Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit dan gangguan
metabolisme kronik dengan multi etiologi yang ditandainya dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, protein sebagai akibat
insufiensi insulin. Insufiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi
produk insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
DM adalah suatu sindrom gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak
semestinya sebagai akibat suatu difisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas
biologi dari insulin atau keduanya (Greenspa dan Baxter, 2000). Diabetes mellitus adalah
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia (Brunner dan Sundarth, 2002).
Diabetes militus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolute atau relative (Artjatmo, 2002). Menurut Long (1996) bahwa yang
dinamakan Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang kompleks melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi kronik pada
mata, syaraf dan pembuluh darah.
Menurut Carpenito (1997) bahwa Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan
yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (Hiperglikemia). Menurut Adam (1996)
bahwa Diabetes miletus adalah suatu intoleransi karbohidrat baik yang berat maupun yang
ringan yang terjadi pertama kali. Penyakit DM merupakan penyakit metabolik yang
ditandai dengan intoleransi glukosa.
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di
dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab
dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke

dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi
( Hidayati, 2003).
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula,
atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan gula
darah yang tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008)
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Jadi dapat
disimpulkan diabetes mellitus adalah penyakit kronik dimana terjadi peninggian kadar
gula dalam darah.

2. Klasifikasi
American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi
berbasis etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun 2010.
Sistem klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya :
a. Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM)
b. Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM)
c. Diabetes Autoimun Fase Laten
d. Maturity-Onset diabetes of youth
e. Lain-lain sebab.
( Barclay L, 2010)

3. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi
umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor
herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)


Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille
Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadar gula darah) (Bare&Suzanne,2002).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu
insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya
mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare& Suzanne, 2002).
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau pulau langerhans pankreas,
yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune,
dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga
dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002)
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM.Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar.Riset melaporkan
bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien
NIDDM adalah kegemukan.Overweight membutuhkan banyak insulin untuk
metabolisme.Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan
insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami gangguan.Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat
keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.Pencegahan utama NIDDM adalah
mempertahankan berat badan ideal.Pencegahan sekunder berupa program penurunan
berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka
sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan
adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan
berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM,
usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah ( Bare & Suzanne, 2002)

4. Patofisiologi
a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin
karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan
hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial (Corwin, 2000).

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Corwin, 2000).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga
terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan
(polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa
pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun
kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
sehingga sel akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000).
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan
maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Namun demikian
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)
5. Faktor Resiko
Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1) Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun.Diabetes mellitus
sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan tersebut. Semakin
bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat
terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi).
2) Jenis kelamin
Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat bervariasi.Di
Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan

daripada lakilaki.Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan


kejadian diabetes mellitus belum jelas.
3) Bangsa dan etnik
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa Asia
lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat.Hasil dari
penelitian tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia kurang
berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di benua Barat.Selain itu, kelompok
etnik tertentu juga berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko
terkena diabetes mellitus.
4) Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan.Adanya riwayat
diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung
memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota
keluarga yang tidak menderita diabetes.Ahli menyebutkan bahwa diabetes
mellitus merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau
kelamin.Umumnya laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan
perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anakanaknya.
5) Riwayat menderita diabetes gestasional
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya diabetes
akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes di kemudian
hari. Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar dengan berat
badan lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si
ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.
6) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram.

b. Faktor yang dapat dimodifikasi


1) Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor
predisposisi terjadinya resistensi insulin.Semakin banyak jaringan lemak pada
tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak

tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central
obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya
diabetes mellitus tipe 2 dimana sekitar 80- 90% penderita mengalami obesitas.
2) Aktifitas fisik yang kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat
menambah sensitifitas insulin.Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat
terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang
aktif.Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena
diabetes.Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan.
Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi
lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga dapat
melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus.
3) Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg
atau tekanan darah diastole 90 mmHg.Hipertensi dapat menimbulkan berbagai
penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan
penglihatan.Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi,
mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih
belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab
utama peningkatan kadar glukosa darah. 4,8,10 d.
4) Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak.
Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya.Tetapi
efek mengkonsumsi makanan yang manismanis dan berlemak tinggi terlalu
banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
5) Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat
badan.Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes.Kurang gizi

(malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan


sekresi insulin.Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan
kerja insulin.
6) Penyakit pada pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik.
7) Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang
dikenal dengan istilah pankreatitis.Penyakit tersebut dapat menimbulkan
gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus.

6. Penanganan
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit
dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 70 %
2) Protein sebanyak 10 15 %
3) Lemak sebanyak 20 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan :
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal

4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan


kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Iwan S,
2010)
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S,
2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
b) Menurunkan ambang sekresi insulin.
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid.Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. (Iwan S, 2010)
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT
27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S,
2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam
ketoasidosis (Bare & Suzanne, 2002).
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis
rendah dan dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil glukosa
darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai
dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka
dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare &
Suzanne, 2002).
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes
yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare
& Suzanne, 2002).

B. Jalan Kaki 30 menit


1. Definisi
Jalan kaki mempunyai manfaat kurang lebih sama dengan joging, tetapi
pembebanan pada badan lebih kecil. Ketika melakukan joging, kedua kaki kita
terangkat dari tanah pada setiap langkah, yang dapat memaksa badan kita
menyerap benturan dengan kekuatan 3 4,5 kali bobot badan kita. Sebaliknya,
saat jalan kaki salah satu kaki selalu di tanah, dan ketika kaki mendarat
benturannya kurang lebih 1,25 kali bobot badan kita. Jadi, risiko cedera pada jalan
kaki lebih kecil.Perbedaan lainnya, jalan kaki memberikan hasil lebih lambat
dibandingkan dengan joging. Untuk mendapatkan manfaatyang sama perlu waktu
lebih lama. Hasil penelitian menyatakan, nilai aerobik jalan kaki termasuk baik.
Penelitian di Universitas Wake Forest Carolina Utara pada 1971 menunjukkan,
terjadinya peningkatan 18% dalam konsumsi oksigen serta penurunan bobot
badan dan lemak pria tengah baya yang melakukan program jalan kaki selama 20
minggu. Sementara, penelitian di Universitas Massachusetts pada 1987
melaporkan, 67% pria dan 91% wanita yang diteliti dapat mencapai denyut nadi
dalam zona latihannya pada waktu mereka jalan 1,6 km secepat-cepatnya dapat
mereka lakukan. Penelitian menunjukkan pula bahwa pria dan wanita yang telah
mencapai puncak kebugaran dapat memperoleh manfaat aerobik dari jalan kaki
(Bumgardner, 2009).

2. Hubungan Diabetes dengan Jalan Sehat


Olahraga membantu penderita DM mengontrol berat badan yang merupakan
indikator penunjuk penderita DM. Penderita diabetes memiliki terlalu banyak
glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin, hormon yang membantu sel
menyerap glukosa. Olahraga dapat membantu melarutkan pembekuan darah lebih
mudah. Tingginya tingkat insulin dalam darah memungkinkan terjadi pembekuan

darah lebih mudah karena itu mengapa diabetes erat kaitannya dengan penyakit
Kardiovaskuler (Infokes, 2004).
Pada penderita diabetes mellitus tipe II, latihan jasmani memiliki peran
utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Pada penderita diabetes mellitus tipe
II, produksi insulin tidak terganggu, tetapi karena respon reseptor pada sel terhadap
insulin (resistensi) masih kurang, maka insulin tidak dapat membantu transfer
glukosa kedalam sel. Pada saat berolahraga, keadaan permeabilitas membran
terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi sehingga resistensi insulin
berkurang, dengan kata lain sensitivitas insulin meningkat (Anggriyana, 2010).

Pengambilan glukosa pada otot yang aktif dalam hal ini akan meningkat,
akan tetapi tidak disertai dengan peningkatan insulin. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya kepekaan reseptor insulin diotot dan bertambahnya reseptor insulin
pada saat berolah raga.Peningkatan kepekaan ini berakhir cukup lama setelah latihan
berakhir. Peningkatan sensitivitas insulin pada saat berolahraga dapat terjadi karena
pada saat berolahraga blood flow (BF) meningkat, ini menyebabkan lebih banyak
jala-jala kapiler yang terbuka sehingga lebih banyak reseptor insulin yang tersedia
dan aktif (Ilyas, 2009).
Dengan membiasakan berjalan kaki melaju sekitar 6 km per jam, waktu
tempuh sekitar 50 menit, ternyata dapat menunda atau mencegah berkembangnya
diabetes Tipe 2, khususnya pada mereka yang bertubuh gemuk (National Institute of
Diabetes and Gigesive & Kidney Diseases).
Diabetes Prevention Program pada tahun 2001 mempublikasikan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa berjalan kaki 30 menit, lima kali seminggu,
dibarengi dengan mengatur porsi makan, ternyata dapat mengurangi resiko diabetes
sampai 50% pada partisipan yang kelebihan bobot badan disertai kadar gula darah
tinggi. Mereka juga mengalami penurunan bobot badan rata-rata 7,5 kg dalam
setahun. Rutin berjalan kaki memang sangat baik dilakukan bagi penderita diabetes
karena bisa meningkatkan kemampuan tubuh untuk memproses gula sehingga tidak
menumpuk berlebihan di dalam darah. Hasilnya, kadar gula dalam darah bisa turun,
sehingga bisa mengurangi resiko menderita penyakit jantung dan ginjal. Sebelum
dan sesudah berjalan kaki, cek kadar gula darah Anda. Jika terlalu rendah, di bawah
100 mg/dl, Anda harus menambah asupan karbohidrat sekitar 15-30 gram. Jika
terlalu tinggi, di atas 200 mg/dl, maka sebaiknya tunda dulu olahraga Anda sampai
kadar gula darahnya turun. Penting untuk para diabetes untuk selalu
melakukanpengecekan kadar gula darah dengan interval yang rutin jika ingin

mencoba berjalan kaki dengan jarak tempuh yang jauh. Waktu yang paling baik
untuk diabetisi melakukan olahraga jalan kaki adalah sekitar 1-2 jam setelah makan,
saat insulin dan kadar gula darah mulai stabil. Paling disarankan jika dilakukan di
pagi hari, terutama untuk penderita diabetes tipe 1.(Bumgardner, 2009).
Untuk menghindari terjadinya penurunan kadar gula terlalu rendah saat
berjalan kaki, sebaiknya bawalah makanan ringan yang mengandung karbohidrat.
Setelah selesai berjalan kaki, anda mungkin butuh asupan karbohidrat sedikit lebih
banyak dari biasanya untuk mencegah terjadinya hipoglikemia.Sebagaimana kita
tahu bahwa kasus diabetes yang bisa diatasi tanpa perlu minum obat, bisa dilakukan
dengan memilih gerak badan rutin berkala. Selama gula darah bisa terkontrol hanya
dengan cara bergerak badan (brisk walking), obat tidak diperlukan.(WHO, 2000).

3. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai