Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LANDASAN TEORI
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Distilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali
kedalam bantuk cairan. Zat yang memliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih
dahulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan panas.
Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing
komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada hukum
raoult dan hukum dalton (Putra, 2014)
Prinsip pada distilasi biasa adalah pemisahan dua zat atau lebih yang mempunyai
perbedaan titik didih. Jika zat-zat yang dipisahkan mempunyai perbedaan titik didih yang
jauh berbeda, dapat digunakan metode isolasi biasa. Zat yang memiliki titik didih rendah
akan cepat terdistilasi daripada zat yang bertitik didih tinggi. Uap zat yang bersifat volatil
dan memiliki titik didih yang rendah akan masuk ke dalam pipa pada kondensator (terjadi
proses pendinginan) sehingga akan turun berupa tetesan-tetesan yang turun ke dalam
penampung atau disebut juga destilat. Dalam hal ini alkohol yakni etanol dan methanol
yang masing-masingnya dicampur dengan air, akan terdistilasi dahulu (Permana, 2012)
Prinsip pemisahan campuran yang melewati dua fase, yakni gas menjadi fase cair
dinamakan dengan proses distilasi. Perbedaan titik didih dan tekanan uap membuat kedua
campuran ini berpisah. Semakin tinggi tekanan uap maka titik didih cairan tersebut
semakin tinggi. Penguapan dipengaruhi oleh titik cairan tersebut. Cairan yang memiliki
titik didih teredah, maka lebih cepat untuk mendidih (Permana, 2012).
Menurut Brown (1987), distilasi adalah suatu metode operasi yang digunakan pada
proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan panas sebagai
tenaga pemisah berdasarkan perbedaa titik didih masing-masing komponennya. Proses
pemisahan secara distilasi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu:
1. Proses penguapan atau penambahan panas dalam larutan yang dipisahkan
2. Proses pembentukan fase seimbang
3. Proses pemisahan kedua fase seimbang
Menurut Herry Santoso (1997), proses pemisahan secara distilasi dapat dilakukan
terhadap campuran yang terdiri dari komponen sebagai berikut:
- Mempunyai perbedaan titik didih yang cukup
- Mempunyai sifat penguapan yang relatif tinggi
- Tidak membentuk campuran azeotrop
II.1.2 Prinsip Kerja Distilasi
Pada distilasi sederhana, campuran dimasukkan dalam labu distilasi, lalu dipisahkan
dengan memanaskan campuran tersebut dengan hot plate. Uap yang dihasilkan adalah uap
II-1

BAB 2 LANDASAN
TEORI
hasil dari zat yang memiliki titik didih rendah. Selanjutnya uap akan dikondensasikan
dengan bantuan kondensor yang berfungsi sebagai pendingin uap. Sehigga diperoleh
distilat yang berbentuk liquid yang menetes pada erlenmeyer.
II.1.3 Jenis-Jenis Distilasi
Menurut (Walangare, 2013), secara umum terdapat 5 jenis distilasi, yaitu :
Distilasi Sederhana
Distilasi sederhana atau distilasi biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk
memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh.
Suatu campuran dapat dipisahkan dengan distilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa
murni. Senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap saat mencapai titik didih
masing-masing.

Gambar II.1 Distilasi Sederhana

Distilasi Fraksionasi (Bertingkat)


Distilasi bertingkat adalah suatu proses distilasi berulang yang terjadi pada kolom
fraksional. Kolom fraksional terdiri atas beberapa plat di mana pada setiap plat terjadi
pengembunan. Uap yang naik plat yang lebih tinggi banyak mengandung cairan yang lebih
atsiri atau mudah menguap, sedangkan cairan yang kurang atsiri lebih banyak kondensat.
Prinsip dari distilasi bertngkat ini sama dengan distilasi sederhana. Hanya saja, distilasi
bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik sehingga mampu
memisahkan dua komponen yang memiliki titik didih yang berdekatan.

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 2

BAB 2 LANDASAN
TEORI

Gambar II.2 Distilasi Bertingkat

Distilasi Azeotrop
Distilasi azeotrop adalah metode yang digunakan untuk memisahkan campuran
azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit dipisahkan). Biasanya dalam
prosesnya, digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut atau
dengan menggunakan tekanan tinggi.

Gambar II.3 Distilasi Azeotrop


Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 3

BAB 2 LANDASAN
TEORI

Distilasi Uap
Distilasi uap adalah distilasi senyawa air yang tidak larut dalam air dengan cara
mengalirkan uap ke dalam campuran sehingga bagian yang dapat menguap berubah
menjadi uap pada temperatur yang lebih rendah daripada dengan pemanasan langsung.
Untuk distilasi uap, labu yang berisi senyawa yang akan dimurnikan dihubungkan dengan
labu pembangkit uap.

Gambar II.4 Distilasi Uap

Distilasi Vakum
Distilasi vakum digunakan untuk memisahkan dua komponen yang titik didihnya
sangat tinggi. Metode yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan permukaan
lebih rendah dari 1 atm sehingga titik didihnya juga menjadi rendah. Dalam prosesnya,
suhu yang digunakan untuk mendistilasinya tidak perlu terlalu tinggi.

Gambar II.5 Distilasi Vakum

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 4

BAB 2 LANDASAN
TEORI
II.1.4 Uji Distilasi (ASTM D 86 07b)
ASTM D 86 07b merupakan metode standar untuk distilasi produk petroleum
pada tekanan atmosfer. Metode pada ASTM D 86 07d digunakan untuk distilasi
atmosferis dari produk petroleum menggunakan distilasi batch untuk menentukan secara
kuantitatif karakteristik boiling range seperti produk distilat yang berwarna terang atau
menengah, automotive spark-ignition engine fuels, automotive spark-ignition engine fuels
yang mengandung sampai 10% etanol, aviation gasoline, aviation turbine fuels, I-D dan 2D bahan bakar diesel, biodiesel campuran sampai 20%, bahan bakar laut, special
petroleum spirits, naphthas, white spirits, kerosines, dan bahan bakar grade 1 dan 2.
Berdasarkan ASTM D 86 07b, berikut ini merupakan beberapa terminologi yang
perlu diketahui dalam percobaan distilasi :
Dry Point
Temperatur pembacaan thermometer pada saat tetesan terakhir dari liquid (distilat).
End Point (EP) or Final Boiling Point (FBP)
Pembacaan termometer maksimum selama percobaan yang terjadi setelah evaporasi
seluruh liquid dari labu distilasi. Diukur pada saat 5 menit setelah distilat menetes yang
terakhir.
Initial Boiling Point (IBP)
Pembacaan termometer pada saat tetesan pertama kondensat jatuh dari pipa kondensor
Percent Evaporated
Jumlah dari percent recovered dan percent loss
Percent Loss
Seratus dikurangi percent total recovery
Percent Recovered
Volume kondensat yang dihasilkan selama percobaan distilasi
Percent Recovery
Percent recovery maksimum
Percent Total Recovery
Kombinasi antara percent recovery dan residu
Percent Residue
Volume residu dalam labu distilasi
Repeatability
Perbedaan hasil pengujian yang dilakukan oleh operator yang sama menggunakan alat
yang sama pada kondisi operasi konstan.
Reproducibility
Perbedaan hasil pengujian yang dilakukan oleh operator yang berbeda pada laboratorium
yang berbeda.
Berikut ini merupakan ringkasan dari metode uji berdasarkan ASTM D 86 07d :
1. Berdasarkan komposisi, tekanan uap, IBP atau EP yang diharapkan, sampel
diletakkan pada salah satu dari 4 grup. Rangkaian alat, temperature kondensor, dan
variabel operasi lain didefnisikan oleh grup pada sampel jatuh.
Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 5

BAB 2 LANDASAN
TEORI
2. Sebanyak 100 mL specimen sampel didistilasi di bawah kondisi yang
dideskripsikan sebelumnya pada grup sampel jatuh. Distilasi dilakukan pada unit
distilasi batch laboratorium pada tekanan ambien di bawah kondisi yang didesain
untuk menyediakan fraksinasi plate teoritis secara tepat. Observasi sistematik
pembacaan temperatur dan volume kondensat dibuat bergantung pada kebutuhan
pengguna data. Volume residu dan yang hilang juga direkam.
3. Kesimpulan dari distilasi, temperatur uap yang teramati dapat dikoreksi untuk
tekanan barometris dan data seperti rate distilasi. Pengujian diulang jika kondisi
spesifik tidak ditemui.
4. Hasilnya ditunjukkan sebagai persen terevaporasi atau persen recovered versus
temperatur, baik itu dalam tabel atau secara grafik seperti plot kurva distilasi.
II.1.5 Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair merupakan gabungan senyawa hidrokarbon yang diperoleh dari
alam maupun secara buatan. Bahan bakar cair umumnya berasal dari minyak bumi. Dimasa
yang akan datang, kemungkinan bahan bakar cair yang berasal dari oil shale, tar sands,
batubara dan biomassa akan meningkat. Minyak bumi merupakan campuran alami
hidrokarbon cair dengan sedikit belerang, nitrogen, oksigen, sedikit sekali metal, dan
mineral (Wiratmaja, 2010).
Dengan kemudahan penggunaan, ditambah dengan efisiensi thermis yang lebih
tinggi, serta penanganan dan pengangkutan yang lebih mudah, menyebabkan penggunaan
minyak bumi sebagai sumber utama penyedia energi semakin meningkat. Secara teknis,
bahan bakar cair merupakan sumber energi yang terbaik, mudah ditangani, mudah dalam
penyimpanan dan nilai kalor pembakarannya cenderung konstan. Beberapa kelebihan
bahan bakar cair dibandingkan dengan bahan bakar padat antara lain :
- Kebersihan dari hasil pembakaran
- Menggunakan alat bakar yang lebih kompak
- Penanganannya lebih mudah
Salah satu kekurangan bahan bakar cair ini adalah harus menggunakan proses
pemurnian yang cukup komplek.
II.1.6 Spesifikasi Bahan Bakar
II.1.6.1 Premium
Premium terutama terdiri atas senyawa-senyawa hidrokarbon dengan 5 sampai 10
atom karbon yang diperoleh dari minyak bumi. Sebagian diperoleh langsung dari hasil
penyulingan bertingkat minyak bumi (fraksi dengan titik didih berkisar 30 C
-200C),sebagian besar lagi dari hasil proses pada kilang minyak yang mengubah fraksi
yang lebih ringan dan yang lebih berat dari premium menjadi premium dengan reaksi
reformasi.
Premium digunakan sebagai bahan bakar mesin-mesin yang dirancang khusus
menggunakan bahan bakar premium. Premium yang baik dengan sifat anti ketukan,terdiri
atas senyawa-senyawa hidrokarbon yang:
Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 6

BAB 2 LANDASAN
TEORI
1. Memiliki berat molekul yang relatif rendah( C5- C10)
2. Memiliki rantai karbon yang bercabang
3. Memiliki ikatan-ikatan tak jenuh,siklik,dan terutama aromatik.
Kemampuan premium terbakar tanpa ketukan ditunjukkan dengan bilangan
oktannya. Pada awalnya rentang nilai oktan adalah 0 sampai 100, dengan normal heptana
diberi nilai 0 dan 2,2,4-trimetil pentana (isooktana) bernilai oktana 100. Bila suatu bahan
bakar premium memiliki sifat bakar seperti yang ditunjukkan campuran 88 persen volum
isooktana dengan 12 persen volum normal heptana, maka premium itu bernilai oktana 88.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi bernomor : 3674
K/24/DJM/2006 tanggal: 17 Maret 2006 premium standar bernilai oktan 88 (Pinem, 2010)
Tabel II.1 Spesifikasi Bahan Bakar Premium
Batasan
Metode
No.
Karakteristik
Satuan
Min
Max
ASTM
IP
1.
Bilang Oktan
Angka
Oktan
Riset
RON
90,0
D 2699
(RON)
Angka Oktan Motor
RON
Dilaporkan
D 3700
(MON)
2.
Stabilitas Oksidasi
menit
360
870
D 525
D 2622 atau
3.
Kandungan Sulfur
% m/m
0,05
D 4294 atau
D 7039
- Injeksi timbal tidak
4.
Kandungan Timbal (Pb)
g/l
diizinkan
D 3237
-Dilaporkan
Kandungan Logam
IP
5.
mg/l
Tidak Terdeteksi
D 3831
(Mangan Besi)
74
6.
Kandungan Oksigen
% m/m
2,7
D 4815
7.
Kandungan Olefin
% v/v
D 1319
8.
Kandungan Aromatik
% v/v
Dilaporkan
D 1319
9.
Kandungan Benzena
% v/v
D 4420
Distilasi
o
10% vol penguapan
C
74
o
10% vol penguapan
C
88
125
10.
D 86
o
10% vol penguapan
C
180
o
Titik Didih Akhir
C
215
Residu
% vol
2,0
mg
11.
Sedimen
1
D 5452
KOH/g
mg
12.
Unwashed Gum
70
D 381
KOH/g
14.
Washed Gum
mg/l
5
D 381
D 5191 atau
15.
Tekanan Uap
kPa
45
69
D 323
Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 7

BAB 2 LANDASAN
TEORI
Berat Jenis (pada suhu 15
D 4052 atau
Kg/m3
715
770
o
C)
D 1298
16.
Korosi Bilah Tembaga
menit
Kelas 1
D 130
17.
Sulfur Mercaptan
% massa
0,002
D 3227
18.
Penampilan Visual
Jernih dan terang
19.
Bau
Dapat dipanaskan
20.
Warna
Hijau
21.
Kandungan Pewarna
g/100 l
0,13
Sumber : Kementerian ESDM RI Dirjen Minyak dan Gas Bumi, 2013
15.

II.1.6.2 Kerosin (Minyak Tanah)


Kerosin adalah bahan bakar jenis distilat yang tidak berwarna dan jernih dengan
spesifikasi titik nyala minimum 38oC. Kerosin merupakan fraksi menengah dari proses
distilasi atmosferik minyak bumi namun lebih ringan dari pada fraksi minyak solar
(Yuliarita, 2010).
Berikut ini merupakan spesifikasi kerosin berdasarkan Surat Keputusan Dirjen
Migas No. 17 K/72/DDJM/1999 tanggal 16 April 1999.
Tabel II.2 Data Fisik dan Kimiawi Kerosin
Batasan
Metode
No. Karakteristik
Satuan
Min Max
ASTM
IP
o
3
1.
Densitas pada 15 C
kg/m
835
D 1298
2.
Titik Asap
mm
15
D 1322
Nilai Jelaga
3.
mg/kg
40
IP 10
(Char Value)
4.
Distilasi :
D 86
o
4.1
Perolehan pada 200 C
% vol
18
o
4.2
Titik Akhir
C
310
o
5.
Titik Nyala Abel
C
38,0 IP 170
6.
Kandungan Belerang
% massa 0,20
D 1266
Korosi Bilah Tembaga (3
7.
No. 1 D 130
jam/50 oC)
8.
Bau dan Warna
dapat dipanaskan
Sumber : Material Safety Data Sheet Minyak Tanah PT. PERTAMINA (PERSERO), 2007

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 8

BAB 2 LANDASAN
TEORI
II.2 Jurnal Aplikasi
Evaluasi Hasil Analisis Bensin dengan Menggunakan Metode ASTM D 86
dan ASTM D 7345
Uji Distilasi ASTM D 86 merupakan salah satu dari beberapa pengujian yang
dilakukan oleh Laboratorium Minyak Bumi, dimana dalam melakukan pengujian Distilasi
ASTM D 86 untuk produk minyak seperti Bensin, Kerosine, Nafta dan Solar dilakukan
dalam waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 1,5 jam (dihitung mulai dari persiapan
sample uji sampai dengan tercatatnya hasil uji sementara). Sementara di satu sisi pelanggan
selalu mengharapkan hasil uji yang cepat, terutama bila jumlah sample yang banyak akan
memerlukan waktu uji yang cukup lama. Dikarenakan lamanya pengujian Distilasi ASTM
D86 ini maka beberapa institusi laboratorium penguji, telah menggunakan metode uji
ASTM D7345. Dimana metode uji Distilasi micro ASTM D7345 ini adalah pengujian
distilasi automatik dengan kebutuhan sampel yang minimum yaitu 10mL dan memerlukan
waktu uji kurang lebih 20 menit (dihitung mulai dari persiapan sample sampai dengan
keluarnya hasil uji dari alat uji), sedangkan untuk uji distilasi ASTM D86 diperlukan
sample sebanyak 100cc.
Uji ASTM D86 dilakukan dengan distilasi 100 ml contoh uji dengan kondisi uji
sesuai dengan penggolongan (group) dari sample ujinya. Pengujian distilasi ini dilakukan
di laboratorium pada tekanan atmosferik, dimana temperatur setiap 10 % distilate yang ter
recovery sampai dengan didapatkannya temperatur akhir (end point/ final boiling point) di
catat. Hasil uji dinyatakan dalam celsius. Sedangkan uji ASTM D 7345 dilakukan dengan
menuangkan 10mL sampel di labu distilasi micro, kemudian labu berisi contoh tersebut
ditempatkan diperalatan uji dan kemudian alat dijalankan secara otomatis, dibawah kondisi
uji yang telah diatur secara otomatis pula pada tekanan atmosferik.
Setelah melalui percobaan di laboratorium didapatkan bahwa hasil uji material
Bensin 88 dengan menggunakan distilasi ASTM D 86 manual dan microdistilasi ADTM D
7345 adalah tidak sama secara statistika. Secara umum, hasil uji Bensin 88 dengan
menggunakan ASTM D 86 manual memberikan hasil uji yang lebih besar bila
dibandingkan dengan hasil uji dengan menggunakan alat uji microdistilasi ASTM D 7345.
Contoh uji bensin yang digunakan adalah Bensin 88 yang belum terkontaminasi dengan
produk lainnya.
Pengujian distilasi produk BBM Jenis Bensin sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan metode ASTM D 86 mengingat keseragaman hasil uji ASTM D 86 lebih
merata daripada hasil uji ASTM D 7345, meskipun begitu perlu dihitung secara statistika
pula tingkat error dari pengujian ASTM D 86 dan ASTM D 7345.

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 9

Anda mungkin juga menyukai