Anda di halaman 1dari 121

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS


DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Oleh:
DESY FITRI MAULIDIA
1110104000030

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M

PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
Desy Fitri Maulidia
NIM: 1110104000030

Pembimbing I

Pembimbing II

Nia Damiati, S.Kp., MSN


NIP: 19790114 200501 2 007

Karyadi, PhD
NIP: 19710903 200501 1 007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M

LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS DI WILAYAH CIPUTAT TAHUN 2014
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan tim penguji
Desy Fitri Maulidia
NIM: 1110104000030

Pembimbing I

Pembimbing II

Nia Damiati, S.Kp., MSN


NIP: 19790114 200501 2 007

Karyadi, PhD
NIP: 19710903 200501 1 007

Penguji I

Penguji II

Ernawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB
NIP:19731106 200501 2 003

Karyadi, Ph.D
NIP: 19710903 200501 1 007

Penguji III

Nia Damiati, S.Kp., MSN


NIP: 19790114 200501 2 007

LEMBAR PENGESAHAN
SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ns. Waras Budi Utomo, SKp. MKM


NIP: 19790520 200901 1 012

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc) dr. M. Kamil Tajudin, Sp. And

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Juli 2014

materai

Desy Fitri Maulidia

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Desy Fitri Maulidia

Tempat/Tanggal Lahir

: Pontianak, 21 Agustus 1993

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status

: Belum Menikah

Alamat

: Parit Bunga Baru Desa Madusari RT 002/RW 001


Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

Telepon

: 085772475953

Email

: nenglidya@gmail.com
nenglidya@rocketmail.com

Riwayat Pendidikan
1.
2.
3.
4.

1998-2004 : MI Miftahul Huda


2004-2007 : MTs Miftahul Huda
2007-2010 : SMA Darul Ulum 2 BPPT Jombang
2010-2014 : S-1 Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Halaman Persembahan
Bagai sebuah gelas kosong, aku datang ke dunia baru ini,
Bagai bayi yang baru lahir aku hadir ditengah-tengah orang hebat,
Kurang dari sedikit bekal aku bawa, sebagai bekal modal awal aku
meminta ilmu yang lebih pada guruku.
Kini aku tau apa yang tak aku tau
Aku mengerti apa yang tak ku mengerti
Dan aku memahami apa yang aku tidak pahami
Karena tanpamu apa jadinya aku
Satu keyakinanku, guruku takkan membiarkanku sama seperti aku
dulu.
Satu keyakinanku, ridho doa orang tuaku takkan putus kepadaku.
Hanya Terima kasih yang bisa aku berikan teruntuk orang tuaku
dan guruku.

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES


SCHOOL OF NURSING OF
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduated Thesis, July 2014
Desy Fitri Maulidia, NIM: 1110104000030
Relationship between Family Support and Medication Adherence in
Tuberculosis Sufferers in Ciputat Area Year 2014
xvii + 80 pages + 9 Tables + 4 Charts + 1 image + 6 Attachments

ABSTRACT
Introduction: High number of tuberculosis (TB) cases and low number of
medication achievement which one of cause is drop out makes the treatment
longer. Besides, the number of Multi Drug Resistance (MDR) and complication of
TB will high. Methods: This quantitative cross sectional study was taken from 69
respondent by total sampling at two health centers under the Department of Health
South Tangerang in June 2014. The data was collected through two
questionnaires, they are Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) and
family support questionnaire. Analyze: Analyze was used univariate and Chi
Square test for bivariate. Result: Persentage of respondents with good family
support are 60.9%, respondents with bad family support are 39.1%. Persentage of
respondents with good medication adherence are 73.9%, and bad medication
adherence are 26.1%. The data result obtained p value = 0.00 which is less than
0.05. Discussion: there is significant relationship between the variables of family
support to variable medication adherence. However, involving the family within
the treatment is best recommend on medication treatment.
Keyword: Family Support, Medication Adherence, Tuberculosis
Reference: 72 (year 2003-2013)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2014
Desy Fitri Maulidia, NIM: 1110104000030
Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014
xii + 80 halaman + 9 Tabel + 4 bagan + 1 gambar + 6 lampiran

ABSTRAK
Latar Belakang: Tingginya kasus tuberkulosis (TB) dan rendahnya angka
capaian pengobatan yang salah satunya diakibatkan putus obat menyebabkan
pengobatan memakan waktu yang lebih lama. Selain itu, dapat menyebabkan
tingginya kasus Multi Drug Resistance (MDR) dan komplikasi lebih lanjut.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif cross sectional pada 69
responden dengan teknik total sampling di dua Puskesmas dibawah Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan pada bulan Juni 2014. Pengumpulan data
menggunakan dua instrumen, yaitu kuesioner kepatuhan Morinsky Medication
Adherence Scale (MMAS) dan kuesioner dukungan keluarga. Analisis: Analisis
data menggunakan analisis univariat dan uji Chi Square pada analisis bivariat.
Hasil: Persentase responden yang memiliki dukungan baik sebesar 60,9%,
dukungan buruk sebesar 39,1%. Persentase responden yang patuh sebesar 73,9%,
dan tidak patuh sebesar 26,1%. Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p value =
0,00 yakni lebih kecil dari 0,05. Kesimpulan: hitungan statistik bermakna atau
ada hubungan antara variabel dukungan keluarga terhadap variabel kepatuhan
minum obat. Sehingga disarankan untuk melibatkan keluarga dalam pengobatan.
Kata kunci: Dukungan Keluarga, Kepatuhan Minum Obat, Tuberkulosis
Daftar Bacaan: 72 (tahun 2003-2013)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur Kehadirat Allah Azza wa Jalla


atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang
berjudul Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014 ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak
mengalami kesulitan namun berkat pertolongan dari Allah SWT serta bantuan,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat
diatasi. Untuk itu, tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. (hc) dr. M. Kamil Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nia Damiati, S.Kp., MSN selaku dosen pembimbing I dan Bapak Karyadi,
PhD selaku dosen pembimbing II, yang telah bersedia membimbing penulis
serta sabar, tekun, tulus, ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, MNS selaku dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberi arahan dari awal perkuliahan hingga saat ini.

5. Seluruh dosen dan

staff

akademik

yang

telah membantu

penulis

menyelesaikan skripsi ini.


6. Abah (H. Abd. Qodir Albas) dan Umi (Syadiah Saiman), Yu Lail, Yu Ubai,
Icha, dan Ari yang selalu memberi dukungan meski jarak memisahkan kami.
7. Masyayikh Pondok Pesantren Darul Ulum yang mengajarkan penulis tentang
dunia dan setelahnya.
8. Kementrian Agama yang sudah memberi saya kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan di tingkat perguruan tinggi hingga akhir masa studi.
9. Teman CSS PTN UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik pengurus maupun
anggota yang mendampingi penulis selama masa perkuliahan. Teman CSS
Nasional baik pengurus maupun anggota yang menjadi keluarga besar penulis
di CSS. Sahabat-sahabat PMII yang mengenalkan penulis tentang arti sebuah
perjuangan.
10. Unconditional friendship My (Fidah, Fitri, Naila dan Nina) Rainbow yang
selalu menyemangati serta menemani penulis dalam suka dan duka.
Neighbourhood kost Nok Adel dan Mamih Alif yang mendorong penulis
untuk selalu bangkit. Teman-teman PSIK angkatan 2010 yang selalu memberi
semangat dengan jargon compaqnya.
11. Seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga selesai.
Ciputat, Juli 2014
Penulis

DAFTAR ISI
COVER............................................................................................. .
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................
RIWAYAT HIDUP .........................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................
ABSTRACT ......................................................................................
ABSTRAK .........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................
DAFTAR BAGAN ........................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................
BAB I : PENDAHULUAN............................................................
A. Latar Belakang
.................................................
B. Rumusan Masalah ................................................
C. Tujuan Penelitian ................................................
1. Tujuan Umum
................................................
2. Tujuan Khusus ................................................
D. Manfaat Penelitian ................................................
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................
A. Tuberkulosis ............................................................
1. Pengertian Tuberkulosis ....................................
2. Faktor-Faktor Terjadinya Tuberkulosis ............
3. Patofisiologi Tuberkulosis....................................
4. Pengobatan Tuberkulosis ....................................
B. Keluarga ....................................................................
1. Pengertian Keluarga..............................................
2. Fungsi Keluarga ................................................
3. Dukungan Keluarga..............................................
C. Kepatuhan ............................................................
1. Pengertian Patuh ................................................
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan....
D. Kerangka Teori.........................................................
E. Penelitian Terkait .....................................................
BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL ............................................................
A. Kerangka Konsep ....................................................
B. Hipotesis ....................................................................
C. Definisi Operasional ................................................
BAB IV : METODE PENELITIAN ..............................................
A. Desain Penelitian ......................................................

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xii
xiv
xv
xvi
xvii
1
1
8
10
10
10
10
12
13
13
15
17
20
27
27
30
31
34
34
36
41
43
45
45
45
46
49
49

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................


C. Populasi dan Sampel ................................................
1. Populasi ................................................................
2. Sampel ..................................................................
D. Pengumpulan Data ................................................
E. Alat Pengumpulan Data ..........................................
F. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen
Penelitian ..................................................................
G. Pengolahan Data ......................................................
H. Analisis Data Statistik .............................................
I. Etika Penelitian ........................................................
BAB V : HASIL PENELITIAN ..................................................
A. Gambaran Umum Populasi ...................................
B. Analisis Univariat ...................................................
1. Data Demografi ..................................................
2. Tabulasi Silang Variabel Demografi dengan
Kepatuhan ...........................................................
3. Variabel Dependen dan Independen ...................
C. Analisis Bivariat ......................................................
1. Tabulasi Silang Variabel Dukungan Keluarga
terhadap Kepatuhan ............................................
BAB VI : PEMBAHASAN .............................................................
A. Analisis Data Demografi ........................................
1. Gambaran Jenis Kelamin terhadap
Kepatuhan .........................................................
2. Gambaran Usia terhadap Kepatuhan ..................
3. Gambaran Pekerjaan terhadap Kepatuhan .........
4. Gambaran Pendidikan Terakhir terhadap
Kepatuhan ...........................................................
B. Analisis Variabel Dependen dan Independen ......
1. Gambaran Dukungan Keluarga Penderita
Tuberkulosis .......................................................
2. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Penderita
Tuberkulosis .......................................................
C. Analisis Hubungan antara Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Minum Obat ..........................
D. Keterbatasan Penelitian .........................................
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN .....................................
A. Kesimpulan ..............................................................
B. Saran ........................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
LAMPIRAN

49
49
49
50
51
51
52
54
55
56
58
58
59
59
61
62
63
63
65
65
65
66
67
68
68
68
70
71
72
73
73
74
75

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 3.1
Tabel 5.1

Sistem Klasifikasi TB ........................................................


Farmakoterapi yang umum digunakan pada pasien TB ....
Panduan 2 OAT Kategori 1 ...............................................
Panduan 2 OAT Kategori 1 ...............................................
Definisi Operasional ..........................................................
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Data Demografi
di Wilayah Ciputat Juni 2014 ............................................
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Demografi
dengan Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat
Juni 2014 ...........................................................................
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Dukungan dan
Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni
2014 ...................................................................................
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan
Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat di Wilayah
Ciputat Juni 2014 ...............................................................

14
22
23
23
47
59

61

63

64

DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Patoflow patofisiologi Tuberkulosis ..................................
Bagan 2.2 5 dimensi interaksi ketidakpatuahan .................................
Bagan 2.3 Kerangka Teori .............................................................
Bagan 3.1 Kerangka konsep .............................................................

20
38
42
45

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Paket OAT KDT/FDC ...................................................

24

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat izin penelitian
Lampiran 2: Informed Consent
Lampiran 3: Kuesioner Dukungan Keluarga
Lampiran 4: Kuesioner Kepatuhan
Lampiran 5: Hasil uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 6: Hasil analisis penelitian

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB juga terbagi atas dua macam yakni TB paru
dan TB ekstra paru (Ormerod dalam Gough, 2011). Peningkatan insiden TB
diketahui sebanyak 2 milyar orang (1/3 populasi di dunia) dan kejadian kasus
baru TB didunia sebanyak 8,6 juta (Lewis dkk, 2007). Pada tahun 1999, World
Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000
kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Di Amerika, ras
Asia memiliki angka TB paling tinggi dibanding ras lainnya yakni 29,3%
(Centers for Disease Control in US dalam Lewis dkk, 2007). Selain itu,
penyakit TB juga menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif,
kelompok ekonomi lemah, dan berpendidikan rendah. Semenjak tahun 2000,
TB dinyatakan oleh WHO sebagai reemergencing disease, karena angka
kejadian TB yang telah dinyatakan menurun pada tahun 1990-an kembali
meningkat.
Sebagaimana telah dilaporkan dalam laporan Penanggulangan TBC Global
yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, bahwa angka insidensi TB
pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan
46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Sedangkan angka
capaian kasus yang ditetapkan dalam Millenium Development Goals
(MDGs) ialah sebesar 222 kasus /100.000 penduduk. Demikian pula dengan
dengan Indonesia, dimana angka insiden TB pada tahun 2011 masih mencapai

angka dibawah standar MDGs yakni sebesar 289 kasus /100.000 penduduk,
sebagaimana dalam laporan internasional menyatakan pula bahwa Indonesia
merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah Cina dan India
(Muttaqin, 2007). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992,
penyakit TB paru di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua
terbesar setelah penyakit jantung. Sebagian besar penderita TB paru berasal
dari kelompok masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah
(Muttaqin, 2007). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995
menunjukkan bahwa penyakit TB adalah penyebab kematian nomor satu dari
golongan penyakit infeksi pada semua kelompok usia. Prevalensi penduduk
Indonesia yang didiagnosis TB paru menurut Riskesdas (2013) oleh tenaga
kesehatan adalah 0,4%, tidak berbeda dengan 2007 Lima provinsi dengan TB
paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%),
Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua Barat (0,4%). Meskipun begitu
harapan untuk hidup bisa diperkirakan sebanyak 22 juta sejak tahun 1995
hingga 2012 (WHO, 2013). Ini terjadi dikarenakan manajemen pengobatan
yang baik.
Penanggulangan di Indonesia dalam memecahkan masalah ini, yakni
dengan melakukan pembagian obat anti tuberkulosis (OAT) secara cumacuma hanya saja terdapat beberapa masalah yang dijumpai seperti kesulitan
penemuan penderita TB paru BTA (+), drop out pengobatan dan
ketidakteraturan berobat. Apabila masalah-masalah ini tidak teratasi, maka
penderita tersebut akan terus menjadi sumber penularan (Perkumpulan
Pemberantasan

Tuberkulosis

Indonesia,

2012).

Sedangkan

panduan

pengobatan TB dari WHO menyatakan bahwa untuk pengobatan efektif dan


terapuetik dibutuhkan waktu selama 6 bulan (dengan syarat tertentu) dimana
tidak diperbolehkan ada kelalaian saat menjalani pengobatan tersebut (WHO,
2013).
Berdasarkan data dari Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
Indonesia (BIMKMI) tahun 2009, angka capaian Indonesia dalam pemberian
obat ialah sebesar 91%, namun angka temuan kasus baru sekitar 71%, maka
pada tahun 2012 angka capaian pengobatan menurun menjadi 87% dengan
temuan kasus baru 40,47% (Departemen Kesehatan, 2013). Ini menandakan
bahwa Indonesia bisa melakukan pengobatan namun masih kurang terhadap
controlling. Salah satu tantangan dalam pengobatan ini ialah kurang patuhnya
penderita dalam minum obat itu sendiri akibatnya angka Multi Drug
Resistance akan semakin tinggi (BIMKMI, 2012).
Angka capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di Indonesia masih
rendah yaitu sebesar 6,6%, sedangkan di Banten yang merupakan provinsi
yang membawahi cakupan populasi peneliti sebesar 6,1% (Kemenkes RI,
2012). Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari
responden patuh (37,3%) menjalani pengobatan TB baik fase intensif maupun
fase lanjutan, sedangkan sebagian besar responden (62,7%) tidak patuh
menjalani pengobatan TB (Nursiswati, 2013). Sejalan dengan Drug resistant
survey (DRS) TB yang dilakukan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2006
menunjukkan bahwa estimasi TB Multi Drug Resistance (MDR) diantara
kasus TB Baru sebesar 1,8% dan pada kasus pengobatan ulang sebesar 17,1%.

Hasil sementara DRS yang sedang berjalan di Provinsi Jawa Timur juga
menunjukkan hasil yang mendekati.
Pengobatan yang tidak teratur atau kelalaian dalam mengkonsumsi obat,
pemakaian OAT yang tidak atau kurang tepat, maupun pengobatan yang
terputus dapat mengakibatkan resistensi bakteri terhadap obat. Pengobatan
yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu pun,
juga diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti
tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR). Hal ini yang harus
dicegah dan ditanggulangi di Indonesia.
Besarnya masalah resistensi terhadap obat TB dan permasalahan
multidrug-resistant tuberculosis tuberculosis (MDR-TB) hingga saat ini masih
tercatat pada level tertinggi. Fakta tersebut mengacu pada laporan terbaru dari
World Health Organization (WHO) yang menampilkan temuan tersebut
berdasarkan survey mengenai resistensi terhadap obat TB. Demikian seperti
dikuti dari situs resmi badan kesehatan dunia tersebut.
Laporan Anti-Tuberculosis Drug Resistance in the World, didasarkan pada
informasi yang dikumpulkan antara tahun 2002-2006 pada 90.000 penderita
TB di 81 negara. Laporan tersebut juga menemukan bahwa extensively drugresistant tuberculosis (XDR-TB), salah satu yang hampir tidak dapat diobati
dari penyakit saluran pernapasan, telah tercatat di 45 negara.
TB MDR adalah kasus TB yang sudah resisten terhadap 2 komponen obat
utama TB lini pertama yaitu Rifampicin dan Isoniazid, sedangkan TB XDR
adalah kasus TB yang sudah resisten MDR ditambah resisten terhadap 1 atau
lebih obat TB lini kedua. Pengobatan TB MDR menggunakan obat TB lini

kedua yang penggunaannya diawasi oleh WHO dengan ketat selama 18-24
bulan. Estimasi jumlah penderita TB MDR kasus baru dan pengobatan ulang
adalah 6100 (WHO, 2013). Indonesia menempati urutan ke 16 diantara 22
negara yang mempunyai beban tinggi untuk MDR TB, sedikitnya sudah ada
ditemukan 8 kasus TB XDR di Indonesia (WHO, 2013).
Komplikasi tuberkulosis yang serius dan meluas saat ini adalah
berkembanganya basil tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi
obat yang dapat menyebabkan keparahan bahkan tuberkulosis ekstra paru
seperti efusi pleura, TB perikarditis, pneumotorax, TB meningitis, TB
spodilitis, TB pencernaan, dan TB saluran kemih (Mbata, 2013). Sehingga
siapapun yang terpajan dengan galur basil ini, juga dapat menderita TB
resisten multi-obat, yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan
morbiditas bahkan kematian. Jika sudah demikian, akan memerlukan terapi
yang lebih banyak dan mahal dengan kecenderungan mengalami kegagalan
(Corwin, 2008).
Resistensi terhadap obat dikarenakan perilaku penderita yang tidak patuh
saat pengobatan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut ialah adanya
dukungan dari lingkungan termasuk sosial dan tenaga kesehatan sebagai
penyampai informasi kepada penderita (WHO, 2003). Perawat sebagai tenaga
kesehatan amat berperan saat menjelaskan pada klien tentang pentingnya
berobat secara teratur sesuai dengan jadwal sampai sembuh. Selain usaha
pencegahan dan menemukan penderita secara aktif-pun seharusnya juga perlu
lebih ditingkatkan dalam rangka memutuskan rantai penularan (Muttaqin,
2007).

Penelitian oleh Ahsan dkk., tahun 2012 menyatakan bahwa salah satu
faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita dengan
penyakit kronik ialah adanya dukungan keluarga yang baik. Dukungan
keluarga sangat diperlukan terutama pada penderita TB yang juga merupakan
penyakit kronik dan mengharuskan ia mengkonsumsi obat dengan jangka
waktu yang lama, karena keluarga merupakan lini pertama bagi penderita
apabila mendapatkan masalah kesehatan atau meningkat kesehatan itu sendiri.
Merupakan salah satu fungsi keluarga untuk mendukung anggota keluarga
yang sakit dengan berbagai cara, seperti memberi dukungan dalam
mengkonsumsi obat (Plos Medicine, 2007).
Begitu pula penelitian oleh Warsito (2009) yang mengatakan bahwa
dukungan keluarga berpengaruh pada kepatuhan minum obat pada pasien TB
dalam fase intensif. Berbeda dengan penelitian kali ini dimana kedua fase,
baik intensif maupun lanjutan akan dilihat bagaimana tingkat kepatuhannya.
Kecenderungan penderita untuk bosan dan putus obat saat pengobatan karena
sudah memakan waktu lama merupakan salah satu faktor ketidakpatuhan itu
sendiri.
Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial. Individu yang
termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri),
orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor.
Beberapa pendapat mengatakan kedekatan dalam hubungan merupakan
sumber dukungan sosial yang paling penting (Rodin dan Salovey dalam Smet
dalam Nursalam, 2007).

Secara fungsional dukungan sosial mencakup dukungan emosional dengan


mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat atau informasi, dan
pemberi bantuan material (Ritter dalam Smet dalam Nursalam, 2007).
Dukungan sosial juga terdiri atas pemberian informasi baik dengan memberi
nasihat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan
oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai
manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb dalam
Smet dalam Nursalam, 2007)
Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan
pengambilan data primer dengan cara deep interview di Puskesmas Ciputat
Timur didapatkan bahwa dari 4 orang yang sedang menjalani pengobatan
kategori 1, 1 diantaranya sadar akan pentingnya patuh, dan 3 lainnya
cenderung untuk tidak patuh. Kemudian 2 dari 3 yang memiliki kecendrungan
tidak patuh, memiliki dukungan keluarga yang kurang baik, 1 lainnya
memiliki dukungan keluiarga yang baik. Salah satu alasan penderita untuk
tidak patuh ialah bahwa penderita yang meski tinggal dengan suami sebagai
keluarga terdekatnya, kurang memberikan dukungan dalam hal pengobatan
sehingga kekonsistenan penderita dalam mengkonsumsi obat dalam sehari
tidak terkontrol. Ini menandakan bahwa masih banyak penderita yang tidak
patuh terhadap pengobatan TB, meskipun sudah dicanangkan secara nasional
dan cuma-cuma.
Pada penelitian Glick et. al (2011), dari 10 penderita yang tidak memiliki
keluarga tidak ada yang berhasil dalam pengobatannya dibandingkan dengan
penderita yang memiliki keluarga, artinya secara tidak langsung keberadaan

keluarga menjadi sangat diperlukan bagi penderita yang dengan pengobatan


jangka lama. Namun yang menjadi konsen peneliti ialah apakah keluarga
benar-benar mendukung proses pengobatan penderita baik yang sedang dalam
fase intensif maupun fase lanjutan, kategori 1 maupun kategori 2 sehingga
tidak hanya keberadaan keluarga yang dilihat, namun dukungan serta
kepedulian keluarga akan menjadi salah satu pertimbangan saat penderita akan
memulai rencana pengobatan.
Beradasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis ingin meneliti
pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum OAT pada penderita
TB dengan judul Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan
Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014.

B. Rumusan Masalah
Angka insiden TB pada tahun 2011 sebesar 289 kasus /100.000 penduduk,
angka ini masih mencapai angka dibawah standar MDGs yakni 222 kasus
/100.000, sebagaimana dalam laporan internasional menyatakan pula bahwa
Indonesia merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah Cina dan
India (Muttaqin, 2007). Hasil Riskesdas (2013) menyatakan prevalensi
penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru adalah 0.4%, begitupula hasil
Riskesdas tahun 2007 bahwa Banten memilik prevalensi penduduk dengan TB
sebesar 0.4%. Sedangkan capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di
Indonesia masih rendah yaitu sebesar 6,6%, wilayah Banten yang merupakan
provinsi yang membawahi cakupan populasi peneliti hanya sebesar 6,1%
(Kemenkes RI, 2012).

Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap
dimasa lalu pun, juga diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TB
terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR).
Hal ini yang harus dicegah dan ditanggulangi di Indonesia. Dengan terjadinya
MDR, basil tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat yang
dapat menyebabkan keparahan bahkan tuberkulosis ekstra paru seperti efusi
pleura, tuberkulsis perikarditis, pneumotorax, TB meningitis, TB spodilitis,
TB pencernaan, dan TB saluran kemih (Mbata, 2013).
Hasil dari studi pendahuluan menyimpulkan bahwa dari 3 penderita
dengan kecendrungan tidak patuh, 1 memiliki dukungan keluarga yang baik
dan 2 lainnya memiliki dukungan yang kurang baik. Hal ini mencerminkan
bahwa dukungan dapat mempengaruhi kepatuhan penderita dalam menjalani
pengobatan jangka panjang.
Dari paparan tersebut didapatkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana gambaran demografi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan
pendidikan terakhir penderita TB di wilayah Ciputat?
2. Berapa perbandingan penderita yang patuh dan tidak patuh dalam
menjalani pengobatan?
3. Bagaimana gambaran dukungan keluarga terhadap penderita TB di
wilayah Ciputat?
4. Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat
kepatuhan pengobatan penderita TB?

10

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga terhadap
tingkat kepatuhan minum obat anti TB pada penderita TB.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi demografi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan
pendidikan terakhir penderita TB di wilayah Ciputat.
b. Mengidentifikasi perbandingan penderita yang patuh dan tidak patuh
dalam menjalani program pengobatan.
c. Mengidentifikasi gambaran dukungan keluarga terhadap penderita TB
di wilayah Ciputat.
d. Mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat
kepatuhan pengobatan penderita TB

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perawat
Memberikan informasi pentingnya dukungan keluarga terhadap kepatuhan
pengobatan. Meningkatkan peran perawat khususnya dalam meningkatkan
kepatuhan penderita yang dapat digunakan untuk panduan dalam upaya
pencegahan penderita kambuh dengan memberikan konseling kepada
keluarga sehingga mengetahui cara merawat keluarga mereka yang
mengalami Tuberkulosis.

11

2. Bagi Puskesmas
Sebagai masukan dalam penyusunan program khususnya penderita
kambuh terkait dengan pengoptimalan peran keluarga dalam merawat
keluarga yang sakit dalam upaya penanggulangan TB.
3. Bagi Penderita dan Keluarga
Sebagai saran dan gambaran kepada penderita tentang pentingnya
kepatuhan

dalam

memberitahukan

program
keluarga,

pengobatan
bahwa

jangka

dukungan

yang

panjang.

Serta

positif

dapat

meningkatkan kepatuhan penderita sehingga tujuan pengobatan dapat


tercapai.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peniliti lain untuk kepentingan
pengembangan ilmu berkaitan dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TB.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
agen infektif spesifik (organisme dan mikro-organisme) serta manifestasi
kliniknya merupakan karakteristik penyakit tertentu. Penyakit ini dapat menular
baik langsung maupun tidak langsung dari satu orang ke orang lain atau dari
hewan ke orang (Van Den Berg dan M. J. Viljoen, 2007). Selain merupakan
penyakit menular, TB juga digolongkan sebagai penyakit kronik karena jangka
waktu yang diperlukan untuk sembuh dengan pengobatan secara farmako
membutuhkan waktu minimal 6 bulan (WHO, 2013).
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan penyakit kronik memberikan
dampak negatif baik secara klinis maupun finansial. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa ketidakpatuhan pengobatan merupakan penyebab utama
terjadinya hospitalisasi, morbiditas dan mortalitas di berbagai populasi dan
penyakit (Botelho, RJ, Fam Pract, 1992; Wu, DK, Chung, Lennie, 2008 dalam
Scheurer, 2010). Beberapa penelitian dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan
dalam pengobatan, namun hanya beberapa yang efektif. Salah satunya dukungan
sosial yang memiliki hubungan dalam meningkatkan status kesehatan salah
satunya kepatuhan pengobatan (Centers of Disease Controls Noon Conference,
2013). Salah satu dukungan sosial ialah dukungan keluarga, dimana hal tersebut
menjadi fokus penelitian pada kali ini.

12

13

A. Tuberkulosis
1. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan airborne infection yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, pada umumnya menyerang
bagian paru dengan cara penularannya secara inhalasi/droplet (yaitu pada
saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, bernyanyi atau
bernafas) serta ditandai oleh beberapa gejala saat fase aktif (Centers of
Disease Controls Noon Conference, Javis dalam McLafferty, 2013;
Gough, 2011; Gordon dan Mwandumba dalam Mc Lafferty, 2013; WHO,
2013). Gejala yang timbul pada penderita TB pada saat bakteri tersebut
aktif, dimana pada orang yang sehat (memiliki sistem imun yang baik)
infeksi Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan gelaja apapun,
namun pada orang yang positif terinfeksi TB paru biasanya ditandai
dengan batuk (disertai sputum atau darah), haemoptosis, susah nafas,
letargi, malaise, nyeri dada, kelemahan, hilang berat badan, demam dan
berkeringat di malam hari (WHO, 2013; Health Protection Agency dalam
Gough, 2011). Apabila terdapat gejala tersebut pada satu penderita yang
mengindikasikan TB, maka dapat dilakukan pemeriksaan X-Ray dan kultur
sputum (Jarvis dalam McLafferty, 2013).
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang manusia mulai dari usia
anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara lakilaki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada
penderita yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga
masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim. Tuberkulosis

14

pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun, usia paling umum
adalah antara 1-4 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada
usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja
dimana TB paru-paru menyerupai kasus pada penderita dewasa (sering
disertai kavitas pada paru-paru) (Somantri, 2007).
Terdapat 2 jenis penderita dengan TB: 1) Penderita dengan infeksi
TB namun tidak ada tanda dan gejala yang muncul, dikarenakan bakteri
belum aktif (dorman) biasa disebut masa laten. 2) Penderita yang terinfeksi
dan sakit, ditandai dengan adanya tanda dan gejala yang muncul
dikarenakan bakteri sudah aktif menyerang (CDC, 2012; Gough, 2011).
Secara terperinci klasifikasi TB ditampilkan pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1: Sistem Klasifikasi TB (CDC, 2000 dalam Price dan Lorraine,
2005)
Kelas
Tipe
Keterangan
0
Tidak ada pajanan TB
Tidak ada riwayat terpajan
Tidak terinfeksi
Reaksi terhadap tes kulit tuberkulin
negatif
1
Terpajan TB
Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi
Reaksi tes kulit tuberkulin negatif
2
Ada infeksi TB
Reaksi tes kulit tuberkulin positif
Tidak timbul penyakit
Pemeriksaan bakteri negatif (bila
dilakukan).
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik,
atau radiografik TB aktif
3
TB, aktif secara klinis
Biakan M. Tuberculosis (bila
dilakukan)
Sekarang terdapat bukti klinis
bakteriologik, atau radiografik
penyakit
4
TB, tidak aktif secara klinis Riwayat episode TB, atau
Ditemukan radiografi yang abnormal
atau tidak berubah; reaksi tes kulit
tuberkulin positif; dan
Tidak ada bukti klinis atau
radiografik penyakit sekarang

15

Kelas
Tipe
5
Tersangka TB

Keterangan
Diagnosa ditunda; pasien seharusnya
tidak boleh berada di kelas ini lebih
dari 3 bulan

2. Faktor-Faktor Terjadinya Tuberkulosis


Hiswani dalam Sahat (2010) mengatakan pada penelitiannya bahwa
keterpaparan penyakit TB pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti: status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan
faktor sosial lainnya.
a. Faktor Sosial Ekonomi
Faktor ini sangat erat kaitannya dengan keadaan rumah, kepadatan
hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja
yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga
sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-syarat
kesehatan.
b. Status Gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat
besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini
merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik
pada orang dewasa maupun anak-anak.
c. Umur
Penyakit TB paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif 15-50 tahun. Terjadinya transisi demografi saat ini

16

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Usia


lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun,
sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit
TB. Penyebab penyakit pada lanjut usia (lansia) pada umumnya
berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa
berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada
lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh
akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingaa prodeksi
hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh
menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena
infeksi. Sering pula, penyakit dari satu jenis (multipalogi), dimana satu
sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan
memperberat (Maryam, R.S dkk., 2008).
d. Jenis Kelamin
Penderita TB cenderung lebih, tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi
karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agent penyebab TB paru.
Public Health Agency of Canada (2010) menyatakan bahwa selain
faktor diatas, gaya hidup merokok juga dapat memperparah penyakit TB
dikarenakan asap rokok dapat menyerang paru-paru dalam 3 cara:
1) Asap rokok merusak paru-paru dan dapat membuat perokok lebih
rentan terhadap infeksi TB.

17

2) Asap rokok merusak sistem imun tubuh, yang berarti perokok kurang
mampu melawan infeksi TB.
3) Asap rokok mengurangi efektifitas pengobatan TB yang dapat
memperlama periode infeksi atau memperparah infeksi.
Curry (2007), menyebutkan bahwa dalam mengendalikan infeksi TB
diperlukan pula pengendalian lingkungan, dengan beberapa anjuran yaitu:
(a) Menggunakan ventilasi untuk mengurangi risiko penyebaran TB. (b)
Ventilasi alami dan kipas angin. (c) Menggunakan aliran udara mengarah
keluar untuk mengurangi risiko penyebaran TB. (d) Sistem ventilasi pusat.
(e) Menggunakan tekanan negatif untuk mengurangi risiko penyebaran
TB. (f) Menggunakan Ultraviolet Germicidal Irradiation (UVGI) untuk
mengurangi risiko penyebaran TB; dan (g) Upper Air UVGI And High-ef
ciency Particulate Air (HEPA) Filter Units.

3. Patofisiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh sekelompok bakteri yang
disebut Mycobacterium. Mikobakteria yang menyebabkan TB pada
manusia adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan
Mycobacterium africanum. TB dapat menyerang bagian tubuh manapun.
Jika menyerang sisi tubuh, termasuk paru-paru, maka disebut TB milier
(Ormerod dalam Gough, 2011). Sedangkan TB yang menyerang selain
paru disebut TB extra-pulmonal. TB pulmonal ditemukan hampir 60%
dari kasus penyakit (Departement of Health dalam Gough, 2011) dan

18

penularannya karena transmisi infeksi (Gordon and Mwandumba dalam


Gough, 2011).
Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria kecil tidak
berspora, bentuk batang (agak cembung) yang disebut basil, organisme
gram positif asam, yang memiliki dinding sel kaya lipid (Grange dalam
Gough, 2011). Merupakan organisme aerob, sehingga lebih suka
menyerang

paru-paru

(Pratt

2003

dalam Gough,

2011).

Selain

mikobakteria di atas, ada mikobakteria yang tidak dapat menyebabkan TB.


Mikobakteria ini terdapat di tanah, air, debu, dan binatang. Namun dapat
menyebabkan keparahan jika ada kerusakan paru sebelumnya karena
mengalami immunocompremise seperti HIV (Banks and Campbell dalam
Gough, 2011).
Ketika basil masuk kedalam alveoli akan ada reaksi inflamasi lokal
dan fokus primer infeksi. Perpaduan keduanya ini disebut Ghon, dimana
selanjutnya akan berkembang menjadi granuloma dan isi penuh dengan
mikobakteria (Schwander and Ellner dalam Gough, 2011). Peradangan ini
jika terus-menerus terjadi maka akan terjadi pneumonia akut yang
selanjutnya akan berkembang menjadi infeksi tuberkulosis yang ditandai
gejala umum pada TB (Sylvia, 2005). Selama infeksi primer beberapa
bakteri melewati nodus limfe regional pada hilum, yang merupakan tempat
pembuluh darah dan syaraf menuju paru-paru. Dari sinilah yang nantinya
akan menjadi asal terjadinya TB sekunder atau TB ekstra paru-paru.
Secara kolektif, nodus limfe yang membesar dan Ghon disebut kompleks
primer (Pratt dalam Gough, 2011). Pembentukan granuloma merupakan

19

mekanisme pertahanan alami dari tubuh yang bertujuan untuk mengisolasi


infeksi. Sehingga lingkungan seperti ini diharapkan akan menghambat
replikasi basilus dan menghentikan infeksi (Lucas dalam Gough, 2011).
Infeksi primer pada penderita dewasa imunokompeten yaitu
penderita dengan imunitas host yang tinggi, mikobakteria terbunuh atau
tidak dapat bereplikasi (Gordon and Mwandumba dalam Gough, 2011).
Sehingga mayoritas orang yang terserang TB tidak akan mengalami tanda
dan gejala, 70% orang yang imunokompeten dapat membasmi basil
keseluruhan. Sedangkan sisa bakteri yang masih ada disebut sebagai
infeksi TB laten dimana bakteri tidak terbunuh, tetapi mengalami
dormansi. Namun, 5-10% penderita dengan TB laten dapat menjadi aktif
kembali (Health Protection Agency dalam Gough, 2011). Individu dengan
infeksi TB laten tidak terlihat sakit dan terinfeksi. Namun jika bakteri
mulai mengganda selama beberapa bulan atau tahun kemudian, maka
dapat menjadi aktif dan gejala sakit serta infeksi mulai terlihat (National
Institute for Health and Clinical Excellence dalam Gough, 2011). Jika
digambarkan, patofisiologi terjadinya infeksi tuberkulosis sebagaimana
pada bagan 2.1:

20

Mycobacterium bovin

Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium africanum

Bagan 2.1: Patoflow patofisiologi Tuberkulosis (kombinasi Sylvia, 2005


dan Gough, 2011)

4. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TB berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka
waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi.
Menurut ATS (Price, 2005), tiga prinsip dalam pengobatan TB yang
berdasarkan pada: (a) Regimen harus termasuk obat-obat multipel yang
sensitif terhadap mikroorganisme. (b) Obat-obatan harus diminum secara
teratur; dan (c) Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu

21

yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling
aman dalam waktu yang paling singkat. Dan faktor penting untuk
keberhasilan pengobatan adalah ketaatan penderita dalam meminum
regimen obat.
Menurut Connolly et al. (2007), penggunaan obat dengan jangka
waktu yang lama ini didasarkan pada sifat bakteri, dimana Mycobacterium
Tuberculosis memiliki: antibiotic indifference, biofilms, dormancy,
latency, persisters, dan phenotypic antibiotic resistance. Masing-masing
sifat ini dijelaskan dibawah ini:
a. Antibiotic indifference adalah sub tipe resistensi bersifat fenotip
terhadap antibiotik, yang dikarenakan terjadi penurunan atau tidak
adanya pertumbuhan

bakteri

pada koloni

bakteri.

Umumnya

merupakan respon terhadap kondisi lingkungan yang merugikan,


seperti adanya reaksi pertahanan host terhadap antibiotik.
b. Biofilms adalah pembungkus bakteri yang berbentuk multiseluler yang
bertujuan untuk mencegah antibiotik merusak gen bakteri.
c. Dormancy adalah kata lain dari saat tidak bereplikasi (nonreplicating).
Tujuannya untuk bisa menetap di dalam host, sehingga tidak dapat
dikenali baik oleh sistem imun maupun antibiotik. Karena pada saat
tidak bereplikasi antibiotik tidak akan bereaksi, dengan kata lain
antibiotik dapat berfungsi ketika ada replikasi atau pergerakan dari
bakteri.
d. Latency adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis tanpa adanya
gejala secara klinis.

22

e. Persisters adalah kejadian dimana bakteri dapat meningkat dalam


jumlah banyak dan menurun atau bahkan tidak berkembang.
f. Phenotypic antibiotic resistance merupakan istilah umum untuk
fenomena dimana bakteri memiliki gen yang homogen dengan
antibiotik sehingga antibiotik tidak sensitif terhadap bakteri.
Pada dasarnya standar yang digunakan untuk pengobatan TB aktif
membutuhkan waktu selama 6 atau 9 bulan (CDC, 2012; Gough, 2011;
WHO, 2013) dengan beberapa macam farmakoterapi. Berikut 4 obat yang
umum digunakan untuk pengobatan TB beserta dosisnya, sebagaimana
tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2: Farmakoterapi yang umum digunakan pada pasien TB
Obat
Kategori
Dosis
Rifampicin
Bakterisid
< 50 kg = 450 mg/hari
> 50 kg 600 mg/hari
Isoniazid
Bakterisid
300 mg/hari
Pyrazinamid
Bakterisid
< 50 kg = 1,5 g/hari
> 50 kg = 2 g/hari
Etambutol
Bakteriostatik
15 g/kgBB

Selama pengobatan, terdapat 2 fase pengobatan; pertama yaitu


pengobatan dengan menggunakan isoniazid, rifampicin, pyrazinamid dan
etambutol selama 2 bulan. Kedua ialah pengobatan hanya menggunakan
isoniazid dan rifampicin selama 4 bulan (British National Formulary
dalam McLafferty, 2013). Hal ini dilakukan secara kontinu diharapkan
baik bakteri yang aktif maupun yang dorman dapat musnah (McLafferty,
2013). Secara terperinci berdasarkan berat badan, pengobatan tuberkulosis
dijelaskan pada tabel 2.3 berikut.

23

Tabel 2.3: Panduan 1 OAT Kategori 1


Berat Badan
Terapi Intensif
Terapi Lanjutan
30-37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38-54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55-70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
*keterangan:
RHZE = Rifamphicin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol
RH
= Rifamphicin, Isoniazid
KDT
= Kombinasi Dosis Tetap
Penggunaan dosis obat selain berdasarkan pada berat badan, juga
didasarkan pada lama pengobatan yang terbagi menjadi 2 tahap,
sebagaimana tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4: Panduan 2 OAT Kategori 1
Pengobatan
Dosis per hari/kali
isoniazid rifampisin pirazinamid
Tahap
Lama
@300 mgr @450 mgr @500 mgr
Intensif 2 Bulan
1
1
3
Lanjutan 4 Bulan
2
1
-

etambutol
@250 mgr
3
-

a. Tahapan Pengobatan Tuberkulosis (Depkes RI, 2006)


1. Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,


namun dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu 4 bulan. Tahap

Jumlah
obat
56
48

24

lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga


mencegah terjadinya kekambuhan

b. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (Depkes RI, 2006)


1. Panduan

OAT

yang

digunakan

oleh

Program

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:


a. Kategori 1 = 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 = 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
c. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
d. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
2. Panduan OAT kategori -1 dan kategori -2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) atau fix dose
combination (FDC). Penderita hanya mengkonsumsi satu tablet
obat anti TB dalam satu hari ditambah dengan pemberian vitamin
B6 10 mg. Baik tahap intensif maupun lanjutan tetap memiliki
jangka waktu sama masing-masing 2 bulan, yakni 24 kali
pengobatan dan 4 bulan, yakni 44 kali pengobatan (Depkes RI,
2007).

Paket untuk tahap intensif

Paket untuk tahap lanjutan

Gambar 2.1: Paket OAT KDT/FDC

25

3. Paket Kombipak: Adalah paket obat lepas yang terdiri dari


Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas
dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan penderita yang mengalami efek
samping OAT KDT.

c. Panduan OAT dan Peruntukannya (Depkes RI, 2006)


1. Kategori -1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk penderita baru:
a. Penderita baru TB paru BTA positif
b. Penderita TB paru BTA negatif foto toraks positif
c. Penderita TB ekstra paru
2.

Kategori -2 (2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)
Panduan OAT ini diberikan untuk penderita BTA positif yang telah
diobati sebelumnya:

3.

Penderita kambuh

Penderita gagal

Penderita dengan pengobatan setelah putus berobat (default)


OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Panduan OAT Sisipan Penggunaan OAT lapis kedua misalnya
golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan
kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada penderita baru tanpa

26

indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lapis pertama. Disamping itu, dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

d. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB (Depkes RI, 2006)


1. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
LED hanya melihat tingkat inflamasi dan sebagai screening test
adanya inflamasi dalam tubuh, sehingga tidak bisa menentukan
jenis infeksi. LED biasanya meningkat pada infeksi TB (Ukpe, I S.
dan L. Southern, 2006). Untuk menentukan diagnosa dan memantau

kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak


dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif
bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif
atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
2. Hasil Pengobatan Penderita TB
a. Sembuh: Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya

27

negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up


sebelumnya
b. Pengobatan

Lengkap:

Adalah

penderita

yang

telah

menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak


memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
c. Meninggal: Adalah penderita yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun.
d. Pindah: Adalah penderita yang pindah berobat ke unit dengan
register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak
diketahui.
e. Default (Putus Berobat): Adalah penderita yang tidak berobat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
f.

Gagal: Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif


atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih

selama pengobatan.

B. Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang saling bergantung
satu sama lain baik dukungan secara emosional, fisik, finansial dan
anggota keluarga mengakui dirinya (Stanhope dan Jeanette, 2004).
Menurut KBBI, keluarga adalah: (a) Ibu dan bapak beserta anak-anaknya,
seisi rumah. (b) Orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; dan (c)

28

Sanak saudara beserta kerabat. Dalam Suprajitno (2004), beberapa


pengertian keluarga yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
a. Friedman (1998)
Menurut Friedman (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau
lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional
dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga.
b. Sayekti (1994)
Pakar

konseling

keluarga

di

Yogyakarta,

Sayekti

(1994)

mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas


dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup
bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah
sendirian dengan atau tanpa anak baik anaknya sendiri atau adopsi dan
tinggal dalam sebuah rumah tangga.
c. UU No. 10 tahun 1992
UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera menyatakan pengertian keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau
suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya.
Di Indonesia sendiri menekankan bahwa keluarga harus dibentuk
atas dasar perkawinan sebagaimana dalam PP No. 21 tahun 1994 bahwa
keluarga dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah. Sedangkan
dalam Ali (2009) beberapa pengertian keluarga sebagai berikut:

29

a. Duval (1972): Sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan


perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan
fisik, mental, dan emosional serta sosial individu yang ada didalamnya,
dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya
ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum.
b. Departemen Kesehatan RI (1988): Unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta
tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling
bergantung.
c. Bailon dan Maglaya (1989): Dua atau lebih individu yang bergabung
karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah
tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
d. Burgess dan kawan-kawan (1963): 1) Keluarga terdiri dari orang-orang
yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan ikatan adopsi. 2)
Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama dalam satu
rumah tangga atau jika hidup secara terpisah, mereka tetap
menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. 3) Anggota
keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya
dalam peran sosial. 4) Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang
sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri
unik tersendiri.

30

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga


merupakan satu kesatuan akibat adanya ikatan baik perkawinan, darah,
ataupun adopsi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi baik dari
segi emosional, fisik, dan finansial.
Ciri-ciri keluarga menurut Robert Maclver dan Charles Morton Page (Ali,
2009):
a) Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
b) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
c) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomenclatur), termasuk
penghitungan garis keturunan.
d) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggotaanggotanya

berkaitan

dengan

kemampuan

untuk

mempunyai

keturunan dan membesarkan anak.


e) Keluarga mempunyai tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah
tangga.

2. Fungsi Keluarga
Menurut Hanson dalam Stanhope dan Jeanette (2004), terdapat 6
fungsi pokok keluarga yaitu:
a. Keluarga bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan finansial.
b. Keluarga berungsi dalam sistem reproduksi, yakni memiliki keturunan
sesuai yang diinginkan.
c. Keluarga memberikan perlindungan dari rasa permusuhan.

31

d. Keluarga mengajarkan kebudayaan, termasuk keyakinan beragama,


adalah fungsi penting untuk keluarga.
e. Keluarga menagajarkan dan mensosialisasikan anak-anaknya terhadap
lingkungan.
f. Keluarga memberikan status dalam masyarakat.
Menurut Friedman (Suprajitni, 2004), fungsi keluarga sebagai
berikut:
a) Fungsi afektif: Fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan
keluarga. Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling
mendukung dan saling menghargai antar anggota keluarga.
b) Fungsi sosialisasi: Fungsi yang mengembangkan proses interaksi
dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga
merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.
c) Fungsi reproduksi: Fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d) Fungsi ekonomi: Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarganya meliputi sandang, pangan, dan papan.
e) Fungsi perawatan kesehatan: Fungsi keluarga untuk mencegah
terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan.

3. Dukungan Keluarga
Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor
kunci dalam penyembuhan klien. Walaupun keluarga tidak selalu

32

merupakan sumber positif dalam kesehatan klien, mereka paling sering


menjadi bagian penting dalam penyembuhan (Kumfo dalam Videbeck,
2008). Studi terdahulu mengemukakan bahwa jenis dari tiap dukungan
sosial memiliki peran yang berbeda-beda. Contohnya, dukungan keluarga
sangat berguna pada perawatan jangka lama keluarga dengan penyakit
kronik. Sedangkan, kelompok manusia dapat berguna saat berhadapan
dengan masalah-masalah sosial dan tetangga dapat berguna pada saat
membutuhkan pertolongan segera ke dokter.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa dukungan keluarga
sangat berhubungan dengan manajemen penyakit kronik, kepatuhan dalam
medikasi dan beradaptasi dalam gaya hidup (Oakes dalam Fitzpatrick,
2005).

Umumnya,

penderita

yang

berisiko

tinggi

membutuhkan

dampingan dari pemberi asuhan keluarga terhadap regimen pengobatan


mereka, termasuk mencari dan bertukar informasi, mengatur jadwal,
keamanan dan risiko polifarmasi. Pemberi asuhan keluarga biasanya butuh
mendesain prosedur pemberian obat-obatan, mengembangkan jadwal
pengobatan, memonitor resep yang diberikan akan terjadinya efek samping
(Kao dan Travis, 2005).
Dukungan sosial terkelompok menjadi 4 fungsi yaitu struktural,
fungsional, emosional dan campuran (Scheurer, 2012). Sedangkan
individu yang mendapatkan dukungan emosional dan fungsional terbukti
lebih sehat daripada individu yang tidak mendapatkan dukungan
(Buchanan dalam Videbeck, 2008). Untuk itu peneliti hanya memusatkan
pada dua fungsi tersebut, dengan menghilangkan fungsi struktural karena

33

responden yang peneliti ambil terbatas pada responden yang memiliki


keluarga. Kedua fungsi dukungan sosial utama ini (baik fungsional
maupun struktural) memiliki beberapa contoh/komponen sebagai berikut
(Scheurer, 2012):
a. Practical/Instrumen:
Membayar obat
Mengambil resep
Membaca dosis
Mengisi kotak pil
Transportasi
Pendampingan fisik
b. Emotional
Dorongan
Mendengar
Kasih sayang/cinta
Pemenuhan nutrisi
Memberi penghargaan
Mencontohkan
Dukungan

informasi

(manfaat

kepatuhan

dan

risiko

ketidakpatuhan)
Dukungan spiritual
Dukungan keluarga merupakan salah satu jenis dari dukungan
sosial dan penting bagi seorang penderita, dukungan keluarga yang baik
atau yang kurang dapat membantu kestabilan medikasi (Chambers et al.,

34

2010), karena mereka dapat memberikan pengaruh dalam perawatan diri


penderita terutama dalam pengobatan (Yi dan R.Sok., 2012). Dukungan
keluarga juga merupakan dukungan yang kontinu karena dapat mengontrol
lebih inten, disamping itu keluarga juga merupakan komponen paling
dekat dengan penderita sehingga hubungan saling percaya akan terjadi dan
sikap terhadap pengobatan dapat dirubah atau dipengaruhi.

C. Kepatuhan
1. Pengertian Patuh
Menurut WHO dalam konferensi bulan Juni, 2001 menyebutkan
bahwa patuh atau kepatuhan merupakan kecendrungan penderita
melakukan instruksi medikasi yang dianjurkan (National Institute for
Health and Clinical Excellence dalam Gough, 2011). Kepatuhan diartikan
sebagai riwayat pengobatan penderita berdasarkan pengobatan yang sudah
ditetapkan. Kepatuhan minum obat sendiri kembali kepada kesesuaian
penderita dengan rekomendasi pemberi pelayanan yang berhubungan
dengan waktu, dosis, dan frekuensi pengobatan selama jangka waktu
pengobatan yang dianjurkan. Sebaliknya, ketekunan mengacu pada
tindakan untuk melanjutkan pengobatan untuk jangka waktu yang
ditentukan sehingga dapat didefinisikan sebagai total panjang waktu
penderita mengambil obat, dibatasi oleh waktu antara dosis pertama dan
terakhir (Petorson dalam Agency for Healthcare Research and Quality,
2012).

35

Tidak patuh, tidak hanya diartikan sebagai tidak minum obat,


namun bisa memuntahkan obat atau mengkonsumsi obat dengan dosis
yang salah sehingga menimbulkan Multi Drug Resistance (MDR).
Perbedaan secara siginifikan antara patuh dan tidak patuh belum ada,
sehingga banyak peneliti yang mendefinisikan patuh sebagai berhasil
tidaknya suatu pengobatan dengan melihat hasil, serta melihat proses dari
pengobatan itu sendiri. Hal-hal yang dapat meningkatkan faktor
ketidakpatuhan bisa karena sebab yang disengaja dan yang tidak disengaja
(Clifford, Barber, & Horne dalam Chambers, 2010). Ketidakpatuhan yang
tidak disengaja terlihat pada penderita yang gagal mengingat, atau dalam
beberapa kasus yang membutuhkan pengaturan fisik, untuk meminum obat
yang sudah diresepkan. Ketidakpatuhan yang disengaja berhubungan
dengan keyakinan tentang pengobatan, antara manfaat dan efek samping
yang dihasilkan.
Beberapa penelitian tentang pengobatan mengatakan bahwa
ketidakpatuhan berfokus pada pengobatan itu sendiri (Pound et al., dalam
Chambers, 2010). Pound et al. (2010), juga menekankan bahwa penderita
dimotivasi oleh harapan untuk meminimalisir obat-obat yang mereka
minum dengan harapan tubuh tidak terlalu bekerja keras untuk
memetabolisme dan mengurangi efek samping. Faktor risiko besar
terhadap kejadian vaskular berulang atau kematian adalah ketidakpatuhan
dalam pengobatan (Bailey, Wan, Tang, Ghani, & Cushman dalam
Chambers, 2010). Menurut Gough (2011), ketidakpatuhan juga akan
meningkatkan terjadinya drug resistance (Onorato dan Risdzon dalam

36

Gaugh, 2011) dimana bakteri basil tidak akan sensitif terhadap antibiotik
tertentu. Jika hal ini terjadi pada beberapa obat maka terjadi Multi-Drug
Resistance yang bila terjadi pada seorang penderita membuat pengobatan
akan lebih sulit dan kemungkinan besar dalam prognosis penyakit.
Kepatuhan dalam pengobatan akan meningkat ketika penderita
mendapatkan bantuan dari keluarga (Ramirez dalam Glick et al., 2011).
Disamping itu, penderita yang tidak memiliki keluarga atau memiliki
nonsupportive/ nonavailable/ conflicted family

akan mempengaruhi

terminasi pengobatan lebih awal dan hasil yang tidak memuaskan (Glick et
al., 2011).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ialah sesuatu yang
dapat meningkatkan ataupun menurunkan kepatuhan penderita terhadap
pengobatan. Ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh penderita
diantaranya: pendidikan, akomodasi, modifikasi faktor lingkungan dan
sosial, perubahan model terapi, interaksi profesional, faktor sosial dan
ekonomi, faktor sistem kesehatan, faktor kondisi, faktor terapi dan faktor
klien juga mempengaruhi kepatuhan (Stein dalam Niven dalam Ahsan
dkk., 2012; WHO, 2003). Selain itu, beberapa alasan mengapa seseorang
tidak patuh dalam pengobatan, diantaranya: lupa untuk mengkonsumsi,
biaya yang mahal, kemiskinan, efek samping, durasi yang lama dan stigma
(Haynes dalam Gough, 2011).

37

Permatasari dalam Sahat (2010) mengemukakan selain faktor


medis, faktor sosial ekonomi dan budaya, sikap dan perilaku yang sangat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan sebagaimana diuraikan di bawah
ini:
a. Faktor Sarana: (1) Tersedianya obat yang cukup dan kontinu. (2)
Dedikasi petugas kesehatan yang baik. (3) Pemberian regiment OAT
yang adekuat.
b. Faktor Penderita: (1) Pengetahuan penderita yang cukup mengenai
penyakit TB paru. Cara pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak
adekuat. (2) Cara menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan
bergizi. Cukup istirahat, hidup teratur dan tidak minum alkohol atau
merokok. (3) Cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan
tidak membuang dahak sembarangan, bila batuk menutup mulut
dengan saputangan, jendela rumah cukup besar untuk mendapat lebih
banyak sinar matahari. (4) Sikap tidak perlu merasa rendah diri atau
hina karena TB paru adalah penyakit infeksi biasa dan dapat
disembuhkan bila berobat dengan benar. (5) Kesadaran dan keinginan
penderita untuk sembuh.
c. Faktor Keluarga dan Masyarakat Lingkungan: Dukungan keluarga
sangat menunjang keberhasilan pengobatan seseorang dengan cara
selalu mengingatkan penderita agar makan obat, pengertian yang
dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat
agar tetap rajin berobat.

38

Kepatuhan dipengaruhi oleh 5 dimensi sebagaimana yang


dijelaskan dalam buku panduan WHO tahun 2003 mengenai pengobatan
jangka lama yang tergambar pada bagan 2.2:

Health care system/


team factors
Patient-related
factors

Social and
economic factors

Conditions-related
factors

Therapy-related
factors

Bagan 2.2: 5 dimensi interaksi ketidakpatuhan


Meskipun oleh sebagian orang mengatakan bahwa kepatuhan ialah
tentang bagaimana individu yang bersangkutan mengatur dirinya agar
selalu patuh, namun tidak bisa dihilangkan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepatuhan individu tersebut. Berikut dijelaskan faktor yang
dianggap sebagai 5 dimensi dimaksud ialah:
a. Faktor Sosial dan Ekonomi (Social and Economic Factors)
Meskipun status ekonomi sosial tidak konsisten menjadi prediktor
tunggal kepatuhan, namun di negara-negara berkembang status
ekonomi sosial yang rendah membuat penderita untuk menentukan hal
yang lebih prioritas daripada untuk pengobatan. Beberapa faktor yang
secara signifikan dapat mempengaruhi kepatuhan ialah: status ekonomi
sosial,

kemiskinan,

kebutahurufan,

pendidikan

yang

rendah,

pengangguran, kurangnya dukungan sosial, kondisi kehidupan yang

39

tidak stabil, jarak ke tempat pengobatan, transportasi dan pengobatan


yang mahal, situasi lingkungan yang berubah, budaya dan kepercayaan
terhadap sakit dan pengobatan, serta disfungsi keluarga.
b. Faktor Penderita (Patient-Related Factors)
Persepsi terhadap kebutuhan pengobatan seseorang dipengaruhi
oleh gejala penyakit, harapan dan pengalaman. Mereka meyakini
bahwa dari pengobatan akan memberikan sejumlah efek samping yang
dirasa mengganggu, selain itu kekhawatiran tentang efek jangka
panjang dan ketergantungan juga mereka pikirkan.
Pengetahuan dan kepercayaan penderita tentang penyakit mereka,
motivasi

untuk

mengatur

pengobatan,

dan

harapan

terhadap

kesembuhan penderita dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan


penderita. Sedangkan faktor penderita yang mempengaruhi kepatuhan
itu sendiri ialah: lupa, stres psikososial, kecemasan akan keadaan yang
lebih parah, motivasi yang rendah, kurangnya pengetahuan dan
ketidakmampuan untuk me-manage gejala penyakit dan pengobatan,
kesalahpahaman
ketidakpercayaan

dan
terhadap

ketidakterimaan
diagnosis,

terhadap

kesalahpahaman

penyakit,
terhadap

instruksi pengobatan, rendahnya harapan terhadap pengobatan,


kurangnya kontrol pengobatan, tidak ada harapan dan perasaan negatif,
frustasi dengan petugas kesehatan, cemas terhadap komplektisitas
regimen pengobatan, dan merasa terstigma oleh penyakit.
Motivasi penderita untuk patuh dalam pengobatan dipengaruhi oleh
nilai dan tempat dimana mereka berobat (baik biaya maupun

40

kepercayaan terhadap pelayanan). Sehingga, untuk meningkatkan


tingkat

kepatuhan

penderita,

maka

petugas

kesehatan

perlu

meningkatkan kemampuan manajerial, kepercayaan diri, serta sikap


yang meyakinkan kepada penderita.
c. Faktor Terapi (Therapy-Related Factors)
Ada banyak faktor terapi yang mempengaruhi kepatuhan,
diantaranya

komplektisitas

regimen

obat,

durasi

pengobatan,

kegagalan pengobatan sebelumnya, perubahan dalam pengobatan,


kesiapan terhadap adanya efek samping, serta ketersediaannya
dukungan tenaga kesehatan terhadap penderita.
d. Faktor Kondisi (Conditions-Related Factors)
Faktor kondisi merepresentasikan keadaan sakit yang dihadapi oleh
penderita. Beberapa yang dapat mempengaruhi kepatuhan ialah:
keparahan gejala, tingkat kecacatan, progres penyakit, adanya
pengobatan yang efektif. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut
tergantung bagaimana persepsi penderita, namun hal yang paling
penting ialah penderita tetap mengikuti pengobatan dan menjadikan
yang prioritas.
e. Faktor Tim/ Sistem Kesehatan (Health Care System/ Team Factors)
Penelitian yang menghubungkan antara sistem kesehatan dan
kepatuhan penderita sendiri masih sedikit. Meski demikian hubungan
yang baik antara tenaga kesehatan dan penderita dapat meningkatkan
kepatuhan penderita dalam pengobatan. Beberapa faktor yang dapat
memberi pengaruh negatif antara lain kurangnya pengembangan sistem

41

kesehatan yang dibiayai oleh asuransi, kurangnya sistem distribusi


obat, kurangnya pengetahuan dan pelatihan kepada tenaga kesehatan
tentang me-manage penyakit kronik, jam kerja yang berlebih, imbalan
biaya yang tidak sepadan terhadap tenaga kesehatan, konsultasi yang
sebentar, ketidakmampuan membangun dukungan komunitas dan
manajemen diri penderita, kurangnya pengetahuan tentang kepatuhan
dan intervensi yang efektif untuk meningkatkannya.

D. Kerangka Teori
Kerangka

teori

berisi

prinsip-prinsip

teori

yang

mempengaruhi

pembahasan yang berguna untuk membantu gambaran dan langkah kerja


(Arifin, 2008), sehingga kerangka teori berisi seluruh teori yang dipaparkan
oleh peneliti. Berdasarkan paparan teori di penelitian ini, bahwa infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis akan menimbulkan manifestasi klinis
yang dikenal sebagai gejala TB kemudian tata laksana yang harus diberikan
secara farmakologi membutuhkan waktu yang lama sehingga harus ada faktor
dari luar penderita yang dapat membantu penderita dalam melakukan rencana
pengobatan ini. Secara ringkas, kerangka teori pada penelitian ini
digambarkan pada bagan 2.3:

42

Infeksi Bakteri
Mycobacterium tuberculosis

5
dimen
si
yang
memp
engar
uhi
kepat
uhan
(WH
O:
2003)

Pemeriksaan

Manifestasi klinis

Positif

Tata laksana
farmakoterapi

Gagal

Kategori 1

resistensi

Kategori 2

Tim kesehatan
Faktor terapi
Faktor pasien

Kepatuhan

Faktor kondisi
Sosial ekonomi:
Ekonomi Sosial
Dukungan Sosial:
Dukungan Keluarga

Keterangan
: Variabel yang diteliti
Bagan 2.3: Kerangka Teori
(Chambers, et al., 2010; Price, 2005; Depkes RI, 2006; WHO, 2003)

Tuntas

43

E. Penelitian Terkait
1. Teuku Fakhruddin (2012) dalam Thesis: Hubungan

Dukungan Sosial

dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia di Kabupaten Aceh


Barat Daya. Dukungan sosial sebagai variabel independen dan kepatuhan
minum obat sebagai variavel dependen menggunakan desain crosssectional kuantitatif dengan instrumen Social Support Questionnaire
(SSQ) dan Medication Adherence Rating Scale (MARS). Sampel pada
penelitian ini ialah penderita skizofrenia yang sedang menjalani
pengobatan. Hasilnya kepuasan dukungan sosial merupakan variabel yang
paling berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat penderita skizofrenia
di Kabupaten Aceh Barat Daya.
2. Warsito (2009) dalam penelitian Hubungan dukungan sosial keluarga

dengan kepatuhan minum obat pada fase intensif pada penderita TB di


puskesmas Pracimantoro Wonogiri Jawa Tengah. Dukungan sosial
keluarga sebagai variabel dependen dan kepatuhan minum obat sebagai
variabel independen. Menggunakan desain cross sectional dan instrumen
kuesioner dukungan sosial yang berjumlah 17 pertanyaan dan kuesioner
kepatuhan minum obat berjumlah 10 pertanyaan. Jumlah sampel 40 orang
yang dalam pengobatan fase intensif. Hasilnya ada hubungan yang positif
dan bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan minum
obat.
3. Alfrina Ahsan dan Putu Ari Sadhu Permana Hany (2012) dalam
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita Hipertensi di Poli Jantung RSSA Malang. Kepatuhan minum

44

obat penderita hipertensi sebagai variabel dependen dan dukungan


keluarga sebagai variabel independen. Menggunakan desain crosssectional, kuesioner Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS)
dengan 83 responden. Hasilnya semakin tinggi dukungan keluarga
semakin patuh penderita.

BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. KERANGKA KONSEP
Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan
dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel
(Nursalam, 2008). Sedangkan menurut kerangka konsep adalah model
pendahuluan dari sebuah masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari
hubungan variabel-variabel yang diteliti (Swarjana, 2012). Menurut Danim
(2003) Variabel terbagi menjadi variabel independen dan variabel dependen,
dimana variabel independen merupakan dukungan keluarga dan variabel
dependen berupa kepatuhan. Variabel-variabel ini yang nantinya akan
dihubungkan.

Dukungan Keluarga

Kepatuhan

Bagan 3.1: Kerangka konsep

B. HIPOTESIS
Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang
dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun/mengarahkan
penelitian selanjutnya (Umar, 2005). Dari penelitian ini, peneliti merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum
obat anti TB (OAT) pada penderita TB di Ciputat

45

46

H1 : Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat


anti TB (OAT) pada penderita TB di Ciputat

C. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah batasan pengertian yang dijadikan pedoman
untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, misalnya penelitian. Pada
penelitian ini terdapat beberapa variabel yang memiliki definisi operasional
terkait peneletian sebagaimana yang tercantum pada tabel 3.1 yaitu:

47
47
Tabel 3.1: Definisi Operasional
No.
1.

Variabel
Jenis

Definisi Operasional
Perbedaan
individu
yang

Cara Ukur
Mengajukan

kelamin

didasarkan

pertanyaan

Usia

pada

seks

atau

Alat Ukur
Kuesioner

Hasil Ukur
1. Laki-laki

Skala Ukur
Nominal

2. Perempuan

gender.

melalui kuesioner

Rentang usia mulai dari lahir

Mengajukan

hingga ulang tahun terakhir.

pertanyaan

2. Dewasa

melalui kuesioner

3. Lansia

Kuesioner

1. Remaja

Ordinal

(Depkes, 2009)
Pekerjaan

Kegiatan tetap yang dilakukan

Mengajukan

sehari-hari.

pertanyaan
melalui kuesioner

Kuesioner

1. Bekerja
2. Tidak Bekerja

Nominal

48
No.

2.

Variabel
Pendidikan

Definisi Operasional
Pendidikan
formal
yang

Cara Ukur
Mengajukan

Terakhir

ditempuh dan dinyatakan lulus

pertanyaan

2. Tinggi

melalui kuesioner

(Sisdiknas, 2003)

Dukungan

Persepsi

Keluarga

dukungan
diukur

pasien

terhadap

keluarga

yang

berdasarkan

aspek

Alat Ukur
Kuesioner

Mengajukan

Kuesioner

pertanyaan

pertanyaan,

median sebagai cut

melalui kuesioner

menggunakan skala likert

of point, yaitu 70:

dengan rentang skala 1-3.

< 70 = Tidak Baik

Nilai tertinggi = 75

70 = Baik

emosional dan fungsional.

dengan

Hasil Ukur
1. Rendah

25

Menggunakan

Skala Ukur
Nominal

Nominal

Nilai terendah = 25
3.

Kepatuhan

Tingkat perhatian pasien dalam

Mengajukan

Kuesioner

dengan

melaksanakan

pertanyaan

pertanyaan

baku

melalui kuesioner

Morinsky, menggunakan

kategori, yaitu:

skala guttman.

>2 = Rendah

Nilai tertinggi = 8

2 = Baik

instruksi

pengobatan

berdasarkan

Morinsky

Medication

Adherence Scale (MMAS).

Nilai terendah = 0

Hasil dari variabel

dari

ini dibagi menjadi 2

Nominal

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yakni penelitian
dilakukan pada satu waktu dengan melihat bagaimana dukungan keluarga
yang diberikan saat sedang menjalani pengobatan terhadap kepatuhan
penderita.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi yang dipilih pada penelitian kali ini ialah di Ciputat, dengan
mengambil wilayah kerja Puskesmas di area Ciputat. Sedangkan untuk waktu
yang dibutuhkan kurang lebih 2 minggu pada bulan Juni 2014.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah universum dapat berupa orang, benda, gejala, atau
wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti. Populasi dapat dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu populasi target (target population) dan
populasi survei (survey population). Populasi target adalah seluruh unit
populasi, sedangkan populasi survei adalah subunit dari populasi target
yang selanjutnya menjadi sampel penelitian (Darmin, 2003). Populasi pada
penelitian ini ialah seluruh penderita TB dengan kategori 1 atau 2 yang
berada di Puskesmas wilayah kerja Ciputat.

49

50

2. Sampel
Sampel atau contoh adalah subunit populasi survei atau populasi survei
itu sendiri, yang oleh peneliti dipandang mewakili populasi target. Dengan
kata lain, sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar
kemampuan mewakilinya (Danim, 2003). Pada dasarnya ada dua syarat
yang harus dipenuhi saat menetapkan sampel, yaitu representatif
(mewakili) dan sampel harus cukup banyak (Nursalam, 2008). Dalam
penentuan sampel ini, peneliti menggunakan kriteria sampel baik inklusi
maupun eksklusi yang bertujuan untuk membantu mengurangi bias hasil
penelitian, khususnya jika terhadap variabel-variabel kontrol ternyata
mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti (Nursalam, 2008).
Kriteria inklusi dari sampel pada penelitian ini sebagaimana berikut:

Penderita TB yang sedang dalam pengobatan kategori 1 dan 2.

Tinggal bersama keluarga.

Kriteria eksklusi sebagaimana berikut:

Penderita TB yang menolak untuk diminta menjadi responden.

Penderita TB yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap.


Pada penelitian kali ini jumlah sampel diambil dengan teknik total

sampling, dan seluruh populasi sesuai dengan kriteria inklusi maka


responden yang didapat sebanyak 69 orang.

51

D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi pernyataan dari kuesioner
terkait dukungan keluarga yang sudah penderita terima dan kepatuhan dalam
minum obat, sebelum itu peneliti melakukan prosedur di bawah ini:
1. Pembuatan surat izin yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.
2. Permohonan izin mengambil data dan studi pendahuluan di Puskesmas
terkait.
3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen di Layanan Kesehatan
Cuma-Cuma (LKC) dan Puskesmas Pisangan.
4. Pengolahan data uji validitas dan reliabilitas.
5. Melakukan briefing kepada asisten penelitian sebanyak dua orang.
6. Pengambilan data melalui kuesioner.
7. Pengolahan hasil penelitian.

E. Alat Pengumpulan Data


1. Instrumen pertama berupa pertanyaan mengenai data demografi penderita,
yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir.
2. Instrumen kedua adalah dukungan keluarga, dengan memberikan
pernyataan yang terdiri dari 2 kelompok pernyataan yakni dukungan
instrumental dan dukungan emosional, dimana kedua kelompok ini sudah
mencakup dukungan yang lain. Dengan rincian pertanyaan: dukungan
instrumental sebanyak 12 soal yaitu pertanyaan nomor 1, 4, 6, 8, 10, 12,
14, 16, 19, 21, 22, dan 25. Dukungan emosional sebanyak 13 soal yaitu

52

pertanyaan nomor 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 18, 20, 23, dan 24.
Penentuan jawaban kuesioner menggunakan Skala Likert; dimana jawaban
responden memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif
dengan menggunakan rentang skala 1-3 yaitu jarang, kadang-kadang dan
selalu. Skor tertinggi diberikan pada jawaban sangat positif. Dalam
menentukan cut of point pada variabel dukungan keluarga dilakukan uji
distribusi terlebih dahulu menggunakan kolmogrov-smirnov karena jumlah
sampel yang besar yakni > 50 (Dahlan, 2010) dan didapat hasil uji
distribusi tidak normal, sehingga penggunaan cut of point dengan
menggunakan nilai median.
3. Instrumen ketiga adalah kepatuhan, dengan memberikan pernyataan dari
kuesioner baku Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) yang
terdiri dari 8 pernyataan yang sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa
Indonesia. Penentuan jawaban kuesioner menggunakan skala Guttman;
dimana yaitu jawaban responden hanya terbatas pada dua jawaban, ya atau
tidak. Nilai tertinggi 8 dan terendah 0. Variabel kepatuhan mengadopsi
dari interpretasi kuesioner asli oleh Morinsky yang dimodifikasi yakni
dengan 2 kategori, dimana 2 sebagai cut of point. Semakin sedikit total
nilai yang dijumlah menandakan kepatuhan yang baik.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian


Instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat penting yaitu valid dan
reliabel (Arikunto, 2006). Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, suatu instrumen

53

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto,


2006). Uji validitas menggunakan korelasi pearson product moment dan
dikatakan valid apabila tiap pernyataan mempunyai nilai positif dan nilai t
hitung (Hidayat, 2007).
Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan pada tingkat
kepercayaan dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006), yakni menggambarkan
bahwa instrumen yang digunakan dapat digunakan berulang dengan
karakteristik responden yang berbeda. Pengukuran realibilitas menggunakan
software computer dengan rumus Alpha Cronbach pada variabel dukungan
keluarga dan suatu variabel dinyatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha
Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2007). Namun pada variabel kepatuhan
menggunakan software computer dengan rumus K-R20 dengan nilai akhir
>0,7 (Sulkind, 2010).
Pada penelitian ini, uji valid dan reliabilitas instrumen dilakukan pada dua
tempat yakni Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) dan Puskesmas
Pisangan di Ciputat, dimana kriteria populasi memiliki kesamaan dengan
kriteria responden yang akan diteliti. Hasil uji pada instrumen dukungan
keluarga didapatkan Alpha Cronbach 0,906 dan setelah dilakukan uji validitas
didapat 6 pertanyaan yang tidak valid yakni pertanyaan nomor 1, 4, 15, 18, 20,
dan 23. Selanjutnya, dilakukan perubahan redaksi pada pertanyaan yang tidak
valid dan dilakukan uji ulang kepada 20 responden dan didapatkan nilai Alpha
Cronbach 0,928 dan terdapat pertanyaan yang tidak valid pada nomor 2, 10,
13, 16, 17, dan 18. Kemudian untuk memperkuat hasil validasi dilakukan uji

54

ulang pada penelitian sebenarnya dan didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,934
dengan validitas seluruh pertanyaan valid.
Hasil uji pada instrumen kepatuhan didapatkan nilai K-R20 0,844 dengan
validitas soal, terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid pada nomor 5 dengan
nilai negatif. Sehingga dilakukan perubahan redaksi menjadi kalimat positif
dan dilakukan uji ulang pada 20 responden didapatkannilai K-R20 0,78
dengan 2 pertanyaan tidak valid. Kemudian untuk memperkuat hasil validasi
dilakukan uji ulang pada penelitian sebenarnya dan didapatkan nilai K-R20
0,8 dengan validitas seluruh pertanyaan valid.

G. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian.
Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Menurut Budiarto
(2002) dalam pengolahan data mencakup beberapa hal berikut:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali data yang telah
dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register.
Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode atau simbol pada data yang
telah terkumpul, baik dengan menggunakan penomoran atau kode lain di
pojok kanan atas data.

55

3. Tabulating
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga data sudah
di-coding, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar
dianalisis. Proses pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan
data dari kuesioner ke paket program komputer pengolahan data statistik.

H. Analisis Data Statistik


Analisis yang digunakan pada penelitian ini ialah analisis univariat dan
bivariat, dimana pada analisis bivariat terdapat dua variabel yang dilihat yakni
variabel kepatuhan yang berupa data kategorik, dan variabel dukungan
keluarga yang juga berupa data kategorik, sehingga uji yang digunakan ialah
uji chi square (Hastono, 2011). Responden yang sedang melakukan
pengobatan, akan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan dukungan
keluarga yang diberikan dan kepatuhan penderita itu sendiri. Peneliti
menggunakan derajat kepercayaan 95% sehingga jika nilai p 0,05 berarti
hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila
nilai p > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Setiadi,
2007). Sedangkan untuk melihat kekuatan hubungan antara kedua variabel,
maka dilihat dari nilai phi dimana interpretasi nilai phi disesuaikan dengan
nilai pearson (Jeffrey, 2012), yaitu: (a) 0,0-0,2 = sangat lemah. (b) 0,2-0,4 =
lemah. (c) 0,4-0,6 = sedang. (d) 0,6-0,8 = kuat dan; (e) 0,8-1,0 = sangat kuat.

56

I. Etika Penelitian
Etika penelitian sangat diperlukan, tidak hanya dari sisi metode, design,
dan cara penulisan (plagiarisme), namun bagaimana cara memperoleh data
juga harus atas persetujuan responden. Menurut Polit dan Beck dalam Ketut
(2012), prinsip-prinsip etika dalam penelitian sebagai berikut:
1. Menghormati otonomi kapasitas dari partisipan penelitian, partisipan harus
bebas dari konsekuensi negatif akibat penelitian yang diikutinya.
2. Mencegah dan meminimalisir hal yang berbahaya.
3. Dalam penelitian, peneliti tidak hanya respek kepada partisipan tetapi juga
pada keluarga dan kerabat lainnya.
4. Memastikan bahwa benefits dan burdens dalam penelitian sudah
dipertimbangkan.
5. Memproteksi privasi partisipan semaksimal mungkin.
6. Memastikan integritas proses penelitian.
7. Membuat laporan tentang hal-hal yang bersifat suspected, alleged, atau
known incidents of scientific misconduct in research.
Hal ini sejalan pula dengan prinsip yang dikeluarkan oleh American
Nursing Ascosiation (ANA), dimana terdapat 6 item, yaitu: azas hak
menentukan pilihan sendiri (Autonomy), azas kemanfaatan (Beneficience),
azas tidak mencederai (Nonmaleficience), azas kerahasiaan (Confidentiality),
azas kejujuran (Veracity), dan azas keadilan (Justice). Pada penelitian ini,
peneliti melakukan beberapa prosedur untuk tetap menjalani etika penelitian
yaitu:

57

1. Pengisian Informed Consent dimana responden menyetujui untuk diminta


menjawab dan mengisi kuesioner dengan suka rela.
2. Kerahasiaan dimana kerahasiaan tentang data dan kuesioner yang sudah
diisi oleh responden tidak disebarkan kepada khalayak umum; dan
3. Anonimity

yaitu

kerahasiaan

mencantumkan inisial nama.

identitas

responden

dengan

hanya

58

BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Populasi
Populasi diambil diwilayah Ciputat, tepatnya di Puskesmas Ciputat dan
Ciputat Timur. Kedua puskesmas ini berada di bawah naungan dinas
kesehatan yang sama sehingga penelitian yang dilakukan oleh peneliti berada
di program yang sama yaitu pengembangan wajib puskesmas program
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL). Pengambilan data
responden dan pengisian kuesioner dilakukan di ruang TB yang dibuka pada
hari selasa dan kamis. Program TB yang direncanakan berupa konsultasi
penderita, pemeriksaan dahak, tes mantoux dan pembagian obat secara cumacuma. Namun, untuk fasilitas rontgen masih belum ada. Program
pemberantasan TB ini dilakukan dengan sangat teliti dan hati-hati karena
sudah menjadi program nasional dimana paket obat pada penderita baik anak
maupun dewasa sudah dikemas dalam satu paket, sehingga kesalahan dan
missing dalam pengobatan dapat terkontrol.
Total penderita TB yang terdaftar hingga Juni minggu pertama menurut
jumlah kartu berobat penderita yang peneliti dapat ialah sebanyak 69
penderita, 34 penderita di puskesmas Ciputat Timur dan 35 penderita di
puskesmas Ciputat. Seluruh penderita memenuhi kriteria inklusi peneliti,
sehingga responden diambil dari seluruh penderita. Hal ini sesuai dengan
keinginan peneliti yang menggunakan teknik total sampling.

58

59

B. Analisis Univariat
1. Data Demografi
Karakteristik responden di bawah ini adalah karakteristik sampel
penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan
terakhir. Berikut adalah distribusi frekuensi karakteristik responden
penelitian yang didapat dari 69 responden.
Tabel 5.1: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Data Demografi di
Wilayah Ciputat Juni 2014 (n=69)
Demografi
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan

34
35

49,3
50,7

14
38
17

20,3
55,1
24,6

Pekerjaan
Bekerja
Buruh
Petani
Bengkel
Wiraswasta
Karyawan
Dagang
Supir
Tidak Bekerja

36
3
1
1
16
10
3
2
33

52,2
8,33
2,78
2,78
44
27,8
8,33
5,56
47,8

Pendidikan Terakhir
Rendah
Tinggi

34
35

49,3
50,7

Usia
Remaja ( 25 tahun)
Dewasa (26-45 tahun)
Lansia ( 46 tahun)

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa persebaran demografi pada


penderita TB tidak jauh berbeda pada variabel jenis kelamin, terlihat
bahwa penderita TB pada laki-laki sebanyak 34 responden (49,3%)

60

sedangkan pada perempuan sebanyak 35 responden (50,7%). Tidak


dengan variabel usia, dimana persebaran tidak merata, hal ini terlihat dari
jumlah penderita pada masing-masing tingkatan usia. Pada usia remaja
sebanyak 14 responden (20,3%), dewasa sebanyak 38 responden (55,1%),
dan lansia sebanyak 17 responden (24,6%). Sedangkan untuk variabel
pekerjaan, baik penderita yang bekerja maupun yang tidak bekerja juga
tidak ada perbedaan jumlah sebagaimana vvariabel jenis kelamin,
penderita yang bekerja ada sebanyak 36 responden (52,2%) dan penderita
yang tidak bekerja ada sebanyak 33 responden (47,8%). Persebaran jenis
pekerjaan diantaranya responden yang bekerja sebagai buruh sebanyak 3
responden (8,33%), pekerja bengkel sebanyak 1 responden (2,78%),
wiraswasta 16 responden (44%), karyawan responden 10 responden
(27,8%), petani 1 responden (2,78%), dagang 3 responden (8,33%), dan
sebagai supir sebanyak 2 responden (5,56). Begitu pula dengan pendidikan
terakhir pada penderita dengan pendidikan rendah sebanyak 34 responden
(49,3%), dan penderita dengan pendidikan tinggi sebanyak 35 responden
(50,7%).

61

2. Tabulasi Silang Variabel Demografi dengan Kepatuhan


Tabel 5.2: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Demografi dengan
Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni 2014 (n=69)

Patuh
n (%)

Kepatuhan
Tidak Patuh
n (%)

Jenis Kelamin
Laki
Perempuan

25 (73,5)
26 (74,3)

9 (26,5)
9 (25,7)

Usia
Remaja
Dewasa
Lansia

9 (64,3)
29 (76,3)
13 (76,5)

5 (35,7)
9 (23,7)
4 (23,5)

Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja

27 (75)
24 (72,7)

9 (25)
9 (27,3)

Pendidikan Terakhir
Rendah
Tinggi

26 (76,5)
25 (71,4)

8 (23,5)
10 (28,6)

Berdasarkan Tabel 5.2 bahwa proporsi laki-laki menunjukkan


sebagian besar patuh dalam pengobatan yaitu 25 responden (73,5%), dan
menunjukkan tidak patuh sebanyak 9 responden (26,5%). Begitupula
proporsi perempuan yang menunjukkan sebagian besar patuh dalam
pengobatan yaitu 26 responden (74,3%), dan tidak patuh sebanyak 9
responden (25,7%).
Proporsi kelompok remaja menunjukkan bahwa sebagian besar
patuh dalam pengobatan yaitu 9 responden (64,3%), dan menunjukkan
tidak patuh sebanyak 5 responden (35,7%). Proporsi kelompok dewasa
menunjukkan bahwa sebagian besar patuh dalam pengobatan yaitu 29
responden (76,3%), dan tidak patuh sebanyak 9 responden (23,7%).
Proporsi kelompok lansia menunjukkan bahwa sebagian besar patuh dalam

62

pengobatan yaitu 13 responden (76,5%), dan tidak patuh sebanyak 4


responden (23,5%).
Proporsi responden yang bekerja menunjukkan bahwa sebagian
besar patuh dalam pengobatan yaitu 27 responden (75%), dan tidak patuh
sebanyak 9 responden (25%). Begitupula responden yang tidak bekerja
menunjukkan bahwa sebagian besar patuh dalam pengobatan yaitu 24
responden (72,7%), dan tidak patuh sebanyak 9 responden (27,3%).
Proporsi responden yang berpendidikan rendah menunjukkan
bahwa sebagian besar patuh dalam pengobatan yaitu 26 responden
(76,5%) dan tidak patuh sebanyak 8 responden (23,5). Begitupula
responden yang berpendidikan tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar
patuh dalam pengobatan yaitu 25 responden (71,4%), dan tidak patuh
sebanyak 10 responden (28,6%).

3. Variabel Dependen dan Independen


Analisis

univariat

dalam

penelitian

ini

bertujuan

untuk

menggambarkan hasil dari pengambilan data responden. Hal yang


dianalisa dalam penelitian ini yaitu mengenai dukungan keluarga dan
kepatuhan minum obat, didapat hasil tabulasi silang sebagaiamana tabel
dibawah ini:

63

Tabel 5.3: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan dan


Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni 2014
(n=69)
Variabel

Dukungan
Baik
Buruk

42
27

60,9
39,1

Kepatuhan
Patuh
Tidak Patuh

51
18

73,9
26,1

Tabel 5.3 menunjukkan dukungan keluarga pada penderita TB di wilayah


Ciputat dengan kategori baik terdapat sebanyak 42 responden (60,9%), dan
dengan kategori buruk terdapat sebanyak 27 responden (39,1%).
Sedangkan kepatuhan minum obat pada penderita TB yang termasuk
kategori patuh sebanyak 51 responden (73,9%), dengan kategori tidak
patuh sebanyak 18 responden (26,1%).

C. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu
variabel dukungan keluarga dengan variabel kepatuhan minum obat. Uji
bivariat dilakukan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan
95% ( = 0,05).

1. Tabulasi Silang Variabel dukungan keluarga terhadap Kepatuhan


Untuk mengetahui apakah ada hubungan atau tidak maka
diperlukan uji statistik menggunakan Chi Square, karena kedua variabel
merupakan data kategorik. Nilai p value yang diharapkan bisa lebih kecil

64

dari 0,05 sehingga uji statistik bermakna. Syarat melakukan uji Chi Square
ialah sel yang mempunyai nilai expected lebih kecil dari 5 maksimal 20%
dari jumlah sel (Dahlan, 2010). Sehingga untuk mengetahuinya dilihat
nilai expected pada masing-masing sel.
Tabel 5.4: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Keluarga
terhadap Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Ciputat Juni
2014 (n=69)
Kepatuhan
Patuh
Tidak Patuh
n(%)
n(%)
Dukungan keluarga
Buruk
Baik

13 (48,1)
38 (90,5)

14 (51,9)
4 (9,5)

p value

0,000

Tabel 5.4 menunjukan bahwa sebagaian besar responden yang memiliki


dukungan keluarga baik, menunjukan tingkat kepatuhan yang baik sebesar
90,5% dan hanya 48,1% kepatuhan yang baik ditunjukan dari dukungan
keluarga yang buruk. P value sebesar 0,000 menunjukan bahwa dukungan
keluarga memiliki pengaruh terhadap tingkat kepatuhan pasien terhadap
kelancaran mengkonsumsi obat TB karena p > 0,05. Walaupun hubungan
tersebut tidak begitu kuat karena phi sebesar 0,633.

BAB VI
PEMBAHASAN
A. Analisis Data Demografi
1. Gambaran Jenis Kelamin terhadap Kepatuhan
Pada penelitian ini didapat bahwa pada jenis kelamin laki-laki dan
perempuan cenderung sama, karena persentase antara kedua variabel tidak
ada perbedaan. Namun pada penelitian Hiswani dalam Sahat (2010)
mengatakan ada perbedaan kejadian TB pada jenis kelamin, bahwa lakilaki lebih tinggi dibandingkan perempuan hal ini diakibatkan gaya hidup
laki-laki cenderung lebih banyak merokok dimana merokok dapat
memperparah penyakit tuberkulosis (Public Health Agency of Canada,
2010).
Menurut Riskesdas (2007), prevalensi TB paru pada laki-laki 20 %
lebih tinggi dibandingkan perempuan. Perbedaan angka ini dikarenakan
pada wilayah penelitian yang dilakukan perempuan cenderung lebih
waspada terhadap penyakit yang diderita karena takut menularkan kepada
anaknya sehingga mereka akan mencari pengobatan. Dari infromasi yang
didapat bahwa beberapa suami penderita yang juga terkena infeksi TB
menolak jika dilakukan pengobatan karena akan mengganggu kesibukan
mereka saat dilakukan pemeriksaan. Perbedaan frekuensi tidak hanya
terlihat pada hubungannya dengan kejadian TB, namun juga dengan
kepatuhan responden dalam pengobatan. Hasil persentase dari dua kategori
jenis kelamin menunjukkan tingkat kepatuhan yang sama, artinya tidak
ada perbedaan diantara keduanya dalam tingkat kepatuhan atau bahkan

65

66

bisa dikatakan sama. Hal ini terlihat pula dari hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti terhadap responden, dimana jawaban responden
mengenai hal ini ialah mereka tidak mau menularkan infeksi ini kepada
keluarga terutama anak mereka, mengingat seluruh responden telah
memiliki keluarga.

2. Gambaran Usia terhadap Kepatuhan


Hasil penelitian didapatkan persebaran data terbanyak berada di
sekitar usia pertengahan yaitu 26-45 tahun dimana seseorang pada rentang
umur tersebut rentan untuk terkena penyakit TB, selain itu pada usia
pertengahan seseorang akan cenderung lebih aktif dalam berinteraksi
sosial sehingga keterpaparan terhadap infeksi TB akan lebih besar pula.
Sebagaimana hasil penelitian Hiswani dalam Sahat (2010) bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru ialah usia 15-50 tahun.
Usia 26-45 termasuk dalam rentang 15-50 tahun.
Kaitannya antara usia dan kepatuhan juga menunjukkan bahwa
pada ketiga kategori usia tidak perbedaan dengan tingkat kepatuhan.
Dimana persentase usia remaja, dewasa, dan lansia yang patuh memiliki
jumlah yang tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut,
responden baik usia remaja, dewasa, ataupun lansia memiliki tingkat
kesadaran yang tinggi akan pengobatan bisa. Hasil wawancara peneliti
mendapatkan pada usia tersebut mereka harus bisa memenuhi kebutuhan
keluarga mengingat sosial ekonomi mereka menengah ke bawah sehingga
alasan sakit tidak boleh sampai menghalangi pekerjaan mereka.

67

3. Gambaran Pekerjaan terhadap Kepatuhan


Hasil penelitian didapatkan bahwa penderita yang menderita penyakit
TB lebih banyak pada penderita yang bekerja (52,2%) dari pada yang tidak
bekerja (47,8%). Sesuai dengan penelitian Herryanto dalam Sahat (2010)
yang menyatakan bahwa terdapat proporsi menurut pekerjaan, sebagian
besar penderita yang tidak bekerja 34,9 %.
Persebaran pekerjaan pada penderita TB di wilayah Ciputat ini yaitu
buruh, pekerja bengkel, wiraswasta, karyawan, petani, dagang, dan supir.
Data yang berbeda pada penelitian ini ialah didapatkan bahwa rata-rata
pekerjaan yang dilakukan responden ialah pekerjaan yang berada didalam
ruangan. Walaupun tidak sesuai dengan hasil studi literatur yang dilakukan
Sahat, namun data ini sesuai dengan teori dalam Curry (2007) yang
mengatakan bahwa penularan TB akan lebih cepat pada tempat yang
sedikit terjadi sirkulasi udara.
Kaitannya antara pekerjaan dan kepatuhan didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan persentase pada kategori yang bekerja dan tidak bekerja dengan
kepatuhan. Tidak adanya perbedaan ini dikarenakan bekerja bukanlah
halangan untuk mereka tidak mau melakukan pengobatan, mengingat
jadwal yang hanya 2 kali seminggu, sehingga tidak mengganggu rutinitas
pekerjaan mereka. Sedangkan yang tidak bekerja, juga banyak yang patuh
karena tidak ada aktifitas lain yang terganggu akibat pengobatan.

68

4. Gambaran Pendidikan Terakhir terhadap Kepatuhan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa persebaran penderita TB
cenderung banyak yang berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 50,7%.
Namun pada penelitian Herryanto dalam Sahat (2010), pendidikan rendah
(tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya TB. Laporan riset kesehatan dasar
(riskesdas) tahun 2013 juga menyatakan bahwa prevalensi penyakit TB
cenderung meningkat pada pendidikan rendah. Perbedaan hasil ini
dimungkinkan karena adanya peraturan wajib pendidikan 12 tahun
sehingga kebanyakan responden berpendidikan SMA.
Tidak ada perbedaan jumlah persentase antara kedua kategori terkait
pendidikan terakhir, yakni rendah dan tinggi dengan tingkat kepatuhan.
Sedikitnya selisih pada persentase ini dikarenakan kepatuhan merupakan
bentuk perilaku seseorang, sedangkan pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Sunaryo, 2004).
Pengetahuan tidak selalu sebanding dengan tingkat pendidikan, karena
seseorang bisa tahu dengan mencari informasi baik melalui bertanya atau
membaca.

B. Analisis Variabel Independen dan Dependen


1. Gambaran Dukungan Keluarga Penderita Tuberkulosis
Hasil analisis, didapatkan dukungan keluarga yang diberikan
kepada penderita TB di wilayah Ciputat sudah cukup baik, terlihat dari
data ada sebanyak 60,9%. Sebagaimana diketahui bahwa keluarga, baik

69

inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi


anggota-anggotanya. Menurut Scheurer (2012), pembagian fungsi
dukungan sosial keluarga adalah dukungan instrumental, dimana keluarga
merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit. Bila salah satu
anggota keluarga ada yang sakit, secara nyata keluarga harus memberikan
pertolongan, dalam hal ini penderita TB memerlukan pertolongan
keluarga. Selain itu fungsi keluarga adalah dukungan informasional
keluarga berfungsi sebuah kolektor dan desiminator (penyebar) informasi
tentang dunia. Dalam kasus ini, keluarga dapat mendukung penderita
dengan memberikan informasi yang adekuat. Dan yang terakhir adalah
dukungan emosional. Dalam dukungan emosional, keluarga sebagai
sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaaan terhadap emosi. Jadi hal tersebut sangat relevan
dengan teori tersebut, responden benar-benar merasakan dukungan
keluarga sebagai faktor penunjang kepatuhan mereka untuk minum OAT
secara teratur.
Sebanyak 40,1% responden mendapatkan dukungan yang tidak
baik, dimana hal ini dapat berimbas pada kepatuhan terhadap pengobatan.
Hal ini terlihat dari hasil observasi peneliti saat pengambilan data. Masih
ada penderita yang merasa kurang dekat dengan keluarga dan takut
merepotkan keluarganya. Sehingga saat mereka butuh bantuan, mereka
merasa malu untuk meminta bantuan yang pada akhirnya berimbas pada
ketidakpatuhan pasien. Diharapkan keluarga untuk aktif dalam pengobatan
responden agar kepatuhan dalam pengobatan dapat tercapai.

70

2. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis


Kepatuhan minum obat pada masyarakat Ciputat juga termasuk
dalam kategori baik, karena dari distribusti data didapat lebih dari 70%
atau lebih dari separuh populasi termasuk dalam kategori patuh. Dalam
penelitiannya, Syakira (2012) juga menyatakan bahwa lebih dari 50%
penderita yang patuh dalam pengobatan. Sejalan pula dengan data dari
BIMKMI (2009), angka capaian Indonesia dalam pengobatan ialah sebesar
91%, dan mengalami penurunan pada tahun 2012 angka capaian
pengobatan menurun. Salah satu alasan dari tidak berhasilnya pengobatan
ialah kepatuhan itu sendiri. Penurunan angka ini sangat disayangkan
karena tujuan pengobatan ialah diharapkan bisa memberantas hingga
100%. Dari hasil pengamatan saat melakukan pengambilan data 30%
responden yang tidak patuh, dikarenakan beberapa hal, yakni: (a)
Kurangnya petugas yang dalam hal ini perawat untuk selalu melakukan
pendidikan kesehatan mengenai pentingnya kepatuhan minum obat, karena
tergesa-gesa saat memberikan obat agar antrian tidak terlalu lama. (b)
Masih ada keluarga yang kurang peduli dengan keluarga terlihat dari
terdapat salah satu penderita dengan gangguan psikologi mengambil obat
sendiri; dan (c) Masih ada responden yang belum tahu aturan pengobatan
sehingga saat mereka pindah tempat atau mudik, tidak memberi tahu
petugas terlebih dahulu yang berimbas pengulangan pengobatan.

71

C. Analisis Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan


Minum Obat
Kepatuhan dalam pengobatan akan meningkat ketika pasien mendapatkan
bantuan dari keluarga (Ramirez dalam Glick et al., 2011). Disamping itu,
pasien yang tidak memiliki keluarga atau

memiliki nonsupportive/

nonavailable/ conflicted family akan mempengaruhi terminasi pengobatan


lebih awal dan hasil yang tidak memuaskan (Glick et al., 2011). Hasil analisis
bivariat menyimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dan
kepatuhan minum obat penderita TB. Pernyataan ini didukung pula oleh
penelitian Warsito (2009) dan Handayani (2012) yang menyebutkan bahwa
ada hubungan yang positif dan bermakna antara dukungan sosial keluarga
dengan kepatuhan minum obat. Diperkuat pula dengan penelitian yang
dilakukan oleh Permatasari dalam Sahat (2010) yang menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada penderita TB
ialah dukungan keluarga. Penelitian Jojor (2004) yang menemukan bahwa
pengobatan pasien TB Paru yang tidak lengkap disebabkan oleh peranan
anggota keluarga yang tidak sepenuhnya mendampingi penderita. Akibatnya
penyakit yang diderita kambuh kembali dan dapat menular kepada anggota
keluarga yang lain. Pada beberapa penelitian yang lain pula menyebutkan
bahwa selain pada penderita tuberkulosis, dukungan keluarga mempengaruhi
kepatuhan minum obat baik pada penderita HIV, hipertensi, maupun
skizofrenia.

72

D. Keterbatasan Penelitian
Kurangnya keterlibatan petugas saat pengambilan data sehingga dalam
pengisian kuesioner, responden kurang antusias.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada
bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Persebaran demografi penderita TB di Wilayah Ciputat tidak terlalu
signifikan berbeda karena selisih angka diantara variabel pembandingnya
tipis. Meliputi: (a) Usia, dimana persebaran usia berada pada usia 28-45
yakni usia yang rentan untuk terjadi infeksi. (b) Jenis kelamin, persentase
pada jenis kelamin laki-laki sebesar 49,3% sedangkan perempuan 50,7%.
Tidak ada perbedaan yang signifikan. (c) Pekerjaan, lebih banyak
penderita TB yang berstatus bekerja dengan angka 52,2% penderita yang
bekerja dan 47,8% penderita yang tidak bekerja. (d) Pendidikan Terakhir,
penderita dengan pendidikan rendah sebanyak 34 responden (49,3%), dan
penderita dengan pendidikan tinggi sebanyak 35 responden (50,7%).
2. Gambaran tingkat dukungan keluarga penderita TB di Ciputat dikatakan
baik karena lebih dari setengah sampel, yaitu 60,9% masuk dalam kategori
baik.
3. Tingkat kepatuhan penderita TB dalam melakukan pengobatan juga
dikatakan baik karena lebih dari setengah sampel, yaitu 73,9% masuk
dalam kategori baik, dengan perbedaan jumlah penderita yang patuh dan
yang tidak patuh sebanyak 51 dan 18 responden.

73

74

4. Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat


pada penderita TB, dengan hasil p value setelah uji chi square ialah 0,00.

B. Saran
1. Puskesmas Ciputat
Pemantauan keluarga diusahakan dengan meminta keluarga untuk
menemani penderita yang butuh pendampingan seperti penderita cacat
fisik atau cacat mental saat ke Puskesmas karena masih ada penderita yang
datang sendiri ke Puskesmas.
2. Puskesmas Ciputat Timur
Evaluasi pada setiap penderita yang berindikasi untuk putus obat
dilakukan agar infeksi dapat disembuhkan. Bisa dengan melakukan
kunjungan rumah penderita sesuai alamat yang tercatat di Puskesmas.
3. Perawat
Sebagai seorang perawat, modifikasi pemberian edukasi setiap kali
pertemuan dengan penderita melalui media baik cetak maupun elektronik
di sekitar ruang tunggu pasien sangat dianjurkan, karena kemungkinan
terjadinya kelalaian dan lupa tidaklah sedikit.
4. Peneliti Lain

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam mengenai faktor


lain yang mempengaruhi kepatuhan untuk bisa menyeimbangkan
faktor dukungan keluarga.

Meminta keterlibatan petugas saat pengambilan data

DAFTAR PUSTAKA
Agency for Healthcare Research and Quality. (2012).Medication Adherence
Interventions: Comparative Effectiveness Closing the Quality Gap: Revisiting the
State
of
the
Science
diakses
dari
http://www.effectivehealthcare.ahrq.gov/ehc/products/296/1248/EvidenceReport20
8_CQGMedAdherence_FinalReport_20120905.pdf tanggal 6 maret 2014
Ahsan, A., dan Putu Ari Sadhu Permana Hany. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi di Poli Jantung RSSA
Malang. Tesis.
Arifin, Zaenal. (2008). Dasar-dasar penulisan karya ilmiah edisi ke 4. Jakarta: Grasindo
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Barker dkk. (2005). Principles of Ambulatory Medicine 7th ed. USA: Lippincott
Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) vol. 1 No 1
Oktober 2012 diakses dari bimkmi.bimkes.org tanggal 14 November
Budiarto, Eko. (2002). Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta:
EGC
Centers for Disease Control. (2013). CDCs Noon Conference
Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Reported Tuberculosis in the United
States, 2011.
Chambers, J. A., Ronan E. O Carroll, Barbara Hamilton, Jennifer Whittake, Marie
Johnston, Cathie Sudlow, dan Martin Dennis. (2010). Adherence to medication in
stroke survivors: a Qualitative comparison of low and high adherence
Connolly L.E., Edelstein PH, & Ramakrishnan L. (2007). Why Is Long-Term Therapy
Required to Cure Tuberculosis? PLoS Med 4(3): e120. doi:10.1371/journal.
pmed.0040120
diakses
dari
http://www.plosmedicine.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pmed.0
040120 tanggal 22 April 2014
Corwin, E.J. (2008). Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC
Curry, F.J. (2007). National Tuberculosis Center: Tuberculosis Infection Control: A
Practical Manual for Preventing TB, [inclusive page numbers]. Diakses dari
https://www.ndhealth.gov/Disease/TB/Documents/Infection%20Control.pdf pada
tanggal 4 Juli 2014
Dahlan, M.Sopiyudin. (2010). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika
Danim, Sudarwan. (2003). Riset Keperawatan Sejarah & Metodologi. Jakarta: EGC

75

76

Departemen kesehatan RI. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis


Ed.2
diakses
dari
http://tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf
tanggal 26
Februari 2014
Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007.
Diakses dari http://www.depkes.go.id/downloads/doen2008/puskesmas_2007.pdf
Departemen Kesehatan RI. (2009).
Departemen
kesehatan
RI.
(2013).
diakses
http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER%20MARET%
202013/RE%20Banten.pdf tanggal 14 November 2013

dari

DiMatteo M.R., Giordani PJ, & Lepper HS,. (2002). Patient adherence and medical
treatment outcomes: a meta-analysis. Med Care. 2002 Sep;40(9):794-811. PMID:
12218770.
Fakhruddin, T. (2012). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Minum Obat
Penderita Skizofrenia di Kabupaten Aceh Barat Daya. Tesis.
Fitzpatrick, R., Stanton N., Tracey R., Suzanne S., Williams, dan Gareth. (2005).
Understanding Rheumatoid Arthritis. Routledge: Newyork.
Glick, I.D, Anya H. Stekoll, dan Spencer Hays. (2011). The Role of the Family and
Improvement in Treatment Maintenance, Adherence, and Outcome for
Schizophrenia. Journal of Clinical Psychopharmacology Volume 31, Number 1,
February 2011.
Gough, A. dan Garri Kaufman (2011) Pulmonary Tuberculosis: clinical features and
patient management. Nursing Standard. July 27: vol 25, no 47, page 48-56.
Handayani, Meery. (2011). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan
Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Poliklinik Paru RSUP dr. M.
Djamil Padang. Skripsi
Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. (2011).Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Jeffrey, A. Gliner. (2012). Just The Fact 101 textbook Key Facts, textbook outline,
highlight & Practice Quizzes. Research Methods in Applied Settings: An
Integrated Approach to Design and Analysis 2nd Edition. Study Guide.Cram101:
USA.
Jojor. (2004). Ketidakpatuhan Pasien TB Paru dalam Hal Pengobatan. Skripsi
Journal

of
Plos
Medicine.
(2007).
4(7):
e238.
Diakses
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17676945 tanggal 27 November 2013

77

Jurnal Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) vol.1 Maret (2012)


diakses dari Download PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf tanggal 13 November
KBBI diakses dari http://kbbi.web.id/keluarga
Kao, H.F., dan Travis, S.S. (2005). Effects of Accultiration and Social Exchange on the
Expectation of Filial Piety Among Hispanic/Latino Parents of Adult Children.
Nursing & Health Sciences, 7(4), 226-234.
Lewis dkk. (2007). Medical-Surgical Nursing Vol 1.USA. Mosby Elsevier
Maryam, R.S. dkk., (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika:
Jakarta
Mbata dan Iroezindu. (2013). Complications of Tuberculosis. Pioneer Medical Journal
Vol. 3, No. 5, January - June, 2013. Diakses pada tanggal 12 Juli 2014 dari
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=
rja&uact=8&ved=0CD8QFjAD&url=https%3A%2F%2Fwww.iconceptpress.com
%2Fdownload%2Fpaper%2F13030321070582.pdf&ei=sVXBU9LmJ5K1uATzro
Ag&usg=AFQjCNFXnbXcM4Yhr303fC1OTNnWqIasog&sig2=H3qkMcORiQ
H4huKyDfNoHw&bvm=bv.70810081,d.c2E

McLafferty E, Carolyn Johnstone, Charles Hendry, Alistair Farley (2013). Respiratory


System part 1: pulmonary ventilation. Journal of Nursing Standard vol. 27 no 22
Muttaqin, Arif. (2007). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam dan Ninuk. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2008). KONSEP DAN PENERAPAN METODOLOGI PENELITIAN ILMU
KEPERAWATAN Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan Ed.2. Jakarta: Salemba Medika
Nursiswati. (2013). Gambaran Kepatuhan Pasien TBC Dalam Menjalani Pengobatan
Obat Anti Tuberkulosis Di Tiga Puskesmas, Kabupaten Sumedang. Unpad,
diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/archives/79185/ tanggal 26 Februari 2014
Osterberg L, Blaschke T. (2005). Adherence to medication. N Engl J Med. 2005 Aug
4;353(5):487-97. PMID: 16079372.
Porche,D.J. (1999). Jounal of pulmonary tuberculosis, diagnosis, and management vol.8.
Price A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Vol.2 Ed.6. Jakarta: EGC
Public Health Agency of Canada. (2010). Tuberculosis (TB) and Tobacco Smoking
http://www.phac-aspc.gc.ca/tbpc-latb/fa-fi/tbtobacco-tabag-eng.php tanggal 25
Juni 2014

78

Riset Kesehatan Dasar. (2007).


Riset Kesehatan Dasar. (2013).
Sahat P Manalu, Helper. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru
dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No 4,
Desember 2010 : 1340 1346. diakses pada tanggal 20 Juni 2014 dari
bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/download/1598/pdf.
Scheurer, D., Niteesh Choudhry, Kellie A. Swanton, Olga Matlin, dan Will Shrank.
(2012). The American Journal Of Managed Care Vol. 18, No. 12
Self

Measure
for
Social
Support.
Diakses
dari
http://www.fetzer.org/sites/default/files/images/
stories/pdf/selfmeasures/Self_Measures_for_Social_Support_INTERPERSONA
L_SUPPORT_EVALUATION.pdf tanggal 6 maret 2014

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan-edisi pertama. Yogyakarta:


Graha Ilmu
Somantri, Irman. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Stanhope Marcia and Jeanette Lancaster. (2004). Community & Public Health Nursing
sixth ed. USA: Mosby Evolve
Sulkind, Neil J.(2010). Encyclopedia of Research Design.California: SAGE Publication
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC
Suradi,dkk. (2013). Modul Field Lab Semester III P2M TB
Swarjana, I Ketut. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET
Treatment of tuberculosis guidelines 4th edition. WHO. (2010). diakses dari download
9789241547833_eng.pdf tanggal 13 November
Tuberkulosis di Indonesia. diakses dari http://www.tbindonesia.or.id tanggal 28 Februari
2014
Umar, Husein. (2005). Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Ukpe, I S. dan L. Southern. (2006). Erythrocyte sedimentation rate values in active
tuberculosis with and without HIV co-infection. SAMJ-LETTERS. May 2006,
Vol. 96, No. 5. Diakses dari
http://www.samj.org.za/index.php/samj/article/viewFile/1122/574
Van Den Berg, R.H. dan M.J. Viljoen. (2007). Communicable Disease; A Nursing
Perspective.Cape Town: CTP Book Printers

79

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


Walen, Heather R. & Margie E. Lachman.(2000). Social support and strain from partner,
family, and friends: Costs and benefits for men and women in adulthood.
Journal of Social and Personal. Vol. 17(1): 530. [02654075 (200002) 17:1;
011279]. Diakses dari http://aging.wisc.edu/midus/findings/pdfs/260.pdf pada
tanggal 6 maret 2014
Warsito. (2009). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat
pada Fase Intensif pada Penderita TB di Puskesmas Pracimantoro Wonogiri
Jawa Tengah. Tesis
WHO. (2003). Adherence To Long-Term Therapies Evid Ence For Action diakses dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/42682/1/9241545992.pdf pada tanggal 6
maret 2014
WHO. (2013). diakses dari www.who.int/research/en/ tanggal 12 November 2013
WHO. (2013). Countdown to 2015 Global Tuberculosis Report 2013 Supplement report
of Global TB Control.
Woodward, E.N. dan David W. Pantalone. (2012). The Role of Social Support and
Negative Affect in Medication Adherence for HIV-Infected Men who Have Sex
with Men. Journal of The Association of Nurses in AIDS Care. Vol. 23, No.5,
Spetember/October 2012, 388-396
Yi Choi, Jin dan Sohyune R. Sok. (2012). Relationship among family support, health
status, burnout, and the burden of the family caregiver caring for Korean older
adults.Journal of Hospice & Palliative care. Vol 14. No 8
York, N.L. dan Christy Kane. (2012). Caring for the critically ill patient with
tuberculosis.

80

81

Lampiran 1

83

84

85

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


Dibawah ini, saya:
Nama (inisial)

Usia

Bersedia terlibat sebagai responden dalam penelitian Sdri Desy Fitri Maulidia
Mahasiswi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul Hubungan
Antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita
Tuberkulosis Di Wilayah Ciputat Tahun 2014. Dan sudah dijelaskan manfaat,
kerugian, dan konsekuensi yang akan saya terima serta menjamin kerahasiaan
identitas saya.
Ciputat,

2014
Ttd,

____________________

Lampiran 3

No Responden:
LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN
MINUM OAT PADA PASIEN TB
1. Data Demografi
Nama (inisial)
Jenis Kelamin
Usia
Pekerjaan
Pendidikan terakhir

:................................
:................................
:................................
:................................
:................................

2. Dukungan Keluarga
Berilah tanda ceklist () pada kolom dibawah ini, sesuai dengan apa yang
Anda rasakan.
Tidak
No
Pernyataan
jarang
pernah
Keluarga saya:
1

Mengambilkan obat bila saya tidak bisa ambil sendiri

Mendorong saya untuk sembuh dan patuh dalam pengobatan

3.

Ada disaat saya merasa kesepian

4.

Mengantar berobat jika saya tidak bisa datang sendiri

5.

Menginformasikan tentang manfaat dan resiko tidak patuh minum obat

6.

Mengingatkan minum obat bila saya lupa

7.

Memberikan kasih sayang

8.

Mengantarkan saya untuk periksa

9.

Mau mendengarkan keluh kesah saya

10. Menemani saya saat minum obat


11. Memberika perhatian

Selalu

87

No

Pernyataan

12. Ada saat dibutuhkan


13. Ada saat saya merasa sendiri
14. Mencontohkan cara minum obat bila saya tidak mampu
15. Memenuhi kebutuhan makan-minum saya dirumah
16. Mengantar saya jika tidak mampu, walau jaraknya dekat
17. Memberikan penghargaan bila saya sedang putus asa
18. Mengingatkan saya untuk pasrah dan bersyukur kepada Tuhan
19. Menanggung biaya bila saya tidak mampu
20. Mencintai saya
21. Membantu membacakan dosis bila saya tidak mampu
22. Membantu memfasilitasi pengobatan bila saya tidak mampu
23. Memberi nasehat saat saya menghadapi masalah
24. Bertemu dan berbicara, saat saya membutuhkan mereka
25. Menyediakan obat dalam sebuah wadah bila saya tidak mampu

Tidak
pernah

jarang

Selalu

Lampiran 4
3. Kepatuhan Minum Obat
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan yang Anda rasa dan Anda
lakukan selama pengobatan.
No

Pernyataan

1.

Apakah Anda terkadang lupa untuk minum obat?

2.

Pernahkah Anda tidak minum obat selain karena alasan lupa?

3.

Pernahkah berhenti minum obat dan tidak memberi tahu dokter Anda?

4.

Pernahkah Anda lupa membawa obat saat dalam perjalanan?

5.

Apakah kemarin Anda minum obat dengan lengkap?

6.

Apakah Anda pernah berhenti untuk minum obat saat tidak ada gejala?

7.

Apakah Anda pernah kesal dengan rencana pengobatan Anda yang lama?

8.

Apakah Anda sering lupa untuk minum obat Anda?

Ya

Tidak

Lampiran 5
1. Instrumen Dukungan Keluarga
Tabel: Nilai reliabilitas dukungan menggunakan pearson product (n = 22)
Cronbach's
Alpha
.906

N of Items
25

Tabel: Nilai uji validitas dukungan menggunakan pearson product moment


dengan t tabel 0,432 (n = 22)
Nilai r
Nilai
Pernyataan
(pearson correlation)
(Sig. 2 tailed)
A1
.314
.155
A2
.604
.003
A3
.712
.000
A4
.156
.313
A5
.035
.452
A6
.000
.800
A7
.000
.748
A8
.001
.647
A9
.002
.623
A10
.000
.856
A11
.003
.595
A12
.002
.626
A13
.000
.706
A14
.000
.830
A15
.833
.048
A16
.022
.487
A17
.002
.617
A18
.125
.337
A19
.000
.685
A20
.337
.215
A21
.022
.486
A22
.003
.596
A23
.143
.323
A24
.022
.486
A25
.000
.700
Terdapat 6 pertanyaan tidak valid, sehingga dilakukan perubahan redaksi
kalimat namun tidak merusak makna aslinya. Dilakukan uji ulang

90

Setelah dilakukan uji ulang, menghasilkan hasil sebagai berikut:


Tabel: Nilai realibilatas dukungan menggunakan alpha cronbach (n = 20)
Cronbach's N of Items
Alpha
.928
25
Tabel: Nilai uji validitas dukungan menggunakan pearson product moment
(n = 20) t tabel 0,444
Nilai r
Nilai
Pernyataan
(pearson correlation)
(Sig. 2 tailed)
A1
.777
.000
A2
.410
.073
A3
.756
.000
A4
.000
.729
A5
.000
.743
A6
.000
.742
A7
.002
.651
A8
.000
.754
A9
.000
.712
A10
.079
.402
A11
.001
.694
A12
.000
.742
A13
.587
.129
A14
.032
.481
A15
.000
.714
A16
.117
.362
A17
.056
.435
A18
.451
-.179
A19
.044
.455
A20
.002
.651
A21
.001
.685
A22
.003
.819
A23
.000
.713
A24
.000
.761
A25
.000
.720

91

Untuk menguatkan hasil validasi, dilakukan uji ulang pada penelitian


sesungguhnya yang disebut test retest, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel: Nilai realibilatas dukungan menggunakan alpha cronbach (n = 69)
Cronbach's N of Items
Alpha
.934
25
Tabel: Nilai uji validitas dukungan menggunakan pearson product moment
(n = 69) t tabel 0,244
Nilai r
Nilai
Pernyataan
(pearson correlation)
(Sig. 2 tailed)
A1
.596
.000
A2
.633
.000
A3
.619
.000
A4
.000
.711
A5
.000
.716
A6
.000
.624
A7
.000
.696
A8
.000
.703
A9
.000
.642
A10
.000
.536
A11
.000
.715
A12
.000
.635
A13
.000
.605
A14
.000
.577
A15
.000
.557
A16
.000
.685
A17
.000
.564
A18
.000
.522
A19
.000
.624
A20
.000
.527
A21
.000
.689
A22
.000
.803
A23
.000
.612
A24
.000
.583
A25
.000
.765

92

2. Instrumen Kepatuhan
Tabel: Nilai realibilitas instrumen kepatuhan menggunakan K-R 20 (n= 16)
B1
B2
B3
B4
P
0.5625
0.0625
0.25
0.125
Q
0.4375
0.9375
0.75
0.875
p*q
0.246094 0.058594 0.1875 0.109375

P
Q
p*q
Sigma p*q
n soal
n-1
Varian total
K-R 20
Ket.

B5
0.9375
0.0625
0.058594
1.261719

B6
B7
B8
0.375
0.1875
0.3125
0.6875
0.625
0.8125
0.234375 0.152344 0.214844

=8
=7
= 4.829167
= 0.844262
= reliable

Tabel: Nilai uji validitas kepatuhan dengan pearson product moment, t tabel
0,497 (n = 16)
Nilai r
Nilai
Pertanyaan
(pearson correlation)
(Sig. 2 tailed)
B1
.751
.001
B2
.629
.009
B3
.797
.000
B4
.006
.655
B5
.594
-.144
B6
.001
.736
B7
.000
.795
B8
.000
.883
Terdapat 1 pertanyaan tidak valid, sehingga dilakukan perubahan redaksi
kalimat negatif menjadi positif, dan tidak merusak makna aslinya. Dilakukan
uji ulang.

93

Setelah dilakukan uji ulang, menghasilkan hasil sebagai berikut:


Tabel: Nilai realibilitas instrumen kepatuhan menggunakan K-R 20 setelah
modifikasi soal (n= 20)
P
Q
p*q
sigma p*q
n soal
n-1
Varian total
K-R 20
Ket.

B1
B2
B3
0.2
0.15
0.15
0.8
0.85
0.85
0.16
0.1275 0.1275
1.1125
=8
=7
= 4.3833333
= 0.77986476
= reliable

B4
0.2
0.8
0.16

B5
0.2
0.8
0.16

B6
0.15
0.85
0.1275

B7
0.2
0.8
0.16

Tabel: Nilai uji validitas kepatuhan dengan pearson product moment, t tabel 0,444
(n=20)
Nilai r
Nilai
Pertanyaan
(pearson correlation)
(Sig. 2 tailed)
B1
.863
.000
B2
.457
.043
B3
.764
.000
B4
.000
.795
B5
.645
.110
B6
.000
.841
B7
.176
.315
B8
.000
.850

B8
0.1
0.9
0.09

94

Untuk menguatkan hasil validasi, dilakukan uji ulang pada penelitian


sesungguhnya yang disebut test retest, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel: Nilai realibilitas instrumen kepatuhan menggunakan K-R 20
(n= 69)
P
Q
p*q

P
Q
p*q
sigma p*q
n soal
n-1
Varian total
K-R 20
Ket.

B1
B2
B3
B4
B5
0.24637681 0.14492754 0.11594203 0.20289855 0.28985507
0.75362319 0.85507246 0.88405797 0.79710145 0.71014493
0.18567528 0.12392355 0.10249947 0.16173073 0.20583911
B6
0.2173913
0.7826087
0.17013233
1.32955261

B7
B8
0.34782609 0.24637681
0.65217391 0.75362319
0.2268431 0.18567528

=8
=7
= 4.39428815
= 0.79706992
= reliable

Tabel: Nilai uji validitas kepatuhan dengan pearson product moment, t tabel 0,244
(n=69)
Nilai r
Nilai
Pertanyaan
(pearson correlation)
(Sig. 2 tailed)
B1
.714
.000
B2
.682
.000
B3
.652
.000
B4
.752
.000
B5
.306
.011
B6
.772
.000
B7
.511
.000
B8
.823
.000

Lampiran 6
1. Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Dukungan keluarga
N
Normal Parameters

a,b

Most Extreme Differences

Kepatuhan

69

69

Mean

66.68

1.75

Std. Deviation

9.444

2.096

Absolute

.189

.249

Positive

.189

.249

Negative

-.174

-.201

1.572

2.069

.014

.000

Valid Percent

Cumulative

Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

2. Hasil Uji Univariat


a. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency

Percent

Percent

Valid

Laki-Laki

34

49.3

49.3

49.3

Perempuan

35

50.7

50.7

100.0

Total

69

100.0

100.0

96

b. Distribusi Frekuensi Pekerjaan


Pekerjaan
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

tidak bekerja

33

47.8

47.8

47.8

Bekerja

36

52.2

52.2

100.0

Total

69

100.0

100.0

c. Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir


Pendidikan terakhir
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

rendah

34

49.3

49.3

49.3

tinggi

35

50.7

50.7

100.0

Total

69

100.0

100.0

97

d. Distribusi Frekuensi Usia


kat_usia
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

remaja

14

20.3

20.3

20.3

dewasa

38

55.1

55.1

75.4

lansia

17

24.6

24.6

100.0

Total

69

100.0

100.0

Valid

e. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga


Dukungan Keluarga
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

buruk

27

39.1

39.1

39.1

baik

42

60.9

60.9

100.0

Total

69

100.0

100.0

98

f. Distribusi Frekuensi Kepatuhan


Kepatuhan Minum Obat
Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Valid

patuh

51

73.9

73.9

73.9

tidak patuh

18

26.1

26.1

100.0

Total

69

100.0

100.0

g. Tabel Statistik Data Demografi


Jenis Kelamin
Valid

Pekerjaan

Pend. Terakhir

usia

Dukungan

Kepatuhan

69

69

69

69

69

Mean

1.51

1.52

3.19

1.96

66.68

1.75

Median

2.00

2.00

4.00

2.00

70.00

1.00

75

.504

.503

1.004

.629

9.444

2.096

-.030

-.089

-.751

.397

89.191

4.394

.289

.289

.289

.289

-1.683

1.333

-2.060

-2.052

-.511

.960

.289

.289

.570

.570

.570

.570

2.836

.933

Minimum

.570

.570

Maximum

34

104

105

220

135

75

25

1.00

1.00

2.00

4601

121

50

2.00

2.00

4.00

62.00

.00

75

2.00

2.00

4.00

70.00

1.00

N
Missing

Mode
Std. Deviation
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis

Sum

Percentiles

99

3. Hasil Uji Bivariat


a. Crosstab Jenis Kelamin vs Kepatuhan
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
JK * kepatuhan

Missing

Percent
69

100.0%

Total

Percent
0

0.0%

Percent
69

100.0%

JK * kepatuhan Crosstabulation
kepatuhan
patuh
Count

Total

tidak patuh
25

34

% within JK

73.5%

26.5%

100.0%

% within kepatuhan

49.0%

50.0%

49.3%

% of Total

36.2%

13.0%

49.3%

26

35

% within JK

74.3%

25.7%

100.0%

% within kepatuhan

51.0%

50.0%

50.7%

% of Total

37.7%

13.0%

50.7%

51

18

69

73.9%

26.1%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

73.9%

26.1%

100.0%

Laki-Laki

JK
Count
Perempuan

Count
% within JK
Total
% within kepatuhan
% of Total

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.943

.000

1.000

.005

.943

.005
b

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

1.000
.005
69

.943

.580

100

b. Crosstab Pekerjaan vs Kepatuhan


Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Pek * kepatuhan

Missing

Percent
69

100.0%

Total

Percent
0

Percent

0.0%

69

100.0%

Pek * kepatuhan Crosstabulation


kepatuhan
patuh
Count

Total

tidak patuh
24

33

% within Pek

72.7%

27.3%

100.0%

% within kepatuhan

47.1%

50.0%

47.8%

% of Total

34.8%

13.0%

47.8%

27

36

% within Pek

75.0%

25.0%

100.0%

% within kepatuhan

52.9%

50.0%

52.2%

% of Total

39.1%

13.0%

52.2%

51

18

69

73.9%

26.1%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

73.9%

26.1%

100.0%

tidak bekerja

Pek
Count
Bekerja

Count
% within Pek
Total
% within kepatuhan
% of Total

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.830

.000

1.000

.046

.830

.046
b

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

1.000
.045
69

.831

.523

101

c. Crosstab Pendidikan Terakhir vs Kepatuhan


Case Processing Summary
Cases
Valid
N
PenT * kepatuhan

Missing

Percent
69

Total

Percent

100.0%

0.0%

Percent
69

100.0%

kat_pend * kepatuhan Crosstabulation


kepatuhan
patuh
Count

Total

tidak patuh
26

34

25.1

8.9

34.0

% within kat_pend

76.5%

23.5%

100.0%

% within kepatuhan

51.0%

44.4%

49.3%

25

10

35

25.9

9.1

35.0

% within kat_pend

71.4%

28.6%

100.0%

% within kepatuhan

49.0%

55.6%

50.7%

51

18

69

51.0

18.0

69.0

% within kat_pend

73.9%

26.1%

100.0%

% within kepatuhan

100.0%

100.0%

100.0%

Expected Count
rendah

kat_pend
Count
Expected Count
tinggi

Count
Expected Count
Total

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.633

.041

.839

.228

.633

.227
b

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.785
.224
69

.636

.420

102

d. Crosstab Usia vs Kepatuhan


Case Processing Summary
Cases
Valid
N

Missing

Percent

katusia * kepatuhan

69

Total

Percent

100.0%

0.0%

Percent
69

kat_usia * kepatuhan Crosstabulation


kepatuhan
patuh
Count

Total

tidak patuh
9

14

10.3

3.7

14.0

% within kat_usia

64.3%

35.7%

100.0%

% within kepatuhan

17.6%

27.8%

20.3%

29

38

28.1

9.9

38.0

% within kat_usia

76.3%

23.7%

100.0%

% within kepatuhan

56.9%

50.0%

55.1%

13

17

12.6

4.4

17.0

% within kat_usia

76.5%

23.5%

100.0%

% within kepatuhan

25.5%

22.2%

24.6%

51

18

69

51.0

18.0

69.0

73.9%

26.1%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

Expected Count
remaja

Count
Expected Count
kat_usia

dewasa

Count
Expected Count
lansia

Count
Expected Count
Total
% within kat_usia
% within kepatuhan
a

Test Statistics

kat_usia
Mann-Whitney U

412.000

Wilcoxon W

583.000

Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

-.714
.475

a. Grouping Variable: katgutman2

100.0%

103

e. Crosstab Dukungan Keluarga vs Kepatuhan


dukungan * kepatuhan Crosstabulation
kepatuhan
patuh
Count

tidak patuh
13

14

27

20.0

7.0

27.0

% within dukungan

48.1%

51.9%

100.0%

% of Total

18.8%

20.3%

39.1%

-7.0

7.0

38

42

31.0

11.0

42.0

% within dukungan

90.5%

9.5%

100.0%

% of Total

55.1%

5.8%

60.9%

Residual

7.0

-7.0

Count

51

18

69

51.0

18.0

69.0

% within dukungan

73.9%

26.1%

100.0%

% of Total

73.9%

26.1%

100.0%

Expected Count
buruk

Total

Residual
dukungan
Count
Expected Count
baik

Expected Count
Total

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.000

13.155

.000

15.397

.000

15.271
b

df

Fisher's Exact Test

.000

Linear-by-Linear Association

15.050

N of Valid Cases

.000

69

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.04.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value

Approx. Sig.

Phi

.057

.633

Cramer's V

.057

.633

Nominal by Nominal
N of Valid Cases
a. Not assuming the null hypothesis.

69

.000

Anda mungkin juga menyukai