1. Mudah
marah
(irritable)
Hipotesis
Mekanisme
How to manage
1. Gangguan
Mood, gangguan
afek,
schizoaffective
Antianxietas
Terapi psikososial
Primary support gorup
More info
2. Suka berbicara
sendiri
(halusinasi +)
2. Schizophrenia,
schizophreniform
Psikofarmaka.
Antipsikotik atypikal
Terapi psikososial
3. Suka
membakar
kertas karena
os merasa ada
yang
menyuruhnya
(waham
command)
3. Schizophrenia,
schizophreniform,
gangguan waham
Antipsikosis Dopamin
receptor antagonis
Antipsikosis Serotonin
dopamin Antagonis
Terapi psikososial
4. Mendengar
bisikan ghaib
(halusinasi
auditori +)
4. Schizophrenia,
schizophreniform
Antipsikosis Dopamin
receptor antagonis
Antipsikosis Serotonin
dopamin Antagonis
Terapi psikososial
5. Schizophrenia,
schizophreniform
Halusinasi: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi
tanpa stimulasi eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak
terdapat interpretasi waham sehubungan dengan pengalaman
halusinasi tersebut.
Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang
berupa citra yang berbentuk (sebagai contohnya, orang) dan citra
yang tidak berbentuk (sebagai contohnya, kilatan cahaya); paling
sering pada gangguan organik.
Halusinasi visual bisa disebabkan oleh 3 proses, yaitu
psikofisiologik (gangguan di otak), psikobiokimia (gangguan pada
neurotransmitter), dan psikodinamik (gangguan tingkat
kesadaran). Iritasi pada pusat kortikal yang berperan dalam proses
visual. Iritasi pada korteks visual primer (Brodmanns area 17)
menyebabkan halusinasi visual sederhana, sedangkan iritasi pada
korteks asosiasi visual (Brodmanns area 18 dan 19) menyebabkan
halusinasi visual kompleks.
Perubahan biokimia dan molekuler pada neuron deafferen
yang menyebabkan bertambahnya eksitabilitas dapat
juga
menyebabkan halusinasi visual. Halusinasi visual juga dapat
disebabkan oleh kurang tidur dan gangguan penglihatan lama.
Antipsikosis
Dopamin receptor
antagonis
Antipsikosis
Serotonin dopamin
Antagonis
Terapi psikososial
6. Schizophrenia,
schizophreniform
Antipsikosis Dopamin
receptor antagonis
Antipsikosis Serotonin
dopamin Antagoni
Terapi psikososial
8. Merasa
melihat ada
orang diatas
atap yang
menyetrumnya
(halusinasi
visual +)
7. Schizophrenia,
schizophreniform
Halusinasi: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi
tanpa stimulasi eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak
terdapat interpretasi waham sehubungan dengan pengalaman
halusinasi tersebut.
Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang
berupa citra yang berbentuk (sebagai contohnya, orang) dan citra
yang tidak berbentuk (sebagai contohnya, kilatan cahaya); paling
sering pada gangguan organik.
Halusinasi visual bisa disebabkan oleh 3 proses, yaitu
psikofisiologik (gangguan di otak), psikobiokimia (gangguan pada
neurotransmitter), dan psikodinamik (gangguan tingkat
kesadaran). Iritasi pada pusat kortikal yang berperan dalam proses
visual. Iritasi pada korteks visual primer (Brodmanns area 17)
menyebabkan halusinasi visual sederhana, sedangkan iritasi pada
korteks asosiasi visual (Brodmanns area 18 dan 19) menyebabkan
halusinasi visual kompleks.
Perubahan biokimia dan molekuler pada neuron deafferen
yang menyebabkan bertambahnya eksitabilitas dapat
juga
menyebabkan halusinasi visual. Halusinasi visual juga dapat
disebabkan oleh kurang tidur dan gangguan penglihatan lama.
Reticular activiting system (RAS) berperan dalam sleep wake
cycle juga berperan terhadap terjadinya halusinasi.
Pasien skiofrenia memiliki peningkatan signifikan pada
jumlah pedunculopontine nucleus (PPN) neuron dan disfungsi
Antipsikosis
Dopamin receptor
antagonis
Antipsikosis
Serotonin dopamin
Antagonis
Terapi psikososial
9. Os mengaku
memiliki
banyak tanah
yang diberi
oleh presiden
Soekarno,
Soeharto
(waham
grandiose)
8. Schizophrenia,
schizophreniform,
gangguan waham
Antipsikosis Dopamin
receptor antagonis
Antipsikosis Serotonin
dopamin Antagonis
Terapi psikososial
9. Schizophrenia,
schizophreniform
Antipsikosis Dopamin
receptor antagonis
Antipsikosis Serotonin
dopamin Antagonis
Terapi psikososial
10. Schizophrenia,
Antipsikosis Dopamin
receptor antagonis
Antipsikosis Serotonin
dopamin Antagonis
Terapi psikososial
pada orang lain, pada faktor eksternal, atau pada faktor organik.
Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak
diketahui pada diri pasien.
Tilikan intelektual: menerima bahwa pasien sakit dan bahwa
gejala atau kegagalan dalam penyesuaian sosial adalah
disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan tertentu dalam
diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan untuk
pengalaman di masa depan.
Tilikan emosional sejati: kesadaran emosional tentang motif dan
perasaan di dalam diri pasien dan orang yang penting dalam
kehidupannya, yang dapat menyebabkan perubahan dasar dalam
perilaku pasien.
11. Schizophrenia,
schizophreniform
Antipsikosis Dopamin
receptor antagonis
Antipsikosis Serotonin
dopamin Antagonis
Terapi psikososial
Penegakkan diagnosis
Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut (Maslim, 2003).:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
a. thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda atau thought insertion or withdrawal yang merupakan isi yang
asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan thought broadcasting, yaitu isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. delusion of control, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau delusion of
passivitiy merupaka waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya
diartikan secara jelas merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus), atau
delusional perceptionyang merupakan pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya,
biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik (prodromal)
f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah (Tomb, 2003):
Penurunan
fungsi
dan fungsi
dalam
Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya sebagian dari periode tersebut
Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autisme, atau gangguan
organik.
Skizofrenia paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama
kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Skizofrenia paranoid
memiliki perkembangan gejala yang konstan. Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Pemeriksaan secara lebih teliti juga didapatkan gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita
sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid, mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada orang lain. Berdasarkan PPDGJ
III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling berkomentar tentang diri pasien, yang mengancam pasien
atau memberi perintah, atau tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi
Skizofrenia Hebefrenik
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah
gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfenik. Waham dan halusinasi banyak sekali.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum
diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenikbiasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)..
Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada
tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang
bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat
terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduhgelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau
pergerakkan kearah yang berlawanan);
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);
o Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta
kalimat-kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus
ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu dari dua bentuk skizofrenia katatonik, yaitu
stupor katatonik dan excited katatatonik. Pada katatonik stupor, pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu (postur
berdoa, membentuk bola), tidak melakukan gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama sekali dengan lingkungan sekitar
bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil, air liur biasanya mengalir dari ujung mulut pasien karena tidak ada
gerakan mulut, bila diberi makan melalui mulut akan tetap berada di rongga mulut karena tidak adanya gerakan
mengunyah, pasien tidak berbicara berhari-hari, bila anggota badan pasien dicoba digerakkan pasien seperti lilin mengikuti
posisi yang dibentuk, kemudian secara perlahan kembali lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di sudut
ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.
Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan, stereotipik dengan impulsivitas yang ekstrim.
Pasien berteriak, meraung, membenturkan sisi badannya berulang ulang, melompat, mondar mandir maju mundur.Pasien
dapat menyerang orang disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan lalu kembali ke sudut ruangan, pasien biasanya
meneriakka kata atau frase yang aneh berulang-ulang dengan suara yang keras, meraung, atau berceramah seperti pemuka
agama atau pejabat.Pasien hampir tidak pernah berinteraksi dengan lingkungan sekitar, biasanya asik sendiri dengan
kegiatannya di sudut ruangan, atau di kolong tempat tidurnya.
Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari kedua diatas, pada kebanyakan kasus
gejala tersebut bisa bergantian pada pasien yang dalam waktu dan frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien
dengan stupor katatonik dapat secara tiba-tiba berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu membantingkan badannya ke
dinding, dan akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.
Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari
pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sulit ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.
Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan
perlahan dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari
episode psikotik, dandisertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada jenis simpleks adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi
jarang sekali terdapat.Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau
pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi
pengemis, pelacur, atau penjahat.
Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke
arah gejala negatif yang lebuh menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpula afek, pasif dan tidak
ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul,
sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti
dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi
telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya
kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada
tipe residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun
Skizofrenia lainnya
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya mengalami disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan
pada pasien yang terperangkap dalam pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan dunia nyata.
Early onset schizophrenia
Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan dengan retardasi mental dan autisme
Late onset schizophrenia
Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih sering terjadi pada wanita dan pasien-pasien dengan gejala paranoid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R., Weinberger, D.R. 2005. Remission in Schizophrenia: Proposed
Criteria and Rationale for Consensus. Am J Psychiatry. 162:441449.
2. Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi Keempat. Jilid Pertama. Jogjakarta : Pustaka Pelajar
3. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006. FamilySupport Predicts Psychiatric Medication Usage Among
Mexican AmericanIndividuals with Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric Epidemology,41. 624-631.
4. Kaplan H.I, Sadok B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 : 777-83
5. Kaplan H.I, Sadok B.J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Cetakan I, Widya Medika, Jakarta, 1998 : 227-229
6. Kaplan H.I, Sadok B.J. Comprensive Textbook Of Psychiatry, William & Walkins. 5th Edition, USA, 1998 : 128
7. Maramis, W. F. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya: Pusat penerbitan dan percetakan.
8. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari PPGDJ-III, Jakarta, 2001 : 65
9. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit
Erlangga
10. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III), Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1993.