Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada setiap pasangan.
Setiap manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik
maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih banyak kira jumpai bayi dilahirkan
dengankeadaan cacat bawaan/kelainan kongenital.
Kelainan kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama kematian bayi dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam
terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Maka pada makalah iniakan dibahas tentang neonatus dengan kelainan bawaan yang
meliputi meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, hipospadia serta kelainan
metabolic dan endokrin.
1.2 Tujuan
A. Memaparkan tentang neonatus dengan kelainan kongenitasl
B. Mengetahui jenis-jenis kelainan pada neonates

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab
penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital
yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap
kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan
kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering
pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Di samping pemeriksaan fisik, radiologik dan hboratorik untuk menegakkan diagnosis
kelainan kongenital setela6 bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/ante-natal
kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan air keruban dan darah janin.

1. Faktor Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan
embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor
lingkungan atau kedua faktor secara bersaman. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapu
mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian
kelainan kongenital pada anaknva. DI antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti
hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur
dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang ,sebagai unsur resesif. Penyelidikan
dalam hal ini se ring sukar, tetapi adanya kelainan sama dalam satu keturunan dapat
membantu langkah-langkah kongenital yang selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa
kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan seianjutnya. Beberapa contoh: kelainan kromosom
autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolisme), kelainan pada kromosom
kelamin sebagai sindroma Turner.

Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi
dalam penumbuhan organ itu sendiri akan memptrmudah terjadinya deformitas suatu
organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti
talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus. (clubfoot).
Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada
periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu
dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam penumbuhan suatu
organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan
kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh
infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan
kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan
ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada- trimester pertama
yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis. Kelainan-kelainan kongenital yang mungkin
dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus,
mikrosefalus, atau mikroptalmia.
Faktor obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan
yang kurang balk diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital,
walaupun hal MI secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obatobatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal in] kadang-kadang sukar dihindari
karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian
transkuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang
tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum
kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. DI bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr
Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian
mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan citemukan risiko relatif sebesar 26,93 untuk
kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka kejadian yang ditemukan ialah 1 : 5500
untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1 : 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39
tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40-44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu
berumur 45 tahun atau lebih.
Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus
kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan
dengan bayi yang normal.

Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakihatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan
diagnostik atau terapeutik sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada
hamil muda.
Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir
dari ibu yang balk gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A
riboflavin, folic acid, thiamin dan lain-lain dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital.
B. Jenis-jenis Kelainan Kongenital
1. Meningokel
Meningokel merupakan penyakit kongenital dari kelainan embriologis yang disebut
Neural tube defect (NTD). Meningokel disebabkan oleh banyak faktor dan metibatkan
banyak gen (multifaktoral dan poligenik). Banyak sekali penetitian yang mengungkap
bahwa sekitar tujuhpuluh persen kasus NTD dapat dicegah dengan suplementasi asam
fclai, sehingga defisiensi asam folat dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam
teratogenesis meningokel. Basis molekut defisiensi asam folat adafah kurang adekuatnya
enzim enzim yang mentransfer gugus, karbon dalam proses metiiasi protein dalam se1,
baik dalam nukleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan biosintesis DNA dan
RNA. serta kenaikan kadar homosistein.
Defek tulang pada meningokel secara embriologis terjadi akibat gangguan proses
neurulasi, yaitu tetap melekatnya ektoderm epidermis dengan ektoderm neural sehingga
migrasi sei sel mesoderm pembentuk tulang ke tempat tersebut terhambat dengan akibat di
area itu tidak terberttuk tuEang,(teari non separasi dari Stcmberg). Dalam proses ini, faktor
pertumbuhan yang berfungsi memacu sintesis matriks tulang mungkin juga berperan.
Terdapcit dua macarn faktor pertumbuhan dimaksud di atas yaitu TGF (khususnya TGF,
1) dan IGF 1, yang dalam banyak penelitian telah dibuktikan aksinya pada pembentukan
tulang.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengungkap korelasi defisiensi asam folat dengan kadar
TGF, l dan TGF 1 dalam serum maupun dalam tulang, serta korelasi kadar kedua faktor
pertumbuhan tersebut dalam tulang kepala pasien meningokel dengan lebar defek. Bila
kedua hal-Iadi teiah terungkap, maka proses teratogenesis meningokel menjadi lebih jelas.
Penelitian ini menggunakan dua macam cara, sesuai dengan hipotesis yang hendak diuji,

yaitu metode eks perimental laboratoris dengan hewan coba tikus dan metode
observasional klinis pada pasien meningokel.
Derajat defisiensi asam folat dikelompokkan daiam kategori berat dan ringan sesuai
dengan rangsum yang diberikan, yaitu rangsum sangat rendah folat dan rangsum rendah
folat, sedangkan untuk kontrol adalah rangsum cukup folat. Komposisi rangsum dibuat
sesuai dengan standar kandungan dan takaran purified diet yang selama ini telah
digunakan, meliputi : glukosa, selulosa, casein non vitamin, sunflower oil, choline,
mineral, vitamin tanpa folat dan trace element asam folat dengan tiga takaran yang
berbeda untuk setiap kelompok hewan coba, diberikan lewat sonde oral. Enambelas
minggu setelah pemberian diet, darah hewan coba diambil untuk pemeriksaan kadar asam
folat, TGF 1 dan IGF I, Hewan kemudian dikawinkan, selelah janin lahir diambil tulang
kepalanya untuk pemeriksaan kadar TGF 01 dan IGF 1. Pada pasien meningokel sewaktu
operasi eksisi dengan metode standar, jaringan tulang tepi defek diambil sedikit untuk
pemeriksaan TGF R1 dan IGF I, dan lebar defek diukur dengan antropometer Martin.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan terdapat korelasi
kadar-asam folat yang cukup kiuat dengan kadar TGF 1 dan IGF I, serta jumlah sel
apoptosis dan nekrosis; demikian juga dengan proses terbentuknya defek tulang pada
pasien meningokef. Hasi1 penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan tentang konsep baru terbentuknya defek tulang kepala pada meningokel yang
dikaitkan dengan defisiensi asam fofat. Penefitian ini juga bermanfaat untuk memperluas
aspek pencegahan bagi kasus meningokel dan kelainan neural tube defect pada umumnya,
serta aspek pengobatan terhadap kasus defek tulang kepala, bahkan sejak pasien masih
berada di dalam kandungan.
2. Ensefalokel
a. Defenisi
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui
suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan
tabung saraf selama perkembangan janin.
b. Gejala
Gejalanya berupa :
Hidrosefalus
kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik)
gangguan perkembangan
mikrosefalus
gangguan penglihatan
keterbeiakangan mental dan pertumbuhan
ataksia
kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. ensefalokel seringkali disertai
dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.
c. Etiologi
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang
tertaiu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat
sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil,

ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Pemeriksaan
laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.
d. Penatalaksanaan
Mencegah Ensefalokel
Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan jauh jauh hari. Misalnya,
mengonsumsi makanan bergizi serta menambah supfemen yang mengandung asam
folat. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa
menyerang bayi_ Safah satunya, encephalocele atau ensefalokel. Biasanya dilakukan
pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang
tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi.
Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. pengobatan lainnya bersifat,
simtomatis dan suportif. Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena,
lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertainya.
3. Hidrosefalus
a. Defenisi
Hidrosefalus (kepala air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang
berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal
dengati "kepala air") adalab penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di
dalam otak (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut
bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya,
khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada
satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. Bila akumulasi CSS yang
berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut higroma subdural
atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akurnulasi cairan yang berlebihan terjadi
pada sistema ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai hidrosefalus internal.
Peninggian TIK harus dibedakan dari peninggian tekanati intraventrikulcr.
Beberapa lesi intrakraniai menyebabkan peninggian TIK, namun tidak perlu
menyebabkan hidrosefalus. Peningaian volume CSS tidak ekivalen dengan
hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral. Juga, dilatasi ventrikuler tidak
selalu berarti hidrosefalus dan juga tampak pada atrofi serebral. Hidrosefalus
adalah kesatuan klinix yang dibedakan oleh tiga faktor: (1) peninggian tekanan
intraventrikuler, (2) penambahan volume CSS, dan (3) dilatasi rongga CSS.
Hidrosefalus internal menyebabkan peninggian tekanan intraventrikuler dan
pembesaran sistem ventrikuler. Mantel serebral terregang dan menipis. Sentrum
oval, talamus dan ganglia basal tertekan. Akson kortiko spinal dan kortikotalamik
tertekan dan terregang, serta mielinasinya terganggu. Giri hemisfer serebral
mendatar, dan vaskulatur serebral terregang. Septum pelusidum menjadi tipis,
seperti juga vault dan dasar tengkorak. Rongga subarakhnoid serta sistemnya diluar
hemisfer serebral berdilatasi, umumnya dengan tidak mengindahkan jenis dari
hidrosefalus. Nekrosis subependimal serta edema dkibat pendataran dan robeknya
lapisan ependimal serta pembesaran ruang ekstraseluler, dapat dilihat pada
mikroskop elektron.

Secara klinis peninggian tekanan intraventrikuler, voiutue CSS, dan ukuran


ventrikel menimbulkan kelainan berikut: pembesaran kepala, penonjolan fontanel,
separasi sutura, tanda Mac Ewen positif, fenomena setting sun, scalp yang
mengkilap, dilatasi vena scalp, strabismus konvergen atau divergen, tangis yang
hight pitched, postur opistotonik, dan kegagalan untuk berkembang. Gejala klinik
ini biasanya tampak pada hidrosafalus progresif cepat. Mereka dapat terjadi
bersamaan atau bergantian. Pada kebanyakan hidrosefalus dini atau ringan, hanay
perubahan ringan pad sutura, fontanel, sclap, dan gerak bola mata yang dijumpai.
Pada hidrosefalus, yang berkembanq lambat, gejala mungkin tidak tampil hingga
pasien mulai berjalan., dimana keadaan ini dibutikan dengan langkah berdasarlebar, para paresis, hermianopia, bitemporal, dan retardasi mental.
Pada hidrosefalus infantil, hidrosefalus primer atau idiopatik sangat lebih banyak
dari hidrosefalus sekunder. Gejala mungkin tampak dini pada kehidupan
intrauterine atau terlambat, beberapa bulan setelah lahir. Gejal mungkin tampak
tiba-tiba (hidrosefalus akuta) atau perlahan-lahan (hidrosefalus kronika). Insiden
hidrosefalus kongenital sekitar delapan per 10.000 kelahiran. Hidrosefalus terjadi
pada tiga per 100 anak yang lahir dari orangtua yang memiliki anak
mielomeningosel. Penyebab hidrosefalus kongenital pada kebanyakan kasus tidak
diketahui (hidrosefalus idiopatik). Kekecualian hanya pada hidrosefalus herediter
yang sex linked, disebabkan oleh stenosis akuaduktal. Jenis hidrosefalus ini
merupakan kurang dari tiga persen dari hidrosefalus kongenital.
Hidrosefalus sekunder sering disebabkan oleh kelainan berikut:
(1) hematoma subdural,
(2) tumor intraventrikuler,
(3) tumor para sellar,
(4) tumor fossa posterior,
(5) cedera kranioserebral,
(6) infeksi leptomeningeal,
('7) perdarahan subarakhnoid,
(8) karsinomatosis atau sarkomatosis mening, dan
(9) toksoplasmosis.
b. Diagnosis Hidrosefalus
Penyebab obstruksi
Kebanyakan hidrosefalus kongenital adalah hidrosefalus primer atau idiopatik.
:iidroseiaius mungkirt disebabkan lesi massa yang tak terperkirakan, seperti tumor
dan sista. Karenanya harus hati-hati untuk tidak sa-ja rnenentukan tempat
obstruksi, namun juga untuk menentukan panyebab ubstruksi dalam tnendiaynosls
hidrofefalus.
Hipersekresi CSS diketahui sebagai penyebab hidrofefalus pada papiloma pelksus
khoroid, namun perdarahan perlahan berkala juga dipikir sebagai kemungkinan
mekanisme obstruksi daerah absrobsi.
CT scan secara tepat menggambarkan struktur intrakranial terutama ruang CSS dan
tidak mungkin dihindarkan untuk mendiagnosis hidrosefalus. Penilaian tempat

obstruksi dengan CT scan transisi dari ruang CSS yang berdilatasi dan tidak.
Kebanyakan kasus hidrosefalus disebabkan oleh obstruksi jalur CSS (hidrosefalus
obstruktiva) . ada dua jenis obstruksi jalur CSS: obstruksi intraventrikuler atau non
komunikans (hidrosefalus obstruktif intraventikuler nonkominukans) dan obstruksi
ekstra ventrikuler (hidrosefalus obstruktif ekstraventikuler kominikans). Secara
umum dilatasi ventrikuler lebih jelas pada obstruksi intraventrikuler dibanding
obstruksi ekstraventrikuler.
Kebanyakan keadaan berikut adalah didapat disanping kongenitas, namun
pengetahuan mengenainya diperlukan untuk mengerti sepenuhnya tentang
hidrosefalus. Pada banyak kasus bentuk dapat dikenal dan bentuk kongenital
karenanya yang biasa bersamaan dengan hidrosefalus diantaranya porensefali,
agenesis korpus kalosum, displasia lobar, hidranensefali, displasia tentorial,
malformasi Chiari, sista Dandy-Walker, holoprosensefali, sista arakhnoid, dan
aneurisma vena Ga1en.
Hidrosefalus Obstruktiva Intraventrikuier
Pada dilatasi monoventrikuler, obstruksi foramina' Monro (atresia satu foramina
Monro) berakibat dilatasi unilateral dari ventrikel lateral pada sisi yang obstruksi
dan menyebabkan hidrosefalus unilateral atau asimetrikal. Bila terjadi dilatasi
biventrikuler, obstruksi ke ventrikel ketiga menyebabkan dua foramina Monro atau
hidrosefalus simetrikal.
Pada dilatasi triventrikuler, obstruksi akuaduktus (stenosis akuaduktus)
menyebabkan dilatasi ventrikel lateral dan ventrikel ketiga. Ventrikel keempat
biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya.
Pada dilatasi tetraventrikuler, atau panventrikuler, obstruksi outlet ventrikel
keempat (atresia foramina Luschka dan Magendie) menyebabkan dilatasi semua
bagian sistema ventrikuler, terutama ventrikel keempat (transformasi sistik
ventrikel keempat, atau sista Dandy-Walker)
Hidrosefalus Obstruktiva Ekstraventrikuler
Obstruksi ekstraventrikuler biasanya menyebabkan dilatasi sistem ventrikuler dan
rongga subarakhnoid proksimal dari daerah obstruksi. Jenis umum obstruksi ini
adalah blok insisural, blok sisterna basal, blok konveksitas, dan blok ruang CSS
distal. Blok granulasi arakhrroid mungkin berakibat dilatasi semua rongga CS
Hidrosefalus Konstriktiva
Pada malformasi Chiari jenis II, yang tampak pada pasien dengan
rnielomeningosel, hindbrain yang ter_qeser kebawah rnungkin tertambat pada
sambungan kraniovertebral dan fossa posterior yang kecil mur?gkin nengalarni
obstruksi secara anatomi. Konsekuensinya, hidrosefalus mungkin terjadi karena
gangquan sirkulasi CSS sekitar hindbrain. Pada keadaan ini ventrikel keempat
memperlihatkan peryasaran kebawah dan tak dapat diidentifikasi pada posisi
normal. Ventrikel keempat sering ditemukan dalam kanal servikal.
Prognosis Pidrosefalus Kongenital

Keberhasilar, tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus diter.tukan oleh ada


atau tidaknya anomali yang menyertai. Hidrosefalus simpel, dimana tidak ada
ma1formasi lain yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari
hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata) .
Prognosis hidrosefalus komplikata ditentukan oleh jenis da:1 uerajat anomali yang
menyertai. Diagnosis spesifik anomali tertentu yang bersamaan denqan hidro
sefalus diperlukan untuk menentukan prognosis.
4. Fimosis
a. Definisi
Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis. Fimosis
merupakan suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir
atau anak kecit, dan biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan
sendirinya.
Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis
bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan
ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi).
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan
bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit
prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras
sebelum urine keluar. Keadaan demikian lebih baik segera disunat, tetapi
kadang orang tua tidak tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat
dicoba dengan melebarkan lubang prepusium dengar, cara mendorong ke
belakang kulit prepusium tersebut dan biasanyaa akan terjadi luka.
Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut
dioleskan salep antibiotik. Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter.
Selanjutrnya di rumah orang tua sendiri diminta tnelakukannya seperti yang
dilakukan dokter (pada orang Barat, sunat dilakukan pada seorangbayi laki-laki
ketika masih dirawat/ ketika baru lahir. Tindakan ini dimaksudkan untuk
kebersihan/mencegah infeksi karena adanya smegma, bukan karena
keagamaan).
Adanya smegma pada ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka
setiap memandikan bayi hendaknya prepusium didorong ke belakang kemudian
ujungnya dibersihkan dengan kapas yang telah dijerang dengan air matang.
b. Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang barn lahir terjadi karena ruang di antara kutup
dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup
menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.
Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi
atau benturan. Bagaimana gejalanya? Untuk menandai apakah anak memang
mengalami funosis, orang tua sebaiknya mencermati beberapa gejala berikut :
Kulit penis anak tak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan. Anak
mengejan saat buang air kecil karena muara saluran kencing diujung tertutup.

Biasanya ia menangis dan pada ujung penisnya tampak menggembung. Air seni
yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang
tidak dapat diduga. Kalau sampai timbul infeksi, maka si buyung akan
mengangis setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam.
Jika gejala-gejala di atas ditemukan pada anak, sebaiknya bawa ia ke dokter.
Jangan sekali-kali mencoba membuka kulup secara paksa dengan menariknya
ke pangkal penis. Tindakan ini berbahaya, karena kulup yang ditarik ke
pangkal dapat menjepit batang penis dan menimbulkan rasa nyeri dan
pembekakan yang hebat. Hal ini dalam istilah kedokteran disebut para Fimosis.
Jika si Buyung mengalami kesulitan buang air kecil, dokter akan mencoba
melebarkan kulit yang melekat, namun hal ini harus dilakukan dengan sangat
hati-hati oleh seorang dokter yang berpengalaman.
Jika upaya ini gagal, maka tindakan sirkumsisi (sunat) adalah jaian keluarnya,
apalagi jika fimosisnya menetap dan terjadi infeksi. Untuk melakukan
sirkumsisi pada anak juga harus dipertimbangkan masalah pembiusannya
karena jika si Buyung takut dan merasa sakit maka hal ini akan mempengaruhi
kondisi kejiwaannya kelak kemudian hari. Selain itu jika si Buyung merontaronta karena taku[ atau sakit, mal:a tindakan sirkumsisi ini malah akan
membahayakan, karena dapat melukai penisnya dan jahitan kulit penis tidak
dapat dikerjakan secara sempurna
b. Penatalaksanaan
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)
timbu! kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene)
alat kelamin yang buruk, peradangan kronik gtans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful
retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan
jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn yang membuka.
Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit
preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak
diimbangi besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang
dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu
menunjukkan adanya hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat
hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri
preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat. Fimosis kongenital
seyogyanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau sosial
untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai
fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanakkanak serta menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin
membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara berlebihan ke
belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit preputium ke depan
batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan alat
kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan
parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian
dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas dengan sendirinya. Walaupun
demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, dipertukan
tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium)

atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan


kulit preputiurn tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya
tindakan siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patotogik.
Penggunaan krim steroid topikal yang dioleskan pada kutit preputium 1 atau 2
kali sehari, selama 4-5 minggu, juga efektif dalam tatalaksana fimosis. Namun
jika fimosis telah membaik, kebersihan atat ketamin tetap dijaga, kulit
preputium harus ditarik dan dikembalikan lagi ke posisi semula pada saat
mandi dan setelah berkemih untuk mencegah kekambuhan fimosis.
5. Hipospadia
a. Definisi
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering
ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengolahannya harus
dilakukan oleh mereka yang betul-beul ahli supaya mendapatkan hasil yang
memuaskan.
Hipospadia merupakan kelainan kelamian bawaan sejak lahir, cirinya, letak
lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Menurut
dokter bedah urologi RSU Dr Kariadi, dr Andi, S. SpBU, berat hipospadia
bervarian, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada
glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah
bantang penis atau pada pangkal penis dan kadang pad skrotum (kantung
zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini sering kali berhubungan dengan
kardi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang yang menyebabkan penis
melengkung ke bawah pada saat ereksi.
Pada hipospadia muara orifisium uretra eksterna (lubang tempat air seni keluar)
berada diproksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal glans penis,
sepanjang ventral batang penis sampai perineum. Jadi lubang saluran kencing
letaknya bukan pada tempat yang semestinya dan terletak di sebelah bawah
penis bahkan ada yang terletak di rentang kemaluan.
Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada scrotum
dapat berupa undescensus testis, meorchisdism, disgenesis testis dan hidrotole
pada penis berupa propenil scrotum mikrophalasus dari torsi penile. Sedang
kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi, duplek dan refluk
ureter.
b. Etiologi
Trend peningkatan jumlah penderita salah satunya disebabkan faktor
lingkungan dan pola hidup yang kurang sehat, akibatnya marak penggunaan
pestisida serta tinginya kandungan polusi di udara. Zat polutan dari pabrik,
limbah dan menumpuknya sampah bisa menimbulkan hipospadia.
Dari beberapa pasien yang ditangani ternyata mereka tinggal disekitar daerah
pembuangan sampah. Ada pula yang berasal ari keluarga petani. Penderita

hipospadia umumnya berasal dari keluarga kurang mampu. Akibatnya banyak


diantara penderita tak bisa segera ditangani.
Angka kejadian penderita hipospadia di Indonesia belum diketahui secara pasti,
tetapi dari hasil penelitian pakar kedokteran di sejumlah negara, kelainan ini
terjadi pada satu dari 125 bayi laki-laki kelahiran hidup. Salah satu penyebab
kelainan ini adalah karena keturunan.

c. Penatalaksanaan
Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah,
diharapkan anak tidak malu dengan keadaanya setelah tahu bahwa anak lakilaki lain kalau BAK beriri sedangkan anak pengidap hipospadia harus jongkok
seperti anak perempuan (karena lubang penisnya berada di bagian bawah
penis).
Selain itu jika hipospadia tidk dioperasi maka setelah dewasa dia akan sulit
untuk melakukan penetrasi/coitus , selain penis tidak dapat tegak dan lurus
(pada hipospadia penis bengkok akibat adanya chordae), lubangkeluar sperma
terletak di bagian bawah.
Operasi hiposdia satu tahap (one stage urethra plasty) adalah tehnik operasi
sederhana yang sering dapat digunakan terutama untuk hipospadia tipe distal.
Tipe distal ini yang meatusnya letak anterior atau di middle. Meskipun hasilnya
sering kurang begitu bagus untukkelainan yang berat sehingga banyak dokter
lebih memilih untuk melakukan 2 tahap untuk tipe hipospadia proksimal yang
disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat maka one stage uretroplasty
nyaris tidak dapat dilakukan.
Tipe hipospadia yang sering kali diikuti dengan kelainn-kelainan yang berat
seperti korda yang berat, globuler glans ygbengkok kearah ventral (bawah)
dengan dorsal skinhood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadi yang
letak lubang air seninya lebih kearah proksimal (jauh dari tempat semestinya)
biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain diskrotum atau
sisa kulit yang sulit ditarik pada sat dilakukan operasi pembuatan uretra.
Kelainan seperti ini biasanya harus dilakukan dengan 2 tahap yaitu:
Tahap 1 : Dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang
tempat keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal (lebih
mendekatiletak yang normal), memobilisasi kulit dan prepurium untuk
menutup bagian ventral/bawah penis.
Tahap 2 : Dilakukan urethroplasty (pembuatan uretra) sesudah 6 bulan.
Tujuan utama penanganan operasi hipospadia adalah merekonstruksi
penismenjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat
normal sehingga aliran kencing arahnya kedepan dan dapat melakukan koitus
dengan normal, prosedur operasi satutahap pada usia yang dini dengan
komplikasi yang minimal. Penyempurnaan tehnik operasi danperawatan paska
operasi menjadi prioritas utama.

Setelah operasi biasanya pad lubang kencingbaru (post uretroplasty) masih


dilindungi dengan kateter sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri
air seni. Di bagian supra pubik (bawah perut) dipasang juga kateter yang
langsung menuju kandung kemih untuk mengalirkan air seni. Tahap
penyembuhan biasanya kateter diatas di non fungsikan terlebih dahulu sampai
seorang dokter yakin betul bahwa hasil urethroplasty nya dapat difungsikan
dengan baik, baru setelah itu kateter di lepas.
Komplikasi paska operasi yang terjadi:
1) Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan, besarnya
bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit yang
biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2-3 hari pasca operasi.
2) Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi.
3) Striktur, pada proksimal anastomosis, yang kemungkinan disebabkan oleh
argulasi dari anestomosis.
4) Divertikulum, terjadi pembentukan neuretra yang terlalu lebar, atau adanya
srenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
5) Residual chordae/rekuren (hordoe, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, diman tidak melakukan ereksi artificial saat operasi atau
pembentukan skor yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang
6) Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang/pembentukan batu saat pubertas.
6. Gangguan Metabolik dan Endokrin
a. Gangguan metabolik herediter
Ada lebih dari 400 gangguan genetik biokimia, kebanyakan terkait-X atau
autosom resesif.
1 Etiologi
1) Bisa berhubungan dengan terputusnya sintesis atau katabolisme
molekul kompleks yang mengakibatkan gejala progresif permanen.
2) Bisa berhubungan dengan gangguan sekuens metabolisme yang
menyebabkan akumulasi senyawa toksik.
3) Bisa berhubungan dengan detisiensi produksi atau penggunaan energi.
2. Manifestasi klinis umum
1) Bisa terjadi dalam beberapa jam sampai berbulan-bulan setelah lahir.
2) Bisa menyerupai tanda dan gejala sepsis. Banyak orang
merekomendasikan pemeriksaan kadar amonia serum untuk tiap bayi < 3
bulan yang dicurigai sepsis.
3) Harus dicurigai pada tiap bayi yang: nampak sehat setelah lahir tetapi
mengalami gejala setelah pengenalan makanan; mengalami asidosis
metabolic berat yang tak dapat dijelaskan; muntah rekuren datang dengan
penurunan kesadaran, dicurigai sepsis; serta memiliki riwayat keluarga
dengan gejala serupa, retardasi mental, sindrom kematian bayi mendadak,
utau kematian neonatal yang tak dapat dijelaskan.

4) Bisa datang dengan kejadian akut mengancam jiwa yang tidak


berespons terhadap terapi yang biasa.
5) Temuan klinis bisa meliputi: gastrointestinal (curigai selalu bila disertai
muntah, strkar makan, sukar menambah berat badan, diare, ikterus, atau
hepatomegali); neurologis (letargi, iritabilitas, mengisap lemah, tremor,
kejang, hipertonia, rigiditas, atau koma); jantung (kardiomiopati atau
aritmia); bau atau warna urine yang tak biasa; pernapasan (takipnea,
apnea, atau distres pcrnapasan); gambaran tubuh dismorfisme; mata
(katarak, lensa ektopik, bintik merahceri, pengabutan kornea, atau retinitis
pigmentosa); rambut (alopesia, steely hair- atau kinky hair); kulit (nodulus
kulit, kulit tebal, iktiosis, atau lesi Wit)-, dan kepala (makrosefali atau
mikrosefali).
3. Pemeriksaan diagnostik
1) Lakukan penapisan metabolic
2) Hitung darah lengkap dan hitung jenis.
3) Urinalisis: zat pereduksi, keton, bau, dan warna.
4) Gas darah arteri: asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik.
5) Elektrolit serum: peningkatan anion gap biasanya > 16 anion gap tidak
terjadi pada semua kesalahan metabolisme sejak lahir.
6) Glukosa darah
(a) Hipoglikemia dapat dihubungkan dengan 3-Metil-gultakonik asiduria;
penyakit urine rnaple syrup; defisiensi 3-hidroksi-3-Metilglutaril CoA
Liase; propionik asidemia; metilmalonik asidemia; defisiensi Asil CoA
dehidrogenase rantai sedang; defisiensi karnitinl asilkarnitin translokase;
serta defisiensi karnitin-palmitil transferase I dan karnitin-palmitil
transferase II.
(b) Hipoglikemia tidak berhubungan dengan penyakit penyimpanan
glikogen tipe II.
7) Kadar amonia plasma: sering melebihi 1000 mol/L
8) Enzim hepar, termasuk kadar hilirubin total dan direk.
9) Asam amino plasma dan urine-, asam organik urine.
10) Kadar laktat plasma.
11) Mungkin memerlukan pemeriksaan khusus (mis., pemeriksaan biopsi
kulit dan cairan serebrospitial [CSFJ).
4. Intervensi
1) Berikan perawatan suportif. Hasilnya relatif cepat diperoleh.
2) Puasa sampai diagnosis diperoleh.
3) Lakukan selalu rujukan rnetabolik/genetik dan pertimbangkan
pemindahan ke institusi yang mengkhususkan pada gangguan
metabolik herediter.
5. Hasil akhir: sebagian kesalahan metabolisme sejak lahir responsif
terhadap pembahan diet: sebagian kesalahan metabolisme sejak lahir letal
dan memerlukan perawatan paliatif

b. Gangguan sejak lahir metabolisme karbohidrat yang umum


1. Galaktosemia
1) Etiologi
GALK (galaktokinase), GALT (galactose-l-phosplrate uridyl-tranferase),
dan uridin 5-difosfat galaktosa-4-epimerase bertangttung jawab pada
kunvcrsi hepatik galaktosa nnenjadi glukosa setelah mengonsumsi
makanan berlaktosa. Defisiensi salah satu atau lebih enzim tersebut
tnengakibatkan ketidakmampuan mencerna laktosa.
2) Manifestasi klinis:
Datang dengan muntah, tak mau makan, ikterus, hepatomegali,
hipoglikemia, kejang, dan letargi. Katarak biasanya berkembang pada
minggu kedua hidupan. Meningkatkan risilko terjadinya sepsis
Escherichia coli atau sepsis batang gram negatif.
3) Temuan diagnostik:
Mungkin positif terhadap zat pereduksi dalam urine, kadar galaktosa
darah tinggi, kadar galaktosa-l -fosfat sel darah merah (SDM), dan kadar
galaktitol urine.
4) Intervensi:
Penanganan dengan diet bebas galaktosa seumur hidup.
2. Penyakit penyimpanan glikogen
1) Penyakit penyimpanan glikogen tipe I
a) Etiologi: penurunan aktivitas glukosa-6-fosfatase
b) Manifestasi klinis: datang dengan pertumbuhan burul, lingkar
perut besar, hepatomegali, dan tanda/gejala hipoglikemia.
c) Temuan laboratorium: hipoglikemia puasa, ketosis, asidosis
laktat, hiperlipidemia, dan hiperurisemia.
d) Diagnosis: berdasarkan pada analisis enzim hepar dam' atau uji
diagnostik molekular.
e) Intervensi: penanganan terdiri atas pemberian makan sering dan
restriksi laktosa/sukrosa.
2) Penyakit penyimpanan glikogen tipe II (penyakit Pompe)
a) Etiologi: defisiensi enzim a-glukosidase lisosomal.
b) Manifestasi klinis: datang dengan kardiomegali beserta gagal
jantung kongestif, hepatomegali, makroglosia, dan hipotonia.
c) Diagnosis dibuat dengan biopsi otot.
d) Intervensi: diet tinggi protein; transplantasi jantung merupakan
pilihan.
3. Intoleransi fruktosa herediter
1) Etiologi: defisiensi enzim gniktosa-l,6-bifosfat aldolase.
2) Manifestasi klinis: biasanya tidak tampak sampai bayi mengonsumsi buah
atau susu yang mengandung sukrosa dan fruktosa. Datang dengan susah
makan, muntah, tinja lunak, pertumbuhan buruk, hepatomegali, atau
tanda/gejala hipoglikemia; bisa menjadi pucat dan letargi dengan

perubahan tingkat kesadaran segera setelah mencerna buah atau formula


yang mengandung sukrosa/fruktosa.
3) Temuan laboratorium: hipoglikemia, hipofosfatemia, peningkatan alanin
transferase dan aspartat transaminase serum, zat pereduksi dalam urine,
dan asidosis metabolik.
4) Diagnosis dibuat dengan uji fruktosa intravena (IV).
5) Intervensi: menghilangkan semua fruktosa dan sukrosa dalam diet.

c. Gangguan metabolisme protein yang umum


a. Penyakit urine gula mapel (maple sugar urine discase, MSUD)
1) Etiologi: defisiensi enzim BCKAD kompleks.
2) Manifestasi klinis: datang 2 sampai 3 hari setelah lahir dengan susah
makan, meludah, letargi, menangis nada tinggi, hipotonia berganti
dengan hipertonia, postur otistotonik, koma, dan bau sirup mapel dalam
urine, feses, napas. dan serumen.
3) Temuan diagnostik: asidosis metabolik, ketonuria, dan peningkatan
kadar asam amino, terutama leusin.
4) Intervensi: perawatan suportif dan formula tanpa asam amino rantai
cabang. Mungkin memerlukan suplemen larutan isoleusin dan valin
unti_ik mempertahankan kadar plasma normal.
5) Hasil akhir: bergantung pada seberapa dini diagnosis dibuat.
b. Fenilketonuria
1) Etiologi: defisiensi dalam aktivitas fenilamin hidrolase yang mengubah
fenilalanin menjadi tirosin.
2) Manifestasi klinis: datang dengan muntah, susah makan. iritabilitas atau
overaktivitas, kejang, hipopigmentasi kulit/ rambut, ekzema, dan urine
berbau apek.
3) Temuan diagnostik: pemeriksaan feri klorida urine positif dan
peningkatan kadar fenilalanin serum.
4) Intervensi: diet rendah protein dan formula bebas fenilalanin.
5) Hasil akhir: bergantung pada seberapa dini diagnosis dibuat.
c. Hiperglisinemia nonketotik
1) Manifestasi klinis: datang sebagai bayi baru lahir sehat yang
memperlihatkan cegukan, kejang, dan hipotonia dalam 12 sampai 36
jam serta menjadi koma tanpa adanya refleks tendon.
2) Temuan laboratorium: kadar glisin serum dan urine berlebihan; glisin
C'SF meningkat dan jauh dari perbandinoan kadar glisin serum
3) Intervensi: tak ada penanganan yang efektif.

d. Defek siklus urea

a. Defek yang paling sering: defisiensi ornithine transcarbamylase (OTC)


(paling sering); defisiensi argininosuccinate lyase; defisiensi
argininn.succinate
synthetase;
defisiensi
carbarnoylphospbute
synthetase 1.
b. Etiologi, defek dalam lima langkah siklus urea; mengakibatkan
akumulasi amonia; OTC terkait-X; semua defek siklus urea lainnya
autosom resesif.
c. Manifestasi klinis, susah makan dan/atau muntah; hiperventilasi; letargi
diikuti koma dalam 12 sampai 24 jam kehidupan.
d. Temuan klinis: alkalosis respiratorik; hiperamonemia; tak ada asido;;is
metabolik; kadar sitrulin plasma abnormal; kadar orotate ac id dan
argininosuccionate acid urine abnormal.
e. Intervensi
1) Perawatan suportif.
2) Pengurangan protein diet; hemodialisis untuk menurunkan kadar amonia
serum.
3) Terapi alternatif sampah nitrogen dengan natrium benzoat dan natrium
fenilasetat dikombinasikan dengan argimn Persetujuan Food and Drug
Administraticn (FDA) diperlukan untuk penggunaan kegawatdaruratan.
4) Hasil akhir: kematian tetap terjadi meskipun dilakukan dialisis; terapi
nitrogen sampah alternatif dengan asupan kalori tinggi dapat menurunkan
mortalitas.
e. Defek umum pada metabolisme asam organik
a. Isovalerik asidemia
1) Etiologi: defisiensi selektif isovaleril-C'oA dehidrogenase
2) Manifcstasi klinis: sukar makan, muntah , latergi, koma, dan bau kaki yang
berkeringat.
3) Temuan laboratorium: peningkatan bermakna isovaleril glisin dalam urine.
4) Intervensi: dialisis, restriksi protein, cairan intravena (IV) dengan glukosa
dan natriurn bikarbonat, serta elausin.
5) Hasil akhir: kebanyakan tak hertahan hidup.
b. Propionik asidemia
1) Etiologi: defisiensi selektifpropionil-CoA karboksilat. Prekursor propionilCoA karboksilat adalah isoleusin, valio. metionin, treonin, senyawa
pirimidin, timin. dan asam Irmak rantai ganjil.
2) Manifestasi klinis: susah makan, muntah, letargi, hipotoni, kejang,
hepatomegali, ketosis, leukopenia, trombositopenia. dan asidosis metabolik
dengan/tanpa peningkatan gap anion.
3) Temuan laboratorium: konsentrasi berlebih metilsitrat, propionilglisin, 2metil-3-hidroksibutirat, 2-metilasetoasetat dalam urine. Kadar glisin plasma
dapat meningkat. Propionil-CoA karboksilat dapat di-assczy dalam SDP atau
fibroblas kulit (Bcrrp;-t994).
4) Intervensi: hilangkan protein, koreksi asidosis dan h-ombositopenia, serta
lakukan dialisis bila perlu.

5) Hasil akhir: meskipun dengan diet rendah protein, kebanyakan neonatus tak
akan bertahan hidup sampai sepuluh tahun pertama kehidupan

f. Gangguan umum asam lemak


a. Defek paling sering: defisiensi Asil-CoA dehidrogenase rantai sedang
(salah satu gangguan yang paling sering); defisiensi Asil-CoA dehidrogenase
rantai sangat panjang; defisiensi Asil-CoA dehidrogenase rantai pendek;
glutarik asidemia tipe 2 ; defisiensi karnitin palmitoyltransferase tipe I;
defisiensi asilkarnitin translokase; defisiensi karnitin palmitoyltransferase
tipe II; dan defisiensi 3-hidroksisil-CoA dehidrogenase rantai panjang.
b. Etiologi, defisiensi enzim yang bertanggung jawab untuk oksidasi asam
lemak selama periode puasa
c. Manifestasi klinis: hipoglikemia, asidosis metabolik, kardiomiopati;
hipotonia (kecuali defisiensi karnitin).
d. Temuan klinis, hipoglikemia; asidosis metabolik; hiperamonemia
moderat; asidemia organik; fungsi hepar abnormal; CPK meningkat; dan
diagnosis dengan uji kadar SDP, biopsi otot atau hepar, atau fibroblas kulit.
e. Penanganan prognosis bergantung pada defeknya; tujuannya adalah
pencegahan hipoglikemia menggunakan diet karbohidrat tinggi, rendah
lemak; memerlukan suplemen karnitin
g. Penapisan metabolik herediter
a. Pemeriksaan: dilakukan di semua 50 negara bagian Washington DC;
individualitas sangat tinggi di antara negara bagian. Hanya PKU dan
hipotiroidisme yang diperiksa di tiap negara bagian. Penting diketahui uji
penapisan mana yang dilakukan di negara atau wilayah Anda; spektrometri
massa tandem adalah perkembangan penapisan neonatal terbaru. Metode ini
mengukur berbagai molekul berbeda dalam uji tunggal dan memungkinkan
uji yang lebih akurat. Begiht pula lebih aktrrat mengidentifikasi gangguan
spesitik. Saat ini sedang dilakukan penapisan pada 50 gangguan herediter.
b. Prosedur: direkomendasikan sampel diambil setelah usia :?4 jam atau
dalam 7 hari bila tidak diberi makan; spesimen ulangan diperlukan bila
neonatus dipulangkan sebelum 24 jam atau belum diberi makan sebelum
pcnapisan inisial.
g. Penyakit tulang metabolic
a. Faktur risiko
1) Rakitis janin atau kongenital jarang, tetapi dapat terjadi pacla kondisi
berikut: penyebab maternal (osteomalasia nutrisional maternal berat;
hipoparatiroidisme atau hiperparatiroidisme, dan pengobatan lama
dengan magnesium atau fosfat); defek didapat (gangguan tubular ginjal,
gangguan vitamin D atau paratiroid, dan penyakit penyimpanan lisosom
2) Bayi prematur berisiko sekunder akibat alasan yang berikut: tak
mendapat transpor aktif kalsium dan fosfor selama trimester ketiga:
pajanan lama TPN dengan suplementasi kalsium dan fosfor rendah; terapi
lama loop diuretic: serta diet dengan formula kedelai atau ASI tanpa
suplcmentasi.

3) Jarang pada bayi cukup bulan dan biasanya berhubungan dengan asupan
kalsium dan vitamin D yang rendah.
b. Manifestasi klinis: biasanva asimtomatik dan ditemukan tak sengaja; nyeri
saat dirawat.
b. Diagnosis
1) Gambaran radiograf klasik adalah demineralisasi umum tulang
(penampilan kabur), dan pelebaran, cekungan, serta penipisan metafisis
distal.
2) Pemeriksaan meliputi kalsium serum (normal), fosfor serum (rendah),
alkali fosfatase serum (tinggi), dan kadar 1,25-dihidroksivitamin D (tinggi).
d. Intervensi
1) Berespons terhadap terapi nutrisi; pertahankan rasio Ca/P 1,3:1 sampai
1,7:1 dalam nutrisi parenteral tatal; suplementasi kalsium dan fosfor.
Fosfor harus selalu ditambahkan pada suplementasi kalsium untuk
mengurangi risiko nefrokalsinosis.
2) Gunakan formula prematur atau ASI dengan suplemen ASI yang
diperkaya.
3) Rakitis premahiritas perlu dosis rumatan harian vitamin D
9. Gangguan kelenjar paratiroid
a. Fungsi: kelenjar paratiroid terletak di sebelah kelenjar tiroid;
mensekresi hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang
merupakan regulator primer kalsium serum; PTH meningkatkan kalsium
serum dengan memobilisasi kalsium dari tulang, meningkatkan
reabsorpsi kalsium di ginjal, dan secara tak langsung berperan pada
pembentukan
vitamin
D.
b. Hipoparatiroidisme
1) Faktor risiko: kongenital (mis., hipoparatiroidisme tersendiri familial,
sindrom DiGeorge, atau sindrom Kerry-Caffy); transien atau sekunder
(mis., hipoparatiroidisme maternal, bayi prematur, bay] dari ibu DM, dan
asfiksia
kelahiran).
2) Diagnosis; kalsium serum rendah dan fosfor serum tinggi dengan
fungsi ginjal normal: kadar PTH akan tetap rendah atau tinggi bila
masalah
pokoknya
adalah
responsivitas
organ
akhir.
3) Manifestasi klinis: bisa samar; retleks dalam otot; kedutan; dan kejang;
letargi; susah makan; apnea; perdarahan lama; kontraktilitas jantung
berkurang, perfusi buruk, takikardia, dan/atau hipotensi; mineralisasi
tulang rendah; serta dieurigai bila tak mampu mempertahankan kadar
kalsium serum normal.
4) Penanganan
a) Hipoparatiroidisme transien memerlukan suplementasi kalsium jangka
pendek.
b) Gangguan kongenital memerlukan suplementasi kalsium dan vitamin
D sepanjang hidup dengan pengurangan asupan fosfor.
c) Pemberian PTH masih eksperimental (St c~ensnud', 2000).

c. Hiperparatiroidisme
1) Etiologi: jarang tetapi mengancam jiwa; hiperparatiroidisme primer
ditandai dengan hipeiplasia ke semua empat kelenjar dan dapat
diturunkan,
hiperparatiroidisme
sekunder
biasanya
akibat
hipoparatiroidisme maternal.

2) Diagnosis: riwayat keluarga; kalsium serum tinggi, fosfor serum


rendah, dan PTH tinggi; peningkatan ekskresi natrium, kalium, dan
bikarbonat ginjal.
3) Manifestasi klinis: konstipasi, susah makan, dehidrasi, dan gagal
tumbuh; letargi, hipotooia, dan refleks tendon berlebih; distres
pernapasan: asidosis metabolik; hematuria; serta radiografi resorpsi
tulang subperiosteal dengan demineralisasi tulang generalisata, dan frakur
tulang yang tidak dapat dijelaskan.
4) Penanganan
a) Terapi segera: mempertahankan status pernapasan dan tekanan darah;
k`ireksi asidosis; turunkan kadar kalsium serum dengan pemberian
furosemid.
b) Terapi jangka panjang sekunder akibat hiperparatiroidisme primer:
restriksi kalsium dan vitamin D (termasuk restruksi pajanan sinar
matahari) senta suplemen fosfor.
c) Paratiroidektomi total dcngan autotransplantasi mungkin dilakukan.
10. Gangguan kelenjar tiroid
a. Fungsi: kelenjar tiroid memiliki dua lobus yang dihubungkan oleh
Ismus glandula dan terletak di bawah kartilago krikoidea; membantu
termogenesis, curah jantung, eritropoiesis, gerakan pernapasan, motilitas
usus, serta metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid; pertumbuhan
organ, jaringan, dan SSP, terutama otak; serta aksi katekolamin dengan
cara
meningkatkan
ikatan
reseptor
-adrenergik.
b. Regulasi hormone
1) Thyroid stimulating hormone (TSH) dilepas dari hipofisis sebagai
respons
terhadap
thypotropin-releasing
hormone
(TRH).
2) TSH merangsang tiroid untuk melepaskan tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3).
3) T4 dan T3 berikatan dengan tlrryroid binding globulin (TBG) yang
membawa
70%
hormon
beredar.
4) T4 dikonversi ke T3 (bentuk metabolik aktif).
5) Regulasi hormon ini memerlukan aksis Hipotalamus-Hifofisis yang
utuh, pasokan iodin yang adekuat dalam glandula tiroid, enzim
deiodinase untuk mengonversi T4 ke T3, dan TBG yang mencukupi.
c. Hipotiroidisme
1) Hipotiroidisme kongenital
a) Etiologi

disgenesis tiroid (absen, hipoplastik, atau ektopik [paling sering]; tiroid


atau organ akhir tidak berespons terhadap hormon; dishormonogenesis
familial; pajanan maternal terhadap radioiodin, prophylthiouracil (PTU)
atau methimazole selama kehamilan; defek pada glandula pituitari; dan
defisiensi TBG.

b) Manifestasi klinis
(1) Biasanya gejala tak terlihat, kecuali bayi sakit sangat berat.
(2) Fontanel terbuka lebar; berat badan lahir besar (>4 kg) atau gestasi
lebih dari 42 n;inggu.
(3) Hipotermia; hipotonia; letargi.
(4) Susah makan, distensi abdomen, dan ikterus yang berlangsung lebih
dari 3 hari.
(5) Goiter.
(6) Tanda akhir: kulit kering, makroglosia, rambut kasar, kelopak mata
bengkak, menangis parau, miksedema, dun konstipasi
c) Pemeriksaan diagnostic
(1) Biasanya terdiagnosis dengan penapisan bayi baru lahir: T4 rendah
(Ian "fSH tinggi; jaaang T4 rendah dan TSH rendah; T4 rendah dan TSH
normal dapat dilihat pada tiroid ektopik atau hipoplastik
(2) Fungsi tiroid meningkat pada periode baru lahir : periksa T4. T4
bebas,
TSH,T3,
dan
TBG;
Scull
tyroid,
d) Penanganan
(1) Konsultasi endokrinologis.
(2) Levotiroksin; harus diberikan segera mungkin dan diteruskan seumur
hidup; dosis disesuaikan sesuai kadar T4 dan TSH dan harus sering
dipantau.
(3) Defisiensi TBG tidak ada pengobatannya
e) Hasil akhir: progmosis perkembangan mental bergantung pada awitan
terapi; anak yang penanganannya dimulai pada usia 1 bulan mempunyai
prognosis yang baik mengenai perkembangan mentalnya.
2) Kondisi transien
a) Sindrom sakit eutiroid terjadi pada penyakit akut dan kronis. Datang
dengan T4 rendah, T3 sangat rendah, peningkatan cadangan T3, dan
kadar TSH normal. Biasanya tak diperlukan penanganan.
b) Hipotiroidisme primer transien jarang; terjadi lebih sering di Eropa
daripada Amerika Serikat. Datang dengan T4 rendah dan TSH tinggi.
Pemberian sementara iodin direkomendasikan
c) Hipotiroksinemia transient, umum terjadi pada bayi prematur.
(1) Etiologi: diduga sebagai imaturitas aksis H-P-T, Iodin
rendah/tinggi, dan faktor lain yang berhubungan dengan imaturitas.

Biasanya, pada usia 4 sampai 6 minggu T4 akan cenderung ke arah


normal.
(2) Temuan laboratorium: T4 rendah dan TSH normal.
(3) Intervensi: dianggap tak ada pengobatan yang direkomendasikan
saat ini tetapi pemeriksaan masih terus dijalankan. Bila etiologi tidak
jelas (yaitu transien vs kongenital), pantau kadar tiroid dan
pertimbangkan risiko/manfaat memulai Levotiroksin.
(4) Hasil akhir: bayi prematur dengan T4 rendah berisiko mengalami
IVH, peningkatan mortalitas, skor rendah pada has~l akhir
perkembangan neurologis, dan paralisis serebral.
d. Hipertiroidisme
1) Etiologi: jarang pada neonatus; biasanya lahir dari ibu dengan
penyakit Grave atau lahir dari ibu dengan tiroiditis Hashimoto.
2) Manifestasi klinis (awitan gejala biasanya pada usia 2 minggu
pertama): iritabilitas, tremor, dan hiperaktivitas, hipertermia,
berkeringat, serta kemerah-merahan; muntah dan diare; GJK,
takikardia, dan hipertensi; hepatosplenomegali dan ikterus; serta
eksoftalmos, melotot, dan retraksi kelopak mata.
3) Pemeriksaan diagnostik: T4 total dan bebas meningkat; TSH
rendah; kadar antibodi dapat diukur.
4) lntervensi: pertahankan kepatenan jalan napas (tiroid dapat
menekan trakea); gunakan penghambat (3-adrenergik atau
digoksin; pertahankan curah jantung; sedatif; agens untvk
menekan fungsi tiroid (10% larutan kalium iodida atau iodin
Lugol); dan pantau fungsi tiroid.
5) Hasil akhir: kebanyakan kasus sembuh dalam 9 bulan mengalami
pertumbuhan tulang cepat dan kraniosinostosis prematur.
11. Gangguan Glandula pituitary
a. Fungsi: Hipotalamus mengatur hipotisis anterior dengan
mensekrcsi stimulating hormone dan inhibiting hormone;
hipofisis anterior mensekresi honnon perhlmbuhan, TSH,
ACTH, prolaktin (PR), Icrteini=ing hormone (LH), dan
follicle-.stimulating hormone (FSH); 1lipofisis posterior
mensekresi vasopresin dan oksitosin.
b. Gangguan hipofisis anterior
1) Etiologi malformasi (mungkin berhubungan dengan celah
bibir dan palahim, atrofi nervus optikus, displasia septooptik,
ensefalokcl transfenoidal, holoprosensefali, dan anensefali);
trauma; infeksi kongenital: tumor; defisiensi hormon pituitari
familial atau idiopatik terscndiri atau kombinasi; serta
panhipopihiitarisme familial resesif terkait-X atau autosom
resesif.
2) Manifestasi klinis: kecurigaan pada defek garis tengah;
mungkin tidak jelas dalam periode neonatal; gejala paling
sering adalah hipogltkemia, mikropenis, dan iktems kolestaisis
3) Pemeriksaan diagnostik: pencitraan otak; pemeriksaan

talmologis; kadar hormon (ACTH, tiroid, dan hormon


pertunnbuhan); serta stemulasi ACTH dan uji hormon
pertumbuhan.
4) Penanganan
a) Konsultasi endokrinologis.
b) Penanganan bergantung pada beratnya gejala.
c) Mungkin memerlukan hormon pertumbuhan, penggantian
glukokortikoid, human chorionic gonadotropin (HCG),
testosteron, dan tiroksin.
5) Hasil akhir: bergantung pada etiologi; pemberian HCG
dan/atau testosteron dapat meningkatkan pertumbuhan penis
c. Gangguan glandula pituitari posterior
1) Diabetes insipidus (DI)
a) Etiologi: penyebab primer (autosom dominan, terkait-X,
dan idiopatik); penyebab sekunder (sekuens malformasi,
trauma kelahiran, hemoragi periventrikular, dan infeksi).
b) Manifestasi klinis: kemungkinan memiliki riwayat
polihidramnion; mungkin datang dengan gagal tumbuh,
iritabilitas, demam, muntah, berat badan turun, dan
hipernatremia; curigai selalu pada bayi yang simtomatik,
tampak kakeksia, dan hipernatremik; haluaran urine terusmenenus lebih dari 60% asupan cairan dan/atau sekali
kencing lebih dari 6 mL/kg/jam.
c) Pemeriksaan diagmostik
(1) Elektrolit urine, berat jenis, dan osmolaritas.
(2) Elektrolit dan osmolaritas serum.
(3) Diagnosis
d) Intervensi
(1) Tangani syok dengan resusitasi cairan; berikan beberapa
kali rumatan air bebas.
(2) Dehidrasi berat: berikan vasopresin aqueous karena
kerjanya pendek.
(3) Pengobatan jangka panjang: berikan analog vasopresin
kerja lama.
(4) Hindari pergeseran cepat natrium serum sekunder akibat
kelebihan asupan atau haluaran pertimbangkan formula
dengan pengenceram sepertiga untuk menyediakan air bebas
sementara mempertahankan kandungan kalori untuk
pertumbuhan.
(5) Pertimbangkan formula dengan pengenceran sepertiga
untuk menyediakan air bebas sementara mempertahankn
kandungan kalori untuk pertumbuhan.
(6)

Pantau

elektrolit

serum dan

curah

urine

ketat.

2) Sindrom sekresi hormon antidinretik tak tepat (SIADH)


a) Etiologi: kadar ADH meningkat pada bayi prematur; neonahis
sakit (asliksia kelahiran, pneumotoraks, enntisema interstisial paru,
ventilasi artifisial, hemoragi, pcmbedahan, nyeri, dan hemoragi
periventrikular).
b) Manifestasi klinis: riwayat sakit atau prematur; haluaran urine
rendah dengan berat jenis tinggi; mungkin edema, berat bertambah,
takikardia, peningkatan tekanan nadi, dan peningkatan usaha
bernapas.
c) Pemeriksaan diagnostic
(1) Natrium urine, berat jenfs, dan osmolaritas: natrivm urine
bisa >20-30 mhq/L; osmolaritas urine > osmolaritas serum.
(2) Elektl-olit dan osmolaritas serum: natrium serum
(rendah); csmolaritas serum < osmolaritas urine.
(3) Haluaran urine rendah. natrium dan osniohii-flaa urine
tinggi sementara natrium serum renclah dan osmolaritas serum
rendah.
d) Pengobatan: restriksi cairan (40-CO mL/kg/hari); pamtau natrium
dan osmolaritas serum, natrium dan osmalaTitas urine, haluaran
urine-, tentukan penyebab SIADH
12. Gangguan glandula suprarenalis (kelenjar adrenal)
a. Fungsi: glandula suprarenalis terletak di atas, belakang, dan medial
terhadap ginjal.
Ada dua kelenjar tepisah: medula ad-renal mensekresi
epinefrin dan norepinefrin sebagai respons stimulasi simpatis.
Gangguan ini jarang ditemukan pada periode neonatal; korteks
adrenal mensekresi glukokortikoid (kortisol atau hidrokortison),
mineralokortikoid (aldosteron dan desoksikortikosteron), dan hormon
androgenik melalui umpan balik negatif dari aksis hipotalamushipofisis.
b. Hiperplasia adrenal kongenital (congenital adrenal hyperplasia,
CAH)
1) Etiologi
a)

Defek diturunkan pada enzim sintesis kortisol:


defisie isi 21-Hidroksilase (paling sering)
defisiensi 11--hidroksilase
defisiensi 17-hidroksilase
defisiensi 3- hidroksisteroid dehidrogenase
defisiensi 20,22-desmolase.

b)

Gangguan sekresi kortisol yang berakibat


hipersekresi ACTH dan hiperplasia korteks adrenal
sehingga menyebabkan kelebihan produksi
androgen adrenal.

2) Manifestasi klinis:

a) Bergantung pada tempat dan beratnya blok


enzim simple virilizing formn (kehilangan garam
ringan; insufisiensi adrenal terjadi hanya ketika
stres); bentuk kehilangun garam (biasanya
mengakibatkan krisis adrenal selania periode
neonatal).
b) Curigai CAH pada tiap anak dengan ambigus
genitalia (termasuk kriptorkidismus bilateral
tersendiri), bayi baru lahir yang datang dengan
syok dan dehidrasi, atau pria/wanita dengan tanda
maskulinisasi tak tepat.
c) Gejala krisis adrenal biasanya terjadi dalam 5
sampai 30 hari kehidupan dan meliputi muntah,
susah makan, dehidrasi, gagal tumbuh,
hiponatremia, hiperkalemia, hipoglikemia, dan
asidosis.
d) Hipertensi bisa terjadi pada defisiensi 11hidroksilase dan defek 17 a-hidroksilase.
4) Pemeriksaan diagnostic
a) Penapisan bayi baru lahir (beberapa negara bagian dan negara
mengukur 17-OH progesteron).
b) Pemeriksaan fisik
(1) Wanita mungkin memiliki sinus urogenital, skrotalisasi labia mayora,
f-usi labia, klitoromegali, atau pembentukan pcnis uretra. Hal-aal di atas
mungkin terlihnt normal dulam beberapa bentuk CAH.
(2) Ini mungkin terlihat undernirilized, hipospadin, atau penampilan
normal.
(3) Hiperpigmentasi. terutama lipatan ekstensor dan genitalia
c) Pemeriksaan
(1) Kromosom.
(2) Elektrolit serum (hiponatremia dan peningkatan kalium mengarah
pada detisiensi mineralotortikoid); glukosa serum.
(3) Enzim spesifik: 17 hidroksiprogesteron, 17-OH pregnenolon; 11hidroksilase; 3 -hidroksistveroid dehidrogenase; dehidroepiandrosteron
(DHEA): dan androstenedion.
(4) Kadar ACTH dan renin.
(5) Utrasonografi adrenal dan pelvis.
4) Intervensi
a) Resusitasi cairan dengan 20 mL/kg salin normal. dimulai dengan
pemberian IV dua kali volume rumatan dan menggunakan DSW/0,9NSS.
b) Periksa enzim spesitik (lihat di atas) sebelum memberikan ACTH,

berikan uji stimulasi ACTH: ulan;i kadar ACTH dan enzim spesifik
lainnya serta kortisol; bila AC1'1-I meningkat setelah dilakukan uji.
berikan hidrokortison.
c) Memerlukan penggantian jangka panjang kortisol (hidrokortison` dan
mineralokartikoid (9 a-fludrokortison).
d) Konsultasikan sclalu ke endokrinologis pediatrik dan pertin bangkan
pemindahan ke institusi yang menspesialiswikan diri di hidang
endokrinologi serta menyediakan layanan medis, bedah, dan dukungan
psikologis yang diperlukan.
5) Hasil akhir: memerlukan kortisol ekstra selama stres; pantau
pertumbuhan tulang; untuk maskulinisasi wanita, pendekatan tim
diperlukan untuk menentukan kebutuhan masing-masing individu dan
penentuan waktu pembedahan konstruksi.
c. Insufisiensi adrenal
1) Etiologi: hemoragi adrenal; insufisiepsi adrenal transien atau
iatrogenik; hipoplasia adrenal kongenital; defisiensi aldosteron saja;
pseudohipoaldosteronisme; tahanan ACTH adrenal kongenital;
adrenoleukodistrofi neonatal; defisiensi kinase gliserol infantil.
2) Manifestasi klinis
a) Hipoplasia kongenital datang sebagai neonatus dengan
hipoglikemia berat, sukar makan, dan gagal tumbuh.
b) Insufisiensi transien bisa terlihat sebagai hiponatremia,
hiperkalemia, poliuria, dehidrasi, dan gagal tumbuh.
3) Pemeriksaan diagnostic
a) Elektrolit serum; glukosa serum; kadar kortisol serum dan urine.
b) Kadar ACTH dan renin; uji stimulasi ACTH.
c) Ultrasonografi adrenal.
4) Intervensi: perawatan suportif; mungkin perlu mempertimbangkan
pengobatan jangka pendek dengan glukokortikoid bila transien.
Hipoplasia kongenital memerlukan penggantian kortisol selama
hidup.
5) Hasil akhir: insufisiensi transien tidak memerlukan terapi
penggantian sepanjang hidup; hasil akhir penyebab lain bergantung
pada etiologi.
d. Hemoragi adrenal
1) Etiologi: biasanya karena trauma mekanis selama proses kelahiran.
2) Manifestasi klinis
a) Bisa asimtomatik.
b) Biasanya datang dengan pucat, apnea, hipotermia dengan
penurunan hematokrit (Hct), dan ikterus. Bisa datang dengan syok
hipovolemik bila cukup berat.
c) Massa latus (biasanya sisi kanan).
d) Tanda insufisiensi adrenal tidak selalu ada, kecuali terdapat
perdarahan bilateral dengan kerusakan jaringan adrenokortikal
90%

3) Pemeriksaan diagnostik: ultrasonogl-ati adrenal.


4) Intervensi:
a) tak ada intervensi bila tak bergejala; tangani syok dengan
penggantian volume.
b) Penggantian steroid direkomendasikan bila terdapat hcmoragi
bilateral dan gejala insutisiensi adrenal.
c) Uji stimulasi ACTH dilakukan setelah fase akut.
5) Hasil akhir: pembentukan kalsitikasi; fungsi adrenal umumnya
membaik.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi telur.
Hal ini menunjukkan bahwa kelainan kongenital terjadi pada awal konsepsi. Hal ini terjadi
karena faktor lingkungan dan genetic atau kedua faktor secara bersamaan.
Jadi kelainan kongenital dapat diantisipasi pada saat ibu sebelum dan ketika hamil dengan
cara makan-makanan yang bergizi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Hanifa,2006,ilmu kebidanan,jakarta:yayasan binapustaka. Saworno parwiharjo.
Ngastia,2005,perawatan anak sakit,jakarta:EGC.
Haws,paulette S.,2008,asuhan neonatus rujukan cepat,jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai