Anda di halaman 1dari 32

UAS

KESEHATAN LINGKUNGAN BENCANA DAN TANGGAP DARURAT


Review Kasus Bencana Tsunami Aceh dan Strategi Penanggulangannya

Semester III /Peminatan EPID

Koming Eling Wikandari


1511080010

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan
aktivitas manusia, seperti letusan gunung, gempa bumi dan tanah longsor. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga
menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian.
Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari
bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: "bencana
muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian,
aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa
ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni.
Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan
hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga
tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam
bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri
peradaban umat manusia.
Indonesia tidak mungkin terlepas dari adanya gempa bumi. Gempa dapat terjadi
disemua daerah. Beberapa lempeng bumi bertemu dan beradu atau berbenturan sejak
dahulu, di kepulauan Indonesia ini. Banyak tempat rawan akan gempa dan tsunami di
Indonesia. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia secara geografis maupun geologi
merupakan negara kepulauan yang terletak pada empat lempeng tektonik yang bertemuan,
yaitu: lempeng Euroasia, Australia, Pasifik, dan Filipina.

Bencana gempa bumi dan gelombang tsunami yang melanda Nanggroe Aceh
Darussalam dan Sumatra Utara tanggal 26 Desember 2004 lalu sangatlah luar biasa.
Hempasan ombak yang merasuk jauh ke pantai menghancurkan daratan. Kota-kota yang
terletak di sepanjang pantai Barat Aceh dan Sumatra Utara, terutama dari Banda Aceh
hingga Meulaboh, dibuat porak poranda.
Peristiwa ini menyebabkan kerusakan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Hampir 230,000 orang tewas 160,000 di Provinsi Aceh kebanyakan mereka adalah
wanita dan anak-anak1. Masyakarat terkoyak, mata pencaharian hilang, keluarga, sekolah
dan fasilitas kesehatan hilang terbawa arus besar. Selain itu, terdapat kerusakan skala besar
dan sumber daya yang besar pula. Sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama dalam
rehabilitasi daerah tersebut dan memulihkan dengan lebih baik. Tidak hanya Indonesia yang
mengalami kerusakan akibat gempa 8,9 skala richter dengan episentrum di sekitar
Meulaboh itu, tetapi juga negara-negara yang terletak di teluk Banggali dan juga jauh
hingga Benua Afrika.
Gempa bumi ini tergolong terbesar keempat sepanjang sejarah. Efek dari gempa
bumi dan tsunami ini bukan hanya seketika, tetapi mendunia. Istilah tsunami begitu sering
diungkapkan oleh warga. Selain itu dampak buruk tsunami yang diakibatkan oleh
gelombang yang sangat dahsyat dengan ketinggian ketika masuk ke daratan bisa mencapai
15 meter dan kecepatan bagai pesawat tempur.
Keadaan pesisir pantai pasca tsunami mengalami kerusakan, sebagian besar vegetasi
pelindung kawasan pesisir mati akibat hantaman gelombang. Vegetasi yang mati meliputi
hutan mangrove, hutan pantai dan hutan hujan tropis dataran rendah. Akibatnya, hutan
kawasan pesisir yang rusak tersebut secara alami juga akan mengalami perubahan. Hal ini
disebabkan karena pusat terjadinya gempa berada di sekitar Samudera Hindia (Suryawan
dan Mahmud, 2005). Secara fisik hutan mangrove berfungsi sebagai peredam hempasan
gelombang.
Banyak orang menjadi sangat takut dengan tsunami, seperti semua gempa yang
terjadi segera dianggap dan dihubungkan dengan akan terjadinya gelombang tsunami. Dari
hal ini menjadi penting agar segera melakukan kegiatan edukasi dan sosialisasi mengenai
bencana alam yang benar kepada masyarakat. Masyarakat dipersiapkan dan diwaspadai
terhadap setiap ancaman yang akan terjadi. Akan tetapi, sikap ini harus disertai dengan
pemahaman yang benar. Saatnya secara sadar diberikan pengajaran kepada seluruh
1
2

masyarakat tentang apa-apa yang harus dilakukan apabila terjadi bencana, karena
pemahaman yang keliru bukan hanya merugikan, tetapi dapat membahayakan diri sendiri.
Bencana berlalu, namun masih menyisahkan duka yang mendalam menyelimuti
Indonesia. Banyaknya korban jiwa, yang telah terindetifikasi maupun hanyut dilaut luas.
Bukan hanya itu, kehancuran sendi-sendi perekonomian di Aceh serta permasalan
lingkungan yang sangat kompleks. Upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.
Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang
serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi bertujuan
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik.
1.2 Rumusan Masalah
Karya ilmiah ini akan dibagi beberapa pokok masalah berdasarkan uraian latar
belakang di atas, yaitu:

Siklus tsunami
Kerusakan pasca tsunami
Upaya-upaya penanggulangan pasca tsunami
Upaya perencanan tata ruang pasca tsunami

1.3 Tujuan
Berdasarkan pada latar belakang, maka makalah ini bertujuan untuk dapat
memahami bagaimana siklus tsunami, bagaimana karusakan pasca tsunami yang berdampak
pada kesehatan lingkungan serta kesehatan korban. Selain itu memberikan informasi upayaupaya penanggulangan pasca tsunami dan mengetahui upaya perencanan tata ruang pasca
tsunami .
Dengan demikian kita sebagai warga negara Indonesia dapat paham ataupun
mengenal kriteria bencana dalam negaranya sendiri. Selain itu, kita juga dapat menilai dan
menganalisis bagaimana perkembangan serta pengawasan akan bencana yang akan terjadi
maupun yang telah terjadi.
1.4 Manfaat
Penulisan makalah ini diaharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pembaca
atas pemberikan informasi ini, serta memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih rinci
kepada pembaca terutama dengan adanya tafsir ilmi yang dapat menambah ketaqwaan kita
kepada Sang Pencipta atas tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT yang dapat
dipahami oleh orang-orang yang berakal.

Hal ini telah dijelaskan pada surah li IMRN (3:190) Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal,
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis serta pembacanya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Bencana Alam ialah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
Daerah rawan bencana yaitu Suatu daerah yang memiliki risiko tinggi terhadap suatu
bencana akibat kondisi geografis, geologis, dan demografis serta akibat ulah manusia.
Sedangkaan rawan bencana merupakan kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang Pedoman Teknis xvi Penanggulangan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
2.2. Sejarah singkat bencana alam terbesar di Indonesia
Indonesia dikenal sebagai negara kaya bencana gempa bumi, tsunami, maupun
letusan gunung berapi dll. Sejarah bencana yang tergolong besar di Indonesia seperti, pada
27 Agustus 1983 terjadi bencana alam berupa meletusnya gunung Krakatau di selat sunda.
Selain itu sejarah baru ditorehkan yaitu bencana alam gempa besar di Aceh pada 26
December 2004, mengakibatkan tsunami berskala 8,7 pada skala Richter di barat Aceh dan
oleh dua gempa besar di Kepulauan Nicobar dan Andaman, India, yang terjadi dalam selang
4

waktu dua jam kemudian. Bencana ini menewaskan sekitar 150.000 penduduk di kawasan
Asia Tenggara dan Asia Selatan.
2.3. Jenis Kegiatan atau Upaya Penanggulangan Pasca Bencana

Penanggulangan Bencana adalah Serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan


pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat dan rehabilitasi.

Penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana adalah Serangkaian kegiatan bidang


kesehatan untuk mencegah, menjinakkan (mitigasi) ancaman/bahaya yang berdampak
pada aspek kesehatan masyarakat, mensiapsiagakan sumber daya kesehatan, menanggapi
kedaruratan kesehatan, dan memulihkan (rehabilitasi), serta membangun kembali
(rekonstruksi) infrastruktur kesehatan yang rusak akibat bencana secara lintasprogram

dan lintassektor.
Rehabilitasi adalah Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara Pedoman Teknis xxiv Penanggulangan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana.

Rekonstruksi adalah Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan


pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
2.4. Jenis-jenis kegiatan waspada bencana

Kegiatan Pencegahan Bencana adalah Serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai


upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana
dan/atau bila memungkinkan meniadakan sebagian atau seluruh bencana yang mungkin

terjadi.
Mitigasi adalah Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
bencana.

Kesiapsiagaan adalah Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi


bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna.
Penilaian risiko adalah Suatu evaluasi terhadap semua unsure yang berhubungan dengan

pengenalan bahaya serta dampaknya terhadap lingkungan tertentu.

2.5 Pengertian Tsunami


Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih
900 km per jam, terutama diakibatkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada kedalaman laut. Di laut dengan kedalaman7000
m misalnya, kecepatannya bisa mencapai 942,9 km/jam. Kecepatan ini hampir sama dengan
kecepatan pesawat jet. Namun demikian tinggi gelombangnya di tengah laut tidak lebihdari 60
cm. Akibatnya kapal-kapal yang sedang berlayar diatasnya jarang merasakan adanya tsunami.
Berbeda dengan gelombang laut biasa, tsunami memiliki panjang gelombang antara dua
puncaknya lebih dari 100 km di laut lepas dan selisih waktu antara puncak-puncak gelombangnya
berkisar antara 10 menit hingga 1 jam. Saat mencapai pantai yang dangkal, teluk,atau muara
sungai gelombang ini menurun kecepatannya, namun tinggi gelombangnya meningkat puluhan
meter dan bersifat merusak.

2.6 Penyebab tsunami


Tsunami tidak akan terjadi jika tidak ada faktor pemicu. Faktor penyebab terjadinya tsunami ini
adalah:

2.6.1

Gempa bumi yang berpusat di bawah laut

Meskipun demikian, tidak semua gempa bumi dibawah laut berpotensi menimbulkan tsunami.
Gempa bumi dasar laut dapat menjadi pernyebab terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan
kriteria sebagai berikut:

Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.

Pusat gempa kurang dari 30 km dari permukaan laut.

Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR.


6

Jenis pensesaran gempa tergolong sesar vertikal (sesar naik atau turun).

Tsunami yang ditimbulkan oleh gempabumi biasanya menimbulkan gelombang yang cukup besar,
tergantung dari kekuatan gempanya dan besarnya area patahan yang terjadi.
Tsunami dapat dihasilkan oleh gangguan apapun yang dengan cepat memindahkan suatu massa
air yang sangat besar, seperti suatu gempabumi, letusan vulkanik, batu bintang/meteor atau tanah
longsor. Bagaimanapun juga, penyebab yang paling umum terjadi adalah dari gempabumi di
bawah permukaan laut. Gempabumi kecil bisa saja menciptakan tsunami akibat dari adanya
longsor di bawah permukaan laut/lantai samudera yang mampu untuk membangkitkan tsunami.
Tsunami dapat terbentuk manakala lantai samudera berubah bentuk secara vertikal dan
memindahkan air yang berada di atasnya. Dengan adanya pergerakan secara vertical dari kulit
bumi, kejadian ini biasa terjadi di daerah pertemuan lempeng yang disebut subduksi. Gempa
bumi di daerah subduksi ini biasanya sangat efektif untuk menghasilkan gelombang tsunami
dimana lempeng samudera slip di bawah lempeng kontinen, proses ini disebut juga dengan
subduksi.

2.6.2

Letusan Gunung Berapi

Letusan gunung berapi dapat menyebabkan terjadinya gempa vulkanik (gempa akibat letusan
gunung berapi). Tsunami besar yang terjadi padatahun 1883 adalah akibat meletusnya Gunung
Krakatau yang berada di Selat Sunda. Meletusnya Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat
padatanggal 10-11 April 1815 juga memicu terjadinya tsunami yang melanda Jawa Timur dan
Maluku. Indonesia sebagai negara kepulauan yang beradadi wilayah ring of fire (sabuk berapi)
dunia tentu harus mewaspadai ancaman ini.

2.6.3

Longsor bawah laut.

Longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tabrakan antara lempeng samudera dan lempeng
benua. Proses ini mengakibatkan terjadinya palung laut dan pegunungan. Tsunami karena
longsoran bawah laut ini dikenal dengan namatsunamic submarine landslide.

2.6.4

Hantaman Meteor di Laut

Jatuhnya meteor berukuran besar di laut juga merupakan penyebab terjadinya tsunami.

2.7 Gejala Tsunami

Diawali dengan gempa bumi.


7

Air laut tiba-tiba surut

Bau garam menyengat

Langit tampak berwarna hitam

Terjadi ledakan yang dahsyat

2.8 Sistem Peringatan DIni


Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai
sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana
tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses
terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atu permukaan laut yang
terknoneksi dengansatelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama dengan perangkat yang mengapung di
laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat
manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan
peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian,
sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1
April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada
tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun
1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project,
dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific
Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses
terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah
laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah
berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan
penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh
rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti
kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik
tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman
tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.

Sistem peringatan dini di indonesia


Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan
Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di
Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa
yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan.
Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil
perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik
instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga nonpemerintah. Koordinator dari pihak

Indonesia adalah Kementrian

Negara Riset dan

Teknologi(RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk


mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan
peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen:

1.

Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko,

2.

Peramalan,

3.

Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut),

4.

Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.

Cara Kerja
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja
yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan
bermuara di Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf
(pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit
ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan
melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk
memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan
dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian,
BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan
diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide
Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk.
Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami
9

melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi
perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga
menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam
database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS,
Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas
RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak
peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem
Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal
didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk
mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah
Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar
Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali
mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya
kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.

2.9 Rambatan Tsunami


Kecepatan rambat gelombang tsunami berbeda-beda, tergantung pada kedalaman laut. Di laut
dalam, kecepatan rambat tsunami mencapai 500 1000km per jam atau setara dengan
kecepatan pesawat terbang namun ketinggiangelombangnya hanya sekitar 1 meter.Ketika
gelombang tsunami ini sudah mendekati pantai, kecepatan rambatnya hanya sekitar 30 km
per jam, namun ketinggian gelombangnya bisa mencapai puluhan meter. Ini sebabnya banyak
orang yang sedang berlayar di laut dalam tak menyadari adanya tsunami. kehancuran
mengerikan yang disebabkan oleh tsunami.
2.30 Karakteristik Tsunami
a.

Kecepatan Tsunami

Secara empiris, kecepatan tsunami tergantung pada kedalaman laut dan percepatan gravitasi di
tempat tersebut. Untuk di laut dalam, kecepatan tsunami bisa setara dengan kecepatan pesawat
jet, yaitu sekitar 800 km/jam. Semakin dangkal lautnya, kecepatan tsunami semakin berkurang,
yaitu berkisar antara 2 5 km/jam.

b.

Ketinggian Tsunami
10

Ketinggian gelombang Tsunami berbanding terbalik dengan kecepatanya. Artinya, jika


kecapatan tsunami besar, tetapi ketinggian gelombang tsunami hanya beberapa puluh centimeter
saja. Sebaliknya untuk di daerah pantai, kecepatan tsunaminya kecil, sedangkan ketinggian
gelombangnya cukup tinggi, bisa mencapai puluhan meter.
Ketinggian tsunami di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah bentuk
pantainya. Ada 2 (dua) bentuk pantai yaitu :

1.

Pantainya terjal

Bentuk pantai seperti ini mengakibatkan bagian utama dari energi tsunami dipantulkan oleh
slope (pembatas). Sehingga pemantulannya secara utuh mengikuti periode tsunami, tanpa pecah.
Tinggi gelombang yang gelombang yang dihasilkan antara 1 2 meter.

2.

Pantainya Landai

Bentuk pantai ini mengakibtkan energi tsunami akan dinaikkan oleh pantai, disini berlaku prinsip
dasar energi, yakni energi selalu konstan. Sehingga jika kecepatannya berkurang

maka

amplitudonya besar, panjang gelombangnya berkurang dan mengakibatkan pecahnya gelombang.


Hal inilah yang mengakibatkan tinggi gelombang tsunami bisa mencapai puluhan meter.

11

2.10 Menghadapi Tsunami


2.10.1 Persiapan Menghadapi Tsunami
Mengetahui pusat informasi bencana, seperti Posko Bencana, Palang Merah Indonesia, Tim
SAR. Kenali areal rumah, sekolah, tempat kerja, atau tempat lain yang beresiko. Mengetahui
wilayah dataran tinggi dan dataran rendah yang beresiko terkena Tsunami.
Jika melakukan perjalanan ke wilayah rawan Tsunami, kenali hotel, motel, dan carilah pusat
pengungsian. Adalah penting mengetahui rute jalan keluar yang ditunjuk setelah peringatan
dikeluarkan.
Siapkan kotak Persediaan Pengungsian dalam suatu tempat yang mudah dibawa (ransel
punggung), di dekat pintu.
Siapkan peersediaan makanan dan air minum untuk pengungsian.
Siapkan selalu peralatan P3K lengkap.
Membawa barang secukupnya saja untuk keperluan pengungsian.
Segera mengungsi setelah ada pemberitahuan dari pihak yang berwenang atas penyebaran
informasi tentang tsunami.
Jika hanya ada sedikit waktu sebelum datang tsunami,segera mencari pintu dan mencari jalan
keluar dari rumah atau gedung dengan segera.
Carilah tempat yang tinggi dan aman dari gelombang tsunami,atau mengikuti rute dan tempat
yang suah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Utamakan keselamatan terlebih dahulu, jika terjadi kerusakan pada tempat Anda berada,bila
ingin menyelamatkan harta benda carilah yang mudah dan ringan dibawa.
Pastikan tidak ada anggota keluarga yang tertinggal pada saat pergi ke tempat evakuasi. Jika
bisa ajaklah tetangga dekat Anda untuk pergi bersama-sama.
Jika tsunami terjadi pada saat Anda sedang menyetir kendaraan, cepat keluar dan cari tempat
yang tinggi dan aman.
Setelah Terjadi Tsunami, Periksa kesediaan makanan. Makanan apapun yang terkena air
mungkin sudah tercemar dan harus dibuang.
Memberikan bantuan kepada korban luka-luka. Berikan bantuan P3K dan panggil bantuan.
Jangan pindahkan orang yang terluka, kecuali yang luka serius.
Segera membangun tenda pengungsian apabila keadaan untuk kembali ke rumah tidak
memungkinkan.

12

Pastikan keadaan sudah aman dan tidak terjadi tsunami susulan sebelum kembali ke
rumah.Bila keadaan rumah tidak memungkinkan untuk ditempati carilah tempat tinggal yang
bisa ditempati atau kembali ke tempat pengungsian.
2.10.2 Cara penanggulangan Tsunami
Adapun cara yang dilakukan untuk penanggulangan bencana tsunami adalah :
Melaksanakan evakuasi secara intensif.
Melaksanakan pengelolaan pengungsi.
Melakukan terus pencarian orang hilang, dan pengumpulan jenazah.
Membuka dan hidupkan jalur logistik dan lakukan resuplay serta pendistribusian
logistik yang diperlukan.
Membuka dan memulihkan jaringan komunikasi antar daerah atau kota.
Melakukan pembersihan kota yang hancur dan penuh puing dan lumpur.
Menggunakan dana pemerintah untuk penanggulangan bencana dan gunakan pula dengan
tepat sumbangan dana baik dari dalam maupun luar negeri.
Menyambut dengan baik dan libatkan unsur civil society.
2.10.3 Upaya Penyelamatan diri saat terjadi Tsunami
Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah ancaman
bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.
Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut dekat pantaisurut
secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yangtinggi
(perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.
Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita
daripantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut.
Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerahyang
rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban. Jika
berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut dekat pantaisurut secara
tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yangtinggi (perbukitan
atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.

13

Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita
daripantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut.
Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerahyang
rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban.

14

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gempa besar pemicu tsunami di NAD dan Sumut
Menurut peta sejarah kegempaan Badan Meteorologi dan Geofisika, gempa berskala
kecil dan besar banyak melanda Indonesia, mulai dari Nusa Tenggara hingga Sumatera. Pusat
gempa sebagian besar di perairan yang relatif dekat dengan pulau-pulau tersebut. Hal ini
berhubungan dengan adanya pertemuan lempeng benua di dasar laut, dan diketahui bahwa
sebagai tempat bertemunya tiga lempeng benua terdapat di bawah perairan Indonesia. tiga
lempeng benua tersebut ialah, lempeng Hindia atau Indo-Australia di sebelah selatan,
lempeng Eurasia di utara, dan lempeng Pasifik di timur.
Gempa yang terjadi di perairan barat Nanggroe Aceh Darussalam, Nicobar, dan
Andaman, hari minggu 26 Desember lalu merupakan akibat dari interaksi lempeng IndoAstralia dan Eurasia. Gempa-gempa besar pada skala magnitudo 5,8 hingga 9,0 berpusat di
dasar laut pada kedalaman 10 kilimeter tergolong gempa dangkal, namun telah
menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pantai di Asia Tenggara dan
Asia Selatan, yang berada di sekitar tiga pusat gempa tersebut
Gempa berskala besar, kata Dr.Prih Haryadi kepala Pusat Sistem Data dan Informasi
Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), menimbulkan patahan berdimensi
ratusan kilometer jaraknya dari pusat gempa hingga memicu gempa lain. Gempa di Aceh
menimbulkan dampak kegempaan hingga radius 200 kilometer. Diantaranya memicu gempa
di Kepulauan Nicobar di sebelah utara pusat gempa pada jarak 550 kilometer serta
mengguncang Pulau Andaman.
Selain menimbulkan getaran yang kuat, gempa kali ini juga menyebabkan timbulnya
deformasi vertikal di sumber gempa. Deformasi berupa penurunan permukaan dasar laut
tersebut mengakibatkan penjalaran energi kinetik menjadi gelombang tsunami di pantai.
Daerah yang rawan tsunami adalah daerah yang berpantai landai dan berupa teluk. Pada
daerah teluk, energi gelombang terperangkap hingga naik ke darat.
Ancaman gempa tsunami berada sepanjang pertemuan lempeng mulai dari timur
kepulauan Maluku, selatan Nusa Tenggara dan Jawa, hingga barat Sumatera. Umumnya,
gempa subduksi di laut yang berkekuatan minimal 6,2 pada skala Richter sudah dapat
menimbulkan gelombang tsunami. Namun, yang lebih kecil dari itupun dapat menimbulkan
gelombang pasang, bergantung pada lokasinya dan pola subduksi serta topografi dasar laut.
Gempa di Meulaboh dilaporkan bukan saja telah menimbulkan tsunami di daerah
barat NAD, tetapi juga menerjang pulau Sabang. Gempa di Nicobar yang berkekuatan 7,3
15

skala Richter ini yang dipicu oleh gempa meulaboh, dan gempa tersebut pula menyebabkan
timbulnya tsunami di Songla dan Phuket (Thailand),menurut perkiraan Dr.Prih.
Menurut Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Dr. Heri Haryono, gempa yang
posisinya di dekat Pulau Simeulue (NAD) itu terjadi karena mekanisme kompresi atau
subduksi, yaitu lempeng Samudra Hindia menujam bagian bawah lempeng Asia Tenggara
(yang merupakan subduksi lempeng Benua Eurasia). Karena hal yang terjadi adalah gempa
subduksi, yang menyebabkan menunnya permukaan dasar laut di tempat pertemuan
lempeng tersebut, maka akan timbul gelombang laut yang merambat dan menerjang pantai
di dekatnya.
Sebelum penurunan permukaan dasar laut, terjadi pecahnya batuan dibawah
lempeng benua yang tidak kuat menahan subduksi lempeng dan terjadi pergeseran. Dengan
adanya pergeseran, tiba-tiba menimbulkan guncangan tanah (gempa bumi) disertai
pelentingan batuan, terjadi di bawah pulau dan dasar laut. Hal ini menggoyangkan air laut
hingga menimbulkan gelombang laut yang lebih akrab disebut sebagai tsunami. Tsunami
biasanya ditandai dengan air laut yang surut setelah gempa bumi. Beberapa menit setelah
pantai surut terjadilah gelombang membalik yang sangat besar.
Gambar 1 Proses Terjadinya Gempa Dan Stunami

Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, ayat pertama Surah
az-Zalzalah dengan amat jelas menyebutkan goncangan bumi akibat gempa bumi yang
dahsyat. Gempa bumi dengan magnitude sekitar 9,2 seperti terjadi di Provinsi Nangroe
16

Aceh Darussalam (NAD) yang menimbulkan tsunami, menghancurkan dalam sekejap


sebagian wilayah NAD dan bahkan menerjang sebagian pantai dikawasan lautan hindia.
Dasar laut terkoyak dengan panjang hamper 1000 km.
Pada ayat kedua dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang
dikandung)nya, secara ilmiah memang demikian keadaanya seperti pembahasan diatas yang
telah dijelaskan oleh para ahli mengenai pecahnya batuan bawah lempeng akibat subduksi.
Kemudian ayat ketiga, Dan manusia bertanya, apa yang terjadi pada bumi ini?.
Pertanyaan ini sering terucapkan ketika terjadi gempa bumi. Saat gempa bumi dahsyat di
Aceh, hamper semua berfikir dan bertanya apakah ini kiamat?. Selanjutnya pada ayat
keempat Allah berfirman Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya. Peristiwa gempa
bumi dapat terekam dalam tubuh batuanatau ditubuh tanah (soil). Berita-berita yang
tersimpan dalam formasi geologi itu dibaca kembali oleh para ahli geologi, seperti tubuh
fosil terumbu karang ataupun tsunami yang terekam pada bentuk endapan sendimen.
Sebagian mufassir memahami ayat 1-4 QS az-Zalzalah sebagai gambaran awal
kiamat, sebagian lain berpendapat bahwa itu merupakan gambaran yang dapat terjadi
sekarang, sebelum kiamat sebagai peringatan bagi manusia.
3.2 Berbagai permasalah pada kesehatan lingkungan pasca tsunami
Peristiwa besar yang dialami daerah Nanggro Aceh Darussalam (NAD) 26
Desember 2004 lalu, tetutama dalam permasalahan kesehatan. Permasalahan yang ada
sangatlah beragam, seperti terganggunya kesehatan masyarakat Aceh maupun kesehatan
lingkungan setelah terjadinya tsunami. Dalam hal ini akan lebih banyak pembahasan
mengenai

kesehatan

lingkungan,

karena

faktor

penyebab

yang

paling

banyak

mempengaruhi kesehatan korban ialah adanya gangguan lingkungan yang diakibatkan oleh
gelombang besar tsunami. Selain itu, lingkungan sekitar harus segera di perbaikan darurat
(sementara) untuk pengungsian, pelayanan kesehatan maupun kegiatan lainnya yang
dibutuhkan bagi para korban.
Gangguan kesehatan lingkungan serta dampaknya.
a. Jenazah dan bangkai hewan
Menurut buku terbitan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), Environmental
Health in Emergencies and Disaster: a Practical Guide, menggungkapkan bahwa jenazah
umumnya tidak menimbulkan gangguan kesehatan serius, kecuali jika mencemari sumber
air minum dengan tinja atau terinfeksi oleh tifus atau pes yang bisa disebarkan lalat atau
kutu
17

Jenazah tidak menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani secara benar,


dikarenakan kuman penyakit tidak bertahan lama dalam tubuh manusia yang telah mati,
kecuali HIV yang bisa bertahan sampai enam hari. Selain itu, petugas yang menangani
jenazah berisiko tertulartuberkulosis, penyakit yang menular lewat darah (hepatitis B dan C
serta HIV) serta infeksi pencernaan. Tuberkilosis bisa menular melalui udara jika kuman
terbang ke udara dari sisa udara di paru jenazah, paparan penyakit melalui darah terjadi jika
ada kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah korban.
Sedangkan infeksi pencernaan terjadi karena pada umumnya jenazah mengekuarkan
tinja. Penularan kuman bisa terjadi jika petugas tidak mencuci tangan dengan sabun secara
bersih. Mayat yang mencemari sumber air juga bisa menyebabkan infeksi pencernaan.
b. Kondisi tempat pengungsian
Terbatasnya tempat pengungsian terutama dalam hal daya tampung korban,
menjadikan banyaknya orang berkumpul dipenampungan, keadaan yang lelah, stress
ditambah cuaca dingin, berangin, dan hujan akan memudahkan terjadinya wabah infeksi
saluran pernapasan, mulai dari pilek, bronchitis, sampai pneumonia (radang paru). Masalah
tuberkolusis juga bisa bertambah dalam jumlah dan keparahan.
c. Sanitasi air
Adanya genangan air dan kotoran sisa bencana serta kekurangan pasokan air bersih
merupakan beberapa pencemaran air yang terjadi pasca bencana tsunami. Selain itu
menurunnya kualitas kebersihan akan menimbulkan berbagai penyakit kulit.
Menurut salah satu pengajar di Department Kedokteran Komunitas FKUI,
gelombang laut yang membanjiri dan menyapu berbagai kotoran berpotensi mencemari
sumber air bersih. Karena itu, perlu diwaspadai penyakit yang ditimbulkanoleh tercemarnya
air (waterborne disease), seperti diare atau muntaber dan kolera.
d. Pencemaran makanan dan minuman
Menurut sebuah artikel mengenai dampak tsunami terhadap hygiene sanitasi
makanan dan air, terbitan media Media Litbang Kesehatan. Terdapat laporan Kejadian Luar
Biasa (KLB), kasus keracunan makanan diderah Tanah Pasir yang menyebabkan 274
penderita mengalami keracunan makanan. Jumlah penderita yang dirawat sebanyak 38
orang dengan tanda-tanda pusing, dan muntah. Dari hasil penelitian dampak tsunami
terhadap higiene dan sanitasi tempat pengolahan makanan di beberapa Barak pengungsi
Nanggroe Aceh Darussalam antara lain, 166 spesimen diperiksa ternyata 35,5%
terkontaminasi kuman pathogen. Perilaku penjamah 55,1% belum melakukan higiene
sanitasi dengan benar, kemungkinan disebabkan kondisi rumah/tempat tinggal (barok)
18

masih dalam keadaan darurat. kondisi barak satu dengan barak lain hanya dibatasi oleh
dinding, 5-12 keluarga menggunakan dapur bersama-sama, sehingga kemungkinan terjadi
pertukaran/pinjam meminjam alat masak. Kemudian dari hasil pemeriksa laboratorium,
penyebab keracunan makanan tersebut adalah kuman Staphylococcus aureus dan keracunan
zat kimia nitrit.2
Terjadinya keracunan dapat disebabkan oleh tercemarnya air yang digunakan untuk
mengolah ataupun mencuci bahan dan peralatan makanan/masak atau oleh faktor lain,
seperti sarana dan prasarana tempat pengolahan makanan, pemilihan bahan, serta cara
penyajian yang tidak higienis.
Gambar 2. Gangguan Kesehatan Lingkungan( Penyebab Polusi Dan Penyakit Pascabencana)

3.3 Upaya penanggulanagan dan pencegahan permasalahan kesehatan pasca


tsunami
a. Penanganan jenazah
Petugas yang menangani jenazah harus memerhatikan pencegahan universal untuk
menghindari tertular penyakit dari darah dan cairan tubuh ataupun faktor lain-lain. Pengurus
2 Pusat penelitian biomedis dan farmasi
19

jenazah sebaiknya menggunakan alat pelindung diri, seperti baju pelindung, sarung tangan,
sepatu bot, topi, masker dan lainnya. Untuk menghindari ancaman tertular hepatitis A, B, C,
para petugas perlu mendapat vaksinasi terhadap penyakit tersebut. Setelah mengurus
maupun mengubur jenazah serta sebelum makan, petugas perlu mencuci tangan dengan
sabun. Peralatan seperti usungan mayat dan kendaraan harus dibersihkan dan diberi
disinfektan secara rutin.
Menurut panduan teknis WHO mengenai penanganan jenazah setelah bencana,
bahwa syarat lokasi pemakaman sedikitnya 30 meter dari sumber air minum dan dasar
kuburan 1,5 meter di atas permukaan air tanah.
b. Perbaikan dan Pengawasan Kualitas Air Bersih
masyarakat pengungsi harus dapat terjangkau oleh ketersediaan air bersih yang
memadai untuk memelihara kesehatannya. Pada tahap awal kejadian bencana atau
pengungsian ketersediaan air bersih perlu mendapat perhatian, karena tanpa adanya air
bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan meningkatkan risiko terjadinya
penularan penyakit.
Pada situasi bencana dan pengungsian umumnya sulit memperoleh air bersih yang
sudah memenuhi persyaratan, oleh karena itu apabila air yang tersedia tidak memenuhi
syarat, baik dari segi fisik maupun bakteriologis, perlu dilakukan:
buang atau singkirkan bahan pencemar;
lakukan penjernihan air secara cepat apabila tingkat kekeruhan air yang ada cukup

tinggi;
lakukan desinfeksi terhadap air yang ada dengan menggunakan bahan bahan

desinfektan untuk air;


periksa kadar sisa klor bilamana air dikirim dari PDAM;
lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala pada titiktitik distribusi.
Tujuan utama perbaikan dan pengawasan kualitas air adalah untuk mencegah

timbulnya risiko kesehatan akibat penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan.
Bilamana air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari segi fisik maupun bakteriologis
dapat dilakukan upaya perbaikan kualitas air antara lain sebagai berikut:
Penjernihan air cepat, menggunakan:
1) Alumunium sulfat (tawas)
Cara penggunaan:
o sediakan air baku yang akan dijernihkan dalam ember 20 liter;
o tuangkan/campuran tawas yang sudah digerus sebanyak sendok teh dan langsung
diaduk perlahan selama 5 menit sampai larutan merata;

20

o diamkan selama 1020 menit sampai terbentuk gumpalan/flok dari kotoran/lumpur


dan biarkan mengendap. pisahkan bagian air yang jernih yang berada di atas endapan,
atau gunakan selang plastik untuk mendapatkan air bersih yang siap digunakan;
o bila akan digunakan untuk air minum agar terlebih dahulu direbus sampai mendidih
atau didesinfeksi dengan aquatabs.
2) Poly Alumunium Chlorida (PAC)
Lazim disebut penjernih air cepat yaitu polimer dari garam alumunium chloride yang
dipergunakan sebagai koagulan dalam proses penjernihan air sebagai pengganti alumunium
sulfat. Kemasan PAC terdiri dari:
a) Cairan yaitu koagulan yang berfungsi untuk menggumpalkan kotoran/ lumpur yang
ada di dalam air;
b) Bubuk putih yaitu kapur yang berfungsi untuk menetralisir pH.

Cara penggunaan:

sediakan air baku yang akan dijernihkan dalam ember sebanyak 100 liter;
bila air baku tersebut ph nya rendah (asam), tuangkan kapur (kantung bubuk putih)
terlebih dahulu agar ph air tersebut menjadi netral (pH=7). bila ph air baku sudah

netral tidak perlu digunakan lagi kapur;


tuangkan larutan pac (kantung a) kedalam ember yang berisi air lalu aduk perlahan

lahan selama 5 menit sampai larutan tersebut merata;


setelah diaduk merata biarkan selama 5 10 menit sampai terbentuk gumpalan/flok
flok dari kotoran/lumpur dan mengendap. pisahkan air yang jernih dari endapan atau

c.

gunakan selang plastik untuk mendapatkan air bersih yang siap digunakan;
bila akan digunakan sebagai air minm agar terlebih dahulu direbus sampai mendidih
atau di desinfeksi dengan aquatabs.
Pengendalian kesehatan lingkungan pengungsian
Pelaksanaan pengendalian vektor yang perlu mendapatkan perhatian di lokasi

pengungsi adalah pengelolaan lingkungan, pengendalian dengan insektisida, serta


pengawasan makanan dan minuman. Pengendalian vektor penyakit menjadi prioritas dalam
upaya pengendalian penyakit karena potensi untuk menularkan penyakit sangat besar seperti
lalat, nyamuk, tikus, dan serangga lainnya. Kegiatan pengendalian vektor dapat berupa
penyemprotan, biological control, pemberantasan sarang nyamuk, dan perbaikan
lingkungan.
Banyaknya tendatenda darurat tempat penampungan sementara para pengungsi
yang diperkirakan belum dilengkapi dengan berbagai fasilitas sanitasi dasar yang sangat
diperlukan, akibatnya banyak kotoran dan sampah yang tidak tertangani dengan baik dan
21

akan menciptakan breeding site terutama untuk lalat dan serangga pangganggu lain. Hal ini
akan menambah faktor resiko terjadinya penularan berbagai penyakit.
Metode pengendalian dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Pengendalian lingkungan: breeding mengubah situs dengan mengeringkan atau
mengisi situs, pembuangan sampah secara teratur, menjaga tempat penampungan
bersih, dan kebersihan.
b) Pengendalian secara mekanis: menggunakan bednets, perangkap, penutup makanan
c) Pengendalian biologis: menggunakan organisme hidup untuk pengendalian larva,
seperti ikan yang makan larva (misalnya, nila, ikan mas, guppies), Bakteri (bacillus
thuringiensis israelensis) yang menghasilkan racun terhadap larva dan Pakis
mengambang bebas yang mencegah pembiakan, dan lainlain
d. Pengawasan dan pengamanan makanan dan minuman
Dalam pengelolaan makanan dan minuman pada bencana (untuk konsumsi orang
banyak), harus memperhatikan kaedah hygiene sanitasi makanan dan minuman (HSMM),
untuk menghindari terjadinya penyakit bawaan makanan termasuk diare, disentri, korela,
hepatitis A dan tifoid, atau keracunan makanan dan minuman, berdasarkan pedoman WHO
Ensuring food safety in the aftermath of natural disasters antara lain yaitu:
1) semua bahan makanan dan makanan yang akan didistribusikan harus sesuai untuk
konsumsi manusia baik dari segi gizi dan budaya;
2) makanan yang akan didistribusikan sebaiknya dalam bentuk kering dan penerima
mengetahui cara menyiapkan makanan;
3) stok harus dicek secara teratur dan pisahkan stok yang rusak;
4) petugas yang menyiapkan makanan harus terlatih dalam higiene dan prinsip
menyiapkan makanan secara aman;
5) petugas yang menyiapkan makanan sebaiknya tidak sedang sakit dengan gejala
berikut : sakit kuning, diare, muntah, demam, nyeri tenggorok (dengan demam), lesi
kulit terinfeksi atau keluarnya discharge dari telinga, mata atau hidung;
6) petugas kebersihan harus terlatih dalam menjaga dapur umum dan area sekitarnya tetap
bersih;
7) air dan sabun disediakan untuk kebersihan personal;
8) makanan harus disimpan dalam wadah yang melindungi dari tikus, serangga atau
hewan lainnya;
9) daerah yang terkena banjir, makanan yang masih utuh harus dipindahkan ke tempat
kering;
10) buanglah makanan kaleng yang rusak, atau bocor;
11) periksa semua makanan kering dari kerusakan fisik, tumbuhnya jamur dari sayuran,
buah dan sereal kering;
12) air bersih untuk menyiapkan makanan; dan
13) sarana cuci tangan dan alat makan harus disiapkan.
22

Sebagai tambahan, WHO juga mengeluarkan panduan kunci keamanan pangan


(WHO Five Keys for Safer Food) :
1)
2)
3)
4)
5)

jaga kebersihan makanan;


pisahkan bahan mentah dan makanan yang sudah dimasak;
masak secara menyeluruh;
aga makanan pada suhu aman;
gunakan air dan bahan mentah makanan yang aman.
Termasuk dalam hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan

faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
3.4 Perencanaan NAD pasca tsunami
Untuk mengurangi dan meredam timbulnya korban dan kerugian harta benda akibat
proses geologi yang tidak berhenti tersebut, perlu dilakukan mitigasi. Upaya mitigasi itu
antara lain menyiapkan data dan informasi daerah rawan gempa dan tsunami, pemerintah
menata daerah rentan tinggi dengan menata ulang lokasi, menyosialisasi pemahaman dan
bencana gempa dan tsunami, masyarakat perlu menyadari bahwa mereka bertempat tingal di
derah rentan bencana, memehami aktivitas apa yang harus dihindarkan sesuai dengan sifat
serta jenis bencana tersebut, dan mengetahui cara menyelamatkan diri,
Beberapa dosen dari Institut Teknologi Bandung dari departemen Teknik Geologi,
yaitu Deny Juanda, Budi Brahmantyo, dan Bandono, serta dari Departemen Perencanaan
Wilayah dan Kota, yaitu Johny Patta dan Andi Oetomo, rabu (5/1) di gedung Rektorat ITB,
menyampaikan sejumlah usulan dan pemikiran yang bisa dilakukan pemerintah serta semua
pihak untuk membangun kembali Banda Aceh.
Budi mengatakan, Aceh merupakan daratan yang datar dengan tanah alluvial yang
terbentuk karena endapan. Derah yang datar menjadikannya ideal unuk dijadikannya ibu
kota karena daerah datar sangat baik untuk dibangun dan diakses diwilayah lain cenderung
terbuka. Namun, Banda Aceh juga rawan bencana. Selain itu, menurut Deny, Aceh diapit
dua patahan. Kedua daerah patahan lebih tinggi dari Aceh. Sehingga menjadi faktor
penyebab wilayah ini rawan gempa dan rawan tsunami karena terdapat pantai.
Dengan demikian, apabila Aceh dibangun kembali seharusnya dirancang sebagai
kota yang multi bahaya. Perencanaan kota harus dirancang sebagai alat mitigasi atau alat
memperkecil dampak bencana. Tata ruang yang baik membentu memperkecil jumlah
korban saat bencana terjadi dimasa mendatang.

Kontruksi tahan gempa

23

Bilamana melihat ke negara Jepang yang sering dilanda gempa, fondasi rumah
penduduknya disesuaikan dengan kondisi alam sekitarnya. Pada umumnya rumah-rumah
disana terdiri dari bahan kayu dan kertas. Bentuj mejanya dibuat rendah sampai mendekati
lantai sehingga tidak memerlukan kursi. Lemarinya pun kebanyakan menyatu dengan
dinding dengan penutup yang dapat digeser. Penerapan desain rumah serta isinya tersebut
dibentuk sedemikian rupa agar bila terjadi gempa, baik bahan bangunan maupun furniturnya
sedapat mungkin tidak mencederai penghuni rumah.
Indonesia pun sebenernya merupakan negara dengan berbagai intensitas genpa
menengah sampai tinggi sehingga rancangan bangunan sepatutnya memperhitungkan
kemunginan itu. Menurut Dr. Ir Iwayan Sengara, dosen Departemen Teknik Sipil ITB,
sebenarnya ada peraturan yang membahas rancang bangun tahan gempa. Rancangan bangun
sesuai ketentuan yang dirumuskan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang
Peraturan Bangunan Tahan Gempa yang ditetapkan tahun 2002. Namun, peraturan ini
relative baru sehngga sosialisasinya masih terbatas.

Penggalakkan penanaman Bakau


Daerah yang mengalami bencana terbesar dari tsunami adalah Banda Aceh, Lhok

Nga, dan Meulabboh. Bencana tersebut selain diakibatkan oleh tingginya gelombang
tsunami, juga di perparah oleh tata ruang yang kurang ramah bencana dan rusaknya
lingkungan. Rumah dibangun dekat pantai. Tidak ada sabuk hijau (green belt). Mangrove
hanya tinggal sedikit yang hanya tumbuh di beberapa tempat. Selain itu, ada beberapa faktafakta mengenai keadaan gelombang pasang yang menghantam Aceh. Pertama, gelombang
tsunami akan semakin jauh masuk ke daratan jika kondisi pesisir miskin mangrove.
Kondisi gelombang bertolak pada wilayah pesisir dengan mangrove yang intensif.
ketebalan hutan mangrove sekitar 1200 meter mampu mengurangi gelombang tsunami
sekitar dua kilometer, ujar widi. Kedua, gelombang tsunami semakin pendek masuk ke
daratan pada lahan pesisir dengan kebun ekstensif dan masa bangunan bertingkat yang
memenuhi persyaratan teknis bencana. Oleh karena itu, sudah saatnya digalakkan
penanaman bakau di sepanjang pesisir daerah yang potensi terkena tsunami.
Hutan bakau memiliki perlindungan dan pengamanan kawasan pesisir yang sangat
baik. Setiap gelombang pasang yang dating mampu diredakan melalui hutan yang lebat.
Manfaat utama hutan mangrove di kawasan pesisir dan estuaria adalah untuk mencegah
erosi, penahan ombak, penahan angin, perangkap sedimen dan penahan intrusi air asin dari
laut. Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sediment dan pemecah
24

gelombang. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh formasi hutan mangrove yang belum
terganggu atau kondisinya masih alami. Kerapatan hutan mangrove yang cenderung
menurun maka fungsinya sebagai peredam gelombang juga akan cenderung menurun
(Tjardhana dan Purwanto, 1995).
Menurut Widi A Pratikto, Direktur Jendral Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Departemen Kelautan dan Perikanan, hutan bakau (mangrove) yang memiliki ketebalan 60
meter sampai 75 meter dari bibir pantai mampu mengurangi ketinggian gelombang laut
sekitar 3,5 meter.
Jika terjadi gelombang pasang setinggi 4,3 meter di suatu daerah yang memiliki
hutan bakau dengan lebar 65 meter dari bibir pantai, hamparan bakau itu ternyata mampu
menurunkan gelombang sehingga saat di bibir pantai, gelombang tsunami itu semakin
pendek, yakni tersisa satu meter , katanya.
Gambar 3. Hutan bakau Sebagai Peredam Ombak

A. Rencana tata ruang ramah bencana


Setelah pemulihan korban maupun pengobatan pasca bencana tsunami. Batulah
sebaiknya dilakukan perencanaan rehabilitasi yang komprehensif dan terintegrasi. Artinya
pemulihan itu bisa dimulai dari pemetaan, analisis kerusakan, analisis risiko, rencana
restrukturisasi, dan perbaikan lingkungan. Maka dalam tahap rehabilitasi harus dibuat
sedemikian rupa agar mampu meredam tsunami di kemudian hari sehingga dampaknya bisa
diminimalkan.
Dalam upaya rehabilitasi diperlukan perencanan dengan mempertimbangkan faktor
fisik maupun lingkungan. Faktor fisik yang perlu diperhatikan ialah stuktur bangunan.
Sedapat mungkin, arah bangunan sejajar dengan arah penjalaran gelimbang tsunami atau

25

tegak lurus dengan pantai, hal ini dimaksudkan agar tekanan air yang menghantam
bangunan lebih kecil.
Upaya lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah dengan membuat tata ruang yang
ramah bencana. Ditempat-tempat yang berpotensi terkena tsunami harus ditata ulang.
Tempat-tempat perlindungan (shelter) perlu dibangun untuk evakuasi jika tsunami terjadi di
pesisir yang penduduknya padat. Model bisa dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Pola Tata Ruang Rumah Bencana Tsunami

Gambar

Dalam perencanaan wilayah pantai di NAD dan Sumut, sebaiknya memenuhi


persyaratan rencana tata ruang yang telah diatur dalam Undang-undang Lingkungan Hidup.
Dalam UU itu disebutkan 200 meter dari garis pantai harus ditetapkan sebagai jalur hijau.
Pembangunan permukiman yang terlalu dekat dengan garis pantai harus dihindari.
Untuk NAD misalnya, jarak tersebut disesuaikan dengan jarak jauh-dekatnya penetrasi
tsunami ke arah barat. Daerah sempadan pantai juga perlu dihijaukan kembali dengan
mangrove atau hutan pantai, sesuai dengan kawasan pesisirnya. Pantai yang tidak cocok
ditanami hutan mangrove bisa dihijaukan dengan hutan pantai (waru dan cemara). Secara
keseluruhan, fungsi pantai disajikan pada gambar 5.
Gambar 5. Fungsi Hutan Pantai Untuk Meredam Tsunami

26

Gambar
5

Kementrian Lingkungan Hidup menyiapkan desain lingkungan kota Banda Aceh.


Desain itu akan dihadikan model ideal untuk membangun kota-kota pesisir agar terlindung
dari hantaman gelombang tsunami dan lingkungannya tetap terjaga. Hal ini dikemukakan
Menreg Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar.
Kota Banda Aceh dan pemukiman pesisir lainnya yang terkena tsunami memang
harus dibangun kembali. Ini kesempatan untuk menjadikan kota-kota itu lebih baik kondisi
lingkungan hidupnya. Tetapi, penerapan tetap mengacu kepada keinginan orang-orang
Aceh ujarnya.
Model pembangunan pemukiman pesisir tersebut, menurut Rachmat, dalam penerapan
berdaya tangkal terhadap gelombang tsunami. Pemukiman akan digeser ke dalam sesuai
geomorfologinya, sementara pesisir pantai ditanami mangrove sebagai penahanan ombak.
Selain buffer, aka nada green belt yang dapat digunakan sebagai ruang terbuka dan fasilitas
umum katanya.
Dia menambahkan bahwa rancangan pembangunan kembali Banda Aceh harus
diawali dengan suatu desain yang memenuhi criteria lingkungan hidup. Jika tidak, akan
terjebak kepada pembangunan yang nantinya tidak ramah lingkungan.
Gambar 6. Teknik Perancanaan Wilayah Dasar Dalam Proyek Pengurangan Risiko Tsunami

27

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa
peristiwa besar yang dialami daerah Nanggro Aceh Darussalam (NAD) 26 Desember 2004
lalu, tetutama dalam permasalahan kesehatan. Permasalahan yang ada sangatlah beragam,
seperti terganggunya kesehatan masyarakat Aceh maupun kesehatan lingkungan setelah
28

terjadinya tsunami. Upaya penanggulanagan dan pencegahan permasalahan kesehatan pasca


tsunami, yaitu penanganan jenazah yang baik, perbaikan dan pengawasan kualitas air
bersih, pengendalian kesehatan lingkungan pengungsian, serta Pengawasan dan
pengamanan makanan dan minuman.
Selain itu, Perencanaan NAD pasca tsunami sebagai upaya meminimalkan dampak
pasca tsunami maupun bencana yang akan terjadi di masa mendatang. Misalnya
penggalakkan hutan mangrove, kontruksi tahan gempa dan perencanaan yang lainnya.

B.

Saran
Setelah pemulihan korban maupun pengobatan pasca bencana tsunami. Barulah
sebaiknya dilakukan perencanaan rehabilitasi yang komprehensif dan terintegrasi. Artinya
pemulihan itu bisa dimulai dari pemetaan, analisis kerusakan, analisis risiko, rencana
restrukturisasi, dan perbaikan lingkungan. Maka dalam tahap rehabilitasi harus dibuat
sedemikian rupa agar mampu meredam tsunami di kemudian hari sehingga dampaknya bisa
diminimalkan.
Apabila Aceh dibangun kembali seharusnya dirancang sebagai kota yang multi
bahaya. Perencanaan kota harus dirancang sebagai alat mitigasi atau alat memperkecil
dampak bencana. Tata ruang yang baik membentu memperkecil jumlah korban saat bencana
terjadi dimasa mendatang. Upaya lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah dengan
membuat tata ruang yang ramah bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Kompas Media Nusantara. 2005. Bencana Gempa Dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam
& Sumatera Utara. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Kementrian Agama RI, 2012. Penciptaan Bumi Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains.
Jakarta : Kementrian Agama RI

29

Keanekaragaman Vegetasi Mangrove Pasca Tsunami di Kawasan Pesisir Pantai Timur


Nangroe Aceh Darussalam, B I O D I V E R S I T A S, ISSN: 1412-033X, Volume 8,
Nomor 4 Oktober 2007, Halaman: 262-265
Emergency_and_humanitarian_action_Technical_quide_for_Health_Crisis_Response_in_Dis
aster ( Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana)
www.unhabitat-indonesia.org Aceh Sanitation Assessment and Assistance Program (ASAAP)
http://alhiedjamal.wordpress.com/2012/11/05/makalah-tsunami/

LAMPIRAN 1
Lempeng Indo-Australia dan Zona Subduksi Sumatera

30

LAMPIRAN 2
Rangkaian Tiga Gempa Besar

31

Anda mungkin juga menyukai