Anda di halaman 1dari 1

CEKUNGAN DAERAH

SUMATER SELATAN
OLEH :
LUTHFAN FATCHAN
12.2013.1.00220

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
2016

PENDAHULUAN
Cekungan Sumatra Selatan dibatasi oleh Paparan Sunda
disebelah murlaut, daerah nggian Lampung disebelah
Tenggara, Pegunungan Barisan disebelah baratdaya serta
Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh disebelah
baratlaut. Evolusi dari cekungan ini telah ada sejak Mesozoik dan
merupakan cekungan belakang busur. Sejarah pembentukan
Cekungan Sumatra Selatan memiliki beberapa kesamaan
dengan Cekungan Sumatra Tengah dan dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh. Cekungan-cekungan tersebut memiliki
bentuk asimetrik dan dibatasi oleh sesar-sesar dan singkapan
batuan pra Tersier yang terangkat sepanjang kaki Pegunungan
Barisan.
Pembentukan Cekungan Sumatra Selatan adalah pengaruh dari
sesar geser makro (s ke slip fault) yang nan nya menghasilkan
pola sesar normal dan sesar geser. Cekungan Sumatra Selatan
merupakan pe cekungan tersier, sehingga perkembangannya
dikendalikan oleh basement pra Tersier.

STRATIGRAFI
Pada dasarnya stra gra cekungan Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus besar sedimentasi yang dimulai
dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada akhir siklusnya. Urutan stra gra Cekungan
Sumatra Selatan dari tua ke muda adalah:
1.Batuan Dasar (Basement) terdiri dari batuan kompleks paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan
metamorf, batuan beku, dan batuan karbonat
2.Formasi Lahat diperkirakan berumur Oligosen awal. Formasi ini terendapkan secara dak selaras terhadap
batuan dasar karena terletak pada bagian terdalam dari cekungan. Lingkungan pengendapan terjadi pada
daerah daratan/alluvial-uvial hingga lacustrine. Pada bagian bawah litologi penyusun berupa batupasir
kasar, kerikilan, dan konglomerat. Pada bagian atas terdapat fasies serpih dengan sisipan batupasir halus,
lanau, dan tu. Formasi ini berfungsi sebagai batuan induk dengan keteblan mencapai 1000m.
3.Formasi Talang Akar diperkirakan berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Formasi ini terendapkan
secara dak selaras dengan Formasi Lahat dan selaras di bawah Formasi Gumai. Litologi penyusun berupa
batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang terendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga zona
transisi. Bagian bawah formasi tersusun atas batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan
dibagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Tebal formasi berkisar 460-610m. Variasi
lingkungan pengendapan berupa uvial-deltaic yang berupa braided stream dan point bar dan berangsur
berubah menjadi lingkungan delta front, marginal marine, dan prodelta yang mengindikasikan perubahan
lingkungan pengendapan kea rah cekungan.
4.Formasi Batu Raja Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi talang akar pada Miosen Awal.
Formasi ini terdiri atas carbonate pla orm dengan ketebalan 20-75m dengan tambahan carbonate build up
dan reef dengan ketebalan 60-120m. Karbonat dengan potensi reservoir terbaik terdapat pada selatan
cekungan, akan tetapi lebih jarang pada bagian utara sub-cekungan Jambi.
5.Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Batu Raja pada kala Oligosen sampai dengan
Miosen Tengah. Formasi ini tersusun atas fosfoliferus marine shale dan lapisan batugamping yang
mengandung glaukonit. Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari calcareous shale dengan sisipan
batugamping, napal, dan batulanau. Sedangkan bagian atas berupa perselingan batupasir dan serpih. Tebal
formasi ini 2700m.
6.Formasi Air Benakat diendapkan pada fase regresi dan akhir dari pengendapan Formasi Gumai pada kala
Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan pada formasi ini terjadai pada lingkungan neri c hingga laut
dangkal dan berubah menjadi lingkungan delta plain dan coastal swamp. Litologi terdiri dari batulempung
pu h dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan dan sedikit
mengandung lignit. Pada bagian tengah kaya akan fosil foramminefera. Ketebalan formasi ini antara
10001500m.
7.Formasi Muara Enim ini diendapkan pada kala Miosen Akhir sampai Pliosen. Pada formasi ini terjadi pada
fasa regresi kedua setelah Formasi Air Benakat. Pengendapan awal terjadi di sepanjang rawa-rawa dataran
pantai, bagan selatan menghasilkan endapan batubara yang luas. Siklus regresi kedua terjadi selama kala
Miosen Akhir dan diakhiri dengan tanda-tanda tektonik Plio-Pleistosen yang menghasilkan penutupan
cekungan dan pengendapan lingkungan non marine. Batupasir pada formasi ini mengandung glaukonit dan
debris vulkanik. Ketebalan Formasi ini 750m.

FASE TEKTONIK CEKUNGAN SUMATRA SELATAN


Cekungan Sumatra Selatan terbentuk sejak akhir Pra Tersier sampai awal Pra Tersier.
Orogenesa pada akhir Kapur-Eosen membagi Cekungan Sumatra Selatan menjadi 4
sub cekungan, yaitu Sub Cekungan Palembang Tengah dan Sub-Cekungan
Palembang Selatan. Menurut Pulonggono (1984) pola Struktur di Cekungan Sumatra
Selatan merupakan hasil dari 4 periode Tektonik Utama yaitu:
1. Upper Jurassic Lower Cretaceous
Rezim tektonik yang terjadi adalah rezim tektonik kompresi, dimana intrusi,
magma sme, dan proses metamorfosa pembentuk batuan dasar masih
berlangsung. Tegasan utama pada periode ini berarah N 030 W (WNW-ESE) yang
mengakibatkan terbentuknya Sesar Lematang yang berarah N060 E.
2. Late Cretaceous Oligocene
Fase yang berkembang pada periode ini adalah rezim tektonik regangan / tarikan
dimana tegasan utamanya berarah N-S. Struktur geologi yang terbentuk adalah
sesar-sesar normal dan pematahan bongkah batuan dasar yang menghasilkan
bentukan Horst ( nggian), Graben (depresi) dan Half Graben. Periode ini merupakan
awal terbentuknya Cekungan Sumatra Selatan dan mulainya pengendapan sedimen
Formasi Lahat dan Talang Akar.
3. Oligocene Pliocene Basin Fill
Fase tektonik yang terjadi pada daerah ini adalah fase tenang, dak ada pergerakan
pada dasar cekungan dan sedimen yang terendapkan lebih dulu (Formasi Lahat).
Pengisian cekungan selama fase tenang berlangsung selama awal Oligosen-Pliosen.
Sedimen yang mengisi cekungan selama fase tenang adalah Formasi Talang Akar,
Formasi Baturaja, Formasi Gumai (Telisa), Formasi Lower Palembang (Air Benakat),
Middle Palembang (Muara Enim) dan Upper Palembang (Kasai).
4. Pliocene -Pleistocene Orogeny
Fase Tektonik yang terjadi pada periode ini adalah fase kompresi, sesar sesar
bongkah dasar cekungan mengalami reak fasi yang mengakibatkan pengangkatan
dan pembentukan an klinorium utama di Cekungan sumatra Selatan. An klinorium
tersebut antara lain An klinorium Muara Enim, An klinorium Pendopo-Benakat,
dan An klinorium Palembang (De Coster 1974).
An klinorium Palembang Utara, merupakan an klinorium yang besar terdiri dari
beberapa an klin. Batuan tertua yang tersingkap adalah Formasi Talang Akar dan
batuan dasar Pra-Tersier. Sisi selatan cenderung menjadi lebih curam daripada sisi
utara atau mur laut (Pulonggono, 1984).
An klinorium Pendopo-Limau, terdiri dari dua an klin paralel, yang merupakan
daerah lapangan minyak terbesar di Sumatra Selatan. Pada sisi baratdaya an klin
kemiringan lebih curam dan dibatasi oleh sesar, dan ada bagian yang tertutup oleh
batas half-graben. Formasi tertua yang tersingkap di puncak adalah Formasi Gumai.
An klinorium Gumai, terdiri dari enam atau lebih an klin kecil yang saling
berhubungan, kebanyakan jurusnya berarah Timur-Barat, sangat dak simetri
dengan keemiringan curam, sisi sebelah utara secara lokal mengalami pembalikan
(overturned). Formasi tertua yang ada di permukaan adalah Formasi Lower
Palembang atau Air Benakat. An klin tersebut sebagai hasil longsoran gravitasi dari
an klin Pegunungan Gumai. Pulonggono (1984) menggambarkan an klinorium
Gumai sebagai lapangan minyak kecil yang saling berhubungan, dihasilkan dari
Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim.
An klinorium Muara enim, merupakan an klin yang besar dengan ekspresi
permukaan kuat dan dengan singkapan batuan dasar Pra-Tersier. Di dekat daerah
Lahat menunjam ke arah mur, sisi utara banyak lapisan batubara dengan
kemiringan curam dan juga lebih banyak yang tersesarkan daripada di sisi selatan.
Kebalikannya di bagian barat pegunungan Gumai dapat diama kemiringan lebih
curam di sisi selatan dan sisi utara dengan kemiringan rela f landai. (Pulonggono,
1984)

GEOLOGI SEJARAH

Geologi sejarah cekungan Sumatra Selatan


adalah sebagai berikut awal mula
terendapkan pada lingkungan uvial, lalu
mengalami pemekaran dan pengisian
sedimen pada cekungan pada daerah delta
dan terus mengalami penurunan
permukaan muka air laut dan lingkungan
pengendapan di lingkungan laut dangkal,
akibat adanya proses tektonik cekungan ini
mengalami pengangkatan dan perubahan
lingkungan pengendapan yang mula laut
dangkal menjadi delta dan terus mengalami
sedimentasi dan pada akhirnya menjadi
daratan.

KESIMPULAN
Kesimpulan dalam poster ini adalah bahwa
cekungan Sumatra Selatan terbentuk
akibat dua fase tektonik.
Cekungan Sumatra Selatan memiliki
potensi sumberdaya alam yang berupa
batubara, panas bumi, migas, dan coal bed
methane (gas batubara)

REFERENSI

- Direzza, Angga, dkk, 2011, Analisis Stratigra Seismik


Endapan Syn-Rift Area Lembak, Cekungan Sumatera
Selatan : Pleriminary Study For Unexplored Area, HAGI :
Jakarta.
- http:/lusiana23mataratu.blogspot.co.id/2014/11/regionalcekungan-sumatera-selatan_2.html
- Bapeda Sumatera Selatan, 2006, Master Plan Sumatera
Selatan Sebagai Lumbung Energi Nasional Tahun 20062025, Sumatera Selatan

SUMBERDAYA ALAM
1.1 Migas
Pada cekungan Sumatera Selatan terdapat jebakan, dimana batuan induk di cekungan ini
berupa serpih karbonat (carbonaceous shales) dan batubara (coals) yang terdapat pada Formasi
Talang Akar dan Formasi Gumai.Sistem reservoir hidrokarbon diperankan oleh fasies batu pasir
yang terdapat pada Formasi Talang Akar (berkontribusi >75% produksi minyak di cekungan
Sumatera Selatan), Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim, serta batuan
karbonat (batu gamping atau limestone) yang membentuk Formasi Baturaja. Sedangkan litologi
yang berperan sebagai penyekat atau sistem perangkap utama hidrokarbon pada cekungan
Sumatera Selatan pada umumnya merupakan batuan yang bersifat lempungan seper yang
dijumpai pada Formasi Kasai.
1.2 Batubara
Batubara yang ditemukan di cekungan Sumatera Selatan memperlihatkan umur pengendapan
Neogen atau Miosen-Plistosen. Endapan ini tersebar luas dan dijumpai pada Formasi Lahat,
Formasi Talang Akar, dan Formasi Muara Enim. Namun demikian, endapan batubara yang telah
diketahui memiliki nilai ekonomis pada umumnya dijumpai pada Formasi Muara Enim.
Peringkat batubara di formasi ini secara umum tergolong rendah (low rank coal), kecuali
endapan yang didapatkan di sekitar tubuh intrusi batuan beku seper yang ditemukan di
lapangan batubara Air Laya, Suban, dan Bukit Kendi.
Ketebalan batubara tersebut bervariasi dari 0,5 m sampai 19 m dengan rata-rata kemiringan
lapisan berkisar antara 8 dan 20, walaupun di beberapa daerah seper di Lahat dijumpai
lapisan batubara dengan kemiringan >70 dan di Sungaililin (Musi Banyuasin) sekitar 4-10.
Penyebaran batubara di cekungan Sumatera Selatan dikontrol oleh struktur perlipatan dan
pensesaran.
1.3 Coal Bed Methane (CBM)
Coal Bed Methane (CBM) adalah gas metan yang terdapat di dalam reservoir pada lapisan
batubara. Reservoir tersebut terbentuk akibat adanya porositas, rekahan alamiah pada waktu
terbentuknya lapisan batubara maupun rekahan-rekahan yang terbentuk kemudian oleh
proses tektonik. Gas metan yang terbentuk di dalam batubara pada umumnya berasosiasi
dengan gas CO2, dan N2 serta jumlah air yang sangat melimpah.
Keberadaan CBM di Sumatera Selatan terkait dengan formasi pembawa batubara. Potensi ini
sangat mungkin ditemukan pada Formasi Muara Enim, Formasi Lahat, dan Formasi Talang Akar.
1.4 Geothermal
Konsentrasi sumberdaya panas bumi di Sumatera Selatan dipengaruhi oleh kombinasi sumber
panas magma s dangkal yang berasal dari ak vitas gunung api Kuarter, dan permeabilitas
primer dan sekunder akibat rekahan dan/atau sesar yang terkait dengan sistem sesar
Semangko. Berdasarkan pada kedua faktor tersebut, daerah-daerah yang telah diketahui
sebagai wilayah prospek sumber energi panas bumi di antaranya Kabupaten Lahat, Kabupaten
Muara Enim, dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Sistem panas bumi di Sumatera
Selatan pada prinsipnya dimanifestasikan oleh penyebaran termal yang cukup ekstensif dan
intensif, berupa sumber air panas (boiling springs), uap belerang (solfatara), batuan teralterasi
(thermally altered rocks), dan uap air panas (steams). Hasil survei di beberapa daerah prospek
memperlihatkan bahwa sistem panas bumi di Sumatera Selatan berasosiasi dengan gunung api
andesi k-rioli k berumur kurang dari 50.000-500.000 tahun (Boedihardi dkk., 1993). Oleh
karena itu, sumber panas yang membentuk sistem panas bumi di daerah tersebut diperkirakan
berasal dari intrusi magma diori k-grani k yang berasal dari zona subduksi (subduc on zone).
Sedangkan batuan reservoir yang membentuk sistem panas bumi di daerah tersebut pada
umumnya ditunjukkan oleh sikuen batuan sedimen Tersier dan batuan dasar (basement)
kristalin pra-Tersier yang telah mengalami pensesaran. Reservoir terdangkal diinterpretasikan
berada pada kedalaman sekitar 1.000-1.500 m. Jenis sumber energi panas bumi yang
mendominasi di daerah prospek pada dasarnya berupa air panas (hot water), dengan
temperatur berkisar antara 250 C - 300 C.

Interpretasi a) batas sikuen dan fasies seismik pada penampang fasa sesaat serta b) fasies
pengendapannya pada lintasan kunci Barat-Timur di Area Lembak.

Anda mungkin juga menyukai