tumor
tidak dapat diketahui asalnya (undifferentiated).(Stenzl et al., 2011)
Deteksi dini untuk menentukan grading karsinoma buli-buli sangat penting
pada terapi. Karsinoma buli-buli dapat diterapi dengan angka keberhasilan yang
tinggi pada hampir semua kasus apabila dapat diketahui secara dini, tetapi saat ini
belum didapatkan alat yang akurat untuk mendeteksi secara dini karsinoma buli-buli.
Pada pemeriksaan karsinoma sel transisional buli-buli, sitologi urine
mempunyai rerata sensitivitas 35 % dan rerata spesifisitas 94 % pada pasien
karsinoma buli-buli. Keuntungan dari teknik sitologi ini sangat efektif dalam deteksi
dan diagnosis pada high-grade malignant tumor. Pada karsinoma buli-buli stadium
lanjut, sel-sel tumor tersebut akan mulai rapuh dan ikut keluar bersamaan dengan
keluarnya urine. Semakin tinggi grading dari tumor tersebut, semakin banyak sel-sel
yang akan keluar lewat urine. Mendeteksi karsinoma sel transisional buli-buli dengan
tes pemeriksaan urine merupakan keharusan untuk mendapatkan hasil skrining
yang efektif pada pasien dengan resiko karsinoma buli-buli.(Rhijn et al., 2009)
Sistoskopi merupakan standar emas untuk mengidentifikasi karsinoma bulibuli, serta sebagai modalitas untuk mendiagnosis dan memonitor karsinoma bulibuli. Sitologi urine merupakan petanda klasik yang digunakan untuk mendeteksi
keganasan. Sitologi urine secara mikroskopik digunakan untuk mengidentifikasi
adanya sel ganas dan abnormal yang terdapat pada urine pasien karsinoma buli-

buli. Biaya pemeriksaan sitologi urine apabila dibandingkan dengan sistoskopi jauh
lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat.( Arief dkk., 2007 )
Berdasarkan latar belakang diatas maka dipandang perlu untuk menganalisis
korelasi grading karsinoma sel transisional buli-buli dengan hasil sitologi urine
penderita karsinoma buli-buli karena merupakan deteksi dini sekaligus untuk
memantau perkembangan pasien dengan keganasan buli-buli.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana korelasi grading karsinoma sel transisional buli-buli dengan hasil
pemeriksaan sitologi urine penderita karsinoma buli-buli di instalasi patologi
RSSA Malang periode Januari 2009 - Desember 2012?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara grading karsinoma sel
transisional buli-buli dengan hasil pemeriksaan sitologi urine penderita
karsinoma buli-buli.
1.3.2 Tujuan Khusus
-

Untuk mengetahui kekuatan hubungan grading karsinoma sel transisional


buli-buli dengan hasil pemeriksaan sitologi urine penderita karsinoma
buli-buli di Instalasi patologi RSSA Malang.

Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan sitologi urine karsinoma sel


transisional buli-buli di Instalasi patologi RSSA Malang.

Untuk mengetahui akurasi nilai prediktif dari hasil pemeriksaan sitologi


urine terhadap deteksi dini karsinoma sel transisional buli-buli di Instalasi
patologi RSSA Malang.

1.4. Manfaat
1.4.1

Keilmuan :
-

Memperdalam pengetahuan tentang karsinoma sel transisional buli-buli


khususnya dalam bidang patologi anatomi.

Memperdalam pengetahuan tentang grading karsinoma sel transisional


buli-buli.

Memperdalam pengetahuan tentang pemeriksaan sitologi, khususnya


pada pemeriksaan sitologi urine.

Hasil penelitian dapat memperkaya khasanah keilmuan indonesia.

1.4.2. Praktis :
-

Sitologi urine sebagai alat deteksi dini terkait penentuan terapi pada
karsinoma buli-buli, sebagai alat yang murah yang dapat dijangkau pada
masyarakat umumnya

Meningkatkan kepercayaan klinisi terhadap pemeriksaan sitologi urine


untuk mendeteksi adanya karsinoma sel transisional buli-buli

Dapat dijadikan informasi kepada para dokter patologi khususnya di


Instalasi patologi anatomi tentang hubungan antara grading karsinoma
sel transisional dari hasil pemeriksaan sitologi urine.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Buli-buli


Buli-buli atau Vesica urinaria merupakan organ berongga yang terdiri atas 3
lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Otot detrusor yang terletak dibagian
dalam adalah otot longitudinal, ditengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar
adalah otot longitudinal. Mukosa buli-buli memiliki tebal epitel sekitar 3-4 lapisan
yang terdiri atas sel transisional. Mukosa pada buli-buli sama seperti pada mukosa
pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli tampak trigonum
vesicae yang berbentuk segitiga dengan sudut bawah dibentuk oleh ostium urethrae
internum, sedangkan dua sudut atas dibentuk oleh ostium uretris. Vesika urinaria
mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi, variasi tersebut dipengaruhi oleh
umur dan urine yang ada pada vesica urinaria. Buli-buli yang kosong pada seorang
dewasa berbentuk agak bundar dan seluruhnya terletak pada rongga pelvis. Bila
terisi penuh buli-buli akan berbentuk bujur telur, dinding dari buli-buli tersebut akan
naik ke dalam rongga abdomen dan dapat mencapai setinggi umbilicus. Pada bayi,
sebagian besar buli-buli berada didalam cavitas abdominis dan secara bertahap
akan turun ke dalam rongga pelvis ketika anak menjadi besar. (Wibowo et al., 2009 ;
Purnomo, 2012)

Gambar 2.1 Anatomi Buli-buli. Mukosa buli-buli terdiri dari epitel transisional bagian tengah terdiri
dari otot detrusor yang saling berayaman, lapisan terluar adalah tunica adventitia.

Buli-buli

berfungsi

menampung

urine

dari

ureter

dan

kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam


menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk
orang dewasa lebih kurang adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada
anak menurut formula dari Koff adalah: (Umur+2) x 30 ml. Pada saat kosong, bulibuli terletak dibelakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis
sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan
rangsangan pada saraf aferen dan mengaktifkan pusat miksi di medulla spinalis
segmen sakral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya
leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.
(Purnomo, 2011)

Pada wanita, apabila buli-buli tersebut kosong diatasnya terdapat corpus


uteri. Kedua facies inferolateralis juga berhadapan dengan ruangan yang disebut
spatium praevesicale (Retropubic space) yang berisi jaringan lemak dan plexus
venosus. Batas-batas pada buli-buli :
Anterior : Symphisis pubis
Posterior : Vagina dan cervix uteri (wanita) ; Vesica seminalis, Ampula ductus
deferens dan Rectum (pria)
Superior : Intestinum tenue dan Colon sigmoid
Inferior

: Prostat dan Urethra


Pada bagian atas buli-buli divaskularisasi oleh arteri vesicalis superior,

berasal dari arteri umbilicalis. Sedangkan arteri vesicalis inferior yang berasal dari
arteri iliaca interna, memberi vaskularisasi pada bagian bawah buli-buli dan colllum
vesicae. Untuk persarafan pada buli-buli diatur oleh syaraf yang berasal dari plexus
vesicalis dan plexus prostaticus yang merupakan bagian dari plexus hypogastricus
inferior. Untuk sistem saraf simpatis terletak pada T10-L2 sedangkan untuk sistem
saraf parasimpatis terletak pada S2-S4. Pada aliran limfe buli-buli, dari facies
superior dan facies inferolateralis dialirkan ke Inn. iliaca externa. Dari facies posterior
dialirkan ke Inn. iliaca interna dan externa. Dari collum dialirkan ke Inn. iliaca
communis dan Inn. sacralis.(Wibowo et al., 2009 ; Alimsardjono, 2011)

Gambar 2.2 Anatomi Buli-buli. Aliran kelenjar limfe dari buli-buli.(Tudugala, 2011)

2.2 Histologi Buli-Buli


Buli-buli atau vesica urinaria memiliki dinding berotot tebal. Dinding ini mirip
dengan yang ada di sepertiga bawah ureter, kecuali ketebalannya. Didinding ini
ditemukan tiga lapisan otot polos yang tersusun longgar, yaitu lapisan longitudinal
dalam, sirkular tengah, dan longitudinal luar. Struktur dinding vesica urinaria terdiri
dari : (Sloane, 2004 ; Wibowo et al., 2009)
1) Tunica mucosa : Lapisan mucosa adalah lapisan yang paling terdalam yang
dibentuk oleh epitel transisional yang tebal. Pada buli-buli yang relaks, mukosa

10

membentuk rugae (lipatan-lipatan) yang akan memipih dan mengembang saat


urine berakumulasi didalam buli-buli.
2) Tunica submucosa : Lapisan submucosa adalah lapisan jaringan ikat yang
terletak dibawah mucosa dan menghubungkannya dengan tunica muscularis.
3) Tunica muscularis : Lapisan yang berada ditengah, lapisan ini tersusun oleh
berkas-berkas otot polos yang satu sama lain saling membentuk sudut. Ini untuk
memastikan bahwa selama urinasi, buli buli akan berkontraksi dengan
serempak ke segala arah. Pada daerah collum vesicae membentuk lapisan
yang berfungsi seperti sphincter vesicae.
4) Tunica serosa : Merupakan lapisan terluar, lapisan ini merupakan perpanjangan
lapisan peritoneal rongga abdominopelvis dan hanya ada di bagian atas pelvis.

Gambar 2.3 Histologi Buli-buli. Susunan histologi dari buli-buli yang memiliki dinding otot yang
tebal. (Junqueira et al., 2007)

2.3 Karsinoma Buli-buli

11

2.3.1 Epidemiologi Karsinoma Buli-buli


Karsinoma buli-buli atau juga bisa disebut karsinoma vesika urinaria
(kandung kemih) merupakan keganasan terbanyak kedua pada sistem urogenitalia
setelah kanker prostat serta insiden dari terjadinya karsinoma buli-buli merupakan
2% dari seluruh keganasan.(Jemal et al., 2011)
Dari hasil penelitian insiden keganasan karsinoma buli-buli di Amerika serikat
pada tahun 2012 terjadi kurang lebih 73.510 kasus baru dan 14.880 diantaranya
meninggal. Pada penelitian lain di Uni Eropa tahun 2006 terjadi kurang lebih 104.400
kasus baru karsinoma buli-buli dan 36.500 diantaranya meninggal. Karsinoma buli
buli 3 kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan terjadi pada wanita, data
terbaru penelitian di Amerika serikat tahun 2012 insiden laki-laki yang menderita
karsinoma buli-buli dijumpai kurang lebih 55.600 kasus baru sedangkan pada wanita
dijumpai kurang lebih 17.910 kasus baru.(Siegel et al., 2012 ; Ferlay et al., 2007 ;
Jemal et al., 2011)
Pada laki-laki insiden karsinoma buli-buli menempati urutan keempat
keganasan setelah karsinoma prostat (29%), karsinoma paru (14%), karsinoma
kolorektal (9%) atau karsinoma buli-buli terjadi 7% dari seluruh keganasan.
Sedangkan pada umur rerata saat diketahui menderita karsinoma buli-buli adalah 65
tahun dan saat itu 85% masih terlokalisir sedang dan 15% sudah menyebar.(Siegel
et al., 2012 ; Grossfeld et al., 2003)

2.3.2 Etiologi Karsinoma Buli-Buli

12

Telah banyak faktor etiologikal yang berkembang pada karsinoma buli-buli,


hal ini perlu diketahui dan ahli urologi serta ahli dibidang kedokteran harus sadar
faktor resiko serta tipe pekerjaan apa saja yang berhubungan dengan karsinogen
urotelial. Keganasan pada karsinoma buli-buli terjadi karena induksi bahan
karsinogen yang banyak terdapat disekitar kita. Beberapa faktor resiko yang
mempermudah seseorang menderita karsinoma buli-buli adalah:
2.3.2.1 Rokok
Rokok adalah faktor resiko utama pada karsinoma buli-buli. Resiko untuk
mendapatkan karsinoma buli-buli pada perokok adalah 3 kali lebih besar
dibandingkan non perokok. Rokok mengandung bahan karsinogen berupa amin
aromatik dan nitrosamin. Ketika perokok menghirup asap rokok (bahan kimia
karsinogen) dan diabsorbsi oleh paru, dari paru masuk ke dalam darah, lalu dari
darah di filtrasi di ginjal. Bahan karsinogen di urine dapat menyebabkan kerusakan
sel pada vesica urinaria yang mana dapat meningkatkan kesempatan untuk
berkembang menjadi kanker.(ACS, 2012 ; Grossfeld et al., 2003)
2.3.2.2 Paparan bahan yang berhubungan dengan pekerjaan
Bahan kimia industri memiliki hubungan dengan karsinoma buli-buli. Bahan
kimia tersebut adalah Aromatic amynes, benzidine, beta-naphtylamine. Pekerja yang
bisa mendapatkan karsinoma buli-buli adalah pada pekerja pabrik cat, pegawai
laboratorium, pabrik tekstil, pekerja salon/pencukur dan sopir truk, karena pada sopir
truk sering terpapar asap diesel.(ACS, 2012)

13

2.3.2.3 Infeksi saluran kemih


Telah diketahui bahwa kuman-kuman E.coli dan Proteus spp menghasilkan
nitrosamin yang merupakan zat karsinogen. Selain itu paparan dari Schistosoma
haematobium merupakan parasit yang ditemukan di banyak negara berkembang
juga ada hubungannya terhadap meningkatnya karsinoma sel squamous dan sel
transisional pada buli-buli.(Purnomo, 2011; Scher et al., 2005)
2.3.2.4 Bahan makanan dan obat-obatan
Kebiasaan mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang mengandung sakarin
dan siklamat, serta pemakaian obat-obatan siklofosfamid yang diberikan intravesika,
fenasetin, opium, dan obat antituberkulosa INH dalam jangka waktu yang lama
dapat menimbulkan resiko timbulnya karsinoma buli-buli.(Purnomo, 2011)
2.3.2.5 Usia
Resiko menderita karsinoma buli-buli akan meningkat seiring bertambahnya
usia. 9 dari 10 orang yang menderita karsinoma buli-buli adalah berusia lebih dari 55
tahun.(ACS, 2012)
2.3.2.6 Jenis kelamin
Pada pria, 3 kali lebih sering mendapatkan karsinoma buli-buli dibandingkan
pada wanita.(ACS, 2012)
2.3.3 Jenis Histopatologi Karsinoma Buli-buli

14

Sebagian besar tumor buli-buli adalah karsinoma sel transisional (95%).


Tumor ini bersifat multifokal yaitu dapat terjadi disaluran kemih yang epitelnya terdiri
atas sel transisional yaitu di pielum, ureter, dan uretra posterior. Sedangkan jenis
lainnya adalah karsinoma sel skuamosa (3%), adenokarsinoma (2%). sel kecil
karsinoma ( < 1 ).( Scher et al., 2005)
2.3.3.1 Morfologi Karsinoma sel transisional
Sebagian besar dari tumor buli-buli adalah karsinoma sel transisional. Tumor
ini bersifat multifokal yaitu karsinoma yang bisa ditemukan diberbagai tempat
sekaligus. Terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri atas sel transisional yaitu di
pielum, ureter, atau uretra posterior. Karsinoma sel urothelial (transisional) berkisar
dari tumor yang papilaris atau datar, noninvasif hingga invasif, dan berdiferensiasi
sangat baik (derajat 1) hingga sangat anaplastik dan agresif (derajat 3). Karsinoma
derajat 1 (International Society of Urologic Pathology (ISUP), potensi keganasan
rendah) selalu papilaris dan jarang invasif, tetapi dapat kambuh setelah diangkat.
Apakah pertumbuhan kembali ini mencerminkan rekurensi sejati atau pertumbuhan
primer kedua masih belum diketahui.(Robbins, 2007)
Pada pertumbuhan papilaris eksofilik, dengan peningkatan ukuran lesi dan
tanda-tanda invasi lapisan submukosa atau otot, semakin sering ditemukan atipia
dan anaplasia sel. Tumor-tumor ini jelas merupakan karsinoma sel urothelial, derajat
2 atau 3. Kanker derajat 3 dapat bersifat papilar atau kadang-kadang datar, mungkin
menutupi permukaan mukosa yang luas, menginvasi lebih dalam dan memiliki
permukaan nekrotik yang berserat-serat (Karsinoma transisional derajat 2 dan 3
masing-masing secara kasar sepadan dengan karsinoma urothelial, derajat rendah

15

dan tinggi). Kadang-kadang kanker ini

memperlihatkan fokus diferensiasi sel

skuamosa, tetapi hanya 5% dari kanker kandung kemih yang merupakan karsinoma
sel skuamosa sejati.(Robbins, 2007)
Tumor yang timbul berkisar dari papiloma benign kecil hingga kanker invasif
besar. Papiloma benign adalah struktur mirip daun pakis berukuran 0,2 sampai 1,0
cm dengan bagian tengah fibrovaskular halus dan dibungkus oleh lapisan epitel
transisional yang berdiferensiasi dengan baik. Lesi pada papiloma benigna ini
biasanya tunggal, hampir selalu non-invasif, dan jinak serta jarang kambuh kembali
setelah diangkat. Secara tradisional, karsinoma buli-buli disebut dengan karsinoma
sel transisional, tetapi istilah neoplasma urothelial lebih dianjurkan oleh klasifikasi
konsensus dari International Society of Urologic Pathology (ISUP).
Tumor urothelial dari buli-buli dapat diklasifikasian menjadi 2 yaitu: (1)
Papillary tumors dan (2) Nonpapillary tumors. Papillary urothelial tumors merupakan
bentukan yang paling sering muncul. Dapat muncul pada anak anak maupun pada
orang dewasa, akan tetapi bentukan tumor ini lebih sering muncul pada orang
dewasa dibandingkan pada anak-anak. Tumor ini berbentuk seperti pakis atau
bunga kol pada lumen organ. Papillary urothelial tumor memiliki bagian dasar yang
sempit dengan sebuah bentukan seperti tangkai atau sessile. Setiap bentukan
tangkai mengandung bagian tengah dari jaringan ikat dan pembuluh, serta lipatan
dari supporting epithelial dengan tingkatan ketebalan yang bermacam-macam.
Papillary tumor ini terbentuk dari penebalan urothelium, terdiri dari 7 lapisan sel atau
lebih.(Koss, 2006)
Tabel 2.1 Klasifikasi dan grade dari Papillary tumor pada buli-buli

16

Klasifikasi dan grade dari Papillary tumor pada buli-buli

Papilloma
Papillary

tumors

grade

Jumlah

Superficial cells

Pembesaran

Kelainan

lapisan epitel
Tidak lebih

Ada,

inti
Tidak signifikan

Hyperchromasia
Tidak ada

dari 7
Lebih dari 7

kecil
Biasanya

sedikit sampai

Sedikit, hanya pada

walaupun kecil

sedang

beberapa sel

(low

walaupun
ada,

malignant
potential)
Papillary carcinoma

Lebih dari 7

Variable

Sedang

Sedikit sampai sedang

grade II (low grade)


Papillary carcinoma

Lebih dari 7

Tidak ada

sampai besar
Sangat besar

pada 25-50% sel


Sangat jelas, lebih

grade

III

(high

dari 50% sel

grade)

Gambar 2.4 Papillary tumors grade I (low malignant potential). Memiliki jumlah lapisan sel yang
lebih dari 7, hanya beberapa sel yang mengalami kelainan hyperchromasia serta adanya perbesaran
inti yang sedikit atau sedang.(Koss, 2006)

17

Gambar 2.5 Papillary carcinoma grade II (low grade). Memiliki jumlah lapisan sel yang lebih dari 7,
25-50% dari sel terjadi kelainan hyperchromasia serta adanya perbesaran inti yang sedang atau besar.
(Koss, 2006)

Gambar 2.6 Papillary carcinoma grade III (high grade). Memiliki jumlah lapisan sel yang lebih dari 7,
lebih dari 50% sel terjadi kelainan hyperchromasia serta adanya perbesaran inti yang sangat besar.
(Koss, 2006)

Nonpapillary Urothelial tumors memiliki dua bentuk: (1) invasive carcinoma;


dan (2) flat carcinoma in situ. Struktur dan abnormalitas pada invasive carcinoma
dapat dilihat dari gradenya.
Carcinoma in situ terbentuk dari tiga atau empat lapisan sel, dan beberapa
sisanya dapat terbentuk dari 15 lapisan atau lebih. Ukuran selnya bermacam

18

macam. Epithelium terkadang menunjukkan perbedaan pada superficial layer dan


terdapat adanya umbrella cell pada permukaannya. Sebelumnya juga pernah
ditemukan carcinoma in situ dengan sel yang berukuran besar dengan sitolpasma
eosinofilik. (Koss, 2006)

Gambar 2.7 carcinoma in situ. Terbentuk dari tiga atau empat lapisan sel, dan beberapa sisanya
dapat terbentuk dari 15 lapisan atau lebih.(Koss, 2006)

2.3.3.1.1 Derajat histologi (Histological Grading)


Pada tahun 1998, klasifikasi baru dari non-invasif urothelial tumor diusulkan
oleh World Health Organization (WHO) dan International Society Urological Patologi
(ISUP) dan diterbitkan oleh WHO pada tahun 2004. Yang berkontribusi besar dalam
mendeskripsikan gambaran histologi yang detail dari bermacam-macam derajat
histologi, yang menggunakan cytological dan kriteria architectural. Berikut adalah
WHO grading pada tahun 1973 dan 2004 : (Stenzl et al., 2011)

19

Tabel 2.2 WHO grading tahun 1973 dan 2004

1973 WHO Grading


Urothelial papilloma
Grade 1 : Berdifferensiasi secara baik
Grade 2 : Berdiferensiasi secara sedang
Grade 3 : Berdiferensiasi secara buruk
2004 WHO Grading
Flat lesions
Hyperplasia ( Flat lesion tanpa atypia atau aspek papillary )
Atypia yang reaktive ( Flat lesions dengan atypia )
Atypia yang tidak diketahui yang berkembang signifikan
Dysplasia urothelial, Urothelia carcinoma in situ
Papillary lesions
Urothelial papilloma ( Lesi jinak yang sudah utuh )
Papillary urothelial neoplasma of low maliganant potential (PUNLMP) Grade I
Low-grade papillary urothelial carcinoma Grade II
High-grade papillary urothelial carcinoma Grade III

Grading tumor telah lama dikenal sebagai salah satu yang paling penting
dalam

menentukan

indikator

prognostik

pada

karsinoma

buli-buli

dengan

memperhitungkan potensial dari penyakit tersebut untuk kambuh atau semakin


progresif. Klasifikasi grading dari nonmuscle invasive urothelial neoplasm yang
paling banyak digunakan sejak tahun 1973 adalah klasifikasi World Health
Organization (WHO). Klasifikasi tersebut disebut dengan karsinoma grade 1, grade

20

2, dan grade 3. Pada tahun 2004, anggota dari WHO dan International Society of
Urologic Pathologists mempublikasikan dan merekomendasikan revisi klasifikasi
baru untuk papillary neoplasma.(AUA, 2007)
2.3.3.2 Karsinoma sel skuamosa
Karsioma sel skuamosa terjadi karena rangsangan kronis pada buli-buli
sehingga sel epitelnya mengalami metaplasia berubah menjadi ganas. Rangsangan
kronis itu dapat terjadi karena infeksi saluran kemih kronis, batu buli-buli, kateker
menetap

yang

dipasang

pada

jangka

waktu

yang

lama,

infeksi

cacing

Schistosomiasis pada buli-buli dan pemakaian obat-obatan siklofosfamid secara


intravesika.(Purnomo, 2011)
2.3.3.3 Adenokarsinoma
Terdapat 3 kelompok adenokarsinoma pada buli-buli, diantaranya adalah:
(Purnomo, 2011)
1. Primer terdapat di buli-buli, Tumor yang biasanya terdapat didasar dan di
fundus buli-buli. Pada beberapa kasus sistitis glandularis kronis dan ekstrofia
vesika pada perjalanannya lebih lanjut dapat mengalami degenerasi menjadi
adenokarsinoma buli-buli.
2. Urakhus persisten, Adalah merupakan sisa dari duktus urakhus yang
mengalami degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma

21

3. Tumor sekunder, Tumor yang berasal dari fokus metastasis dari organ lain,
diantaranya adalah prostat, rektum, ovarium, lambung, mamma, dan
endometrium.
2.3.4 Manifestasi klinis Karsinoma buli-buli
Gejala pada kanker buli-buli tidaklah spesifik. Banyak penyakit-penyakit lain,
yang termasuk kondisi inflamasi yang melibatkan ginjal dan kandung kemih, yang
menunjukan gejala yang sama. Waspadai apabila ada pasien datang dengan
keluhan hematuria yang bersifat tanpa disertai rasa nyeri, sering kambuh, dan terjadi
pada seluruh proses miksi (hematuria total).
Gejala utama yang paling sering pada karsinoma buli-buli adalah adanya
darah dalam urine (hematuria). Hematuria terjadi 85-90% pada pasien dengan
karsinoma buli-buli. Hematuria dapat dilihat secara langsung maupun berada dalam
level mikroskopik. Gejala ini sering kambuh, seperti juga rasa sakit dan terbakar
ketika urinasi, rasa tidak tuntas ketika selesai urinasi. Pada sebagian kecil penderita
menunjukan gejala iritabilitas vesikal yang menandakan adanya infiltrasi, walaupun
tidak pada semua kasus. Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah
sehingga pasien yang datang meminta pertolongan karena tidak dapat miksi.
Keluhan akibat penyakit yang telah lanjut berupa gejala obstruksi saluran kemih
bagian atas atau edema tungkai. Edema tungkai ini disebabkan karena adanya
penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar
didaerah pelvis.(AUA, 2007 ; ACS, 2012 ; Grossfeld et al., 2003)

22

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan karsinoma buli-buli biasanya jarang


ditemukan kelainan. Hal ini disebabkan karena tumor tersebut merupakan tumor
epitel transisional kandung kemih yang letaknya superfisial dari buli-buli.
Pemeriksaan palpasi bimanual sangat berguna untuk menentukan infiltrasi. Palpasi
bimanual dikerjakan dengan narkose umum (supaya otot buli-buli rileks) pada saat
reseksi tumor TUR buli-buli. Jari relunjuk kanan melakukan colokan ke dubur atau
colokan ke vagina sedangkan tangan yang kiri melakukan palpasi buli-buli didaerah
suprasimfisis untuk memperkirakan luas infiltasi dari tumor (T). Tumor tersebut baru
dapat diraba bila tumor tersebut sudah tumbuh keluar dari dinding buli-buli
(metastase). Hepatomegaly dan supraclavicular lymphadenopathy juga merupakan
gejala

dari

metastase.

Selain

itu

lymphedema

dari

occlusive

pelvic

lymphadenopathy juga mungkin bisa terlihat.(Grossfeld et al., 2003 ; Stenzl et al.,


2011)
2.3.5 Diagnosis karsinoma buli-buli
Diagnosa karsinoma buli-buli yang pertama adalah anamnesa pasien secara
lengkap untuk menggali faktor resiko apa saja yang terjadi pada diri pasien, selain
itu kita lihat gejala klinis apa saja yang ada pada pasien. Tapi melihat gejala klinis
dan anamnesa serta pemeriksaan fisik saja tidak cukup, walaupun hematuria dan
iritabilitas gejala yang paling sering dan menonjol dalam tumor epithelial, kedua
gejala tersebut seringkali terjadi sebagai bentuk dari kondisi-kondisi lain yang
melibatkan penyakit atau keradangan pada urogenital lain.
Dalam tubuh orang dewasa, terutama yang berumur diatas 55 tahun, harus
diwaspadai secara serius akan kemungkinan adanya karsinoma buli-buli. Ada

23

beberapa alat diagnosa yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosa


karsinoma buli-buli. Beberapa pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan untuk
membantu mendiagnosis karsinoma buli-buli adalah:
2.3.5.1 Cystoscopy
Sistoskopi dilakukan oleh urologis, mengevaluasi kantung kemih dengan
pemeriksaan visual langsung dengan menggunakan alat khusus yaitu cytoscope.
Identifikasi dari sebuah tumor biasa dilakukan dengan sistoskopi. Bagian yang
tersering dari kandung kemih adalah basal, trigonum, dan daerah di orifisium vesika.
Namun dapat muncul juga dimana saja.
Pemeriksaan sisitoskopi dan biopsi mutlak dilakukan pada penderita dengan
kemungkinan diagnosa karsinoma buli-buli. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat
ada atau tidaknya tumor di buli-buli sekaligus dengan biopsi untuk menentukan
derajat infiltrasi tumor yang menentukan untuk terapi selanjutnya. Selain

itu

pemeriksaan ini dapat juga digunakan sebagai tindakan pengobatan pada tumor
superfisial. Komplikasi pada pemeriksaan ini jarang terjadi, akan tetapi tidak ada
prosedur yang bebas dari komplikasi, maka dari itu diperlukan antisipasi dari awal
ketika melakukan pemeriksaan. Pada pemeriksaan ini dapat memungkinkan terjadi
nya komplikasi seperti infeksi, perdarahan dan rusaknya dinding buli-buli.(ACS, 2012
; Scher, 2005)
2.3.5.2 Sitologi urine
Sitologi urine adalah ilmu yang digunakan untuk menilai adanya sel-sel yang
abnormal pada urine. Keuntungan dari teknik sitologi ini sangat efektif dalam deteksi

24

dan diagnosis pada high-grade malignant tumors, khususnya pada flat carcinomas
in situ, yang merupakan lesi prekursor utama dari invasive urothelial cancer. Akan
tetapi kriteria sitologi dengan membedakan antara low-grade malignant tumor
dengan sel yang reaktif sering diragukan. Pada insiden karsinoma buli-buli dengan
pasien yang asymptomatic, pemeriksaan sitologi urine memiliki sensitifitas yang
rendah sebagai alat pendeteksi adanya karsinoma buli-buli, tetapi pemeriksaan ini
mempunyai spesifitas yang sangat tinggi. Sitologi urine mempunyai rerata
sensitivitas 35 % dan rerata spesifisitas 94 %. Kelemahan sitologi urine ini adalah
hasilnya tidak bisa didapatkan dengan cepat dan adanya ketergantungan
interpretasi dari pemeriksa.
Sitologi juga berguna dalam menentukan berbagai infeksi virus, khususnya
human polyomavirus, dan efek dari berbagai prosedur terapi. Oleh karena itu,
sitologi pada saluran kemih adalah salah satu metode diagnostik yang paling penting
dalam onkologi urologi. Prinsip dari metode pengambilan spesimen pada sitologi
urine adalah dengan: (1) Voided urine; (2) Catheterisized urine; (3) Direct sampling
techniques (Bladder washings atau barbotage, pengumpulan sel dengan retrograde
catheterization

dari

ureter, dan

direct

brushings).

Pemilihan

dari

metode

pengambilan specimen ini tergantung dari keadaan klinis dan tujuan dari
pemeriksaannya. (Koss, 2006 ; Rhijn et al., 2009 ; Mitra, 2010)

25

Tabel 2.3 Klasifikasi kelas sitologi urine (Jobu et al., 2012)

Kelas Sitologi Urine


Kelas 1 : Tidak ditemukan sel atipik maupun sel abnormal
Kelas 2 : Tidak ditemukan sel ganas, ditemukan sel epitel dengan peradangan
Kelas 3 : Ditemukan sel-sel atipik
Kelas 4 : Ditemukan sel-sel mencurigakan keganasan
Kelas 5 : Ditemukan sel-sel ganas Transisional sel karsinoma

Tabel 2.4 Komposisi dari sedimen urin pada sampel urin berdasarkan cara pengambilannya
(Koss, 2006)
Komposisi dari sedimen urin pada sampel urin berdasarkan cara pengambilannya
Voided Urine

Urothelial cell

Squamous cell

Jarang

Sering pada adults

Catheterized

Bladder

Retrograde

Brushings

Urine

Washings

Cathe

Banyak, dan

Bentuk

Bentuknya

Banyak, dan

biasanya

bermacam-

bermacam-

biasanya

membentuk

macam, dan

macam, dan

membentuk

cluster

membentuk

membentuk

cluster

cluster

cluster

Jarang

Jarang

Tidak ada

Tidak ada

dan newborn
Renal tubuluar

Sering

Jarang

tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

cells and casts


Contaminants

Sering

Jarang

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

26

a. Gambaran sitologi pada sel urothelial yang normal


1. Superficial umbrella cells
Ukuran dari umbrella cells bervariasi, tergantung dari jumlah nukleusnya.
Diameter dari mononuklear umbrella cells berkisar antara 20-30m. Sel ini biasanya
datar dan poligonal, dengan batas-batasnya yang tajam dan terkadang angular.
Sitoplasmanya tipis dan transparan, dan terkadang terdapat sedikit vakuola yang
dapat mengandung lemak dan mucus. Ukuran diameter nukleusnya juga bervariasi,
sekitar 8-20m pada sel mononuklear. Pada beberapa sampel ditemukan
kondensasi berbeda dari kromatin nukleus, menyerupai gambaran mitosis. (Koss,
2006)

Gambar 2.8 Superficial umbrella cells. Sel ini biasanya datar dan poligonal, dengan batas-batasnya
yang tajam dan terkadang angular.(Koss, 2006)

2. Sel pada lapisan dalam urothelium


Sel ini jauh lebih kecil dari umbrella cells dan tidak memiliki ukuran yang
bervariasi. Pada sediaan yang baik, sel ini memiliki batas-batas sitoplasma yang
tajam dan transparan dan sering memanjang berbentuk seprti cambuk. (Koss, 2006)

27

Gambar 2.9 Sel pada lapisan dalam urothelium. sel ini memiliki batas-batas sitoplasma yang tajam
dan transparan dan sering memanjang berbentuk seprti cambuk.(Koss, 2006)

3. Cluster dari sel urothelium


Cluster berukuran kecil dan datar, dan mengandung sedikit sel benign serta
mengandung ratusan superimposed cells. Cluster berkumpul dan berbentuk bulat,
oval, atau papilar. Pada close inspection, batas-batasnya tampak tajam dan
komponen normal dari sel urothelium dapat dilihat. (Koss, 2006)

Gambar 2.10 Cluster dari sel urothelium. Cluster berkumpul dan berbentuk bulat, oval, atau papilar,
batas-batasnya tampak tajam dan komponen normal dari sel urothelium dapat dilihat.(Koss, 2006)

b. Gambaran sitologi pada sel tubulus renalis normal


Sel ini dapat terlihat setelah terjadi hematuria atau hemoglobinuria.
Berukuran kecil, dan berbentuk cuboid atau columnar. Sel ini terdiri dari pyknotic
nucleus dan sitoplasma yang bergranular. (Koss, 2006)

28

Gambar 2.11 Sel tubulus renalis. Sel ini berukuran kecil, dan berbentuk cuboid atau columnar.(Koss,
2006)

c. Gambaran sitologi pada renal casts normal


Renal cast terbagi menjadi hyalin dan granular. Hyaline cast terbentuk dari
protein material dari eosinofil dan terkadang terdapat sel tubulus renalis yang
melekat dalam jumlah kecil. Granular cast terbentuk dari sel debris bercampur
dengan degenerating renal tubular cells dengan sitoplasma yang bergranuler. (Koss,
2006)

Gambar 2.12 Hyalin cast. Terbentuk dari protein material dari eosinofil dan terkadang terdapat sel
tubulus renalis yang melekat dalam jumlah kecil.(Koss, 2006)

29

Gambar 2.13 Granular cast. Granular cast terbentuk dari sel debris bercampur dengan degenerating
renal tubular cells dengan sitoplasma yang bergranuler. (Koss, 2006)

Keberhasilan atau kegagalan dari pemeriksaan sitologi pada tumor urothelial


tergantung pada morfologi dari lesi. Karena pada low grade papillary urothelial
tumors dengan normal urothelium atau sedikit perubahan pada urothelium tidak
dapat diidentifikasi pada pemeriksaan sitologi. (Koss, 2006)
d. Gambaran sitologi pada sel urothelial yang abnormal
1. Atypical urothelial cells
Atypical urothelial cells biasanya berukuran kecil, memperlihatkan pembesaran
nukleus dengan sedikit perubahan pada rasio nukleus dan sitoplasma serta sedikit
peningkatan pada nuclear hyperchromasia. (Koss, 2006)

Gambar 2.14 Atypical urothelial cells. Berukuran kecil, memperlihatkan pembesaran nukleus dengan
sedikit perubahan pada rasio nukleus.(Koss, 2006)

30

2. Tumor papillaris grade I


Background pada preparat sitologi tumor papillaris grade I biasanya bersih dan
jarang terlihat bukti adanya inflamasi atau nekrosis. Eritrosit dengan jumlah yang
bervariasi biasanya terlihat. Tumor ini dalam batas normal atau sedikit abnormal dan
terkadang terdapat sedikit penebalan pada urothelium. (Koss, 2006)

Gambar 2.15 Tumor papillaris grade I. Tumor ini dalam batas normal atau sedikit abnormal dan
terkadang terdapat sedikit penebalan pada urothelium.(Koss, 2006)

3. Tumor papillaris grade II


Tidak semua tumor papillaris grade II dapat terlihat pada sitologi. Sel ini
umumnya berukuran sedang dan jarang terlihat kelainan bentuk dan susunannya.
(Koss, 2006)
4. Tumor papillaris grade III
Tumor ini memiliki ukuran dan bentuk yang bermacam-macam. Single cancer
cell selalu terlihat dan biasanya berjumlah banyak. Backgroundnya sering
memperlihatkan terdapat adanya inflamasi dan nekrosis.(Koss, 2006)
5. Nonpapillary carcinoma in situ
Voided urine sediment merupakan media diagnostik yang ideal sebagai
diagnosis primer dari nonpapillary carcinoma in situ. Umumnya populasinya
berukuran sedang atau kecil, sebanding dengan ukuran sel urothelial benign dari

31

lapisan dalam urothelium. Sel ini biasanya terlihat tunggal, dan terkadang
membentuk cluster kecil. Sel ini mempunyai bentuk yang irregular, dengan
sitoplasma basofilik, namun terkadang terlihat sitoplasma eosinofilik. Nukleusnya
biasanya besar, hyperchromatic, dan memperlihatkan kelainan tekstur chromatin.
Pada 1/3 sediment dari penderita flat carcinoma in situ, terlihat populasi sel kanker
yang pleomorfik yaitu sel kankernya memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi
walaupun dengan karakteristik nukleus yang sama. (Koss, 2006)

Gambar 2.16 Carcinoma in situ. Sel ini biasanya terlihat tunggal, dan terkadang membentuk cluster
kecil, sel ini mempunyai bentuk yang irregular.(Koss, 2006)

6. Invasive nonpapillary urothelial carcinoma


Pada preparat sitologi, biasanya terlihat bukti telah terjadi adanya inflamasi,
perdarahan dan nekrosis. Sel kankernya memiliki ukuran yang bervariasi, bentuk
yang irregular, dengan sitoplasma yang sedikit dan menonjol sama seprti sel kanker
yang terlihat pada high-grade papillary tumors.
Sitologie urin pada buli-buli juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk
melihat adanya Squamous sel carcinoma dan Adenocarcinoma. (Koss, 2006)
2.3.5.3 Pemeriksaan radiologis

32

Pemeriksaa foto polos abdomen dan pielografi intra vena (PIV) digunakan
sebagai pemeriksaan baku pada penderita yang diduga memiliki keganasan
disaluran kemih termasuk juga keganasan buli-buli. Pada pemeriksaan ini selain
melihat adanya defek pada buli-buli juga mendeteksi adanya tumor sel transisional
yang berada di ureter atau pielum, dan dapat mengevaluasi ada tidaknya gangguan
pada ginjal dan saluran kemih yang dsebabkan oleh tumor buli-buli tersebut.
Didapatkannya hidroureter atau hidronefrosis merupakan salah satu tanda adanya
infiltrasi tumor ke ureter atau muara ureter. Foto thorax juga perlu dilakukan untuk
melihat bila ada metastasis ke paru-paru.(Sjahriar, 2009)
2.3.5.4 Ultrasond
Pada pemeriksaan ultrasound dapat ditemukan tumor jika dilakukan scaning
transuretral, selain itu pemeriksaan ini lebih secara lebih tepat mengetahui lingkup
invasi dan stadium tumor. Pemeriksaan ini mudah dan tidak ada radiasi. Ultrasound
juga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi jarum pada area
yang dicurigai metastase kanker di abdomen atau pelvis.(ACS, 2012)
2.3.5.5 CT Scan atau MRI
Berguna untuk menentukan ekstensi tumor ke organ sekitarnya. CT scan
merupakan x-ray detail dari tubuh, yang menunjukkan kelainan dari organ-organ
yang mana tidak ditunjukkan oleh sinar x-ray konvensional. MRI lebih sensitif
dibandingkan CT scan, yang dapat memberikan keuntungan mendeteksi kelenjar
limfe yang membesar didekat tumor yang menunjukkan bahwa kanker telah
menyebar ke kelenjar limfe.(ACS, 2012)

33

2.3.6 Staging / derajat invasi tumor


Klasifikasi TNM yang disetujui oleh Union International Contre le Cancer
(UICC) telah secaraluas diterima. Versi ini diperbaharui pada tahun 2009, akan
tetapi tidak ada perubahan untuk karsinoma buli-buli. Tingkat penyebaran TNM
bergantung pada penyusupan tumor didalam dinding kandung kemih dan
penyebaran metastasis.(Sjamsuhidajat, 2005 ; Stenzl et al., 2011)

Tabel 2.5 Klasifikasi TNM dari Karsinoma buli-buli

T Primary Tumour

34

TX

: Tumor primer tidak dapat dinilai

T0

: Tidak ada bukti ada tumor primer

Ta

: Non-invasive carcinoma papillary

Tis

: Carcinoma insitu (pre invasive Ca)

T1

: Tumor menginvasi subepithelial jaringan ikat

T2

: Tumor menginvasi otot

T2a

: Tumor menginvasi bagian permukaan otot

T2b

: Tumor menginvasi bagian dalam otot

T3

: Tumor menginvasi jaringan perivesical :

T3a

: Microscopically

T3b

: Macroscopically (massa extravesical)

T4

: Tumor menginvasi beberapa organ antara lain prostat, uterus, vagina, dinding
pelvis,

dinding abdomen

T4a

: Tumor menginvasi prostat, uterus atau vagina

T4b
NX

: Tumor menginvasi dinding pelvis atau dinding abdomen


N Lymph Nodes
: Pemeriksaan regional lymph nodes tidak dapat dinilai

N0

: Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1

: Terdapat metastasis tunggal lymph node pada pelvis (hypogastric, obturator,


external iliaca, presacral)

N2

: Terdapat metastasis multiple lymph node pada pelvis (hypogastric, obturator,


external iliaca, presacral)

N3
MX

: Terdapat metastasis ke KGB sepanjang arteri iliaca


M Distant Metastasis
: Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0

: Tidak ada metastase jauh

M1

: Metastase jauh
Dari data yang dikumpulkan selama beberapa dekade menunjukan bahwa

sekitar 70%-75% dari karsinoma buli-buli merupakan non muscle invasive tumors.
Dari tumor tersebut, mayoritas (70%-75%) adalah berada pada stadium Ta. Tumor
pada stadium Ta dalam bentukannya merupakan tipikal papillary dan terjadi

35

gambaran solitary lesions pada stadium tersebut. Tumor tersebut sama dengan tipe
karsinoma buli-buli lainnya, memiliki resiko yang tinggi bisa kembali kambuh setelah
reseksi tumor buli transurethral (TURBT). Tumor yang menginvasi membrana
basalis hingga subepithelial jaringan ikat (lamina propria) adalah stadium T1 yang
terdapat sekitar 25% di semua nonmuscle invasive tumors. Tumor pada stadium T1
ini dapat berbentuk papillary atau nodular. Karsinoma buli-buli pada stadium T1 ini
memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan tumor pada stadium Ta yang memiliki
resiko lebih besar progresi ke muscle invasive disease. (AUA, 2007)
2.3.7 Diagnosis Banding Karsinoma Buli-buli
Setiap pasien dengan keluhan hematuria makroskopik atau mikroskopik
harus dilakukan evalusi pemeriksaan lebih lanjut. Pada kasus karsinoma buli-buli
gejala klinis yang timbul menyerupai infeksi pada saluran kemih. Karsinoma buli-buli
dan infeksi saluran kemih keduanya dapat menyebabkan terjadinya hematuria dan
bakteriuria. Bakteriuria sering timbul pada kasus karsinoma buli. Jenis karsinoma
buli-buli yang paling sering terjadi bakteriuria adalah karsinoma sel squamousa bulibuli yaitu sekitar 50% dari seluruh kasus. Infeksi saluran kemih juga dapat
menimbulkan gangguan pada saat berkemih seperti disuria,frekuensi atau urgensi.
Gejala ini juga dapat disebabkan oleh karsinoma in situ (CIS) atau muscle-invasive
bladder cancer. Berikut adalah diagnosa banding pada karsinoma buli-buli :
(Steinberg, 2013)
-Infeksi saluran kemih
-Nephrolithiasis
-Renal cell carcinoma
-Urethral trauma

36

-Cystitis dengan perdarahan


2.3.8 Terapi Karsinoma buli-buli
Tindakan yang pertama kali dilakukan pada karsinoma buli-buli adalah
reseksi buli-buli transuretra atau TUR buli-buli. Pada tindakan ini dapat sekaligus
ditentukan luas infiltrasi tumor. Terapi selanjutnya bergantung pada stadiumnya,
antara lain tidak perlu terapi lanjutan akan tetapi mendapat pengawasan ketat.
Kemoterapi intravesikal diberikan secara langsung ke buli-buli melalui kateter
yang bertujuan untuk membunuh sel kanker yang berkembang sangat aktif.
Kemoterapi yang digunakan adalah dengan obat-obatan Tiotepa, Mitomisin C, BCG.
Keuntungan dengan menggunakan terapi ini adalah tidak melalui aliran darah
sehingga tidak mencapai organ lainnya didalam tubuh. Efek samping dari
penggunaan intravesical kemoterapi ini adalah iritasi dan rasa terbakar pada daerah
buli-buli. Terapi dengan kemoterapi sistemik adalah dengan regimen obat seperti
Sisplatinum Metotreksat (MTX)-Vinblastin (CMV) atau regimen obat MetotreksatVinblastin-Doksorubisin-Sisplatinum (MVAC). Keuntungan kemoterapi sistemik
antara lain apabila diberikan sebelum pembedahan, tumor yang besar akan lebih
mudah untuk diambil (neoadjuvant therapy), diberikan setelah pembedahan untuk
membunuh semua sel kanker termasuk sel kanker yang kecil (adjuvant therapy),
dan apabila diberikan dengan kombinasi terapi radiasi, dapat membantu terapi
radiasi bekerja lebih baik. Tapi kerugian dari kemoterapi sistemik ini adalah obat
akan ikut dengan aliran darah sehingga mencapai pada organ tubuh lainnya yang
sehat. (ACS, 2012 ; Sjamsuhidajat, 2005)

37

Radiasi diberikan setelah reseksi transuretral karsinoma buli-buli superficialis


atau setelah sistektomi radikal, parsial, atau total. Radiasi juga dipakai untuk
penyembuhan pada stadium T3 atau sebagai terapi paliatif tumor T4. Kadang radiasi
juga digunakan sebagai terapi paliatif untuk menghentikan perdarahan atau gejala
metastasis pada karsinoma buli-buli stadium lanjut.(Sjamsuhidajat, 2005)
Pembedahan pada karsinoma buli-buli dilakukan apabila penyebaran
karsinoma sudah sampai otot kandung kemih. Ada 3 macam pembedahan yang bisa
dipilih yaitu sistektomi parsial, sistektomi total, dan sistektomi radikal. Indikasi
sistektomi parsial adalah tumor soliter yang berbatas tegas pada mukosa. Sistektomi
total merupakan terapi definitif untuk karsinoma superfisialis yang kambuh.
Sistektomi radikal merupakan pilihan apabila terapi lain tidak berhasil atau timbul
kekambuhan. Selain itu fotodinamik terapi dan laser ablasi dapat dipertimbangan
sebagai terapi lini kedua apabila terapi awal masih belum berhasil.(Sjamsuhidajat,
2005 ; AUA, 2007 ; Scher et al., 2005)
Sistektomi radikal adalah pengangkatan buli-buli dan jaringan sekitarnya
(pada pria berupa sistoprostatektomi) dan selanjutnya aliran urine dari ureter
dialirkan melalui beberapa cara diversi urine, antara lain: (Purnomo, 2011)
1. Ureterosigmoidostomi, yaitu membuat anastomosis kedua ureter kedalam
sigmoid. Cara ini sekarang tidak banyak dipakai lagi karena banyak
menimbulkan penyulit.
2. Konduit usus (ileal conduit), yaitu mengganti buli-buli dengan ileum sebagai
penampung urine, sedangkan untuk mengeluarkan urine dipasang kateter

38

menetap melalui sebuah stoma. Konduit ini diperkenalkan oleh Bricker pada
tahun 1950 dan saat ini tidak banyak dikerjakan lagi karena tidak praktis.
3. Diversi urine kontinen, yaitu mengganti buli-buli dengan segmen ileum dengan
membuat stoma yang kontinen (dapat menahan urine pada volume tertentu).
Urine kemudian dikeluarkan melalui stoma dengan melakukan kateterisasi
mandiri secara berkala. Cara diversi urine ini yang terkenal adalah cara Kock
pouch dan Indiana pouch.
4. Diversi urine orthotopic, yaitu membuat neobladder dari segmen usus yang
kemudian dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa lebih fisiologis
untuk pasien, karena berkemih / miksi melalui uretra dan tidak memakai stoma
yang dipasang diabdomen. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Camey
dengan berbagai kekurangannya dan kemudian disempurnakan oleh Studer dan
Hautmann.
Tabel 2.6 Alternatif terapi setelah TUR Buli-buli (Purnomo, 2011)

STADIUM

TINDAKAN

Non muscle invasive (Stage TaT1)


Muscle invasive localized (Stage pT2/3a)
Muscle invasive locally advanced

TUR Buli / fulgrasi instilasi intravesika


TUR Buli, Sistektomi atau dengan radiasi
Adjuvant kemoterapi, Radiasi paliatif

Metastasis (Stage pT3b/4 dan M1)

2.3.9 Prognosis Karsinoma buli-buli


Prognosis bergantung pada tingkat perluasan dan derajat keganasan.
Secara klinis dapat ditemukan 2 jenis gambaran, yaitu pertumbuhan superfisial dan
pertumbuhan invasif. Biasanya pada karsinoma buli-buli superfisial, penderita
berulang-ulang ditangani dengan sistoskopi untuk mengontrol reseksi lokal dan
instilasi kemoterapi. Kebanyakan tidak akan mengalami metastasis sehingga

39

prognosis ketahanan hidup agak baik walaupun morbiditasnya cukup berat.


Penderita dengan karsinoma buli-buli invasif mengalami riwayat penyakit yang lain
sekali. Ternyata 90% penderita tidak memiliki gambaran klinis karsinoma superfisial,
dan kurang lebih setengahnya sudah bermetastasis jauh yang kebanyakan menjadi
jelas dalam waktu satu tahun. Prognosisnya buruk dalam waktu satu atau dua tahun.
(Sjamsuhidajat, 2005)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Suspect Ca. Buli

40

Sel keluar melalui


urine

Sel :

Perubahan histopatologi

Jumlah Lapisan Epitel


Sel Superfisial
Pembesaran Inti
Kelainan Hyperchromasia
Mitosis
Pleomorfik

Inti
Sitoplasma
N/C Ratio

Kelas 1 :
Tidak ditemukan Sel atipik dan sel
abnormal
Kelas 2 :
Tidak ditemukan Sel ganas, Ditemukan Sel
epitel dengan perubahan radang
Kelas 3 :
Ditemukan Sel-sel atipik
Kelas 4 :
Ditemukan Sel-sel mencurigakan
keganasan
Kelas 5 :
Ditemukan Sel-sel ganas Transisional Cell
Carcinoma

Pleomorfik >> = Grading

Diteliti :
Terdapat berbagai macam cara untuk menentukan prognosis pada kanker
buli-buli. Saat ini diagnosa pada kanker buli-buli dapat dilakukan dengan biopsi dan
sistoskopi. Kedua prosedur ini tergolong tindakan invasif dan dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman. Oleh karena itu, maka diperlukan detection tool yang dapat
digunakan untuk menentukan grading karsinoma sel transisional. Dari beberapa
sumber penelitian menyebutkan bahwa sitologi urine sangat efektif untuk
mendeteksi high grade pada karsinoma buli-buli.

41

Dengan mengetahui hubungan grading karsinoma transisional dengan


pemeriksaan sitologi urine pada kanker buli-buli, maka dapat dibuat sebuah
detection tool yang diharapkan dapat mendeteksi perkembangan dari kanker
tersebut. Alat ini mungkin juga bisa digunakan sebagai evaluasi pada pasien yang
sudah melakukan pengangkatan tumor. Selain itu pemeriksaan ini juga dapat
meminimalkan rasa tidak nyaman yang dialami pasien karena tindakan yang terlalu
invasif dan menghindari efek samping yang mungkin bisa terjadi.
3.2 Hipotesis penelitian
Adanya korelasi antara high grade karsinoma sel transisional dengan kelas
pemeriksaan sitologi urine.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian


Desain

penelitian

ini

adalah

observasional

deskriptif

dan

analitik,

memberikan gambaran (profil) penderita kanker buli-buli serta mengetahui korelasi

42

antara grading karsinoma sel transisional buli-buli dengan pemeriksaan sitologi urine
di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian ini dilakukan dengan mencatat
semua penderita kanker buli-buli yang dilakukan pemeriksaan histopatologi sebagai
standar emas dikorelasikan dengan hasil sitologi urine mulai periode Januari 2009
sampai Desember 2012.
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit dr. Saiful
Anwar Malang pada tahun 2013.
4.3 Cara Pengambilan Sampel
Sampel diperoleh dari pengolahan data sekunder yang didapat dari rekam
medis pasien bedah kanker buli-buli dengan yang dilakukan pemeriksaan sitologi
urine di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang periode
Januari 2009 sampai Desember 2012.

4.4 Lokasi dan Sampel


Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita kanker buli-buli pasien
bedah yang dilakukan pemeriksaan sitologi urine di Instalasi Patologi Anatomi
Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang dalam periode Januari 2009 sampai Desember
2012.
Kriteria inklusi:

43

Penderita dengan kanker buli-buli yang dilakukan pemeriksaan sitologi


urine dan diikuti dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi) / TUR / operasi.

Diperiksa di Instalasi Patologi Anatomi RSSA Malang.

Kurun waktu periode Januari 2009 sampai Desember 2012.

Kriteria Eksklusi:

Penderita kanker buli-buli yang dilakukan pemeriksaan histopatologi tetapi


diperiksa dengan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan NMP-22

Besar Sampel
Seluruh penderita kanker buli-buli yang melakukan pemeriksaan sitologi
urine dan diikuti dengan pemeriksaan histopatologi di Instalasi Patologi Anatomi
Malang Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2009 sampai
Desember 2012.

4.5 Variabel Penelitian


Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai maka variabel yang diteliti
adalah variabel jenis kasus, jenis kelamin, umur dan tipe histopatologi grading tumor
serta hasil uji sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif
pemeriksaan sitologi urin penderita kanker buli-buli di Instalasi Patologi Anatomi
Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2009 sampai Desember 2012.

44

Variabel Bebas

Grading histopatologi pada karsinoma buli-buli

Variabel Tergantung

Kelas sitologi urine

4.6 Definisi Operasional


-

Kanker Buli-buli

Adalah pertumbuhan jaringan abnornal yang terjadi di buli buli.


Sitologi urine
Secara mikroskopik sitologi urine merupakan alat pemeriksaan yang dapat

digunakan untuk melihat sel kanker yang terdapat pada sediaan urine.
Biopsi
Adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh untuk dilakukan
pemeriksaan patologi mikroskopik

4.7

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini ialah:
1. Pemeriksaan Histopatologi :
- Jaringan atau organ yang diterima harus dalam keadaan terfiksasi dengan
formalin buffer 10% dan ditutup rapat.
- Pemeriksaan makaroskopis dilakukan oleh dokter, lalu melakukan pencatatan
hasil pemeriksaan. Pada tahap ini dokter juga akan memotong jaringan yang
dicurigai.
- Untuk prosessing jaringan memakai alat tissue prosessor automatic yang
bekerja 18,5 jam. Tahapan prosessing jaringan yaitu:
Fiksasi

45

Untuk mempertahankan struktur sel sehingga menjadi stabil secara


fisik

dan

kimiawi

dan

mencegah

terjadi

dialisis

atau

pembengkakan. Ketetapan fiksasi formalin 10% = 0.78.


Dehidrasi
Untuk menghilangkan atau menarik air dalam jaringan dengan cara

mulai dari konsentrasi terendah ke konsentrasi yang tinggi.


Clearing
Menarik keluar kadar alkohol yang berada dalam jaringan,
memberi warna yang bening pada jaringan dan juga sebagai
perantara mesuknya kedalam paraffin. Zat yang sering dipakai

Xylol, tapi bisa juga memakai benzol, benzene, toluol.


Infiltrasi paraffin
Mengisi rongga atau pori-pori yang ada pada jaringan setelah
ditinggal cairan yang ada sebelumnya (xylol).

- Tahapan kerja pada Tissue Automatics Prosessor


1) Fiksasi
Botol 1. Buffer Formalin 10% 2 jam
2) Dehidrasi
Botol 2. Alkohol 70% 1,5 jam
Botol 3. Alkohol 80% 1,5 jam
Botol 4. Alkohol 95% 1,5 jam
Botol 5. Alkoho absolute I 1,5 jam
Botol 6. Alkoho absolute II 1,5 jam
Botol 7. Alkoho absolute III 1,5 jam
3) Clearing
Botol 8. Xylol I 1 Jam

46

Botol 9. Xylol II 1,5 Jam


Botol 10. Xylol III 1,5 Jam
4) Infiltrasi paraffin
Botol 11. Paraffin cair I 1,5 jam
Botol 12. Paraffin cair II 2 jam

Setelah

itu

dilakukan

Pengeblokkan,

agar

mudah

dipotong

menggunakan mikrotom untuk mendapatkan irisan jaringan yang


sangat tipis (sesuai yang diharapkan).
1) Hangatkan paraffin cair, pinset, dan penutup cetakan
2) Paraffin cair dituangkan kedalam cetakan
3) Jaringan dari prosessing dimasukan kedalam cetakan yang telah
diisi paraffin cair, tekan jaringan agar semakin menempel di dasar
cetakan.
4) Tutup cetakan diambil, letakkan diatas cetakan dan di tekan.
Pasang etiket di pinggir.
5) Biarkan sampai membeku
6) Setelah beku, keluarkan dari cetakan. Rapikan sisi-sisi blog. Ganti
etiket dengan yang permanen

47

Tahap pemotongan dengan mikrotom

1) Sebelum pemotongan Masukan kedalam plastik yang diisi air dan


letakkan di freezer 15 menit atau diberi batu es.
2) Blok dijepit pada mikrotom kemudian dipotong dengan pisau
mikrotom. Kemiringan : 300 , Tebal blok paraffin 2-5 mikron.
3) Hasil pemotongan dimasukkan kedalam waterbath yang diisi air
yang sudah dihangatkan 50 0 C, kemudian diambil dengan kaca
objek (meletakkan potongan di waterbath tidak boleh terbalik).

Setelah dipotong dengan menggunakan mikrotom, tahap selanjutnya adalah


Inkubasi, tujuannya adalah menguapkan air yang terbawa oleh hasil potongan
hingga jaringan menempel lebih kuat. Inkubasi preparat di lakukan di atas hot plate
dengan suhu 500 C (dibawah titik cair paraffin) selama 15 menit.

Tahap selanjutnya adalah Pengecatan, dalam pengecatan histopatologi cat yang


digunakan adalah Hetatoxylin-Eosin (HE).

Setelah tahap-tahapan pengecatan selesai, baru sediaan dapat diperiksa dengan


pemeriksaan mikroskopik
2. Pemeriksaan sitologi urine :

48

Pemeriksaan urine jika diperlukan, dilakukan 3 kali secara 3 hari


berturut-turut dengan interval pemeriksaan selama 1 hari.

Pengambilan urine pertama pasien minum air putih 1 gelas air setiap
15 menit untuk 2 3 jam

Pengambilan urine kedua keesokan harinya setelah bangun.

Urine yang baik untuk diambil adalah urine tengah (mid stream),
yaitu

urine setelah aliran pertama dibuang

dan pada

saat

pertengahan urine ditampung.


-

Urine ditampung dalam wadah urine dan ditutup rapat.

Bila tempatnya jauh, residu yang akan dikirim diberi fiksasi dengan
alkohol 50 % dengan perbandingan 1 : 1 (sama banyak).

Segera kirimkan ke laboratorium PA (kurang lebih selama 1 jam).

Beri identitas pasien pada wadah: nama pasien, umur, tanggal, jenis
kelamin, dokter pengirim.

3. Mendata rekam medis pasien di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit dr.
Saiful Anwar Malang periode Januari 2009 Desember 2012 yang
memenuhi kriteria inklusi.
4. Memenuhi kriteria inklusi yakni memiliki hasil sitologi urine dan hasil bacaan
Patologi Anatomi terkait grading karsinoma sel transisional buli-buli.

49

5. Melakukan analisis sampel dan analisis data.


4.8. Analisa data
Tabel 4.1 Tabel perhitungan ketepatan data

Hasil Sitologi urine


Grading

Kelas 1

Kelas 2

Kelas 3

Kelas 4

Kelas 5

Histopatolo
gi
Karsinoma
buli-buli
Well differentiated
Moderate differentiated
Poor differentiated
Analisis data statistik dilakukan dengan menggunakan uji sebagai berikut:
Uji korelasi pearson atau spearmans rho tergantung dari persebaran data
tersebut normal atau tidak, jika persebaran data normal makan akan digunakan uji
korelasi pearson, jika tidak normal yang digunakan adalah uji korelasi spearmans
rho. Uji pearson atau spearmans rho digunakan untuk mengetahui adanya korelasi
antara Grading karsinoma sel transisional buli-buli dengan hasil pemeriksaan sitologi
urine, Dari uji korelasi tersebut maka akan didapatkan nilai koefisien korelasinya.
Setelah diketahui hasil koefisien korelasi dari uji analisis data tersebut, maka
akan di lihat ke parameter statistik. Berdasarkan parameter statistik menurut Young
yang menyatakan bahwa yang menjadi ukuran interpretasi koefisien korelasi adalah
sebagai berikut: (Sulaiman, 2005)
-

0,70 - 1,00 menunjukkan adanya derajat asosiasi yang tinggi


0.40 - <0,70 menunjukkan hubungan yang substansial
0,20 - <0,40 menunjukkan adanya korelasi yang rendah

50

<0,20 berarti dapat diabaikan


Sedangkan menurut Bastaman Basuki tentang panduan umum koefisien

korelasi dapat diklasifikasikan menurut derajatnya dan artinya adalah sebagai


berikut: (Tjokronegoro, 2007)
Tabel 4.2 Klasifikasi koefisien korelasi

Koefisien Korelasi (nilai


mutlak)
0 sampai 0,25
0,25 sampai 0,50
0,51 sampai 0,75
0,76 sampai 1,00

Derajat
Hubungan
Lemah-Tak ada
Cukup
Kuat
Kuat sekali

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Demografi Responden


Berdasarkan hasil yang dikumpulan dari rekam medis di Instalasi Patologi
Anatomi RSU dr.Saiful Anwar Malang periode Januari 2009 - Desember 2012,
didapatkan 149 kasus pasien penderita karsinoma buli-buli yang dilakukan
pemeriksaan sitologi urine, 189 kasus pasien dengan klinis karsinoma buli-buli yang

51

dilakukan pemeriksaan histopatologi, dari keseluruhan 189 kasus pasien tersebut


didapatkan 119 kasus pasien penderita dengan jenis karsinoma sel transisional bulibuli. Dari keseluruhan kasus, didapatkan 42 kasus pasien dengan karsinoma sel
transisional buli-buli yang memenuhi kriteria inklusi yang dapat digunakan sebagai
sampel.
Tabel 5.1 Distribusi jumlah responden penggunaan Sitologi urine dan
Histopatologi pada pasien Kanker Buli-buli
Jenis Pemeriksaan

Jumlah
kasus

Sitologi urine (Kanker Buli-buli)

149

Histopatologi (Kanker Buli-buli)

189

Histopatologi (Karsinoma Sel Transisional Buli-buli)


Sitologi urine dan Histopatologi (Karsinoma Sel Transisional Bulibuli)

119
42

Populasi Total (Karsinoma Buli-buli)


338
5.2 Distribusi Jumlah Kasus Kanker Buli-buli yang Diperiksa di Instalasi
Patologi Anatomi Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari
2009 Desember 2012
Berdasarkan data dari rekam medis pasien dengan pemeriksaan sitologi
urine dan biopsi maupun operasi yang dikumpulkan selama periode Januari 2009
Desember 2012 di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang
didapatkan 149 penderita yang di diagnosa dengan klinis kanker buli-buli pada
pemeriksaan sitologi urine, sedangkan pada pemeriksaan histopatologi biopsi, TUR
maupun operasi di dapatkan 189 penderita yang di diagnosa dengan klinis kanker
buli-buli.

52

5.2.1

Distribusi Jumlah Kasus Kanker Buli-Buli yang Diperiksa dengan Sitologi Urin
di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009
Desember 2012
Berdasarkan data dari rekam medis pasien dengan pemeriksaan sitologi

urine dengan klinis kanker buli-buli yang dikumpulkan di Instalasi Patologi Anatomi
RSU Dr. Saiful Anwar Malang sejak Januari 2009 - Desember 2012, didapatkan
pasien dengan klinis kanker buli-buli sebanyak 149 kasus. Kasus Kanker buli-buli
yang paling terbanyak didapatkan pada tahun 2012, sedangkan kasus yang paling
sedikit didapatkan pada tahun 2010.

Tabel 5.2.1

Distribusi Jumlah Kasus Kanker Buli-Buli yang Diperiksa dengan


Pemeriksaan Sitologi Urine di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr.
Saiful Anwar Periode Januari 2009 Desember 2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Jumlah Kasus Kanker Buli-buli


33
11
52
53

53

Jumlah Kasus Kanker Buli-buli


60
50
Jumlah Kasus Kanker Buli-buli

40
30
20
10
0
2009

2010

2011

2012

Gambar 5.2.1 Distribusi Jumlah Kasus Kanker Buli-Buli yang Diperiksa dengan
Pemeriksaan Sitologi Urine di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr.
Saiful Anwar Periode Januari 2009 Desember 2012

5.2.2

Distribusi

Jumlah

Kasus

Kanker

Buli-Buli

yang

Diperiksa

dengan

Pemeriksaan Histopatologi Biopsi/TUR/Operasi di Instalasi Patologi Anatomi


RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009 Desember 2012
Berdasarkan data rekam medis pasien yang dilakukan pemeriksaan
histopatologi biopsi/TUR/operasi dengan klinis kanker buli-buli yang ditemukan di
Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang, didapatkan pasien dengan
klinis kanker buli-buli sebanyak 189. Kasus kanker buli-buli yang paling terbanyak
didapatkan pada tahun 2011 dan yang paling sedikit didapatkan pada tahun 2009.

54

Tabel 5.2.2

Distribusi Jumlah Kasus Kanker Buli-Buli yang Diperiksa dengan


Pemeriksaan Histopatologi Biopsi/TUR/Operasi di Instalasi Patologi
Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009 Desember
2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Jumlah Kasus Kanker Buli-buli


35
49
62
43

Jumlah Kasus Kanker Buli-buli


70
60
50
40
30
20
10
0

Jumlah Kasus Kanker Buli-buli

2009

2010

2011

2012

Gambar 5.2.2 Distribusi Jumlah Kasus Kanker Buli-Buli yang Diperiksa dengan
Pemeriksaan Histopatologi Biopsi/TUR/Operasi di Instalasi Patologi
Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009 Desember
2012
5.2.3

Distribusi Jumlah Kasus Karsinoma Sel Transisional yang Diperiksa dengan


Pemeriksaan Histopatologi Biopsi/TUR/Operasi di Instalasi Patologi Anatomi
RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009 Desember 2012

55

Berdasarkan data rekam medis pasien yang dilakukan pemeriksaan


histopatologi biopsi/TUR/operasi dengan klinis karsinoma sel transisional yang
ditemukan di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang, didapatkan
pasien dengan klinis karsinoma sel transisional sebanyak 119 orang. Kasus kanker
buli-buli yang paling terbanyak didapatkan pada tahun 2012 dan yang paling sedikit
didapatkan pada tahun 2009.
Tabel 5.2.3

Distribusi Jumlah Kasus Karsinoma Sel Transisional yang Diperiksa


dengan Pemeriksaan Histopatologi Biopsi/TUR/Operasi di Instalasi
Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009
Desember 2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Jumlah Kasus Karsinoma Sel Transisional Buli-buli


22
30
33
34

Jumlah Kasus Karsinoma Sel Transisional Buli-buli


35
30
Jumlah Kasus
Karsinoma Sel
Transisional Buli-buli

25
20
15
10
5
0
2009

2010

2011

56

2012

Gambar 5.2.3 Distribusi Jumlah Kasus Karsinoma Sel Transisional yang Diperiksa
dengan Pemeriksaan Histopatologi Biopsi/TUR/Operasi di Instalasi
Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009
Desember 2012

5.3 Deskripsi Karakteristik Penderita dengan Kasus Kanker Buli-Buli yang


Diperiksa dengan Pemeriksaan Histopatologi Biopsi/TUR/Operasi di
Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009
Desember 2012
5.3.1

Jenis Kelamin pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli


Berdasarkan data rekam medis pasien yang dilakukan pemeriksaan

histopatologi biopsi/TUR/operasi dengan klinis kanker buli-buli yang ditemukan di


Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang didapatkan informasi bahwa
penderita kanker buli-buli paling terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki. Dari
data tersebut didapatkan penderita laki-laki sebanyak 134 orang atau sebesar
69,80% dan penderita perempuan sebanyak 55 orang atau sebesar 28,60%.
Tabel 5.3.1 Jenis Kelamin pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli yang diperiksa
dengan pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di Instalasi
Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari 2009
Desember 2012
Jenis Kelamin
L
P
Total

Frequency
134
55
189

57

Percent
69,80%
28,60%
100%

Gambar 5.3.1 Jenis Kelamin pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli yang diperiksa
dengan pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di Instalasi
Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari
2009 Desember 2012

5.3.2 Kota Asal atau Domisili pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli
Berdasarkan data rekam medis pasien yang dilakukan pemeriksaan
histopatologi biopsi/TUR/operasi dengan klinis kanker buli-buli yang ditemukan di
Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang menunjukkan bahwa
penderita dengan klinis kanker buli-buli yang paling terbanyak berasal dari daerah
Malang dengan jumlah 96 orang atau 50% dari seluruh jumlah pasien yang
dilakukan pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi dan paling sedikit berada
pada kota kediri dan situbondo yang masing-masing berjumlah 1 orang disetiap
kotanya atau berjumlah masing-masing 0,5% dari seluruh jumlah pasien yang ada.
Pada rekam medis juga didapatkan 12 orang yang tidak tertulis jelas atau tidak terisi
domisili orang tersebut.
Tabel 5.3.2 Kota asal atau Domisili pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli yang
diperiksa dengan pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di
Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang Periode
Januari 2009 Desember 2012
Tempat asal
Tulungagung
Banyuwangi
Blitar
Kediri

Frequency
6
3
15
1

58

Percent
3,1%
1,6%
7,8%
0,5%

Lumajang
Malang
Pasuruan
Probolinggo
Situbondo
Trenggalek
Tidak diisi
Total

3
96
43
9
1
3
12
189

1,6%
50,0%
22,4%
4,7%
0,5%
1,6%
6,3%
100,0%

Frekuensi Kota Asal


100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Usia

Gambar 5.3.2 Kota asal atau Domisili pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli yang
diperiksa dengan pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di
Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang Periode
Januari 2009 Desember 2012
5.3.3

Usia pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli


Berdasarkan data rekam medis pasien yang dilakukan pemeriksaan

histopatologi biopsi/TUR/operasi dengan klinis kanker buli-buli yang ditemukan di


Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang didapatkan informasi bahwa
penderita kanker buli-buli yang paling tertua yaitu berusia 88 tahun dan

59

paling

termuda berusia 10 tahun. Dengan rata-rata total berusia 58 tahun. Kasus paling
banyak terdapat pada usia 61-70 tahun yaitu berjumlah 48 pasien atau 25,4% dari
seluruh pasien.

Tabel 5.3.3 Usia pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli yang diperiksa dengan
pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi
Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari 2009
Desember 2012
Usia

Frequency
8
18
34
41
48
34
6

0-30
31-40
41-50
51-60
61-70
71-80
81-90

Percent
4,2%
9,5%
18,0%
21,7%
25,4%
18,0%
3,2%

Frekuensi Usia
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Usia

0-30

31-40

41-50

51-60

61-70

60

71-80

81-90

Gambar 5.3.3 Usia pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli yang diperiksa dengan
pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi
Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari 2009
Desember 2012
5.3.4

Jenis diagnosa histopatologi pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli


Berdasarkan data rekam medis pasien yang dilakukan pemeriksaan

histopatologi biopsi/TUR/operasi dengan klinis kanker buli-buli yang ditemukan di


Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang, didapatkan pasien dengan
klinis kanker buli-buli sebanyak 189. Kasus kanker buli-buli yang paling terbanyak
adalah Transisional cell carcinoma yaitu 119 kasus atau sebesar 63%.
Tabel1 5.3.4 Jenis diagnosa histopatologi pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli
yang

diperiksa

dengan

pemeriksaan

histopatologi

biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful


Anwar Malang Periode Januari 2009 Desember 2012
Jenis Histopatologi
Transisional sel carcinoma (ganas)
Epidermoid carcinoma (ganas)
Adeno carcinoma (ganas)
Squamous sel carcinoma (ganas)
Cystitis (jinak)
Radang kronik (jinak)
Papilloma (jinak)
Sel nekrotik (jinak)
Atypical epithelial hiperplasia (jinak)

Frequency
119
8

7
5
13
6
5
1
1

61

Percent
63%
4,2%
3,7%
2,7%
6,8%
3,2%
2,7%
0,5%
0,5%

21

Tidak ada hasil


BPH
Jumlah

11,1%
1,6%
100%

3
189

Tabel2 5.3.4 Jenis diagnosa histopatologi pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli
Ganas

yang

diperiksa

dengan

pemeriksaan

histopatologi

biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful


Anwar Malang Periode Januari 2009 Desember 2012
Jenis Histopatologi

Frequency
119
8

Transisional cell carcinoma


Epidermoid carcinoma
Adenocarcinoma
Squamous cell carcinoma
Total

7
5
139

62

Percent
86%
5,80%
5,00%
3,20%
100%

Frekuensi Jenis Diagnosa Histopatologi


120
100
80
60
40
20
0

Frequency

Gambar1 5.3.4 Jenis diagnosa histopatologi pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli
yang

diperiksa

dengan

pemeriksaan

histopatologi

biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful


Anwar Malang Periode Januari 2009 Desember 2012

Frequency
120
100
80
60
40
20
0

Frequency

63

Gambar2 5.3.4 Jenis diagnosa histopatologi pasien dengan kasus Kanker Buli-Buli
Ganas

yang

diperiksa

dengan

pemeriksaan

histopatologi

biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful


Anwar Malang Periode Januari 2009 Desember 2012
5.4 Class Sitologi Urine Pada Diagnosa Penderita dengan Kasus Kanker
Buli-buli di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Periode
Januari 2009 Desember 2012
Berdasarkan data dari rekam medis pasien dengan pemeriksaan sitologi
urine dengan klinis kanker buli-buli yang dikumpulkan di Instalasi Patologi Anantomi
RSU Dr. Saiful Anwar Malang sejak Januari 2009 - Desember 2012, didapatkan
pasien dengan klinis kanker buli-buli sebanyak 149 kasus. Kasus kanker buli-buli
yang terbanyak didapatkan pada class II sebesar 63 kasus atau sebesar 42,3 %.
Sedangkan kasus kanker buli-buli yang paling sedikit didapatkan pada class IV yaitu
sebesar 12 kasus atau sebesar 8,1%.
Tabel 5.4

Hasil Diagnosa Class Sitologi Urine Pada Penderita dengan Kasus


Kanker Buli-Buli di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar
Malang Periode Januari 2009 Desember 2012
Kelas
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

63

42,3

42,3

42,3

48

32,2

32,2

74,5

Class 4

12

8,1

8,1

82,6

26

17,4

17,4

100,0

149

100,0

100,0

Total

64

Class Sitologi urine


class 2

17%

class 3
class 4

42%

8%

class 5

32%

Gambar 5.4

Hasil Diagnosa Class Sitologi Urine Pada Penderita dengan Kasus


Kanker Buli-Buli di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar
Malang Periode Januari 2009 Desember 2012

5.5 Hasil korelasi Grading Histopatologi dengan Class Sitologi Urine Pada
Diagnosa Penderita dengan Kasus Karsinoma Sel Transisional Buli-buli
di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Periode Januari 2009
Desember 2012
Berdasarkan data

dari

rekam

medis

pasien

dengan

pemeriksaan

histopatologi biopsi/TUR/operasi dan sitologi urine dengan klinis karsinoma sel


transisional buli-buli yang dikumpulkan di Instalasi Patologi Anantomi RSU Dr. Saiful
Anwar Malang sejak Januari 2009 - Desember 2012, didapatkan pasien dengan
klinis karsinoma sel transisional yang menggunakan pemeriksaan histopatologi
biopsi/TUR/operasi bersamaan dengan sitologi urine yaitu sebanyak 42 kasus.

65

Tabel1 5.5 Hasil Korelasi Grading Histopatologi dengan Class Sitologi Urine Pada
Penderita dengan Kasus Karsinoma sel transisional Buli-Buli di Instalasi
Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari 2009
Desember 2012
Grading Histopatologi

Kelas 1

Kelas 2

Kelas 3

Kelas 4

Kelas 5

Karsinoma buli-buli
Grade 1
Grade 2
Grade 3

1
8
4

1
9
2

1
4
1

4
7

Pada tabel 5.5 di atas tampak pada hasil histopatologi grade 1 dengan hasil
sitologi urine kelas 2, 3 dan 4 masing-masing hanya terdapat 1 pasien. Pada hasil
histopatologi grade 2 dengan hasil sitologi urine kelas 2 terdapat 8 pasien, kelas 3
terdapat 9 pasien sekaligus yang paling terbanyak jumlahnya dibandingkan dengan
korelasi yang lainnya, dan kelas 4 dan 5 masing-masing sebanyak 4 pasien. Pada
hasil histopatologi grade 3 dengan hasil sitologi urine kelas 2 sebanyak 4 pasien,
kelas 3 sebanyak 2 pasien, kelas 4 sebanyak 1 pasien dan kelas 5 sebanyak 7
pasien. Walaupun pada korelasi histopatologi grade 2 dengan sitologi urine kelas 3
lebih banyak kasusnya dibandingkan dengan korelasi yang lain, namun pada Uji
Spearmen tidak didapatkan hubungan yang signifikan. (p = 0,00 ; r = 0,228 ; N = 42)
Tabel2 5.5

Hasil Distribusi Data Korelasi Grading Histopatologi dengan Class


Sitologi Urine Pada Penderita dengan Kasus Karsinoma sel
transisional Buli-Buli di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful
Anwar Malang Periode Januari 2009 Desember 2012
Tests of Normality

66

Kolmogorov-Smirnova
Statistic

df

Shapiro-Wilk

Sig.

Statistic

df

Sig.

HasilSitologiurine

,214

42

,000

,828

42

,000

HasilHistoPA

,339

42

,000

,747

42

,000

a. Lilliefors Significance Correction


Correlations
HasilSitologiurine
Correlation Coefficient
HasilSitologiurine

1,000

,228

,146

42

42

Correlation Coefficient

,228

1,000

Sig. (2-tailed)

,146

42

42

Sig. (2-tailed)
N

Spearman's rho
HasilHistoPA

HasilHistoPA

BAB VI
PEMBAHASAN

Sampai saat ini pemeriksaan Sitologi urine sering digunakan untuk alat
deteksi dini kanker buli-buli. Pemeriksaan ini diharapkan menjadi alternatif
pendukung dalam mendeteksi adanya kanker buli-buli karena pada pemeriksaan
sitologi urine merupakan tindakan yang tidak invasif, lebih murah, cepat dan objektif
bagi pasien. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
hubungan atau korelasi antara grading karsinoma sel transisional buli-buli dengan
hasil pemeriksaan sitologi urine pada penderita karsinoma buli-buli. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSU Dr Saiful

67

Anwar Malang Januari 2009 Desember 2012 dari data rekam medis, didapatkan
149 pasien dengan diagnosa klinis kanker buli-buli yang sudah dilakukan
pemeriksaan sitologi urine dan didapatkan 119 pasien dengan diagnosa karsinoma
sel transisional yang dilakukan pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi,
dimana 42 orang diantaranya dilakukan dengan pemeriksaan histopatologi
biopsi/TUR/operasi serta dilakukan pemeriksaan sitologi urine.
6.1 Deskripsi Karakteristik Jumlah Penderita Karsinoma Sel Transisional BuliBuli
Berdasarkan pada hasil jurnal penelitian National Cancer Registry pada
tahun 2011 yang menyatakan bahwa populasi penderita karsinoma sel transisional
buli-buli semakin bertambah pada setiap tahunnya, pada data dari rekam medis
pasien dengan diagnosa klinis karsinoma sel transisional buli-buli yang dilakukan
pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi Anatomi RSU dr.
Saiful Anwar Malang periode Januari 2009 - Desember 2012 didapatkan bahwa
jumlah penderita karsinoma sel transisional buli-buli memang semakin bertambah
setiap tahunnya. Pada tahun 2009 didapatkan sebanyak 22 pasien, pada tahun
2010 didapatkan 30 pasien, pada 2011 didapatkan 33 pasien, dan pada 2012 adalah
yang paling terbanyak dari tahun sebelumnya yaitu 34 pasien. Dari penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa penderita karsinoma sel transisional buli-buli semakin
bertambah setiap tahunnya, hal ini diduga karena semakin banyaknya orang yang
terpapar oleh faktor resiko terjadinya karsinoma sel transisional buli-buli seperti
merokok yang merupakan faktor resiko terbesar dalam mengakibatkan karsinoma
sel transisional buli-buli. Pada orang yang perokok lebih beresiko 3 kali lebih mudah

68

terkena karsinoma sel transisional

dibandingkan pada non perokok. Bahan

karsinogen di urine dapat menyebabkan kerusakan sel pada vesica urinaria yang
mana dapat meningkatkan kesempatan untuk berkembang menjadi kanker.(National
Cancer Registry, 2012 ; ACS, 2012 ; Grossfeld GD et al., 2003)

6.2 Deskripsi Karakteristik Penderita Kanker Buli-Buli


6.2.1 Jenis kelamin Penderita Kanker Buli-Buli
Pada jurnal penelitian American Cancer Society tahun 2012 serta penelitian
dari Ferlay et al tahun 2007

disebutkan bahwa pada pria, 3 kali lebih sering

mendapatkan karsinoma buli-buli dibandingkan pada wanita. Dari hasil penelitian


pada data rekam medis pasien dengan diagnosa klinis karsinoma sel transisional
buli-buli yang dilakukan pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di Instalasi
Patologi Anatomi RSU dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2009 - Desember
2012 didapatkan penderita laki-laki sebanyak 134 orang atau sebesar 69,80% dan
penderita wanita sebanyak 55 orang atau sebesar 28,60%, dari data tersebut
perbandingan laki-laki hampir mendekati 3 kali lebih sering dibandingkan pada
wanita. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa laki-laki memang beresiko 3 kali
lebih sering dibandingkan pada wanita, hal ini diduga karena pada laki-laki
mempunyai kebiasaan merokok lebih banyak dan sering dibandingkan dengan
wanita terutama dinegara Indonesia, sedangkan rokok merupakan faktor resiko
utama pada karsinoma buli-buli. Pada laki-laki juga lebih sering kontak dengan zat
karsinogen lainnya seperti asap industri, padahal bahan kimia industri memiliki
hubungan dengan karsinoma buli-buli. Bahan kimia tersebut adalah Aromatic

69

amynes, benzidine, beta-naphtylamine. Pekerja yang bisa mendapatkan karsinoma


buli-buli adalah pada pekerja pabrik cat, pegawai laboratorium, pabrik tekstil, pekerja
salon/pencukur dan sopir truk, karena pada sopir truk sering terpapar diesel. Selain
itu kebiasaan mengkonsumsi kopi juga lebih sering pada laki-laki, sedangkan kopi
juga termasuk sebagai faktor resiko dengan terjadinya karsinoma buli-buli.(ACS,
2012 ; Ferlay et al., 2007 ; Basuki, 2011)
6.2.2 Kota asal Penderita Kanker Buli-Buli
Berdasarkan hasil data dari rekam medis yang dilakukan pemeriksaan
histopatologi biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi Anatomi RSU dr. Saiful Anwar
Malang periode Januari 2009 - Desember 2012 dilaporkan bahwa pasien dengan
diagnosa klinis kanker buli-buli yang berasal dari Kota Malang berjumlah 96 orang
atau 50% dari seluruh jumlah pasien, Pasuruan 43 orang (22,4%), Blitar 15 orang
(7,8 %), Probolinggo 9 orang (4,7%), Tulungagung 6 orang (3,1%) dan lain-lain
berjumlah 20 orang (12%) yang terdiri dari 8 orang dari beberapa kota seperti
Banyuwangi, Lumajang, Trenggalek, Situbondo, Kediri dan 12 orang yang tidak
tertulis jelas atau tidak terisi domisili orang tersebut. Sebagian besar pasien berasal
dari Kota Malang, hal ini diduga memang karena RSU dr. Saiful Anwar terletak di
Kota Malang, Rumah sakit yang besar dengan peralatan yang lengkap yang menjadi
tempat rujukan dari kota-kota lain di Jawa Timur selain RSU dr. Soetomo di
Surabaya. Sehingga pasien yang bertempat tinggal di Malang lebih mudah
memeriksakan dirinya tanpa memerlukan biaya yang lebih besar untuk transportasi.
Selain itu, RSU dr. Saiful Anwar Malang merupakan Rumah Sakit rujukan yang lebih
dekat dengan berbagai kota disekitar malang seperti Pasuruan, Blitar, Probolinggo

70

dan Tulungagung yang mungkin tidak mempunyai fasilitas untuk melakukan sitologi
urine dan histopatologi, sehingga pasien yang dicurigai menderita kanker buli-buli
dirujuk ke RSU dr. Saiful Anwar Malang untuk melakukan diagnosa yang lebih baik
dan mendapatkan penanganan yang lebih tepat.
6.2.3 Usia Penderita Kanker Buli-Buli
Mengacu pada jurnal penelitian American Cancer Society tahun 2012
menyatakan bahwa usia yang menjadi faktor resiko penderita karsinoma buli-buli
ialah usia diatas 55 tahun. Berdasarkan dari data rekam medis pasien dengan
diagnosa

klinis

kanker

buli-buli

yang

dilakukan

pemeriksaan

histopatologi

biopsi/TUR/operasi di Instalasi Patologi Anatomi RSU dr. Saiful Anwar Malang


periode Januari 2009 - Desember 2012 didapatkan bahwa usia penderita kanker
buli-buli lebih sering terdiagnosa pada usia di 61-70 tahun yaitu sebesar 48 pasien
atau 25,4% dari seluruh kasus. Rata-rata umur yang didapatkan dari penelitian ini
adalah 58 tahun. Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya, dimana faktor resiko terjadinya kanker buli-buli pada umumnya terjadi
pada usia dewasa diatas 55 tahun.(ACS, 2012)

6.2.4 Jenis Diagnosa Histopatologi Penderita Kanker Buli-Buli


Pada jurnal penelitian dari Scher HI et al pada tahun 2005 serta dari buku
ajar patologi robbins dan kumar tahun 2007 disebutkan bahwa sebagian dari seluruh
kanker buli-buli adalah berjenis histopatologi karsinoma sel transisional dan
jumlahnya adalah sekitar 90% dari seluruh kanker buli-buli. Dari hasil penelitian
pada data rekam medis pasien dengan diagnosa klinis karsinoma sel transisional

71

buli-buli yang dilakukan pemeriksaan histopatologi biopsi/TUR/operasi di Instalasi


Patologi Anatomi RSU dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2009 - Desember
2012, didapatkan penderita karsinoma sel transisional berjumlah 119 orang dari
total 139 orang. Jumlah dari penelitian tersebut juga menunjukan angka 86% dari
total jenis histopatologi kanker buli-buli. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
karsinoma sel transisional buli-buli merupakan sebagian besar dari seluruh
keganasan pada kanker buli-buli, serta jumlah dari kasus tersebut juga mendekati
angka 90% dari seluruh keganasan kanker buli-buli yang ada. .(Scher HI et al., 2005
; Robbins, 2007)

6.3 Hasil Pemeriksaan Class Sitologi Urine Penderita dengan Diagnosa Klinis
Kanker Buli-Buli
Berdasarkan data dari rekam medis pasien dengan pemeriksaan sitologi
urine dengan klinis kanker buli-buli yang dikumpulkan di Instalasi Patologi Anantomi
RSU Dr. Saiful Anwar Malang sejak Januari 2009 - Desember 2012, didapatkan
pasien dengan klinis kanker buli-buli sebanyak 149 kasus. Kasus kanker buli-buli
yang terbanyak didapatkan pada class II sebesar 63 kasus atau sebesar 42,3 %.
Sedangkan kasus kanker buli-buli yang paling sedikit didapatkan pada class IV yaitu
sebesar 12 kasus atau sebesar 8,1%. Dari 149 kasus tersebut 48 orang diantaranya
setelah dilakukan pemeriksaan histopatologi terdiagnosa kanker buli-buli dan dari 48
orang tersebut, 42 diantaranya adalah karsinoma sel transisional buli-buli.

72

6.4 Hasil korelasi Grading Histopatologi dengan Class Sitologi Urine Pada
Diagnosa Penderita dengan Kasus Karsinoma Sel Transisional Buli-buli
Berdasarkan parameter statistik menurut young yang menyatakan bahwa
yang menjadi ukuran interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
(Sulaiman W, 2005)
-

0,70 - 1,00 menunjukkan adanya derajat asosiasi yang tinggi


0.40 - <0,70 menunjukkan hubungan yang substansial
0,20 - <0,40 menunjukkan adanya korelasi yang rendah
<0,20 berarti dapat diabaikan

Sedangkan menurut bastaman basuki tentang panduan umum koefisien


korelasi dapat diklasifikasikan menurut derajatnya dan artinya adalah sebagai
berikut: (Tjokronegoro A, 2007)
Koefisien Korelasi (nilai
mutlak)
0 sampai 0,25
0,25 sampai 0,50
0,51 sampai 0,75
0,76 sampai 1,00
Berdasarkan

data

dari

rekam

medis

Derajat
Hubungan
Lemah-Tak ada
Cukup
Kuat
Kuat sekali
pasien

dengan

pemeriksaan

histopatologi biopsi/TUR/operasi dan sitologi urine dengan klinis karsinoma sel


transisional buli-buli yang dikumpulkan di Instalasi Patologi Anantomi RSU Dr. Saiful
Anwar Malang sejak Januari 2009 - Desember 2012, didapatkan pasien dengan
klinis karsinoma sel transisional yang menggunakan pemeriksaan histopatologi
biopsi/TUR/operasi bersamaan dengan sitologi urine yaitu sebanyak 42 kasus. Hasil
Korelasi Grading Histopatologi dengan Class Sitologi Urine Pada Penderita dengan

73

Kasus Karsinoma sel transisional Buli-buli yang peneliti lakukan adalah sebagai
berikut:
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic

df

Shapiro-Wilk

Sig.

Statistic

df

Sig.

HasilSitologiurine

,214

42

,000

,828

42

,000

HasilHistoPA

,339

42

,000

,747

42

,000

a. Lilliefors Significance Correction

Correlations
HasilSitologiurine
Correlation Coefficient
HasilSitologiurine

1,000

,228

,146

42

42

Correlation Coefficient

,228

1,000

Sig. (2-tailed)

,146

42

42

Sig. (2-tailed)
N

Spearman's rho
HasilHistoPA

HasilHistoPA

Dari hasil analisis data diatas yang peneliti lakukan bahwa didapatkan
koefisien korelasi Histopatologi dengan Class Sitologi Urine Pada Penderita dengan
Kasus Karsinoma sel transisional Buli-buli adalah sebesar 0,23. Dari hasil tersebut
menurut parameter dari young, korelasi antara grading histopatologi dengan Class
sitologi urine pada penderita Karsinoma sel transisional buli-buli yang peneliti
lakukan masuk dalam kategori adanya korelasi yang rendah. Sedangkan menurut
parameter dari bustaman basuki, dari hasil penelitian tersebut masuk dalam derajat

74

hubungan korelasi lemah-tidak ada. Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan dari


hasil analisis data yang dilakukan adalah tidak adanya korelasi antara Grading
Karsinoma sel transisional buli-buli dengan Class Sitologi urine pada penderita
Karsinoma Buli-buli di Instalasi Patologi Anantomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang
periode Januari 2009 - Desember 2012.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

75

1. Kanker Buli-buli terbanyak di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar
Malang Periode Januari 2009 Desember 2012 adalah berjenis histopatologi
Karsinoma Sel Transisiona Buli-buli dengan jumlah penderita 86% dari seluruh
kasus Kanker Buli-buli.
2. Kanker Buli-buli di Instalasi Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang
Periode Januari 2009 Desember 2012 umumnya berasal dari daerah Malang
dengan jumlah 50% dari seluruh kasus, dengan rata-rata berusia 58 tahun dan
jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah 69,8% dari
seluruh kasus.
3. Koefisien korelasi Grading histopatologi dengan Class Sitologi urine pada
penderita dengan kasus Karsinoma Sel Transisional Buli-buli di Instalasi
Patologi Anatomi RSU Dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari 2009
Desember 2012 adalah sebesar 0,23 yaitu termasuk dalam kategori korelasi
yang rendah atau korelasi lemah-tidak ada. Sehingga dari penelitian ini tidak
ada korelasi antara Grading histopatologi dengan Class Sitologi urine pada
penderita dengan kasus Karsinoma Sel Transisional Buli-buli.
7.2

SARAN
Saran dan masukan dari penelitian ini adalah:

1. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan sitologi urine ternyata tidak


mempunyai korelasi antara Grading Histopatologi Karsinoma Sel Transisional
Buli-buli dengan Class Sitologi urine maka teknik ini tidak dapat sebagai alat
diagnostik, akan tetapi dapat dimanfaatkan sebagai alat screening dan follow
up atau pengawasan terhadap kasus kanker buli-buli.

76

2. Diharapkan dilakukan penelitian yang yang lebih banyak dengan lingkungan


yang berbeda seperti melibatkan rumah sakit lain di Jawa timur agar
mendapatkan jumlah sampel yang lebih banyak.
3. Diharapkan tim Patologi Anatomi beserta tim klinisi yang berkerja sama
dibagian lain untuk melengkapi data rekam medik pasien yang dimaksudkan
diatas, dikarenakan banyaknya populasi pasien yang data rekam medisnya
tidak lengkap antara lain seperti tidak tertulisnya nama yang sesuai antara
rekam medis di histopatologi dengan rekam medis di sitologi urine serta ada
beberapa tidak ditulisnya diagnosa yang jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Jemal A, Bray F, Center MM, Ferlay J, Ward E, Forman D. Global Cancer


Statistics.Ca Cancer J Clin, 2011, 61(2):72-73
Siegel R, Naishadham D, Jemal A. Cancer Statistics, 2012. Ca Cancer J Clin, 2012.
62(1):11-13

77

Ferlay J, Autier P, Boniol M, Heanue M, Colombet M, Boyle P. Estimates of The


Cancer Incidence and Mortality in Europe in 2006. Annals of oncology, 2007,
18(3):587-588
Jemal A, Siegel R, Xu J, Ward E. Cancer Statistics, 2010. Ca Cancer J Clin, 2010.
60(5):278-280
Mcaninch J, Tanagho E. Smiths General Urology. 16th Ed. New York: Lange Medical
Books/McGraw-hill, 2004:15-20
Groosfeld GD, Carroll PR. 2004. Bladder Carcinomas. Smiths General Urology, 16:
15-18
Kasper LD, Faucy AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons
principles of Internal Medicine. 16th Ed. New York: McGraw-Hill, 2005:539540
Wibowo DS, Paryana W. Anatomi Tubuh Manusia. Edisi pertama. Bandung: Graha
ilmu, 2009:426-430
Koss LG. Koss' diagnostic cytology and its histopathologic bases. 5th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2006:738-839.
Ramnani

DM.

2011.

Pathology

in

Urinary

Bladder,

(Online),

(http://www.webpathology.com/category.asp?id=2&category=2&section=7,
diakses tanggal 4 Desember 2012).
Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. Buku Ajar Patologi. 7th Ed. New York: Elsevier
Inc, 2007:606-608.
Purnomo Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang: CV Sagung Seto,
2011: 256-261.

78

Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2009:283284.
Stenzl A and Witjes JA, Cowan NC, DeSantis M, Kuczyk M, Lebret T, Merseburger
AS, Ribal MJ, Sherif A. Guidlines on Bladder Cancer Muscle-Invasive and
Metastatic. European Association of Urology, 2011:11-12
Arief MI, Santoso A, Djatisoesanto W, Notosoeharjo I, Kusuma SE, Joewarini E, JP
Widodo. Deteksi Sel Transisional Karsinoma Buli-buli dengan Tes NMP-22
dan Sitologi Urine. Jurnal Urologi Indonesia, 2007, 14(1): 1-4
American Urologi Association. 2007. Guidline for the Management of Nonmuscle
Invasive Bladder Cancer (Stages Ta, T1, and Tis), Education and research,
Inc. Press rellease, AUA, p: 4-18
American Cancer Society. Bladder Cancer 2012. Atlanta, Ga: American Cancer
Society, 2012, n.p.
National Cancer Registry Ireland. Cancers Trends of the Kidney, Ureter, Bladder
2011. Ireland, Ga: National Cancer Registry, p:1-3
Vanrhijn BWG, VanderPoel HG, VanderKwast TH. Cytology and Urinary Markers for
Diagnosis of Bladder Cancers. European Association of Urology. 2009, 8:
536-541
Sjamsuhidajat R, De jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2005: 733-802
Mitra PA. Urine Cytologic Analysis : Special Techniques for Bladder Cancer
Detection. Departement patology and Norris Comprehensive Cancer Center.
2010 : 169-171

79

Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi keempat,


Jakarta: Sagung seto, 2011: 219-242
Sulaiman W. Statistik Non Parametrik Contoh Kasus dan Pemecahannya dengan
SPSS. Edisi kedua, Yogyakarta: Penerbit andi,2005: 135-136
Tjokronegoro A, Sudarsono S. Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran. Edisi
keenam,

Jakarta:

Balai

Penerbit

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia,2007: 195-197
Vitriana. Evaluasi dan Manajemen Medis Inkontinensia Urin. Bagian Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK UNPAD/RSUP dr.Hasan Sadikin FK
UI/RSUPN dr Ciptomanungkusumo. 2002 : 24-25

80

Anda mungkin juga menyukai